7
itu adalah insinyur dan orang-orang kenamaan. Di antarany adalah al-Hajjaj bin Artaah yang turut merancang pembangunan kota itu, dan Imam Abu
Hanifah yang bertugas menghitung batu-batu yang diperlukan.
4
Kehidupan sosial masyarakat Islam terdiri dari orang muslim dan non muslim dzimmi. Dari segi etnis, orang muslim dibedakan atas orang Arab
dan non Arab ‘ajam seperti keturunan Turki, Persia, Qibthi, Syiria, Barbar, Andalusia Vandal dan lain sebagainya. Kehidupan sosial masyarakat pada
mulanya, menunjukkan adanya struktur kelompok atau kelas yang terdiri dari : 1. Kelas penguasa, yaitu kelompok orang Arab yang memegang kekuasaan;
2. Kelas menengah, yang terdiri dari orang Islam yang bukan Arab penduduk asli suatu daerah yang kemudian masuk Islam;
3. Kelompok non-muslim
yang berada
di bawah
perlindungan pemerintahkekuasaan Islam, disebut kaum dzimmi;
4. Kelompok kaum pekerja, yang terdiri fari kaum budak belian; namun pada masa kejayaan peradaban Islam Abbasiyah telah terjadi pembauran
antara kelompok-kelompok tersebut.
5
Kemegahan dan kemakmuran Baghdad turut pula membuat peradaban kamu muslimin semakin maju dan jauh lebih hebat dari peradaban bangsa
Eropa. Kaum muslimin tidak saja mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang didapat dari bangsa Eropa tapi dengan kemahiran,
kecerdasaan, sikap ingin menelaah kaum muslimin berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut menjadi lebih bermanfaat. Sehingga pada
perkembanggannya kaum muslimin tidak lagi berguru kepada orang-orang Yunani seperti yang dilakukan sebelumnya.
B. Kondisi Politik Masyarakat Baghdad
Gerakan revolusi Abbasiyah juga mempergunakan suku Arab Selatan, orang-orang Qais Yaman yang membenci Bani Umayyah karena tersingkir
dari lingkaran kekuasaan Bani Umayyah yang lebih memilih pesaing mereka,
4
Ibnul Atsir, Al-Kamil fit Tarikh,Beirut : Dar Sader, 1971, jilid 6 h. 178
5
Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, h. 154
8
suku Arab dari wilayah Utara, Qais, dan Mudar. Orang-orang Yaman inilah yang menjadi salah satu tulang punggung kekuatan Abu Muslim al-Khurasani,
jenderal Persia yang menjadi salah satu inti kekuatan gerakan Revolusi Abbasiyah.
Gerakan penggulingan imperium Umayyah ini sukses berkat organisasi tentara yang dipersenjatai dan diorganisir dengan baik. Abu Muslim
al-Khurasani dapat mempersatukan dan memimpin pasukan yang terdiri dari orang Arab dan non-Arab yang diperlakukan secara setara. Dialah yang
memulai pemberontakan terbuka terhadap pemerintahan Bani Umayyah yang pertama dapat ditaklukkan adalah wilayah Khurasan. Setelah ditalukkan,
wilayah ini menjadi basis kekuatan untuk menaklukan wilayah-wilayah lain di sekitarnya.
6
Kekuasaan Harun Al- Rasyid amat luas, yang terbentang di daerah- daerah Laut Tengah di sebelah Barat sampai India di sebelah Timur. Puncak
kejayaaan pemerintahan Bani Abbas pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan putranya, Al-Ma’mun, yang disebut “Masa Keemasan Islam” The Golden
Age of Islam. Pada tahun 800 M184 H Baghdad telah menjadi kota metropolitan dan kota utama bagi dunia Islam, yakni sebagai pusat
pendidikan, ilmu pengetahuan, pemikiran, dan peradaban Islam, serta pusat perdagangan, ekonomi, dan politik. Pada tahun 791 M, Harun Al-Rasyid, atas
permintaan Ratu Zubaidah, menunjuk ketiga anak laki-lakinya Al-Amin, Al- Ma’mun, dan Al-Qasim sebagai calon-calon pengganti secara berturut-turut
setelah kematiannya. Tampaknya di sini kelemahan Harun. Karena sangat sayangnya pada
Zubaidah, ia sering menuruti kemauan isterinya. Untuk memberikan latihan politik kepada anak-anaknya, Harun membagi imperium ke dalam tiga bagian.
Al-Amin diberi tanggung jawab atas wilayah Barat, al-Ma’mun wilayah Timur, dan al-Qasim bertanggung jawab atas wilayah Mesopotamia.
7
6
Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, dari Masa Klasik hingga Modern, h. 99
7
Didin Saefuddin, Zaman Keemasan Islam, Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah, Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2002, h. 40
9
Ar-Rasyid membaiat anaknya Muhammad Al-Amin sebagai “Putra Mahkota” pada hari Kamis bulan Sya’ban 173 Hijriah, dan diberikan
kekuasaan daerah Syam dan Irak. Kemudian juga membaiat anaknya Abdullah Al-Ma’mun di Ra’fah pada tahun 183 H, dan diberi kekuasaan daerah
Hamdan sampai akhir Masyriq wilayah timur.
8
Ketika masih menjadi putera mahkota, al-Mamun diangkat oleh ayahnya menjadi gubernur di Khurasan dan bertempat tinggal di Marw. Berkat
bantuan wazirnya. Al-Fadhal bin Sahal, popularitas yang diperolah Al- Ma’mun di daerah Persia semakin lama semakin meningkat yang kemudian
mengakibatkan timbulnya perselisihan dengan kakaknya khalifah Al-Amin. Oleh Al-Amin, kedudukan Al-Ma’mun sebagai putera mahkota dicopot,
digantikan oleh putera Al-Amin sendiri yang bernama Musa. Pada mulanya Al-Ma’mun tidak berkeberatan untuk melepaskan kedudukannya tersebut,
namun wazinya, Al-Fadhal bin Sahal mendesaknya untuk menolak tindakan pemecatan yang dilakukan oleh Al-Amin.
9
Ketegangan di antara Al-Amin dan Al-Ma’mun mulai muncul dan berkembang berkaitan dengan status otonomi Propinsi Khurasan. Para perwira
militer Khurasan yang berada di Baghdad mempengaruhi Khalifah Al-Amin untuk menguasai propinsi penting ini, meskipun berarti harus menyingkirkan
saudaranya sendiri Al-Ma’mun, dan melanggar piagam Perjanjian Makkah tahun 186 H802 M. Desakan militer ini juga didukung oleh Al-Fadhl bin Ar-
Rabi, hajib istana yang telah menjadi orang kepercayaan khalifah. Selama 2 tahun, pihak Baghdad mendesak Al-Ma’mun agar mau tunduk kepada
kekuasaan khalifah. Al-Ma’mun sendiri sebenarnya tidak melakukan persiapan yang memadai jika ternyata Baghdad menggunakan kekerasan.
Kekuatan militernya sangat kecil dan kesetiaan mereka juga tidak dapat diandalkan. Akan tetapi, berkat nasihat menterinya Al-Fadhal bin Sahal, ia
menolak desakan Baghdad. Menurut Al-Fadhal bin Sahal, Al-Ma’mun bekerja
8
Syauqi Abu Khalil, Harun Ar-Rasyid Amirul Khulafa Pustaka Azzam, Jakarta, 2002, Cet. Ke- I, h. 53
9
Ensiklopedi Islam, Departemen Agama RI, Jakarta, 1988, h. 124
10
sama dengan para kepala suku dan pemimpin golongan tertentu di Khurasan yang kurang menyukai dominasi Baghdad atas negeri mereka.
10
Perpecahan kedua saudara ini bertambah serius setelah Al-Amin mengubah isi piagam wasiat Harun Al-Rasyid yang menyatakan bahwa Harun
ar-Rasyid akan melantik al-Ma’mun setelah al-Amin serta meletakkan wilayah Khurasan hingga Hamdan di bawah pemerintahan al-Ma’mun, namun
Khalifah al-Amin justru mengangkat Isa bin Isa menjadi gubernur Khurasan. Kemudian, sebuah angkatan perang, yang menurut sebuah riwayat, berjumlah
40 ribu orang, dipersiapkan untuk membebaskan Khurasan. Untuk menghadapi balatentara yang besar ini, Al-Ma’mun mengangkat Tahir bin Al-
Husain 775-822 M untuk memimpin satu unit pasukan sekitar 5.000 orang. Tahir bin Al-Husain sendiri menyatakan bahwa ini merupakan misi bunuh
diri. Akan tetapi, ketika kedua pasukan bertempur di pinggir kota Rayy bulan Mei 811 M, Ali bin Isa dari pihak Baghdad terbunuh dan pasukannya kocar-
kacir. Para sejarawan memandang perselisihan antara Al-Ma’mun dan Al-
Amin sebagai perselisihan antara orang-orang Persia dan orang-orang Arab. Karena dalam perselisihan tersebut, Al-Ma’mun didukung oleh orang-orang
Persia, sedangkan Al-Amin yang ibunya orang Arab didukung oleh orang Arab. Ini berarti kemenangan “pengaruh” Persia atas pengaruh Arab.
11
10
Perpustakaan Nasional RI, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, , 2003 Cet. Ke-II, h. 95
11
Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Jakarta : Prenada Media, 2003, Cet. I, H. 50
11
BAB III BIOGRAFI AL-MA’MUN