Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Dalam keadaan keluarga normal semua kebutuhan bisa dipenuhi oleh keluarganya, namun tidak setiap keluarga dapat berfungsi dengan baik. Keluarga yang hubungan suami istrinya tidak harmonis, keluarga yang suami atau istri atau keduanya meninggal akan menimbulkan masalah bagi si anak. Begitu pula kemiskinan yang menyebabkan keluarga tidak mampu menyediakan kebutuhan- kebutuhan anak, oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi terganggu. Ketidak mampuan orang tua atau keluarga menjalankankan fungsinya menyebabkan apa yang disebut sebagai masalah keterlantaran, yang bahkan sering diiringi dengan masalah-masalah penyimpangan tingkah laku. Perkembangan diri anak sangat dipengaruhi pola asuh yang diterapkan oleh orang tua. Baik pada orang tua yang bekerja maupun orang tua yang tak bekerja akan memberi pengaruh secara bermakna terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Permasalahan anak yang saat ini cukup memprihatinkan dan perlu mendapatkan perhatian. Jika ditelusuri penyebab keterlantaran anak dalam hal pengasuhan dan pendidikan adalah disebabkan karena keluarga yang mengalami disfungsi, dimana salah satu atau kedua orang tua dari anak tidak dapat berfungsi dengan baik dikarenakan berbagai faktor yang tidak mendukung. Pemerintah melalui Menteri Sosial menyatakan bahwa, dalam kenyataan kehidupan sosial tidak semua orang tua mempunyai kesanggupan dan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak. Kenyataan yang demikian mengakibatkan anak menjadi terlantar baik secara rohani, jasmani, dan sosial. 5 Begitu juga jika anak sudah tidak memiliki orang tua anak yatim piatu, maka anak tersebut dapat dipastikan tidak akan menjadi anak yang sejahtera, bahkan menjadi terlantar jika tidak ada yang bertanggung jawab untuk memnuhi kebutuhan hiupnya, baik kebutuhan jasmani, rohani, maupun sosial. Anak-anak yatim piatu dan anak terlantar sebagai dua permasalahan sosial anak, membutuhkan orang-orang atau Lembaga panti atau yayasan yang mapan sebagai tempat untuk berlindung dan berkembang menjadi anak-anak yang kemudian hari akan memimpin negara. Hal ini sesuai dengan Elizabethan Poor Law yang dikeluarkan pada tahun 1601 men cakup tiga kelompok penerima bantuan 6 : 1. Orang-orang miskin yang kondisi fisiknya masih kuat the able-bodied poor . 2. Orang-orang miskin yang kondisi fisiknya buruk the impotent poor. 3. Anak-anak yang masih bergantung pada orang yang lebih mapan Dependent Children. Dari ketiga kelompok bantuan tersebut, jelas sekali bahwa anak-anak terlantar termasuk di dalam kelompok tiga, yaitu kelompok anak-anak yang masih bergantung pada orang yang lebih mapan Dependent Children. Dalam hal ini, orang-orang atau Lembaga panti atau yayasan yang telah mapan memegang 5 Ahmad Kamil, M.Fauzan, Hukum perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2008, h.49-50. 6 Isbandi Rukminto Adi, Pengantar Ilmu Kesejahteraan Sosial, Edisi Kedua, Depok: FISIP UI Press, 2005, h. 2. peranan penting untuk membantu anak-anak terlantar maupun anak yatim piatu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada dasarnya pengasuhan dan perlindungan anak yang terbaik ialah anak yang diasuh dan dibesarkan bersama orangtua. Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orangtua nya sendiri, kecuali jika ada alasan danatau aturan hukum yang sah menunjukan bahwa pemisahan ini adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir UU Perlindungan Anak Pasal 14. Alasan pemisahan anak dikarenakan orangtua tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar anak mereka. Pengasuhan anak dalam keluarga yang harmonis merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama pada masa-masa kritis, yaitu usia 0-8 tahun. Kehilangan pola pengasuhan yang baik, misalnya perceraian, kehilangan orang tua, baik untuk sementara maupun selamanya, bencana alam, dan berbagai hal yang bersifat traumatis lainnya sangat mempengaruhi kualitas kesehatan fisik, emosi, mental, dan spiritual anak. Untuk itulah, diperlukan pihak-pihak yang peduli selain keluarga untuk memberikan pengasuhan yang terbaik untuk anak dan fokus terhadap kepentingan anak-anak, khususnya anak-anak terlantar dan anak yatim piatu. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 Ayat 1, yaitu fakir miskin dan anak terlantar itu dipelihara oleh negara. Artinya pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan dan yatim piatu. Berbagai upaya dilaksanakan untuk mengentaskan anak dari ketelantaran. Baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun elemen masyarakat, salah satunya hadirnya profesi pekerja sosial dimaksudkan untuk membantu memecahkan permasalahan anak yang terjadi. Pekerja sosial merupakan sebuah profesi yang mengedepankan perubahan sosial, berfokus pada pemecahan masalah pada hubungan antar manusia, pemberdayaan, dan kesetaraan manusia untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. 7 Kemudian melalui pendirian panti asuhan. Di Indonesia, saat ini Panti Sosial merupakan alternatif terakhir dalam menangani permasalahan anak terlantar. Dengan adanya Panti Sosial, anak terlantar bisa mendapatkan pelayanan- pelayanan sosial berupa pelayanan pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Lembaga atau Panti Asuhan muncul sebagai salah satu institusi yang menangani anak terlantar dan termasuk dalam kelompok pelayanan pengganti. Digantikannya fungsi keluarga oleh panti asuhan apabila anak memang sudah tidak mempunyai orang tua lagi atau pun orang tua tidak dapat berfungsi dengan wajar. Panti Asuhan sebagai pengganti orang tua atau keluarga diharapkan semaksimal mungkin memberikan pelayanan dan pengasuhan yang mendukung pemenuhan hak anak agar tercapainya kesejahteraan anak. Pelayanan yang harus diberikan oleh sebuah Panti Asuhan anak adalah pelayanan pengasuhan di Panti tersebut yang menciptakan suasana kehidupan dalam suatu keluarga. Hal ini akan memungkinkan terpenuhinya kebutuhan dasarnya, yang pada akhirnya memungkinkan anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, baik itu 7 Majalah Perlindungan Anak: Anak Kami, Perkembangan Program Perlindungan Anak di Aceh , Vol. 1, No. 5, Juni 2007, Jakarta: Resource Centre SFFCCB CPWS –IPSPI, h. 27. jasmani, rohani dan sosialnya. Dengan melaksanakan pengasuhan berbasis keluarga, diharapkan anak-anak terlantar yang menjadi anak asuh di panti tersebut dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Namun ada kalanya di dalam perjalanan pemberian pelayanan sosial, pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh anak asuh tersebut. Hal ini terjadi karena belum adanya panduan-panduan yang memastikan bahwa panti asuhan bisa memberikan kualitas pelayanan dengan baik. 8 Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Departemen Sosial, Save the Children dan Unicef tentang “Kualitas Pengasuhan di Panti Sosial Anak di Indonesia pada tahun 2007”, mayoritas panti asuhan di Indonesia memberikan pelayanan sosial dengan lebih mengedepankan dukungan terhadap pendidikan anak asuh tanpa terlalu memperhatikan pola pengasuhannya. Padahal anak asuh juga membutuhkan kasih sayang, perhatian, dan dukungan psikoksosial bagi mereka dengan memperhatikan tumbuh kembang anak. 9 Tetapi kenyataannya adalah, menurut Tata Sudrajat seorang peneliti dari Save the Children, banyak panti asuhan yang memperlakukan anak asuh secara kolektif dalam pemberian pelayanan sosial, bukan secara individual dikarenakan tidak ada pekerja sosial yang mempunyai peran secara individual kepada anak. 10 Ini yang membuat anak asuh tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, karena sebenarnya kebutuhan dasar anak berbeda-beda. 8 Tim Peneliti Dep artemen Sosial RI, Save the Children, dan Unicef, DVD “ Seseorang yang Berguna : Kualitas Pengasuhan di Panti Sosial Asuhan Anak di Indonesia ”. 9 Ibid, h. 5. 10 Ibid, h. 7. Dari penelitian tersebut juga didapat hasil bahwa, mayoritas panti asuhan tidak melakukan asesmen terhadap kondisi keluarga anak asuh sebelum anak tersebut dimasukkan ke dalam panti asuhan, sehingga tidak diketahui apakah anak tersebut memang membutuhkan panti asuhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya atau tidak, dan juga tidak diketahui apakah keluarganya masih mampu atau tidak untuk mengasuh anak tersebut. 11 Dalam pengasuhan, anak-anak harus mendapatkan kasih sayang, layaknya orang tua yang menyayangi anaknya, oleh karena itu diperlukan pengasuh yang menggantikan peran orang tua untuk melakukan pengasuhan secara eksklusif. Penggunaan pola pengasuhan yang baik pada anak diharapkan mampu menjadikan mereka SDM yang berkualitas nantinya, dan dapat membangun bangsa kedepannya. Salah satu Panti Asuhan anak yaitu SOS Children’s Villages Desa Taruna Jakarta. SOS Children’s Villages Desa Taruna Jakarta adalah sebuah organisasi independen non-pemerintah yang berkarya bagi anak-anak dengan pola pengasuhan anak jangka panjang berbasis keluarga. bertujuan untuk membantu, mengasuh, dan mengupayakan masa depan yang cerah bagi anak-anak yatim piatu, anak terlantar yang kurang beruntung. Anak-anak yang dibantu merupakan berbagai macam latar belakang, suku, agama, dan ras. Mereka mendapatkan kasih sayang di dalam sebuah keluarga dengan standar kehidupan yang layak agar kelak dapat tumbuh menjadi sosok anak yang mandiri. 11 Ibid , h. 6. Mengingat sasaran utama pelayanan SOS Chil dren’s Villages Desa Taruna Jakarta adalah anak-anak dan keluarga yang tidak mampu, maka perkembangan fisik maupun emosional anak tergantung sepenuhnya pada cara ibu pengasuh merawat anak-anaknya, serta sikap ibu pengasuh dalam membina hubungan atau membentuk ikatan emosional dengan anak-anak asuhnya. Sehingga diantara mereka dapat terjalin hubungan bagaikan ibu kandung dengan anak-anaknya sendiri. Lalu bagi keluarga yang tidak mampu akan mendapatkan bantuan serta dampingan keluarga yang rentan terhadap pengasuhan, pendidikan, dan kesehatan. Dengan demikian berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik dan ingin mengetahui lebih jauh usaha pelayanan di SOS Children’s Villages Desa Taruna Jakarta ini, karena pelayanannya sangat berbeda dengan pelayanan di Yayasan atau Panti Asuhan lainnya, yaitu dengan menerapkan sistem pengasuhan berbasis keluarga. Untuk itu, penulis tertarik untuk meneliti sebuah penulisan skripsi dengan judul “Implementasi Pola Pengasuhan Anak Berbasis Keluarga Di SOS Children’s Villages Desa Taruna Jakarta Studi Kasus Keluarga Dampingan SOS di Desa Tegallangkap, Bogor”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat terbatasnya waktu, dana dan demi terfokusnya pikiran maka peneliti membatasi masalah pada pola pengasuhan di keluarga dampingan SOS Children’s Villages untuk membantu keluarga dan anak asuh untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam pola asuhan dan pendidikan.

2. Perumusan Masalah

Agar perumusan masalah lebih terarah dan terfokus, Maka penulis membuat rumusan masalah secara garis besar, yaitu: a. Bagaimana pola pengasuhan anak dalam keluarga dampingan SOS di Desa Tegallangkap, Bogor? b. Apa saja faktor pendorong penghambat pada pola pengasuhan anak dalam keluarga dampingan SOS di Desa Tegallangkap, Bogor?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keluarga dampingan SOS Children’s Villages: a. Untuk mengetahui pelaksanaan pola pengasuhan anak dalam keluarga dampingan SOS di Desa Tegallangkap, Bogor. b. Untuk mengetahui faktor pendorong penghambat yang ditemui saat pelaksanaan pengasuhan dalam keluarga dampingan SOS di Desa Tegallangkap, Bogor.

D. Manfaat Penelitian

a. Secara Praktis

Diharapkan dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi peneliti khususnya serta para calon pekerja sosial agar mendapatkan gambaran umum tentang implementasi pola pengasuhan anak berbasis keluarga di SOS Children’s Villages Desa Taruna Jakarta Studi Kasus Keluarga Dampingan SOS di Desa Tegallangkap, Bogor

b. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengetahuan bagi para mahasiswa Kesejahteraan Sosial dan rujukan dalam penelitian berikutnya yang berkaitan dengan implementasi pola pengasuhan anak berbasis keluarga di SOS Children’s Villages Desa Taruna Jakarta Studi Kasus Keluarga Dampingan SOS di Desa Tegallangkap, Bogor.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi gabungan, analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. 12 Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti, yaitu data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna dibalik yang terlihat dan terucap tersebut. 13 Oleh karena itu, pengumpulan data dilakukan secara triangulasi yang menggunakan berbagai sumber dan berbagai teknik pengumpulan data secara simultan agar memperoleh data yang pasti. 14 12 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009, h.1. 13 Ibid, h. 2. 14 Ibid, h. 3.

2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih independen tanpa membuat perbandingan, atau penghubungan dengan variabel yang lain. 15 Jenis penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati guna mendapat data-data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata karena adanya penerapan metode kualitatif. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. 16

3. Sumber Data

Sumber data yang penulis gunakan pada penelitian ini terbagi menjadi 2 dua sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder yang akan dijelaskan sebagai berikut: a. Data Primer yaitu berupa data yang diperoleh dari sasaran penelitian atau partisipan. Data primer yang penulis maksud adalah pengamatan yang bersifat partisipatoris, artinya penulis melihat langsung proses kegiatan pengasuhan dan melakukan wawancara. b. Data Sekunder yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari berbagai literatur, buku-buku, internet atau tulisan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, seperti brosur, arsip, dan lain-lain. 15 http:ab-fisip-upnyk.comfilesKonsep20Dasar20Penelitian.pdf diakses pada 28 Desember 2014 16 Lexy, J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Bandung: PT. Rosdakarya, 2007, h. 112.