.
p i
i
X β
β =
6. Pengukuran Kinerja Reksadana
Pada umumnya investor akan melihat laba sebagai ukuran utama kinerja suatu portofolio. Faktor risiko terkadang tidak menjadi suatu
pertimbangan, padahal return berkaitan sangat erat dengan adanya resiko. Semakin besar ekspektasi laba, maka semakin besar pula resiko yang harus
dihadapi investor. Hubungan tersebut dikenal dengan risk-return trade-off. Salah satu resiko reksadana adalah fluktuasi Nilai Aktiva Bersih NAB
terutama pada reksadana yang mempunyai portofolio investasi efek berupa saham. Ada dua bagian penting yang menjadi parameter pengukuran
resiko yang berkaitan dengan reksadana, yaitu: a
Beta β Beta adalah tingkat kepekaan yang dimiliki setiap sekuritas yang
terdapat dalam portofolio atau suatu portofolio terhadap perubahan yang terjadi di pasar systematic risk akibat perubahannya faktor-
faktor ekonomis. Beta merupakan resiko sistematis, yaitu resiko yang relevan karena tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi. Untuk
menghitung beta digunakan rumus sebagai berikut Elton Gruber, 1994:
Dimana: βp = Beta Portofolio
βi = Beta Reksadana ke-i Xi = Proporsi Reksadana ke-i
Semakin peka suatu portofolio terhadap perubahan yang terjadi di pasar maka antara dua variable yaitu kelebihan tingkat keuntunan
portofolio pasar Excess Return To Market Portofolio, dan kelebihan keuntungan suatu saham.
Untuk memperkirakan beta dapat digunakan teknik yang didasarkan pada beta histories historical beta, penyesuaian beta
histories ke beta pasar adjusted beta dan dengan beta fundamental Fundamental Beta.
1 Historical Beta
Memperkirakan beta dengan dasar beta histories yaitu dengan meperhatikan fluktuasi tingkat keuntungan histories
sekuritas individual dan pasar. 2
Adjusted Beta Memperkirakan beta dapat dilakukan dengan menggunakan
adjusted beta yaitu dengan menyesuaikan beta histories ke beta rata-rata
β=1 3
Fundamental Beta Beta merupakan ukuran resiko yang berasal dari hubungan
antara tingkat risiko keuntungan suatu saham dengan pasar. Resiko ini berasal dari beberapa factor fundamental perusahaan dan factor
karakteristik pasar. Menurut Adler Haymas Manurung 1992, besarnya systematic
risk dari suatu saham tertentu mempunyai arti sebagai berikut:
2
,
p m
p
C o v r r
m
β α
=
1 Saham-saham yang memiliki β1 disebut saham agresif
aggressive stock, karena mengalami kenaikan lebih cepat daripada pasar secara keseluruhan, saat pasar bullish dan saham
tersebut mengalami penurunan yang lebih cepat dibandingkan dengan pasar secara keseluruhan saat pasar dalam situasi bearish.
2 Saham yang memiliki β1 disebut saham lemah defensive stock,
yaitu saham yang fluktuasi returnnya lebih kecil daripada return pasar secara keseluruhan.
3 Saham yang memiliki β=1 disebut saham netral neutral stock,
yaitu saham yang memiliki fluktuasi return secara rata-rata sama dengan return pasar.
Apabila beta yang terjadi semakin kuat maka karakteristik line akan semakin curam. Dengan kata lain dijelaskan dengan persamaan:
Sehingga menurut Bodie, Kane dan Marcus Bodie, Kane dan Marcus,1993: 288 untuk menghitung beta dapat digunakan
persamaan:
Keterangan: βp
= Beta saham.
p p
p m
r E r
e
α β
= +
+
Cov ri,rm = Covariance antara return saham dengan return
pasar. σ
2
m = Variance saham.
Apabila kita memasukan variable investasi bebas risiko, maka yang terjadi pada portofolio =0 dan tingkat keuntungan = rf. Beta
portofolio pasar =1. hal ini disebabkan karena covariance portofolio pasar =
σ
2
m jadi βm = σ
2
m σ
2
m =1. Menurut Suad Husnan Teori Portofolio dan Analisis Investasi,
1994 beta terjadi pada portofolio umumnya lebih akurat dari beta sekuritas individual karena dua hal:
1 Beta mungkin berubah dari waktu ke waktu. Ada sekuritas yang
berubah menjadi lebih besar, ada pula yang mengecil. Pembentukan portofolio memungkinkan perubahan tersebut
menjadi saling meniadakan atau paling tidak mengecil. 2
Penaksiran beta selalu mengandung unsure kesalahan acak, kesalahan tersebut diperkecil. Karena itu, semakin banyak besar
nilai koefesien determinasinya. Dengan demikian maka beta masa depan lebih baik dibandingkan dengan beta sekuritas individual.
Beta yang terjadi di portofolio menunjukan kemiringan slope garis regresi tersebut, semakin besar beta semakin curam
kemiringan garis tersebut, dan sebaliknya. Penyebaran titik-titik pengamatan disekitar garis regresi tersebut menunjukan resiko
σ
1 2
2 1
1 n
p rp
E rp n
n
σ
= −
− =
sekuritas yang diamati semakin menyebar titik-titik tersebut semakin besar resikonya.
b. Standar Deviasi
Resiko yang dihadapi investor pada saat ini dianggap sama dengan tingkat variabilitas dari return yang diharapkan. Semakin
berfluktuasi tingkat harapan return yang akan didapat maka tingkat resiko juga tinggi. Salah satu parameter untuk mengukur tingkat
variabilitas dari return yang diharapkan yaitu dengan menggunakan standar deviasi.
Fuller dan Farrel 1987 mengemukakan bahwa standar deviasi dapat diklasifikasikan dengan mencari variance terlebih dahulu.
Sedangkan variance dapat dicari dengan formula:
2 2
1
1 1
n n
p rp
E rp n
σ
=
= −
−
Sedangkan standar deviasi portofolio dapat sikalkulasikan dengan persamaan:
Keterangan: σp
= standar deviasi portofolio σ2p
= variance portofolio Rp
= Return portofolio Erp
= Ekspetasi return portofolio
2 2
1
1 1
n m
m n
r E r
n
σ
=
= −
−
2 2
1
1 1
n m
m n
r E r
n
σ
=
= −
− Dalam mengalkulasikan standar deviasi maka ada dua variable
yang memerlukan penyesuian yaitu variable rp diganti dengan rm dan variable Erp diganti dengan Erm sehingga persamaan variancnya
menjadi:
Dan persamaan standar deviasinya menjadi:
Katerangan: σm
2
= Variance portofolio rm
= return pasar σm
= standar deviasi pasar Erm
= expected return
7. Tingkat Bunga Bebas Resiko Risk Free Rate