32
mereka tidak mengenal pengetahuan dan filsafat Yunani kuno. Sebuah pusat Observatory didirikan di dataran Tadmore untuk kepentingan
penelitian astronomi dan geometri, observasi antariksa mengalami kemajuan pesat pada masa ini”.
Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah al-Manshur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini
yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun
hingga tahun 300 H. buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300
H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
9
Tradisi intelektual terbangun serta membudaya. Gerakan penerjemahan semakin bergairah, begitu pula perdebatan ilmiah, yang
mencakup multidisiplin ilmu. Semua itu berkat dedikasi dan dukungan luar biasa dari al-Ma’mun. “Dia merupakan kekuatan pendorong di
belakang modernisasi Islam serta penguasaan sains dn teknologi”. Tegas Ehsan Masood.
10
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filasafat,
kimia, dan sejarah.
11
3. Tokoh-tokoh penting dalam gerakan penerjemahan
Di Baghdad didirikan Sekolah Tinggi Penerjemah yang pertama di dunia, dilengkapi dengan berbagai taman pustaka. Disinilah orang dapat
mengenal Hunain Ibnul Ishaq 809-833 M, seorang yang termasyhur dalam ilmu kedokteran dan filsafat. Bahkan buku-buku kedoteran yang
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000 Cet. X, h. 55-57
10
Yusuf Assidiq, “Al-Ma’mun dan Baitul Hkmah”, dalam http:batavies.co.id
, 06 Januari 2011
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, h. 57
33
sekarang terdapat di berbagai toko buku dengan nama “Materia Medica” adalah berasal dari Hunain. Ia juga sempat menerjemahkan buku Galen
dalam lapangan ilmu pengobatan dan filsafat, sebanyak 100 buah ke dalam bahasa Syria, dan 39 buah ke dalam bahasa Arab. Penulis-penulis Eropa
mengakui, bahwa Hunainlah pemberitahu teori Galen dalam berbagai pengetahuan ke dunia Barat. Di samping meringkas dan memberi
komentar buah karya Galen, ia juga mengarang sendiri. Buku-buku karangannya dalam bahasa Arab dan Persia banyak dijumpai, misalnya
soal jawab. Bukunya yang ternama ialah sepuluh soal tentang mata. Buku ini disusun secara sistematis untuk pelajar-pelajar ilmu ophthalmology
Ilmu mata. Perkembangan ilmu opthamology sekarang adalah berkat jasa Hunain. Dokter-dokter mata sekarang sebenarnya harus merasa, bahwa
Hunain adalah bapaknya. Nama yang dianggap sebagai penerjemah besar adalah Hunayn ibn
Ishaq 810 M-877 M194 H-263 H. Ia adalah seorang cendekiawan Kristen yang memberi andil berarti bagi kebangkitan sains Islam sebagai
penerjemah dan penyalur sains Yunani. Ia lahir di Hira, ayahnya seorang Apoteker. Ia belajar di Jundishapur dan bagdad di bawah bimbingan
dokter ternama Ibn Maskawih. Kemudian merantau ke Anatolia untuk melengkapi pengetahuan bahasa Yunani Grika. Ia dan murid-muridnya,
termasuk anak dan kemenakannya, membuat terjemahan naskah yang paling tepat dan baik dari bahasa syiria dan Grika ke dalam bahasa Arab.
Ia memainkan peran besar dalam peningkatan minat kaum Muslim pada sains Grekohelenistik. Hunayn sendiri adalah seorang dokter ternama yang
karyanya dikutip oleh berbagai pengarang muslim di kemudian hari. Ia juga menulis tentang astronomi, meteorology, dan terutama filsafat.
Karyanya Aforisma Filosof dalam versi Ibrani sangat terkenal di Barat dan ia terpandang karena pengkajian dan terjemahannya atas semua filsafat
Galen. Nama lain yang cukup penting dalam bidang penerjemahan adalah
Tsabit Ibn Qurrah 826 M-901 M211 H-288 H. Tsabit menulis karya
34
abadi dalam bidang ilmu medis dan filsafat. Ia menguasai astronomi dan matematika. Ia juga banyak menulis naskah tentang astronomi, teori
bilangan, fisika, dan cabang matematika lainnya, yang amat besar pengaruhnya pada para saintis muslim. Gema dari pandangan ilmiahnya,
terlebih lagi tentang teori getaran, terdengar sepanjang abad pertengahan di dunia barat.
12
Tokoh lain yang juga berperan dalam usaha penerjemahan buku- buku Yunani ke dalam bahasa Arab adalah :
a. Yuhana bin Masawaih b. Ishak bin Hunain
c. Muhammad bin Musa Khawarazmi d. Sa’id bin Harun
e. Umar bin Al-Farrakhan
13
Akibat penerjemahan buku Yunani ke dalam bahasa Arab dan masuknya kebudayaan Helinesia ke dalam kebudayaan Islam telah
menciptakan suasana subur di kalangan kaum muslimin tertentu untuk berkembangnya pemikiran yang rasional. Meskipun bukan golongan
rasional imam, namun jelas mereka adalah pelopor yang mengingatkan pemikiran tentang ajaran pokok Islam secara lebih sistematis. Sikap
mereka yang rasionalis bertitik tolak dari pandangan bahwa akal mempunyai kedudukan yang sama dengan wahyu. Sikap yang demikian
ini akan mendorong umat Islam mempergunakan segala kekuatan akal untuk memahami agama, akhirnya akan melahirkan intelektual muslim di
segala lapangan ilmu antara lain muncul filosof Islam yang tidak kalah dengan filosof Yunani. Demikian juga dokter ulung, ahli kimia, ahli
matematika, ahli ilmu bintang, ahli musik, ahli optik, ahli geografi, dan lain-lain.
14
12
Didin Saefuddin, Zaman Keemasan Islam, Rekunstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah, h. 155-156
13
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Jakarta : Hidakarya Agung, 1992 h. 64
14
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik : Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Pernada Media, Jakarta, 2003, Cet. Ke-I, h. 81
35
Dapat diketahui dengan jelas, betapa pada masa khalifah al- Ma’mun kecintaannya kepada ilmu pengetahuan membuat beliau
meneruskan bahkan mengembangkan kegiatan yang telah dilakukan oleh khalifah sebelumnya bahkan beliau tidak menjadikan perbedaan suku,
bangsa, agama, dan ras sebagai penghalang untuk meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan melalui gerakan penerjemahan.
Beliau sadar betul bahwa ilmu pengetahuan tidak hanya dimiliki kaum muslim tapi beliau mencari cara bagaimana ilmu pengetahuan yang
juga dikuasai oleh bangsa barat yang mayoritas non muslim dapat juga dipelajari oleh kaum muslim.
Gerakan penerjemahan berbagai macam buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang menurut beliau dapat meningkatkan minat
dan kecintaan kaum muslim terhadap ilmu pengetahuan yang dapat menghantarkan mereka menuju kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.
B. Optimalisasi Kegiatan Balajar Mengajar 1. Upaya khalifah al-Ma’mun dalam Pengembangkan Kegiatan Belajar
Mengajar
Kemajuan pendidikan dalam arti seluas-luasnya pada masa al- Ma’mun telah banyak mengundang perhatian para ahli baik di Barat
maupun di Timur. Kemajuan suatu bangsa dan Negara salah satunya disebabkan karena kualitas manusia yang hidup dalam bangsa dan Negara
tersebut. Kualitas manusia itu dihasilkan dari kualitas proses pendidikan yang dijalaninya.
Upaya khalifah al-Ma’mun dalam pengembangkan kegiatan belajar mengajar dapat dilihat dari kegiatan berikut :
a. Aktivitas Belajar Langsung dengan Syekh Pada masa al-Ma’mun, pengajaran diberikan langsung kepada
murid-murid, seorang demi seorang. Pelajaran diberikan dengan cara dibacakan oleh guru dan diulang-ulang membacanya oleh murid, atau
didiktekan oleh guru dan ditulis oleh murid, atau murid disuruh menyalin dari buku yang telah ditulis guru dengan tangan. Kehidupan
36
demikian, berlangsung dalam halaqoh-halaqoh yang diselenggarakan oleh ulama.
15
Murid duduk berkeliling berhadapan dengan seorang syekh guru. Guru memberikan pelajaran kepada semua murid yang hadir.
Guru memulai dengan membaca bismillah dan memuji Allah serta bershalawat kepada Rasul Allah, baru kemudian memulai pelajaran.
Jika guru menghafal pelajaran atau dituliskannya diktat, maka dibacakan pelajaran itu dengan perlahan-lahan, lalu murid menulis apa
yang dibacakan guru. Setelah selesai dibacakan, lalu guru menerangkan hal-hal yang sulit dalam pelajaran yang didiktekan
tersebut. Keterangan itu dituliskan oleh murid di pinggir kertas. Pada akhir pelajaran, guru mengulang membaca pelajaran dan disuruhnya
seorang pelajar membacakannya untuk membetulkan kalau ada pelajar yang salah menuliskannya. Dari diktat-diktat yang dituliskan itulah,
telah lahir kitab-kitab tulisan tangan yang kemudian dicetak beribu- ribu naskah, sehingga menjadi kitab yang termasyhur.
Jika telah tamat ilmu yang diajarkan guru, lalu guru menandatangani satu naskah atau beberapa naskah yang ditulis oleh
pelajar-pelajar itu, serta menerangkan bahwa guru telah membacakan naskah itu kepada pelajar yang menuliskannya. Kemudian guru
memberikan ijazah kepada pelajar bahwa ia berhak mengajarkan atau meriwayatkan kepada pelajar yang lain. Jadi, dalam halaqah, ijazah
tidak diberikan oleh sekolah, melainkan oleh guru sendiri. Seorang pelajar yang tamat pelajarannya, ia mengatakan : Saya mendapat ijazah
dari guru syekh fulan’, bukan dari sekolah apa. Pelajar tidak memilih sekolah yang baik melinkan memilih
guru syekh yang termasyhur kealimannya dan kesolehannya. Murid bebas memilih guru. Kalau pelajaran guru tidak memuaskan baginya,
boleh pindah ke halaqah guru yang lain.
16
15
W. Montgomery Watt, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan, Jakarta : Gramedia, 1997, h. 97
16
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, h. 60-61
37
Dari kegiatan ini dapat dilihat bagaimana nikmatnya kegiatan menuntut ilmu pada masa itu, dimana seorang murid memiliki
kebebasan untuk memilih guru dan pelajaran yang ingin diambil tanpa harus merasa dipaksa sehingga kegiatan belajar akan belajar lebih
optimal. Seorang murid pada masa itu dapat menyalurkan minat dan
keinginannya kepada suatu ilmu dengan guru yang sesuai dengan keinginannya sehingga murid tersebut akan bersungguh-sungguh dan
senang hati dalam mendalami suatu ilmu pelajaran.
17
Sungguh berbeda dengan pendidikan zaman sekarang yang seakan menuntut seorang murid untuk mengikuti pola pendidikan yang
sudah diatur dengan berbagai mata pelajaran dan guru yang sudah ditentukan dan harus diterima serta diikuti oleh setiap murid.
Tidak berarti pola tersebut tidak baik hanya banyak fakta yang menunjukkan setiap anak tidak dapat menguasai secara penuh seluruh
mata pelajaran yang diajarkan, hanya beberapa mata pelajaran yang mungkin dapat dikuasai dengan baik bahkan tidak sedikit yang hanya
mampu mengikuti tanpa dapat menguasai mata pelajaran tersebut dengan baik dan banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi.
b. Aktivitas Berdebat sebagai Latihan Intelektual Tokoh-tokoh yang muncul dalam sejarah adalah mereka yang
kritis, berani, dan tegas dalam ilmu yang diyakininya benar. Mereka yang menjalani pendidikan Tinggi di lembaga-lembaga formal
melakukan hal tersebut karena kecintaan terhadap kehidupan intelektual. Kehidupan para ilmuwan yang benar-benar tekun dan telah
berhasil menguasai ilmunya, terbuka peluang untuk maju menjadi mufti, menjadi penasihat, atau tutor di rumah hartawan bagi sejumlah
mahasiswa, pengakuan sebagai ilmuan dan status sosial yang disandangnya cukup menjadi justifikasi hasil kerja keras mereka.
17
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta : 1989, h.135
38
Murid yang paling cerdas membantu syekh sebagai mu’id dan memperoleh bayaran untuk melanjutkan studinya. Pada sore hari,
mu’id mengulangi materi yang disampaikan oleh syekh pada pagi hari dan membantu para murid yang mendapatkan kesulitan belajar dengan
berbagai penjelasan. Kegiatan ini berlangsung nonformal sepanjang sore sampai malam hari. Para murid banyak menggunakan waktu
untuk menghafal sepanjang sore dan malam hari. Umumnya para murid diberi waktu tiga hari-Selasa, Jum’at,
dan Sabtu untuk belajar sendiri dan melakukan aktivitas pribadi. Hari Jum’at dan hari besar Islam sering kali diisi dengan debat khusus
antara staf pengajar dengan mahasiswa, ditambah dengan ceramah- ceramah ilmiah.
18
Kegiatan ini sangat menunjang optimalisasi pengembangan ilmu pengetahuan. Di samping seorang murid menerima ilmu
pengetahuan yang diberikan guru, murid tersebut pun diberi kesempatan untuk dapat mengeluarkan pendapat dan pandangan yang
berbeda mengenai suatu ilmu pengetahuan sehingga tidak jarang memunculkan ilmu pengetahuan yang baru.
Seorang murid pada masa ini pun mempunyai kesempatan untuk dapat berbagi ilmu pengetahuan dan membantu teman yang lain
jika dirasa telah mempunyai kemampuan yang cukup. Sehingga ilmu yang telah didapatkan akan semakin berkembang menjadi lebih baik
dan hal tersebut pun didukung dengan kondisi sang guru yang mau menerima kritik, saran dan pandangan mengenai suatu ilmu yang
mungkin berbeda dengan apa yang telah dimiliki sang guru. c. Aktivitas Rihlah Ilmiah
Tradisi rihlah ilmiah tampaknya berjalan sudah sejak lama. Menurut Hasan, tradisi rihlah ini sudah berjalan sejak khalifah Harun
al-Rasyid, misalnya murid muslim mengadakan perjalanan sejauh
18
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta : 1989, h. 135
39
India, Srilanka, Semenanjung Malaysia dan Cina, bahkan sejauh Korea melalui laut
19
. Pelajar banyak yang melakukan rihlah sampai keluar negeri
untuk menuntut ilmu pengetahuan. Mereka merantau meninggalkan keluarga dan tanah tumpah darahnya meskipun harus berjalan kaki.
Aktivitas keilmuan pada masa al-Ma’mun mencapai masa keemasan dalam sejarah kemajuan Islam, karena khalifah sendiri
seorang ulama besar. Majelis al-Ma’mun penuh oleh para ahli ilmu, ahli sastra, ahli kedokteran, dan ahli filsafat. Mereka diundang oleh al-
Ma’mun dari segala penjuru dunia yang telah maju. Terkadang, al- Ma’mun sendiri berperan aktif dalam berdiskusi dan berdebat dengan
para ahli tersebut. Para pelajar melakukan rihlah keluar negeri bukan hanya untuk
mendengarkan ilmu pengetahuan dari guru-guru, melainkan juga ada yang
hendak mengadakahn
penyelidikan sendiri.
Mereka mengumpulkan bahan-bahan ilmu dari hasil penyelidikan. Mereka
mencatat apa yang telah diselidikinya. Kemudian, buku itu menjadi sumber yang asli yang dapat dipertanggung jawabkan.
Kegiatan rihlah ilmiah ternyata sudah sejak zaman khalifah al- Ma’mun telah dilakukan. Bahkan pada masa ini kegiatan tersebut
dilakukan dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Kegiatan ini memang menjadi salah satu kegiatan yang juga menunjang
pengembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan rihlah pada masa ini benar-benar dimanfaatkan untuk
kegiatan ilmu pengetahuan. Tidak jarang diantara mereka mampu menghasilkan karya dan berhasil melakukan penyelidikan terhadap
suatu ilmu pengetahuan. Pada masa itu pula setiap dermawan dan hartawan seakan tahu betul akan pentingnya kegiatan ini sehingga
banyak diantara mereka yang dengan tulus ikhlas menyisihkan sebagian harta mereka untuk para penuntut ilmu.
19
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, h.135
40
C. Pengembangkan Institusi Pendidikan