Pengaruh Grid (Kisi) Linier Terhadap Ketajaman Dan Densitas Gambar Film Rontgen Pada Pemotoan Schedel Lateral

(1)

PENGARUH GRID(KISI) LINIER TERHADAP KETAJAMAN DAN

DENSITAS GAMBAR FILM RONTGEN PADA PEMOTOAN SCHEDEL

LATERAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

SURYA DIKA DARMA SITORUS 070821013

DEPARTEMEN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH GRID(KISI) LINIER TERHDAP KETAJAMAN DAN DENSITAS GAMBAR FILM RONTGEN PADA PEMOTOAN SCHEDEL LATERAL

Kategori : SKRIPSI

Nama : SURYA DIKA DARMA SITORUS Nomor Induk Mahasiswa : 070821013

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA MEDIK

Departemen : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 21 MARET 2011 Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang Prof. H.M Syukur MS NIP. 195510301980031003 NIP. 194704141974121001


(3)

PERNYATAAN

PENGARUH GRID(KISI) LINIER TERHADAP KETAJAMAN DAN DENSITAS GAMBAR FILM RONTGEN PADA PEMOTOAN SCHEDEL LATERAL

SKRIPSI

Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 21 MARET 2011

MEDAN, 21 MARET 2011

SURYA DIKA DARMA SITORUS 070821013


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah. SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya kertas kajian ini dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Prof. H.M Syukur MS selaku pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas dan padat dan professional telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Ketua dan Seketaris Departemen DR. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, MSi, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Fisika FMIPA USU, Pegawai di FMIPA USU, RSUP H. Adam Malik Medan Khususnya Instalasi Radiologi yang telah memberikan tempat dilakukannya penelitian ini, BPFK Jakarta dan BPFK Medan yang mana telah memberikan waktu dan tempat untuk pelaksanaan pengukuran densitas dan peminjaman alat stepwedge, RSUD Kota Tanjung Balai yang telah memberikan kemudahan waktu untuk penyelesaian skripsi ini dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada (Alm.) Ayahanda dan Ibunda tercinta dan semua ahli keluarga yang selama ini memberikan doa, bantuan dan dorongan yang sangat berarti bagi penulis. Akhir kata, saya berharap semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semuanya dan melipat gandakan pahala semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.


(5)

PENGARUH GRID(KISI) LINIER TERHADAP KETAJAMAN DAN DENSITAS GAMBAR FILM RONTGEN PADA PEMOTOAN SCHEDEL LATERAL

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Grid(kisi) Linier terhadap ketajaman dan densitas gambar film rontgen pada pemotoan schedel lateral dengan tujuan untuk mendapatkan hasil radiografi yang berkualitas dengan memperhatikan ketajaman dan densitas radiografi schedel. Pengukuran densitas pada penelitian ini menggunakan densitometer dengan membuat grafik exposure berdasarkan hukum pelemahan yaitu dengan cara pengukuran pada tiap-tiap step pada gambaran stepwedge yang ada pada gambaran schedel, dengan mengambil nilai rata-rata dari 3 kali pengukuran pada tiap-tiap stepnya, maka didapatlah hasil yang berupa angka atau nilai densitas dari keseluruhan step yang ada pada stepwedge. Dari hasil tersebut maka kita bisa membuat grafik densitas dengan perbandingan log densitas dan log tiap-tiap step tersebut. Dari keseluruhan grafik dapat kita simpulkan bahwa adanya penurunan densitas antara radiografi schedel dengan menggunakan grid dan radiografi schedel tidak menggunakan grid. Dari keseluruhan gambaran radiografi yaitu gambaran dengan grid (grid diam/grid bergerak) secara subjektif kita bisa menilai bahwa ketajaman lebih terlihat dari gambaran yang menggunakan grid diam dan grid bergerak, karena pada gambaran tanpa menggunakan grid terlihat adanya efek blur atau pengkaburan pada gambaran daerah-daerah tertentu.


(6)

LINEAR GRID EFFECT ON THE SHARPNESS AND DENSITY OF X RAY IMAGES ON LATERAL SCHEDEL FOTOGRAPHY

ABSTRACT

Well done research on the effect of grid Linear on sharpness and density of x-ray film images on schedell lateral to get a quality radiographic results with respect to sharpness and density schedel radiography. Density measurement in this study by using a densitometer with a graphic exposure under the laws of attenuation by measuring at each step in the existing picture in picture stepwedge schedel, by taking the average value of 3 times measurements at each step, then get the results in the form of numbers or density of the overall value of existing step in stepwedge. From these results we can make density graph with a ratio of log density and log of each step. From the whole graph we can conclude that a reduction in density between schedel radiography using a grid and radiography without using a grid. From the overall radiographic picture of the grid (grid stationary / moving grid) is subjective we can assess that the sharpness is more visible from the picture using a grid of stationary and moving grid, because the picture without using the grid looks a blur effect or blurring in the image area certain areas.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Persyaratan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Daftar Isi vi

Daftar Tabel vii

Daftar Gambar viii

Daftar Tabel ix

Bab I Pendahuluan 1

1.1 Tujuan Penelitian 2

1.2 Manfaat Penelitian 2

1.3 Rumusan Masalah 3

1.4 Batasan Masalah 3

Bab II 2.1 Sinar X 4

2.2 Pembangkit Sinar X 9

2.3 Prinsip Kerja Tabung Sinar X 10

2.4 Pengaturan Pesawat Sinar X 10

2.5 Interaksi Sinar X Dengan Materi 11

2.6 Prinsip Suatu Radiografi 17

A. Kualitas Radiografi 18

B. Gangguan Pada Citra Radiografi 22

2.7 Grid 25

2.8 Film Dan Jenis-jenis Film Yang Digunakan Untuk Pencatatan Bayangan

Radiografi 34


(8)

2.10 Sifat-sifat Film Radiografi 37

2.11 Daerah Kerja Film 38

2.12 Proses Pencucian Film 41

2.13 Grafik Eksposure 43

2.14 Pembuatan Grafik Eksposure 44

2.15 Hubungan Antara Kekuatan Sumber, Waktu Dan Jarak 47

2.16 Kepekaan 47

Bab III Metode Penelitian 50

3.1 Waktu Dan Tempat 50

3.2 Bahan Dan Alat 50

3.3 Metode Penelitian 52

3.4 Analisis Data 57

3.5 Jadwal Penelitian 57

Bab IV Hasil Dan Pembahasan 58

Bab V Kesimpulan Dan Saran 90


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Jumlah HVL Dengan Jumlah Ix/I0 15

Tabel 2.2 Jumlah TVL Dengan Jumlah Ix/I0 15

Tabel 2.3 Karakteristik Fisik Bahan Kontras 18

Tabel 2.4 Hubungan Antara Jumlah Cahaya Yang Ditransmisikan Dan Densitas Film

Yang Dihitung 19

Tabel 2.5 Efek mA, kVp Dan Eksposure Terhadap Densitas Film Dan Kontras 20


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Wilhelm C. Rontgen 2

Gambar 2.2 Tingkat Energi Gelombang Elektromagnetik 4 Gambar 2.3 Proses Pembentukan Sinar X Bremsstrahlung 5 Gambar 2.4 Proses Pembentukan Sinar X Karakteristik 5 Gambar 2.5 Grafik Distribusi Panjang Gelombang-Intensitas pada Pemancaran Sinar X

Yang Terdiri Dari Sinar X Kontinu Dan Karakteristik 6

Gambar 2.6 Tabung Sinar X 7

Gambar 2.7 Konstruksi Sinar X 9

Gambar 2.8 Spektrum Sinar X Yang Dipancarkan 11 Gambar 2.9 Attenuasi Intensitas Radiasi Setelah Melalui Bahan 13 Gambar 2.10 Kurva Intensitas Radiasi Setelah Melalui Bahan 13

Gambar 2.11 Proses Efek Foto Listrik 16

Gambar 2.12 Proses Hamburan Compton 16

Gambar 2.13 Proses Produksi Pasangan 17

Gambar 2.14 Gangguan (P) Karena Sumber Bukan Berupa Titik 21 Gambar 2.15 Tingkat Efek Blur Pada Citra Medik 23 Gambar 2.16 Tingkatan Efek Noise Pada Citra Medik 24

Gambar 2.17 Efek Noise Dan Blur 25

Gambar 2.18 Dr. Gustave Bucky 26

Gambar 2.19 Penyerapan Selektif Radiasi Hambur Oleh Sebuah Grid 27

Gambar 2.20 Grid Bergerak (Bucky) 28

Gambar 2.21 Hasil Radiografi Diam (Kiri) Dan Grid Bergerak (Kanan) 28

Gambar 2.22 Gambar Susunan Lempeng (Pb) 29

Gambar 2.23 Karakteristik Grid 30


(11)

Gambar 2.25 Grid Cut Off 32 Gambar 2.26 Bayangan Cut Off Pada Film Karena Penyudutan Tabung Sinar X 33

Gambar 2.27 Grid Linier 33

Gambar 2.28 Lapisan Film 35

Gambar 2.29 Efek Perubahan Miliampere Pada Intensitas 35 Gambar 2.30 Efek Perubahan Tegangan Pada Tabung Sinar X 36 Gambar 2.31 Density (D) Didefenisikan Sebagai Perbandingan Log Intensitas Cahaya

Datang Sebelum Dan Sesudah Melewati Film 39

Gambar 2.32 Kurva Karakteristik Film 40

Gambar 2.33 Manual Processing 42

Gambar 2.34 Tahapan Pencucian Pada Automatic Processing 43 Gambar 2.35 Grafik Umum Penentuan Waktu Eksposure 44 Gambar 2.36 Grafik Antara Tebal Bahan Dan Densitas Film Untuk 2 Tegangan Yang

Berbeda Dengan Eksposure Yang Berbeda 46

Gambar 2.37 Grafik Eksposure Untuk Dua Tegangan Dalam Kontras Semi Log 46 Gambar 2.38 Intensitas Setelah Menembus Bahan Dengan Cacad 48


(12)

PENGARUH GRID(KISI) LINIER TERHADAP KETAJAMAN DAN DENSITAS GAMBAR FILM RONTGEN PADA PEMOTOAN SCHEDEL LATERAL

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Pengaruh Grid(kisi) Linier terhadap ketajaman dan densitas gambar film rontgen pada pemotoan schedel lateral dengan tujuan untuk mendapatkan hasil radiografi yang berkualitas dengan memperhatikan ketajaman dan densitas radiografi schedel. Pengukuran densitas pada penelitian ini menggunakan densitometer dengan membuat grafik exposure berdasarkan hukum pelemahan yaitu dengan cara pengukuran pada tiap-tiap step pada gambaran stepwedge yang ada pada gambaran schedel, dengan mengambil nilai rata-rata dari 3 kali pengukuran pada tiap-tiap stepnya, maka didapatlah hasil yang berupa angka atau nilai densitas dari keseluruhan step yang ada pada stepwedge. Dari hasil tersebut maka kita bisa membuat grafik densitas dengan perbandingan log densitas dan log tiap-tiap step tersebut. Dari keseluruhan grafik dapat kita simpulkan bahwa adanya penurunan densitas antara radiografi schedel dengan menggunakan grid dan radiografi schedel tidak menggunakan grid. Dari keseluruhan gambaran radiografi yaitu gambaran dengan grid (grid diam/grid bergerak) secara subjektif kita bisa menilai bahwa ketajaman lebih terlihat dari gambaran yang menggunakan grid diam dan grid bergerak, karena pada gambaran tanpa menggunakan grid terlihat adanya efek blur atau pengkaburan pada gambaran daerah-daerah tertentu.


(13)

LINEAR GRID EFFECT ON THE SHARPNESS AND DENSITY OF X RAY IMAGES ON LATERAL SCHEDEL FOTOGRAPHY

ABSTRACT

Well done research on the effect of grid Linear on sharpness and density of x-ray film images on schedell lateral to get a quality radiographic results with respect to sharpness and density schedel radiography. Density measurement in this study by using a densitometer with a graphic exposure under the laws of attenuation by measuring at each step in the existing picture in picture stepwedge schedel, by taking the average value of 3 times measurements at each step, then get the results in the form of numbers or density of the overall value of existing step in stepwedge. From these results we can make density graph with a ratio of log density and log of each step. From the whole graph we can conclude that a reduction in density between schedel radiography using a grid and radiography without using a grid. From the overall radiographic picture of the grid (grid stationary / moving grid) is subjective we can assess that the sharpness is more visible from the picture using a grid of stationary and moving grid, because the picture without using the grid looks a blur effect or blurring in the image area certain areas.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

Diawali dengan perkenalan manusia dengan sinar-X pada saat ditemukannya sinar-X oleh Wilhelm Conrad Rontgen (lihat gambar 2.1), seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman pada tahun 1895 serta sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi bidang kesehatan, teknologi di bidang radiologipun terus mengalami perubahan.

Rontgen mengambil fotografi sinar-X pertama dari bagian dalam objek logam dan tulang tangan istrinya. Tentu saja radiografi pertama yang dihasilkan tidaklah memiliki kualitas yang sama seperti radiografi jaman sekarang. Kualitas radiografi adalah kemampuan radiografi dalam memberikan informasi yang jelas mengenai objek atau organ yang diperiksa. Kualitas radiografi ditentukan oleh beberapa komponen antara lain: densitas, kontras, ketajaman, dan detail.( M` Obrian, 2009)

Gambar 2.1. Wilhelm Rontgen . 1895. (M. H. Hart, 2009)

Radiografi ialah penggunaan sinar X at benda pada film. Radiografi umumnya digunakan untuk melihat benda tak tembus pandang, misalnya bagian dalam tubuh manusia. Gambaran benda yang diambil dengan


(15)

radiografi disebut radiograf. Radiografi lazim digunakan pada berbagai bidang, terutama kedokteran dan

Unit radiologi adalah suatu instalasi yang menggunakan sinar X(radiografi ) yang berfungsi membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit yang selanjutnya sebagai dasar pengobatan. Dalam mendiagnosa penyakit penting diperhatikan hasil gambaran yang baik diantaranya memperhatikan densitas, ketajaman, detail, kontras gambar pada film serta teknik pengabilan radigrafi (posisi) dan proses pencucian film.

Untuk itu dalam melakukan radiografi ada pengaruh penggunaan grid, antara lain dapat meningkatkan kontras grid juga dapat mengurangi radiasi hambur pada film. ( Perry Sprawls, Ph.D, 2010).

1.1Tujuan penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini selain untuk meningkatkan ketajaman dan kontras juga sebagai masukan untuk memaksimalkan gambaran radiografi sehingga dokter dapat memberikan informasi yang tepat tentang keadaan pasien

1.2Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil adalah sebagai bahan pertimbangan dalam membuat hasil foto yang lebih maksimal.

1.3Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah tentang pengaruh grid pada radiografi schedell lateral dengan memperhatikan ketajaman dan kontras (densitas) pada gambaran tersebut.

1.4Batasan Masalah

Adapun penelitian ini tentang pengaruh grid(kisi) linier terhadap ketajaman dan densitas gambar film rontgen pada pemotoan schedel dengan pembatasan masalah


(16)

pada pengaruh ketajaman dan densitas gambar (film rontgen) dengan menggunakan grid diam, grid bergerak dan dengan tidak menggunakan grid pada radiografi schedell


(17)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1SINAR X

Sinar x merupakan gelombang elektro magnetik didefenisikan sebagai suatu gelombang yang terdiri atas gelombang listrik dan gelombang magnit. Pada gambar 2 berikut ditunjukkan keluarga gelombang elektro-magnetik, di mulai dari gelombang radio, cahaya tampak, sinar-x, hingga sinar kosmik. Pengelompokan tersebut dibedakan atas tingkat energi atau panjang gelombangnya.

Gambar 2.2. Tingkat energi gelombang elektromagnetik

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)

Satuan panjang gelombang sinar-X adalah Å dan nm.

1 Å = 10 -10m, 1 nm = 10 Å = 10-9m

Panjang gelombang sinar-X dalam kisaran 0,5 -2,5 Å.(lihat gambar 2.2)

Sinar X terjadi bila elektron yang bergerak dengan kecepatan tinggi tiba-tiba terhenti karena menubruk suatu bahan misalnya suatu plat logam. Sebagai sumber elektron adalah filamen yang dipanaskan dan plat logam adalah anodanya.


(18)

Elektron-elektron yang terjadi pada pemanasan filamen dipercepat dengan menggunakan tegangan tinggi antara filamen dan anoda. Sinar-X yang terjadi karena proses pengereman diatas disebut juga “Bremsstrahlung”. Spektrum sinar-X yang dihasilkan proses ini adalah kontinu.

Gambar 2.3. Proses pembentukan sinar X bremsstrahlung.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)

Sebagian kecil elektron-elektron yang dipercepat itu akan menubruk elektron pada kulit atom, akibatnya elektron pada kulit atom itu akan terpental sehingga tempat tersebut kosong. Kekosongan ini segera diisi oleh elektron dari kulit bagian atasnya disertai dengan pemancaran photon. Photon yang dihasilkan dengan dengan cara ini disebut sinar-x karakteristik. Bila elektron yang terpental dari kulit K maka sinar x yang terjadi dari pengisian kulit L disebut Kα, dari kulit M disebut Kβ dan seterusnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sinar x yang terjadi dari suatu generator sinar x akan berupa sinar x kontinu dam sinar x karakteristik.

Gambar 2.4. Proses pembentukan sinar X karakteristik.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)


(19)

Dalam radiografi tegangan antara anoda dan katoda di perlukan sekitar 50 kV sampai 2 MV, tetapi yang sering dipakai adalah 50kV sampai 300kV.

Panjang gelombang sinar x tergantung pada kecepatan elektron yang menubruk anoda, jadi tergantung pada beda tegangan antara katoda dan anoda yang digunakan. Distribusi panjang gelombang berkas sinar x dari suatu tabung sinar x di tunjukkan pada gambar 5.

Panjang gelombang minimum (λmin) dirumuskan oleh Duane-Hunt sebagai berikut :

)

(

10

5

,

12

4

min

x

mm

V

=

λ

………(1)

Dimana, V = beda tegangan antara anoda dan katoda.

Pada umumnya spektrum sinar x terdiri dari spektrum kontinu ini ada beberapa spektrum garis yaitu karakteristik bahan target dari tabung sinar x. lihat pada (gambar 2.5)

Gambar 2.5. Grafik distribusi panjang gelombang-intensitas pada

pemancaran sinar X yang terdiri dari sinar X kontinu dan karakteristik.

(M. Syukur,1974)

Bentuk kurva pada gambar 2.5 tergantung pada banyak faktor misalnya distribusi tenaga dari berkas elektron, tebal dari target tabung, penyaringan tabung sinar x dan tegangan sesungguhnya.


(20)

Banyak elektron tergantung pada arus listrik yang melalui filamen dan temperatur. Karena arus mudah dikontrol maka dalam sinar x ada dua kontrol yaitu kontrol intensitas oleh arus dan kontrol tenaga oleh tegangan. Tenaga elektron hampir seluruhnya diubah menjadi panas sedang yang menjadi sinar x hanya ± 1% maka anoda yang berupa logam tungsten perlu dihubungkan dengan blok tembaga pendingin. Ada juga sinar x yang tak mempunyai pendingin tetapi hanya dilengkapi dengan switch.

Gambar 2.6. Tabung sinar X

( M. Syukur,1974)

Dengan A = Blok tembaga pendingin

B = Silinder untuk memfokus elektron

C = Tabung kaca

D = Tegangan tinggi

E = Filamen

F = Target (tungsten)

SIFAT-SIFAT SINAR X

Ada pun sifat sifat dari sinar x adalah sebagai berikut :


(21)

Sinar x dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus yang sangat besar seperti tulang dan gigi. Makin tinggi tegangan tabung (besarnya KV) yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembusnya.

b. Pertebaran (Hamburan)

Apabila berkas sinar x melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas sinar tersebut akan bertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gambar radiografi dan pada film akan tampak pengaburan kelabu secara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini maka diantara subjek dengan diletakkan timah hitam (grid) yang tipis.

c. Penyerapan

Sinar x dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya makin besar penyerapannya.

d. Efek fotografi

Sinar x dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak-bromida) setelah diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.

e. Fluoresensi

Sinar x menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium tungstan atau zink sulfide memendarkan cahaya (luminisensi). Luminisensi ada 2 jenis yaitu :

1. Fluoresensi, yaitu memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar x saja.

2. Fosforisensi, pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat walaupun radiasi sinar x sudah dimatikan (after – glow).


(22)

f. Ionisasi

Efek primer dari sinar x apabila mengenai suatu bahan atau zat dapat menimbulkan ionisasi partikel-partikel atau zat tersebut.

g. Efek biologi

Sinar x akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi.

(Sjahrial Rasad, 2005).

2.2PEMBANGKIT SINAR X

Pada saat ini terdapat cukup banyak peralatan yang digunakan sebagai pembangkit radiasi sinar-X. Akan tetapi dalam bagian ini hanya dapat akan dibahas pembangkit yang paling popular yaitu pesawat sinar-X atau juga sering disebut mesin Rontgen.

KONSTRUKSI

Gambar 2.7. Konstruksi sinar X

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)


(23)

Beberapa bagian yang paling penting adalah sebagai berikut :

• Filament yang terdapat pada katoda dihubungkan dengan sumber arus (mA). Katoda dihubungkan ke kutub negative dari sumber tegangan(kV).

• Target terletak pada anoda, yang dihubungkan ke kutub positif sumber tegangan (kV).

2.3PRINSIP KERJA TABUNG SINAR X

a) Arus listrik (mA) akan memanaskan filamen (katoda) sehingga akan terjadi awan elektron disekitar filamen (proses emisi termionik)

b) Tegangan (kV) diantara katoda (negative) dan anoda (positif) akan menyebabkan elektron-elektron bergerak ke arah anoda .

c) Fokus (focusing cup) berfungsi untuk mengarahkan pergerakan elektron-elektron (berkas elektron-elektron) menuju target.

d) Ketika berkas elektron menubruk target akan terjadi proses eksitasi pada atom-atom target, sehingga akan dipancarkan sinar X karakteristik, dan pembelokan/pemantulan elektron sehingga akan dipancarkan sinar X bremstrahlung.

e) Berkas sinar X yang dihasilkan, yaitu sinar X karakteristik bremstrahlung, dipancarkan keluar tabung melalui window.

2.4 PENGATURAN PESAWAT SINAR X

Terdapat 2 pengaturan (adjustment) pada pesawat sinar X yaitu pengaturan arus filamen (mA) dan pengaturan tegangann diantara anoda dan katoda (kV). Pengaturan arus mA akan menyebabkan perubahan jumlah elektron yang dihasilkan filamen dan intensitas berkas elektron sehingga mempengaruhi intensitas sinar X.


(24)

Pengaturan tegangan kV akan menyebabkan perubahan “gaya tarik” anoda terhadap elektron sehingga kecepatan elektron menuju(menubruk) target akan berubah. Hal ini menyebabkan energi sinar X dan intensitas sinar X yang dihasilkan akan mengalami perubahan.

Semakin besar kV akan menghasilkan energi dan intensitas sinar X yang semakin besar.

Gambar 2.8. Spektrum sinar X yang dipancarkan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa bila arus (mA) dinaikkan (gambar kanan) maka spektrum sinar X akan semakin tinggi intensitasnya dengan puncak pada energi atau panjang gelombang yang tetap. Bila tegangan (kV) dinaikkan (gambar kiri) maka intensitas semakin tinggi dan puncaknya bergeser ke kiri, panjang gelombang mengecil atau energi membesar.

2.5 INTERAKSI SINAR-X DENGAN MATERI

Beberapa peristiwa yang menyebabkan terjadinya sinar X telah dibahas pada bagian sebelum ini, sedangkan pada bagian ini akan dibahas proses atau interaksi yang terjadi bila radiasi sinar X tersebut mengenai materi.


(25)

A. Intensitas Radiasi

Sinar X sebagaimana radiasi gelombang elektromagnetik yang lain memancar ke segala arah secara merata. Jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas (Intensitas) disuatu tempat sangat tergantung pada tiga hal yaitu jumlah radiasi yang dipancarkan oleh sumber, jarak antara tempat tersebut dan sumber radiasinya, serta medium diantaranya.

Hubungan antara intensitas radiasi terhadap jarak mengikuti persamaan “inverse square law” (hukum kuadrat terbalik) sebagaimana berikut.

2 1 2 2 2 1 r r I I

= ………(2)

Dimana : I1 = intensitas di titik 1

I2 = intensitas di titik 2

r1 = jarak antara titik 1 dan sumber

r2 = jarak antara titik 2 dan sumber

Salah satu prinsip proteksi radiasi eksterna adalah menjaga jarak, semakin jauh posisi seseorang dari sumber radiasi maka intensitas radiasi yang diterimanya akan semakin kecil, mengikuti hukum kuadran terbalik diatas.

B. Atenuasi Sinar X

Intensitas radiasi sinar X setelah melalui bahan dengan tebal tertentu akan mengalami pelemahan atau atenuasi(lihat gambar 9) mengikuti persamaan berikut :

X

e

I

I

=

0 −µ ……….(3)

Dimana I0, I = intensitas sebelum dan sesudah menembus bahan.


(26)

µ = koefisien absorbsi linier tergantung dari jenis bahan dan tenaga

sumber yang digunakan.

Gambar 2.9. Atenuasi intensitas radiasi setelah melalui bahan

(M. Syukur, 1974)

HVL (Half value layer) adalah tebal bahan yang dapat menyerap intensitas radiasi menjadi separonya, sedangkan

TVL (Tenth value layer) adalah tebal bahan yang dapat menyerap intensitas radiasi menjadi seper-sepuluhnya.

Gambar 2.10. Kurva Intensitas radiasi setelah melalui bahan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)

Nilai HVL dan TVL suatu bahan dapat dihitung dari koefisien serap linier (µ) nya dengan persamaan berikut :


(27)

x

e I

I µ

= 0 ……….. (4) x I I µ − = 0

ln ………. (5)

x I I µ − = 0 0 2 1

ln ……….. (6)

x µ − = 2 1

ln ………. (7)

x µ − =

−0,693 ………. (8)

µ 693 , 0

=

x , x=0 ……….. (9)

; 693 , 0 µ =

HVL ……….(10)

µ 303 , 2 =

TVL ……….(11)

Contoh :

Koefisien serap suatu bahan adalah 0,1386/mm. Bila bahan tersebut digunakan sebagai penahan radiasi sinar X maka tebal yang dibutuhkan untuk menurunkan intensitas radiasi dari 10 mR/jam menjadi 2,5 mR/jam adalah :

HVL bahan = 0,693 / 0,1386 = 5 mm

Ix/I0 = 2,5 / 10 = ¼

Tebal yang diperlukan adalah 2 x HVL = 2 x 5 mm =10 mm


(28)

Tabel 2.1 Jumlah HVL dengan jumlah IX/I0

Jumlah HVL Ix / I0

1 1 / 2

2 1 / 4

3 1 / 8

4 1 / 16

5 1 / 32

Dst….

Tabel 2.2 Jumlah TVL dengan jumlah IX/I0

C. Mekanisme Interaksi

Mekanisme interaksi sinar X ketika mengenai materi adalah efek fotolistrik, efek Compton dan produksi pasangan

Jumlah TVL IX / I0

1 1 / 10

2 1 / 100

3 1 / 1000


(29)

1. Efek fotolistrik

Gambar 2.11. Proses efek foto listrik

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)

Dalam proses efek fotolistrik, sinar X “menubruk” salah satu elektron dan memberikan seluruh energinya sehingga elektron tersebut lepas dari lintasannya. Elektron yang dilepaskan dalam proses ini disebut fotoelektron, yang mempunyai energy sebesar energy sinar X yang mengenainya.

2. Hamburan Compton

Gambar 2.12. Proses hamburan compton

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)

Dalam proses hamburan Compton, sinar X seolah-olah “menubruk” salah satu elektron dan kemudian terhambur kea rah yang lain. Sebagian energi sinar X


(30)

diberikan ke elektron sehingga lepas dari lintasannya, sedangkan sisanya dibawa oleh sinar X hamburan.

3. Produksi pasangan

Proses produksi pasangan hanya terjadi bila energy sinar X lebih besar dari 1,02 Mev dan sinar X tersebut berhasil mendekati inti atom. Sinar X tersebut akan lenyap dan berubah menjadi sepasang elektron-positron. Positron adalah partikel yang identik dengan elektron tetapi bermuatan positif.

Gambar 2.13. Proses produksi pasangan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006)

2.6 PRINSIP-PRINSIP SUATU RADIOGRAFI

Radiografi adalah gambaran suatu bahan (objek) pada film photografis yang dihasilkan dengan melewatkan sinar X atau sinar ɤ melalui bahan tersebut. Jadi dasar radiografi adalah mendioteksi perbedaan suatu kerapatan bahan yang digambarkan sebagai gelap dan terang pada film. Bagian gelap sesuai dengan bahan yang

mempunyai kerapatan (ρ) rendah, karena mengasorbsi intensitas radiasi lebih sedikit


(31)

A. Kualitas radiografi

Kualitas radiografi adalah kemampuan radiografi dalam memberikan informasi yang jelas mengenai objek atau organ yang diperiksa. Kualitas radiografi ditentukan oleh beberapa komponen antara lain: densitas, kontras, ketajaman, dan detail

Kualitas radiografi meliputi, sebagai berikut :

1. Densitas

Gambaran hitam pada hasil radiografi ditetapkan sebagai densitas. Hasil densitas yang semakin baik terdapat pada area yang dimana sinar-x ditangkap oleh film dan dikonversikan ke warna hitam, silver metalik.

Karakteristik fisik bahan yang paling ditemui di x-ray imaging dibandingkan dalam tabel berikut.

Tabel 2.3. Karakteristik Fisik Bahan Kontras

Material Nomor Atom Efektif (Z)

Density (gr/cm3)

Air 7,42 1,0

Otot 7,46 1,0

Lemak 5.92 0.91

Udara 7.64 0.00129

Kalsium 20.0 1.55

Iodine 53.0 4.94

Barium 56.0 3.5

(P. Sprawls, Ph.D, 2010)

Tabel 2.4.berikut menunjukkan hubungan antara jumlah cahaya yang ditransmisikan dan densitas film dihitung.


(32)

Transmitansi (It/I0) Persen transmitansi Invers transmitansi (I0/It) Densitas film (Log(I0/It))

1.0 100% 1 0

0.1 10% 10 1

0.01 1% 100 2

0.001 0.1% 1000 3

0.0001 0.01% 10000 4

0.00001 0.001% 100000 5

0.000001 0.0001% 1000000 6

0.0000001 0.00001% 10000000 7

(P. Sprawls, Ph.D, 2010)

Dari gambar di atas jelas dapat kita simpulkan apabila 1.0 adalah 100% transmisi sinar X dan transmisi terbaliknya adalah 1 tercatat sebagai densitas dengan menggunakan densitometer adalah 0 dan seterusnya.

2. Kontras

Yang dimaksud dengan kontras adalah perbedaan dalam densitas dibeberapa tempat pada radiografi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kontras adalah:

o Relatifitas transparansi sinar-x terhadap beberapa struktur pada radiografi

o Tipe film yang digunakan,

o Pemerosesan film yang digunakan,

o Intensfying screen,

o Tegangan (kV) dan

o Pemecahan sinar radiasi

Tegangan yang lebih rendah menghasilkan kontras yang tinggi dan tegangan yang lebih tinggi menghasilkan kontras yang rendah.


(33)

Perbedaan derajat kehitaman dirumuskan dengan:

1

2 D

D

C = − ………(12)

Dengan :

C = menyatakan kontras D2 = Densitas pada daerah ke 2

D1 = Densitas pada daerah 1

Tabel 2.5 Efek mA, kVp & Waktu Eksposur Terhadap Densitas Film dan Kontras

Densitas Film Kontras

kVp Ya Ya

mA Ya Tidak

Waktu (s) Ya Tidak

3. Sharpness (Ketajaman gambar)

Ketajaman gambar pada radiograf mengindikasikan penandaan yang tajam pada beberapa struktur yang terekam. Radiografi dikatakan memiliki ketajaman optimum apabila batas antara bayangan satu dengan bayangan lain dapat terlihat jelas. Ketidaktajaman radiografi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a) Faktor geometri

Seperti yang di uraikan di atas karena bentuk sumber bukan beberapa titik tetapi mempunyai beberapa garis tengah maka sering terjadi gangguan pada bayangan sesungguhnya.

Adapun gangguan pada radiografi yang disebabkan oleh faktor geometri dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


(34)

Gambar 2.14. Gangguan (P) karena sumber bukan berupa titik

(M. Syukur, 1974)

Dimana :

F = Diameter sumber

A= Jarak sumber ke film

B= jarak cacat ke film

P= besarnya gangguan (penumra) unsharpness

Dengan menggunakan segitiga sebangun maka :

) ( :

:B F A B

P = − ……….(13)

Atau

) (A B

FxB P

= ……… (14)

Gangguan juga dapat ditimbulkan dari hamburan yang sampai pada film baik dari benda yang diperiksa maupun dari benda-benda lain yang berada dibelakang film.


(35)

Gangguan semacam ini dapat di atasi dengan penghalang (screen) timbal, dimuka maupun di belakan film. selain itu penghalang ini akan mempercepat terjadinya bayangan pada film karena terbentuknya elektron sekunder dari timbal setelah menerima radiasi.

Gangguan ini biasa disebut ketidaktajaman (unsharpness), gangguan ini dapat di atasi dengan cara sebagai berikut :

o Sumber harus sejauh mungkin dengan bahan yang diperiksa jadi sumber hampir mendekati sumber titik.

o Film harus sedekat mungkin dan sejajar dengan benda yang diperiksa

o Letak sumber sedemikian rupa sehingga sinar jatuh tegak lurus kepermukaan film.

b) Faktor sistem perekaman bayangan c) Efek paralak, karakteristik film dan d) Faktor pergerakan

4. Detail

Detail merupakan kualitas radiografi berdasarkan ketajaman dilihat dari garis luar yang membentuk gambar dan kontras antara beberapa struktur yang terekam. Jika garis luar yang membentuk gambar sangat jelas dilihat dan kejernihan detail ini dapat dikatakan bagus.

Detail radiografi menggambarkan ketajaman dengan struktur-struktur terkecil dari radiografi. Faktor-faktor yang berpengaruh pada detail adalah faktor geometri antara lain ukuran focal spot, FFD (Focus Film Distance) dan FOD (film Object Distance). (M` Obrian, 2009)

B. GANGGUAN PADA CITRA RADIOGRAFI b.1 Artefak

Artefak merupakan suatu gangguan pada tampilan citra radiografi akibat berbagai kesalahan. Baik itu kesalahan akibat pencucian, noda pada IS, dan


(36)

lain-lain. Dalam banyak situasi artefak tidak mempengaruhi keakuratan visibilitas obyek dan diagnostik. Tapi artefak dapat mengaburkan bagian gambar atau dapat ditafsirkan sebagai fitur anatomi. Berbagai faktor yang terkait dengan setiap metode imaging dapat menyebabkan artefak gambar.

b.2 Blur Summery (Kekaburan)

Kekaburan mempunyai batas untuk mampu dilihat pada bayangan yang kecil. Sehingga kekaburan itu mengakibatkan keterbatasan penglihatan detil gambar. Kekaburan menurunkan penampakan struktur kecil dari kontras obyek. Dan hal ini sering terjadi pada citra medik. Bila kekaburan kecil maka obyek yang besar masih dapat kita lihat. Tetapi apabila kekaburan semakin besar maka bukan hanya obyek kecil yang tidak bisa kita lihat, obyek yang besar juga akan sulit kita amati. Gambar 2.15 bawah ini akan dapat menjelaskan kepada kita bagaimana besarnya efek kekaburan terhadap kenampakan detail atau ketajaman pada gambaran radiografi.

Gambar 2.15. Tingkatan efek blur pada citra medik. (A. Jauhari, 2010)

Tiga Pengaruh dari Kekaburan

Ada tiga pengaruh dari kekaburan, yaitu:

• Sebagaimana yang telah kita amati, kekaburan mengakibatkan penurunan kemampuan untuk memperlihatkan detail anatomi obyek. Padahal hal tersebut sangat penting dalam penggambaran citra medik.


(37)

• Kekaburan menurunkan nilai ketajaman (sharpness) struktur dan obyek citra medik Sehingga ketidaktajaman (unsharpness) sering digunakan sebagai pengganti istilah kekaburan (blurring)

b.3 Efek dari Noise

Setiap kolom pada gambar di bawah ini mempunyai seri rentang kontras dari mulai yang tinggi (bagian bawah) sampai yang mempunyai kontras rendah (bagian atas). Terdapat tiga tingkatan (rendah, medium dan tinggi) noise pada ketiga kolom gambar disamping. Ingat! Efek dari noise adalah untuk menurunkan visibilitas dari obyek yang memiliki dengan kontras rendah.

Gambar 2.16. Tingkatan efek noise pada citra medik

(A. Jauhari, 2010)

Membandingkan Efek dari Noise dan Kekaburan (Blur)

Baik blur maupun noise sebenarnya merupakan ciri umum unsur yang tidak diinginkan pada citra medik karena bisa menurunkan visibilitas obyek tertentu. Ilustrasi gambar dibawah menunjukka n diagram kontras-detail. Obyek dirancang menurut penurunan ukuran (detail) dari kiri ke kanan, dan menurut penurunan kontras dari bawah ke atas. Bagian yang besar dan tinggi nilai kontras obyek di


(38)

dalam wilayah kiri bawah harus terlihat sebagai gambaran umum kondisi citra medik yang semestinya. Anggaplah noise dan kekaburan (blur) adalah dua hal yang secara bersama menghasilkan “tabir ketidaktampakan (curtain of invisibility)".

Noise menurunkan visibilitas obyek dengan kontras rendah. Sedangkan blur menurunkan visibilitas obyek yang ukurannya kecil. Biasanya, kebanyakan obyek dengan ukuran anatomi yang kecil akan mempunyai nilai kontras yang relatif rendah dan visibilitasnya menurun karena faktor noise dan blur.

Gambar 2.17. Efek noise dan blur (A. Jauhari, 2010)

2.7 GRID (KISI)

Grid radiografi terdiri dari serangkaian strip foil timbal(Pb) yang dipisahkan oleh celah dari strip timah tersebut(lihat gambar 23). Hal ini ditemukan oleh Dr. Gustave Bucky pada tahun 1913(lihat gambar 18), dan masih merupakan cara yang paling efektif untuk menghilangkan radiasi scatter (radiasi hambur) agar tidak sampai ke film rontgen di bidang radiografi. Bahan dari grid ini dapat berupa kertas atau aluminium, tapi dalam grid modern biasanya terbuat dari serat karbon, Strip timah hitam(Pb).


(39)

Radiasi primer berorientasi pada sumbu yang sama dengan strip timah dan melewati di antara strip timah tersebut untuk sampai ke film. radiasi hambur muncul dari berbagai titik dari pasien dan yang meliputi dari segala arah (multi arah), sehingga sebagian besar diserap oleh timah (grid) dan hanya sejumlah kecil sinar X yang lewat dan sampai ke film (lihat gambar 24).

Gambar 2.18. Dr Gustave Bucky (W. J. Blvd,2003)

Grid terdiri dari atas lajur-lajur lapisan tipis timbal (Pb) atau Dapat juga dijelaskan pada saat mengambil gambar radiografi semua sinar primer jatuh pada jaringan yang tidak dapat terlewati. Beberapa sinar dapat melewati jaringan beberapa sinar terrefleksikan dalam berbagai tingkatan ketebalan jaringan dan sinar yang tertinggal terabsorbsi oleh jaringan. Sinar yang terrefleksikan menyebabkan radiasi yang terpecah. Radiasi yang terpecah tersebut jatuh ke film bersamaan dengan sinar primer menghasilkan gambar yang buram pada film. Untuk menghindari pemecahan sinar diperlukan sebuah alat yang dinamakan grid yang digunakan dalam radiografi. Penggunaan grid diperlukan untuk jaringan dengan ketebalan 11 sentimeter. Grid ditempatkan diantara bagian yang terekspose dan pada kaset.


(40)

Gambar 2.19. Penyerapan Selektif Radiasi hambur oleh sebuah Grid

(P. Sprawls, Ph.D, 2010)

JENIS-JENIS GRID (KISI)

1. Grid diam (stationary grid atau lisholm)

Grid ini mempunyai macam-macam ukuran sesuai dengan ukuran kaset. Dan grid ini bisa dibawa atau bersifat mobile.

2. Grid bergerak (moving grid atau bucky)

Grid bergerak (moving grid) diciptakan oleh Dr Hollis E. Potter pada tahun 1920 dan selama bertahun-tahun, grid bergerak itu disebut grid PotterBucky. Dalam beberapa tahun terakhir nama telah disingkat menjadi grid Bucky, yang sangat disayangkan, karena nama penemu dihilangkan. Grid digerakkan untuk mengaburkan bayangan strip timah hitam (lajur grid)

Biasanya grid ini di gerakkan oleh motor yang berada dibawah meja pemeriksaan atau tepatnya terletak diatas film(gambar 20). sehingga disaat


(41)

exposure dengan cepat grid bergerak sehingga pada hasil gambar radiografi strip tidak lagi terlihat (gambar 21)

Gambar 2.20. Grid berkgerak (Bucky)

(D. Ogilvie, 2007)

Adapun perbedaan hasil radiografi dengan menggunakan radiografi dengan grid dan grid bergerak terlihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.21. Hasil radiografi grid diam(kiri) dan grid bergerak (kanan) (Gyunggi-Do, 2010)

Sebuah grid tersusun atas strip dan materi radiotransparen seperti kayu atau aluminium teratur pada saat focal spot diposisikan tepat ditengah grid, strip pada grid disejajarkan dengan tumbukan primer. Contoh familiar alat yang dapat kita temui adalah grid yang dapat bergerak yaitu Potter-Bucky Diafragma (atau “Bucky”). Grid ini tetap bergerak selama waktu terjadinya pemaparan sinar. Pada


(42)

saat grid yang tidak bergerak digunakan strip pada grid akan tergambar pada radiografi. Untuk menghindari hasil dari strip ini maka digunakan strip yang bergerak.

Gambar 2.22. Gambar susunan lempeng(Pb)

(UPSTATE Medical University, 2010)

Grid Ratio

Grid ratio adalah perbandingan antara tinggi lempengan timbal dengan jarak antara lempeng.

D h ratio

Grid = ………(15)

Semakin tinggi grid ratio semakin banyak hamburan yang diserap oleh grid, faktor eksposi yang digunakan semakin besar.

Grid dengan ratio 8:1 atau 10:1 grid sering digunakan di dalam pemeriksaan thorak dsb. Grid ratio 5:1 akan menyerap radiasi 85% di mana grid ratio 16:1penyerapan radiasi sebesar 97%.


(43)

Rasio grid didefinisikan sebagai perbandingan antara tinggi dari strip dengan jarak seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.23. Karakteristik grid

(UPSTATE Medical University, 2010)

Atau,

D t frekuensi Grid

+

= 1 ………(16)

Cara kerja grid (kisi) :

Grid digunakan untuk meningkatkan kontras dengan menyerap radiasi sekunder sebelum mencapai film. grid ideal akan menyerap semua radiasi sekunder dan bukan radiasi primer. Itu akan memberikan kontras film maksimum tanpa peningkatan yang tidak perlu dalam eksposur pasien.

Kontruksi grid dirancang sedemikian rupa agar dapat menyekat radiasi hambur yang menuju ke film. Adapun prinsip kontruksinya adalah sebagai berikut :


(44)

Hamburan akan diserap oleh lempengan timbal,sinar akan dilewatkan oleh lempengan timbal tersebut. Diantara beberapa lempengan timbal tersebut terdapat jarak ( interspace = D ) dan juga terdapat tinggi lempeng timbal tersebut ( tinggi lead strip = h ) seperti pada gambar 2.23.

Sebagai sinar X (a=radiasi primer) akan tersebar ke segala arah pada waktu mengenai suatu benda.(lihat gambar 2.24). Sinar tersebar ini dinamakan sinar hambur (radiasi sekunder atau scatter radiation). Dari gambar dibawah ini dapat di lihat bahwa radiasi sekunder bisa menimbulkan gangguan sehingga berpengaruh kepada hasil radiografi dikarenakan adanya pantulan dari objek (benda) yang dilalui oleh sinar-X..

Sinar hambur ini harus ditiadakan dengan menggunakan grid

Gambar 2.24. Peletakan dan fungsi grid

(H. Aichinger, 2004)

a = radiasi primer


(45)

Dari susunannya dibagi dalam :

• Linier : Jalur lempeng (Pb) yang satu dengan yang lain sejajar (lihat gambar 2.27).

• Focused : Jalur lempeng (Pb) berangsur tambah miring dari pusat ke tepi, disusun oleh sedemikian rupa mengikuti arah sinar

• Crosed grid : Dua grid diletakkan satu atas yang lain (bersilang), crossed grid sebagian pusat sinar X terus tepat ditengah grid.

Grid linier

strip atau susunan grid linier mengarah sejajar satu sama lain dalam sumbu longitudinal (gambar 2.27). Keunggulan utama grid ini adalah susunan strip timah hitamnya memungkinkan kita untuk sudut tabung x-ray sepanjang grid tanpa kehilangan radiasi primer dari “grid cutoof. (lihat gambar 2.25).

Cutoff Grid adalah hilangnya berkas radiasi primer karena ketidaktepatan angulasi antara tube dan strip timah dan menimbulkan perbesaran strip pada gambar rontgen seperti terlihat pada gambar 2.26.

Gambar 2.25. Grid Cut off (Meredith.W.J., and Massey 1986)

Dan macam-macam grid cut off pada hasil gambaran radiografi di gambar kan sebagai berikut :


(46)

Gambar 2.26. Bayangan cut off pada film karena penyudutan tabung sinar x (Gyunggi-Do, 2010)

Gambar 2.27. Grid linier (Meredith.W.J., and Massey 1986)

Jadi grid(kisi) yang memenuhi syarat adalah:

1) Dapat menyerap sinar hambur 80-90 % 2) Dapat menyerap sinar primer 10-15% 3) Dapat menaikkan kontras

Dari pernyataan di atas dapat di simpulkan bahwa semakin besar daya grid menyerap radiasi hambur maka semakin baik pula radiografi yang dihasilkan.

Penambahan kontras dapat di ukur dengan faktor perbaikan kontras (K), dengan

grid non X ar kontras grid dengan X Sinar kontras K − − = sin


(47)

Tabel 2.6. Dibawah ini bisa kita liat tabel faktor perbaikan kontras (K), sebagai berikut

Grid

no. Grid Ratio

Lead content/Isi timah hitam

(mg/cm2)

Faktor perbaikan kontras

(K)

1 3.4 170 1.95

2 2 x 3.1* 310 1.95

3 11 340 2.1

4 7 390 2.1

5 9 460 2.35

6 15 460 2.6

7 2 x 7* 680 2.95

8 15 900 2.95

NB : * Crossed grid

2.8FILM DAN JENIS JENIS FILM YANG DIGUNAKAN UNTUK PENCATATAN BAYANGAN RADIOGRAFI

Film berfungsi untuk mencatat bayangan pada gambaran radiografi. Film ini terdiri dari beberapa lapisan yang di antaranya :

a. Supercoat : Untuk melindungi emulsi film

b. Emulsi film : Emulsi silver-bromideyang terdiri atas AgBr, AgCI, dan AgJ. Tebal emulsi ini adalah 0,001 inc (0,0025cm).


(48)

c. Substratum berfungsi sebagai perekat antara emulsi ke alas film d. Alas film (Film base) : Terdiri atas polyester base (gambar 2.28).

Gambar 2.28. Lapisan film (N. Oldnall, 2000)

2.9 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHITAMAN FILM Kehitaman (density) tergantung pada jumlah radiasi yang diserap oleh emulsi film. Jumlah radiasi ini tergantung dari kekuatan sumber, bagian radiasi yang menembus benda dan penghalang yang mungkin depergunakan. Jumlah radiasi yang dipancarkan oleh sinar X tergantung dari arus, tegangan yang dipakai dan lamanya penyinaran. Apabila arus yang dirubah sedang tegangan tetap dan waktu tetap maka intensitas akan sebanding dengan arus (miliampere) dan tak ada penambahan panjang gelombang (gambar 2.29).

Gambar 2.29. Efek perubahan miliampere pada intensitas (M. Syukur, 1974)

1. Miliampere rendah


(49)

Jadi tidak ada penambahan daya tembusnya. Berbeda dengan gambar dibawah ini yang menunjukkan tentang perubahan panjang gelombang.

Gambar 2.30. Efek perubahan tegangan pada tabung sinar X

(M. Syukur, 1974) 1. Tegangan rendah

2. Tegangan tinggi

3. Penambahan λ

Pada gambar di atas dapat kita simpulkan jika arus tetap dan tegangan dirobah maka tidak hanya intensitas yang berubah tetapi juga kualitasnya. Pada waktu tegangan dan dinaikkan akan terjadi penambahan panjang gelombang seperti pada daerah yang di arsir (3), maka daya tembusnya bertambah.

Penyinaran (Exposure) pada sinar X dapat dirumuskan sebagai berikut :

t x M

E= …………..………. (17)

Dimana :

E = Penyinaran (exposure)

M = Miliampere (aktifitas)


(50)

Bila jarak berubah maka jumlah radiasi yang dipancarkan sebanding terbalik dengan kwadrat jaraknya, atau dapat dirumuskan sebagai berikut :

2

d

Mxt

E

=

………(18)

dimana : d = jarak sumber ke film

jadi exposure dapat ditentukan dari ketiga variable diatas.

2.10 SIFAT-SIFAT FILM RADIOGRAFI

Film yang digunakan untuk radiografi terdiri dari emulsi perak halida yang diletakkan di atas gelatin dan dilapisi oleh tin yang transparan untuk memberikan kecepatan dan kekontrasan yang optimal. Emulsi ini sensitif terhadap sinar X,ɤ, cahaya dan lain-lain. Bila salah satu radiasi ini mengenai emulsi itu, maka terjadi bayangan latent. Perubahan ini tak dapat dideteksi secara fisis tetapi bila film yang sudah teradiasi itu dicelupkan ke larutan developer, maka terjadi reaksi yang menyebabkan logam perak menjadi hitam. Perak yang mengendap dalam glatine inilah yang menimbulkan bayangan.

Jenis-jenis film rontgen adalah sebagai berikut :

1. Screen film : Film yang dalam penggunaannya selalu menggunakan intensifying screen.

2. Non-Screen film : Film yang penggunaannya tanpa intensifying screen seperti : Film gigi, (dental film), mammographyc film.

3. Menurut sensifitasnya film juga dibagi atas Blue sensitive dan Green sensitive

Ada tiga golongan film menurut kepekaannya terhadap macam-macam warna cahaya diantaranya :


(51)

Yaitu jenis film yang memiliki kepekaan terhadap warna hijau sampai violet, jenis ini digunakan untuk film green sensitive pada pemeriksaan radiografi.

b)Monochromatic film

Yaitu jenis film yang memiliki kepekaan terhadap satu jenis warna, yaitu warna biru saja. Jenis ini biasanya digunakan untuk film x ray blue sensitive.

c) Panchromatic film

Yaitu jenis film yang memiliki kepekaan terhadap semua warna pencahayaan. Jenis ini digunakan dalam film fotografi.

2.11 DAERAH KERJA FILM

Untuk mendapatkan kekontrasan yang baik maka suatu film perlu ditentukan daerah kerjanya. Daerah ini dapat ditentukan dengan membuat grafik antara E, D dimana D adalah densitas film dan E adalah exposure (penyinaran).

Densitas film adalah ukuran kegelapan suatu film, makin besar ukuran butir perak persatuan luas pada film tersebut makin gelap. Makin gelap film tersebut makin tinggi densitasnya.

Density (D) didefenisikan sebagai perbandingan log intensitas cahaya datang sebelum dan sesudah melewati film (gambar 2.31) dan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1 0 log I I

D = ………..(19)

Dimana : I0 = intensitas cahaya sebelum jatuh ke film


(52)

Gambar 2.31. Density (D) didefenisikan sebagai perbandingan log intensitas cahaya datang sebelum dan sesudah melewati film.

(N. Oldnall, 2000)

Density (D) ini terdiri dari 2 komponen yaitu :

1. Fog density (D0) yaitu kegelapan yang memang sudah ada pada film. Jadi dapat

disamakan dengan backgraund .

2. Density D1, kegelapan karena penyerapan sinar X oleh emulsi film

Maka emulsi dapat ditulis sebagai berikut :

1

0 D

D

D= + ………(20)

Grafik antara E dan D biasanya disebut juga dengan kurva karakteristik film seperti terlukis pada gambar dibawah ini :


(53)

Gambar 2.32. Kurva karakteristik film.

(N. Oldnall, 2000)

Density film karena radiasi menuruti hubungan berikut

P

t x I x C

D= 1 ………..(21)

Dimana, C = suatu faktor yang tergantung dari tenaga sinar datang dan macam film yang dipakai

I = Intensitas sinar datang

t = lamanya film disinari (waktu exposure)

p = index yang berhubungan dengan sensitivitas dari film terhadap radiasi

yang diterima

karena daerah kerja film terletak pada garis yang linear, maka rumus yang diatas menjadi :

t I C

D= 1 ……….(22)

Koefisien arah dari tiap-tiap titik pada grafik disebut kekontrasan dari film tersebut dan dinyatakan sebagai


(54)

t D osure D tg log exp log ∆ ∆ = ∆ ∆ =

α ………(23)

Dalam radiografi t ditentukan dengan meradiasi bahan yang akan diperksa pada ketebalan yang beda dengan suatu jarak tertentu dan waktu yang berbeda-beda.

2.12 PROSES PENCUCIANN FILM

Ada dua cara yang digunakan untuk memprocessing film, yaitu :

1. Secara manual

Yaitu cara memprocessing film dengan menggunakan tenaga manusia. Pada cara manual ini terdiri dari beberapa tahap yaitu :

a. Tahap developing

Fungsinya untuk membangkitkan bayangan laten menjadi banyangan tampak pada daerah yang terkena exposi

b. Tahap pembilasan (rinshing)

Fungsinya agar sisa-sisa larutan developer yang melekat pada film tidak masuk ke dalam fixer

c. Tahap penetapan (fixer)

Ini bertujuan untuk menetapkan gambaran yang terbentuk pada film d. Tahap pembersihan (washing)

Fungsinya membersihkan sisa-sisa larutan fixer pada film yang dapat mempengaruhi hasil gambaran.

e. Tahap pengeringan


(55)

Gambar 2.33. Manual processing (M. Syukur, 1974)

2. Secara otomatis

Yaitu cara memprocessing film dengan menggunakan processing film yang dapat bekerja secara otomatis (menggunakan mesin)

a. Film feeding system (tempat pemasukan film)

b. Roller trasport, adalah alat yang menjalankan/ menggerakkan film dengan kecepatan konstan yang digerakkan oleh motor.

c. Water system, fungsinya untuk mencuci film sebagai stabilizer temperatur developer.

d. Developer recirculatory system, berfungsi untuk mengaduk penambahan replenisher, agitasi dan memlihara kesamaan temperatur.

e. Fixer recirculatory system.

f. Replenaishment system, berfungsi sebagai penambah larutan developer dan fixer yang dipompakan secara otomatis kedalam mesin bila volume developer dan fixer berkurang.

g. Air circulation system, merupakan pemanas udara (pengering) yang mempunyai suhu 400.


(56)

Gambar 2.34. tahapan pencucian pada automatic processing. (N. Oldnall, 2000)

2.13 GRAFIK EXPOSURE

Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya penyinaran adalah :

1. Jenis sumber yaitu tegangan (tenaga) dan arus (aktivitas)

2. Jarak sumber ke film

3. Jenis benda dan tebalnya

4. Densitas yang diinginkan

5. Jenis film

6. Proses pencucian

Disini kita dapat membahas grafik exposure yang menunjukkan hubungan antara tebal bahan, tenaga yang dipakai dan lamanya exposure. Grafik ini digunakan untuk menentukan waktu penyinaran (exposure) dari bahan dasar yang uniform. Grafik ini dapat dilihat pada gambar 2.35 dibawah ini.


(57)

Gambar 2.35. Grafik umum penentuan waktu exposure

(M. Syukur, 1974)

Pada sinar X biasanya grafik ini biasanya sudah dibuat dari pabrik yang mengeluarkannya, karena itu grafik ini berbeda untuk tipe pembangkit sinar X (pesawat sinar X) yang lain. Dalam laboratorium grafik ini sering dibuat lagi untuk sinar X maupun sinar ɤ, karena film yang dipakai berlainan dengan film yang dicantumkan dari pabrik dan juga karena film juga mendekati masa berlakunya atau penyimpanannya kurang sempurna.

2.14 PEMBUATAN GRAFIK EXPOSURE

Karena λ pada sinar X dapat diatur maka pembuatan grafik exposure untuk sinar X

dan sinra ɤ berbeda. Pada pembuatan grafik harus dicantumkan jarak dari sumber ke film yang dipakai.

PEMBUATAN GRAFIK EXPOSURE UNTUK SINAR X

Ada beberapa cara pembuatan grafik exposure untuk sinar X tetapi yang dibahas hanya berdasarkan hukum pelemahan


(58)

HUKUM PELEMAHAN

Hukum pelemahan adalah

X

e I

I = 0 −µ ………(24)

X t I e

I = 0. −µ ……….(25) Dimana t adalah waktu penyinaran, sehingga It sama dengan exposure (E). jadi persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut :

x E E =ln +µ

ln 0 ……….(26)

Yang berlaku untuk satu tegangan. Untuk suatu tegangan intensitas radiasi yang dipancarkan sebanding dengan arus filamen. Jadi grafiknya adalah antara log miliamper-menit terhadap tebal : Grafik linier. Bila tegangan dinaikkan maka µ makin kecil dan kemiringan garis bertambah.

Cara melakukan percobaan adalah dengan menggunakan “stepwedge” atau bahan yang tebalnya berbeda di radiografi dengan dua waktu penyinaran yang berbeda dan masing-masing dengan tegangan yang berbeda, tetapi jarak sumber ke film tetap. Setelah film dicuci film diukur densitasnya untuk setiap ketebalan densitometer. Pembacaan densitas ini digambarkan terhadap ketebalan untuk tiap exposure, lihat gambar dibawah ini.


(59)

Gambar 2.36. Grafik antara tebal bahan dan densitas film untuk 2 tegangan yang

berbeda dengan exposure yang berbeda.

(M. Syukur,1974)

Pilih density 2 atau density yang sesuai pada film yang digunakan. Kemudian exposure (mAm) digambarkan terhadap ketebalan pada kertas semilog. Masing-masing grafik diperoleh dari 2 titik dengan tegangan yang sama. Untuk memperoleh grafik exposure yang lain harus digunakan tegangan yang lain pula.

Gambar 2.37. Grafik exposure untuk dua tegangan dalam kontras semi log


(60)

2.15 HUBUNGAN ANTARA KEKUATAN SUMBER, WAKTU DAN JARAK Dari grafik exposure tampak bahwa untuk suatu sumber radiasi ada 4 faktor yang menentukan exposure yaitu : miliampere (mA), waktu (t), dan jarak.

Hubungan ketiga variable ini dapat dilihat dari persamaan berikut, yaitu :

2

d t M

E= ………(27)

Karena density film dipilih tetap maka E akan tetap untuk setiap perubahan M, t dan d. sehingga E1 = E2. Jadi ada 3 hubungan yaitu :

2 2 2 1 2 1 . 1 d d M M = 2 2 2 1 2 1 . 2 d d t t = 1 2 2 1 . 3 M M t t =

Dari hubungan diatas jelas bahwa walaupun grafik exposure hanya berlaku untuk suatu jarak tertentu tetapi dapat digunakan juga untuk jarak yang lain.

2.16 KEPEKAAN

Tidak semua ukuran cacad dapat terlihat pada film, jadi radiografi mepunyai batas kepeakaan atau kemampuan pemberian informasi pada film radioggrafi. Kepekaan dalam radiografi dilakukan dengan jalan memilih sumber radiasi atau film yang dipakai. Untuk pemilihan tinggal memilih ukuran perak yang halus sedang untuk pemilihan tenaga radiasi dilakukan sebagai berikut :


(61)

x

e I I1 = 0 −µ

untuk jelasnya lihat gambar dibawah ini

Gambar 2.38. Intensitas setelah menembus bahan dengan cacad

(M. Syukur,1974)

I0 = Intensitas sinar datang

I1 = Intensitas setelah menembus bahan tanpa cacad

I2 = Intensitas setelah menembus bahan dengan cacad

( )

0 2

1 )

(X X X

e I

I = −µ −∆ +µ∆ ………(28)

Dimana : µ1 = koefisien absorbsi linier cacad

∆X = tebal cacad

Cacad tersebut akan terlihat bila ada perbedaan antara I1 dan I2, atau

X

e I

I

= ( 1) 1

2 µ µ


(62)

Jadi I2 harus lebih besar dari I1.

Dari defenisi density film didapat

0 1 1 2 1 2 D D D D I I −−

= ……….………..(30)

Dari perobahan 29 dan 30 diperoleh :

X e D D

D

D

= −

− ( 1)

0 1

0

2 µ µ

……….(31)

Atau X

e D D D

D2 − 0 =( 1 − 0) ( − 1)∆

µ

µ ………(32)

) 1 )(

( 1 0 ( 1)

1

2 − = − −

=

∆ − ∆X

e D D D D

D µ µ ……….(33)

1 1 0 1 min ) 1 ln( ) 1 ln( µ µ µ

µ − = −+

+ − ∆ =

D D k

D

X ………(34)

Dimana .

min 0 1 =     − ∆ = D D D k konstan………(35)

Untuk mata normal kmin = 0,02 dan cacad biasanya berisi udara atau hampa, jadi µ1 = 0. µ 02 , 1 ln min = ∆

X ………..(36)

Maka dapat dilihat bahwa makin kecil tenaga sumber makin besar µ maka radiografinya makin peka artinya makin kecil cacat yang dilihat.


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tepatnya di Instalasi Radiologi, Untuk lebih jelasnya lihat di lampiran 1.

3.2BAHAN DAN ALAT

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :

a. Pesawat Rontgent (general X-Ray Unit)

• Merk = Hitachi • kV = 160 • mA = 500

Pesawat Rontgen (general X-ray unit)

• Merk = Shimadzu • kV = 150 • mA = 500

b. Kaset Kodak dengan ukuran 18cm x 24 cm, dan 30cm x 40 cm

c. Film Kodak dengan ukuran 18cm x 24 cm dan 30cm x40 cm.

d. Grid diam (lysolm) linier 8:1 dengan ukuran 18 cm x 24 cm, dan 30 cm x 40 cm.


(64)

e. Grid bergerak(moving grid) linier 8:1

f. Stepwedge aluminium 11 strip sebagai parameter pengukuran, dengan ketebalan step sebagai berikut

Step 1 = 5 mm

Step 2 = 8 mm

Step 3 = 11 mm

Step 4 = 14 mm

Step 5 = 17 mm

Step 6 = 20 mm

Step 7 = 23 mm

Step 8 = 26 mm

Step 9 = 29 mm

Step 10 = 32 mm

Step 11 = 35 mm


(65)

g. Densitometer sebagai alat detektor kadar kehitaman (densitas) pada film

Gambar 40. Densito meter type X-Rite 301 yang digunakan pada penelitian

h. Automatic processing unit sebagai alat pencuci film rontgen.

i. Manual processing (cairan developer, rinsing, fixer) merk Kodak

3.3METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang menggunakan sinar X untuk mencatat bayangan pada film dengan membandingkan (densitas dan ketajaman) hasil pembuatan foto schedel dengan Grid diam(lysolm), Grid bergerak (moving grid) dan tanpa Grid. Setelah pasien di foto maka film di cuci dengan dua cara yaitu dengan automatic processing dan manual processing. Setelah film dicuci kemudian film di ukur dengan densitometer yang berfungsi sebagai detektor kadar kehitaman film, dengan parameter stepwedge 11 strip


(66)

sehingga hasil akhirnya merupakan grafik eksposure yang berdasarkan hukum pelemahan.

Patologi(kelainan) yang ditampakkan di dalam radiografi schedell posisi lateral pada umumnya adalah fraktur, neoplastic proscess, paget’s disease, infeksi, tumor, degenerasi tulang. Pada kasus trauma gambaran skull lateral akan menampakkkan fractur horisontal, air-fluid level pada sinus sphenoid, tanda-tanda fraktur basal cranii apabila terjadi perdarahan intracranial.

Adapun teknik pemotoan (proyeksi) schedell pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

• Persiapan pasien :

Lepaskan semua bahan logam, plastic, benda-benda lain yang dapat mengganggu gambaran pada daerah kepala.

• Persiapan alat :

Seperti pesawat sinar X, kaset dan film 24cm x30cm atau 30cm x40cm, grid (grid diam dan grid bergerak)

• Posisi pasien : Prone (terlentang)

• Posisi objek atau posisi kepala :

Atur kepala true lateral dengan bagian yang akan diperiksa dekat dengan kaset atau menempel pada kaset kemudian tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di depan kepala dan bagian yang lain lurus di belakan tubuh. Atur pertengahan kaset sejajar dengan pertengahan objek(kepala) kemudian atur interpupilary line tegak lurus dengan garis pertengahan kaset pastikan tidak ada tilting pada kepala. Kemudian atur agar infra orbito line sejajar dengan garis pertengahan film dengan central ray (arah sinar X) tegak lurus


(67)

terhadap kaset dan central point (titik focus) di 2,5 cm superior MAE dengan FFD=40 inci ( 100cm) seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 41. Lateral proyeksi (Meschan, 1955)

Struktur yang di tampakkan adalah bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas. Sella tursica mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae ditampakkan dengan jelas seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 42. Anatomi radiografi schedell lateral


(68)

Secara umum dapat kita lihat juga gambaran dari susunan struktur kepala pada posisi lateral sebagai berikut :

Gambar 43. Susunan anatomi kepala dari samping


(69)

(70)

3.4ANALISIS DATA

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pembuatan radiografi schedel khususnya densitas dan ketajaman gambar dengan menggunakan Grid diam(lysolm), Grid bergerak (moving grid) dan Non grid sebagai acuan untuk menentukan diagnosa yang diperuntukkan untuk tindak lanjut pengobatan dalam ilmu medis.

Setelah dilakukannya penelitian ini maka kita dapat membuat grafik eksposure sebagai acuan untuk membandingkan hasil akhir yang dan perbedaan densitas, ketajaman gambar agar mempermudah dokter spesialis radiologi untuk menilai atau mendiagnosa radiografi schedel tersebut.

3.5JADWAL PENELITIAN

No. Kegiatan Minggu ke

I II III IV

1. Studi Kepustakaan IIIII IIIII IIIIII IIIII

2. Konsultasi IIIII IIIII

3. Penyusunan proposal IIIII

4. Pengumpulan peralatan dan bahan IIIII

5. Pembuatan foto IIIII

6. Melihat pengaruh grid (kisi) linier pada ketajaman gambar IIIII


(71)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukannya penelitian schedel lateral dengan menggunakan moving grid, grid diam dan non grid maka hasil atau gambaran radiografi adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Foto Schedel Lateral dengan menggunakan Moving Grid

Faktor exposi : 75kV, 150 mA dan 18mAs dengan FFD : 100cm


(72)

Gambar 2. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral dengan

menggunakan moving grid.

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(73)

Gambar 3. Foto Schedel Lateral dengan menggunakan Grid Diam

Faktor exposi : 75kV, 150 mA dan 18mAs dengan FFD : 100cm Diproses dengan pencucian manual


(74)

Gambar 4. Grafik densitas dan ketebalan stepwege pada foto schedel lateral dengan

menggunakan grid diam.

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(75)

Gambar 5. Foto Schedel Lateral tanpa menggunakan Grid

Faktor exposi : 65 kV, 150mA dan 11mAs dengan FFD = 100cm


(76)

Gambar 6. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral tanpa menggunakan grid

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(77)

Gambar 7. Foto Schedel Lateral menggunakan Moving Grid

Faktor exposi : 75kV, 150 mA dan 18mAs dengan FFD : 100cm Diproses dengan pencucian manual.


(78)

Gambar 8. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral menggunakan

moving grid.

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(79)

Gambar 9. Foto Schedel Lateral menggunakan Grid diam.

Faktor exposi : 75kV, 150 mA dan 18mAs dengan FFD : 100cm.


(80)

Gambar 10. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral menggunakan

grid diam.

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(81)

Gambar 11. Foto Schedel Lateral tanpa menggunakan Grid

Faktor exposi : 65 kV, 150mA dan 11mAs dengan FFD = 100cm


(82)

Gambar 12. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral tanpa

menggunakan grid.

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(83)

Gambar 13. Foto Schedel Lateral menggunakan Moving Grid

Faktor exposi : 65 kV, 200 mA dan 28 mAs dengan FFD = 100cm


(84)

Gambar 14. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral menggunakan

moving grid.

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(85)

Gambar 15. Foto Schedel Lateral menggunakan Grid Diam

Faktor exposi : 65 kV, 200 mA dan 28 mAs dengan FFD = 100cm Diproses dengan automatic processing


(86)

Gambar 16. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral menggunakan grid diam.

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(87)

Gambar 17. Foto Schedel Lateral tanpa menggunakan Grid

Faktor exposi : 55 kV, 200 mA dan 18 mAs dengan FFD = 100cm


(88)

Gambar 18. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral tanpa

menggunakan grid

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(89)

Gambar 19. Foto Schedel Lateral menggunakan Moving Grid

Faktor exposi : 65 kV, 200 mA dan 28 mAs dengan FFD = 100cm


(90)

Gambar 20. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral dengan

menggunakan moving grid

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(91)

Gambar 21. Foto Schedel Lateral menggunakan Grid Diam

Faktor exposi : 65 kV, 200 mA dan 28 mAs dengan FFD = 100cm


(92)

Gambar 22. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral dengan

menggunakan grid diam

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(93)

Gambar 23. Foto Schedel Lateral tanpa menggunakan Grid

Faktor exposi : 55 kV, 200 mA dan 18 mAs dengan FFD = 100cm


(94)

Gambar 24. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral tanpa

menggunakan grid

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(95)

Gambar 25. Foto Schedel Lateral menggunakan Moving Grid

Faktor exposi : 65 kV, 200 mA dan 28 mAs dengan FFD = 100cm


(96)

Gambar 26. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge foto schedel lateral dengan menggunakan

moving grid

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(97)

Gambar 27. Foto Schedel Lateral menggunakan Grid Diam

Faktor exposi : 65 kV, 200 mA dan 28 mAs dengan FFD = 100cm


(98)

Gambar 28. Grafik densitas dan ketebalan stepwedge pada foto schedel lateral dengan menggunakan grid diam

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan densitas dari step pertama (yang paling tipis) hingga ke step-step berikutnya, hal ini disebabkan perbedaan tebal pada setiap step yang menghasilkan densitas yang berbeda pada hasil radiografi.


(99)

Keseluruhan gambaran di atas di ambil dengan jarak (FFD) yang sama tetapi dengan faktor exposi yang berbeda antara yang menggunakan grid dan yang tanpa grid dan dicuci dengan dua metode yaitu manual (gambar 1sampai dengan 6) dan automatic (gambar 7sampai dengan 14). Jika faktor exposinya sama antara radiografi schedel lateral yang menggunakan grid dan non grid maka pada radiografi tanpa grid akan jauh lebih gelap dan menghasilkan densitas yang berlebihan ketimbang hasil radiografi dengan grid sehingga dokter spesialis radiologi susah untuk mendiagnosa jika ada gambaran fraktur (retak/ patah), distorsi (penghancuran tulang), kanker dan diagnosa lainnya.

Perbedaan pengerjaan manual processing dan automatic processing adalah pada pengerjaannya, pada manual kita bisa menentukan kehitaman atau densitas dari lamanya waktu perendaman film pada developer sedangkan automatic tidak, proses ini menggunakan roll film jadi film di proses dengan waktu perendaman dan suhu tertentu yang sudah di atur oleh automatic processing tersebut. Pada hasil gambaran di atas perbedaan antara pencucian manual dan automatic sekilas tidak terlalu terlihat tetapi pencucian manual jika tidak berhati-hati rentan pada artefak karena pencuciannya dilakukan sendiri atau dilakukan manusia bukan dilakukan oleh mesin seperti pada automatic.

Dari keseluruhan grafik diatas dibuat dengan menggunakan metode pelemahan, yaitu dengan cara pengukuran pada tiap-tiap step pada gambaran stepwedge yang ada pada gambaran schedel di atas, dengan mengambil nilai rata-rata dari 3 kali pengukuran pada tiap-tiap stepnya, maka didapatlah hasil yang berupa angka atau nilai densitas dari keseluruhan step yang ada pada stepwedge. Dari hasil tersebut maka kita bisa membuat grafik densitas diatas dengan perbandingan log densitas dan log tiap-tiap step tersebut.

Dari keseluruhan gambar diatas yaitu gambar dengan tanpa grid, memakai grid diam, dan menggunakan grid bergerak(moving grid) secara subjektif kita bisa menilai bahwa ketajaman lebih terlihat dari gambaran yang menggunakan grid diam dan grid bergerak, karena pada gambaran tanpa menggunakan grid terlihat adanya efek blur atau pengkaburan pada gambaran daerah-daerah tertentu.


(100)

Sedangkan perbedaan hasil radiografi dengan menggunakan grid bergerak dengan grid diam tidak lah terlalu terlihat karena strip yang dihasilkan grid diam sangat kecil (mm) sehingga tidak berpengaruh terhadap ketajam gambar schedel lateral.

Dari keseluruhan gambar di atas, dapat kita amati bahwa hasil radiografi dengan menggunakan grid dan yang tidak menggunakan grid terdapat perbedaan, seperti pada beberapa gambar dibawah ini :

Gambar 1. Dengan grid bergerak. Gambar 3. Dengan grid diam


(1)

bukan hanya obyek kecil yang tidak bisa kita lihat, obyek yang besar juga akan sulit kita amati.

Sebagaimana yang telah kita amati, kekaburan mengakibatkan penurunan kemampuan untuk memperlihatkan detail anatomi obyek dan menurunkan nilai ketajaman (sharpness). Hal ini disebabkan oleh penggunaan grid yang berfungsi untuk meningkatkan kontras dengan menyerap radiasi sekunder sebelum mencapai film sehingga hasil radiografi yang nongrid menimbulkan pengurangan densitas atau derajat kehitaman sesuai dengan hasil pengukuran dengan memakai densitometer yang di tunjukkan melalui grafik-grafik di atas.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Grid sangat berpengaruh pada ketajaman gambar schedel lateral, karena grid bisa mentiadakan atau meminimalkan efek blur (pengkaburan) pada hasil radiografi, sehingga hasil gambaran radiografi lebih tajam dibandingkan dengan hasil radiografi tanpa menggunakan grid. Selain itu grid juga dapat mengurangi kehitaman (densitas) pada gambaran radiografi schedel lateral sehingga memudahkan dokter spesialis radiologi dalam mendiagnosa lebih dini gambaran tersebut jika ada sangkaan atau kecurigaan mengenai diagnosa tertentu seperti fraktur (retak/patah), distorsi atau penghancuran tulang dan diagnosa lainnya agar segera di berikan tindakan lanjutan sesuai dengan tingkat penyakit yang diderita pasien tersebut.

Sedangkan perbedaan hasil radiografi dengan menggunakan grid bergerak dengan grid diam tidaklah terlalu terlihat karena strip yang dihasilkan grid diam sangat kecil (mm) sehingga tidak berpengaruh terhadap ketajaman gambar schedel lateral tergantung efisiensi dan cara penggunaannya saja mana yang lebih baik untuk kita gunakan.

Saran

Dari hasil penelitian di atas, peneliti mengharapkan pemotoan dengan objek tebal seperti schedel atau objek tebal lainnya hendaknya menggunakan grid, baik grid bergerak maupun grid diam. Karena hal ini sangat berpengaruh dalam hasil diagnosa dokter spesialis Radiologi yang menilai gambaran tersebut.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aichinger, H. 2004, Radiation Exposure and Image Quality in x-ray Diagnostic Radiology, Springer

2010)

Blvd, W J.2003, Grid Introduction, Mxe.inc.

2010)

Bagian Bedah dan Radiologi, 2010, Faktor-faktor Pembentuk Radiografi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian Bogor

Fuller,M.J. 2010, Skull Radiographic Anatomy, wikiRadiography

tanggal 30 Noveber 2010)


(4)

Hart, M H 2009, Radioactivity: Historical Figures, access excellence @National Health Museum

tanggal 10 Maret 2010)

JAUHARI, A 2010, MUTU DAN KARAKTERISTIK CITRA MEDIK, Pusat kajian Radiografi Dan imaging centre for radiography And Imaging Studies,

01

September 2010)

JAUHARI, A 2010, Pusat Kajian Radiografi Dan Imaging, Pusat Kajian Radiografi Dan Imaging Centre for Radiography And Imaging Studies,

Joundell, T F (1985), X ray Physics and Equipment, second Edition Supplied by WHO, London

Kinney,Mc. William. Radiography Processing and Quality Control, Philadelphia Larson, B. 2001-2010, NDT Education Resource Centre, Iowa State University,

Larson, B 2001-2010, NDT Education Resource Cente, Iowa State University, Di akses tanggal 18 Agustus 2010)


(5)

Meredith.W.J., and Massey, J.B, Fundamental Physics of Radiology. Baltimore, Williams & Wilkins, 1968

Meschan, I. 1955 An Atlas of Normal Radiographic Anatomy Saunders, London

Oldnall, N.J. , 1996, Radiography Skull, Tameside General Hospital.

Ogilvie, D (2007), Scatter Control & Grid Use

tanggal 10 Maret 2010)

Obrian, M. 2009, Dasar-Dasar Radiologi, M` Obrian Blogg

Obrian, M. 2009, Prinsip Dasar Radiologi, M` Obrian Blogg

10 Maret 2010


(6)

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL(2006), Petugas Proteksi Radiasi Radiodiagnostik, Pusdiklat.

Sprawls, Ph.D, P. The Physical Principle Of Medical, NDT Resource centre Di akses tanggal 18 Agustus 2010

Rasad, S. (2005), Radiology Diagnostik, Gaya Baru, Jakarta

Sartinah, 2008, Variasi Nilai Eksposi Aturan 15 Persen pada Radiografi Menggunakan Imaging Plate untuk Mendapatkan Kontras Tertinggi,

Syukur, M. (1975), Radiography, Skripsi (FMIPA Universitas Sumatera Utara).

Upstate Medical University,2007, Scatter Removal Grids, Syracuse New York , Maret 2010).