22
2. Khawarij Pada masa khalifah al-Manshur, kelompok ini mengadakan
pemberontakan di Afrika yang dipimpin oleh Abu Hatim. Saat melawan golongan ini, al-Manshur mengirimkan pasukan sebanyak 60 ribu personel
dibawah pimpinan Yazid bi Hatim bin Qabishah. Pertempuran ini menelan 30 ribu orang.
24
3. Qodariyah Mazhab Qodariyah didirikan oleh Ma’bad Ibn Khalid Al-Juhani
699 M79H. mazhab ini berpandangan bahwa manusia mampu berbuat dank arena itu bertanggung jawab atas perbuatannya. Ayat-ayat al-Qur’an
seperti tangan Tuhan, melihat dan mendengar, dipahami secara takwil atau qiyas, dan bukan ditafsirkan secara harfiah.
4. Jabariyah Paham jabariyah yang dipelopori oleh Jahm Ibn Shafwan 745
M127 H. pandangan utama paham ini bahwa semua perbuatan manusia ditentukan oleh kuasa Tuhan, termasuk keimanan, kebajikan, dan
kejahatannya. Manusia dalan hal ini tergantung dari kekuasaan atau paksaan Allah dalam segala kehendak danperbuatannya; karena itu tidak
ada kekuasaan manusia untuk melakukan pilihan atas segala perbuatannya.
25
1. Asal mula munculnya Paham Mu’tazilah
Gerakan Mu’tazilah dimulai pada akhir abad pertama hijriah. Asal- usul gerakan ini dimulai dari seorang ulama yang termasyhur. Hasan Al-
Basyri. Suatu hari ia ditanya pendapatnya tentang perbedaan pendapat antara Murjiah dan Khawarij, yaitu apakah seorang Muslim yang
melakukan dosa besar harus dianggap sebagai seorang mukmin atau seorang kafir. Sementara Hasan sedang mempertimbangkan pertanyaan
itu, salah seorang muridnya, Wasil bin Ata, menjawab bahwa orang-orang
24
Fahsin M. Fa’al, Sejarah Kekuasaan Islam, Jakarta : Cv. Artha Rivera, 2008, h. 81
25
Didin Saefuddin, Zaman Keemasan Islam, Rekonstruksi Sejarah Imperium Dinasti Abbasiyah, h. 170
23
seperti itu tidak termasuk orang mukmin ataupun seorang kafir, tetapi harus ditempatkan di tengah-tengah al-manzilah bayna al-manzilatayn.
Hasan tidak menyetujui pendapat Wasil, dan karenanya Wasil memisahkan diri dari aliran itu dan mendirikan suatu aliran sendiri. Karena
itulah para pengikut Wasil disebut kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang memisahkan diri. “Meskipun cerita itu secara harfiah tidak benar, mungkin
lebih aman kalau menganggap bahwa sekte baru yang dilahirkan di Basrah di antara murid-murid Hasan itu adalah kehidupan dan jiwa gerakan
agama dalam abad pertama hijriah”. Kaum Mu’tazilah adalah penegak paham keinginan bebas dan rasionalisme, dan menolak paham takdir.
Kemunculannya patut diperhatikan karena hal itu merupakan suatu reaksi etika terhadap ekses-ekses ajaran dan kebiasaan kaum Khawarij
yang sangat fanatik. Dia juga melancarkan serangan yang berapi-api terhadap kelemahan etika kaum konformis politik, yaitu kaum Murjiah.
Sementara kaum Murjiah mengikuti paham takdir, kaum Mu’tazilah mengikuti pemikiran bebas. Perbedaan mereka dengan kaum Khawarij
terletak di dalam kenyataan bahwa kaum Mu’tazilah tidak begitu menekankan pada karya sebagai satu-satunya ukuran kepercayaan yang
benar. Selama abad kedua, kaum rasionalis berhubungan dengan logika dan filsafat Yunani. Oleh karena itu, pada tahap permulaan gerakannya,
hampir tidak ada pengaruh asing, dan mereka lebih merupakan puritan yang kaku daripada rasionalis.
26
Nama Mu’tazilah yang diberikan kepada mereka berasal dari kata I’tazala, yang berarti ‘mengasingkan diri’. Menurut suatu teori, nama itu
diberikan atas dasar ucapan Hasan Al-Bashri, setelah melihat Washil memisahkan diri. Hasan Al-Bashri diriwayatkan memberi komentar
sebagai berikut : I’tazala anna ia mengasingkan diri dari kami. Orang- orang yang mengasingkan diri disebut Mu’tazilah. ‘Mengasingkan diri’
bisa berarti mengasingkan diri dari pendapat Murji’ah dan pendapat khawarij.
26
Syed Mahmudunnasir, “Islam, Konsepsi dan Sejarahnya”, h. 272
24
Menurut teori lain nama Mu’tazilah bukan berasal dari ucapan Hasan Al-Bashri, tetapi dari kata I’tazala yang dipakai terhadap orang-
orang yang mengasingkan diri dari pertikaian politik yang terjadi pada zaman ‘Utsman bin Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib. Kata I’tazala dan
Mu’tazilah menurut penulis sejarah Al-Thabari dan Al-Fuda memang sudah dipakai pada zaman itu.
Orang-orang Mu’tazilah sendiri meskipun mereka menyebut diri Ahl Tawhid wa Ahl Al-‘Adl, tidak menolak nama Mu’tazilah itu. Bahkan
dari ucapan-ucapan pemuka Mu’tazilah dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka sendirilah yang menimbulkan nama itu. Menurut Al-Qadhi Abdul
Jabbar, seorang pemuka Mu’tazilah yang buku-bukunya banyak ditemukan kembali pada abad kedua puluh Masehi ini, di dalam teoligi
terdapat kata I’tazala yang mengandung arti mengasingkan diri dari yang salah dan tidak benar dan dengan demikian kata Mu’tazilah mengandung
arti pujian dan menurut keterangan seorang Mu’tazilah lain, Ibn Al- Murtadha, nama Mu’tazilah itu bukan diberikan oleh orang lain, tetapi
orang-orang Mu’tazilah sendirilah yang menciptakan nama itu.
27
2. Prinsip-prinsip Ajaran Kaum Mu’tazilah