menjaga daerah kuil tersebut dari roh-roh jahat serta dari perbuatan jahat. Sehingga barang-barang yang berada didalam kuil tetap aman terjaga serta memberikan
kedamaian didalam kuil tersebut. Patung ini juga berguna untuk menunjukkan simbol dharma yang terdapat pada kuil buddha. Shisa juga banyak dilihat pada bangunan-
bangunan komersial seperti toko-toko dan hotel. Ketika didapati pada tempat ini, fungsinya pun tetap sama yaitu untuk mencegah terjadinya pencurian dan
perampokan. Patung ini juga diharapkan agar dapat memberikan keberuntungan dalam usaha atau bisnis dimana tempat patung ini diletakkan. Selain itu, patung ini
biasanya juga diletakkan di tempat-tempat umum seperti taman, tempat wisata, rumah sakit, dan lain-lain dengan fungsi yang sama seperti yang disebutkan diatas.
Secara umum, patung ini juga berfungsi untuk melindungi desa dari marabahaya dan dari roh-roh jahat yang ingin menyerang desa tersebut. Patung ini juga dijadikan
simbol atau ikon keunikan daerah Okinawa untuk menarik para wisatawan luar yang ingin berkunjung ke tempat ini.
3.2 Sebagai Kearifan Lokal
Kepercayaan terhadap patung shisa ini merupakan salah satu bagian dari kearifan lokal masyarakat Okinawa. sebelum membahas mengenai kearifan lokal dari
patung shisa, ada baiknya terlebih dahulu memaparkan tentang awal mula munculnya kata kearifan lokal.
Kearifan telah lama menjadi bahan kajian dalam dunia filsafat. Kaum Sofis sophists sejak abad ke-5 SM telah menamai dirinya sophists yang berarti “orang-orang
bijaksana” atau “kaum arif”. Permulaan kajian filsafat pun didasari dengan kajian
kearifan atau kebijaksanaan. Pada saat itu kajian mengenai kearifan atau kebijaksanaan dirasakan sangat penting untuk mengatur tatanan kehidupan manusia. Namun makna
kearifan para filosof zaman Yunani menganggap ini lebih merujuk kepada kepandaian berbicara atau berpidato.
Seiring dengan perkembangan zaman, pengertian kearifan mulai berkembang. Kearifan wisdom pada masyarakat Yunani pada waktu itu merujuk kepada
pengetahuan asli indigenious knowledge masyarakat setempat. Pengetahuan asli itu bermanfaat untuk mengatur kehidupan manusia baik untuk mengatur kehidupan
antarmanusia dalam suatu masyarakat, hubungan manusia dengan alam maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Pengetahuan asli itu dahulu diwariskan secara turun-
temurun dari satu generasi ke generasi lain. Pengetahuan asli itulah yang terus-menerus dipedomani dalam kehidupan mereka. Hal ini juga sama dengan yang diungkapkan oleh
Sibarani 2012: 114 memandang bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan yang berwujud pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya
untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Secara derivasional, istilah kearifan lokal local wisdom terdiri atas dua kata,
yaitu kearifan wisdom dan lokal local. Kata “kearifan” wisdom berarti ‘kebijaksanaan’, sedangkan kata “lokal” berarti ‘setempat’. Jadi, kearifan lokal local
wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, dan berbudi luhur yang dimiliki,
dipedomani, dan dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal juga dipandang sebagai cara yang dilakukan oleh para leluhur
untuk mensiasati lingkungan hidup dan mengatur berbagai tatanan kehidupan secara arif
yang kemudian berusaha dipelihara dan diteruskan dari generasi ke generasi. Biasanya, Kearifan lokal terkandung dalam tradisi lisan atau tradisi budaya. Definisi dari tradisi
budaya atau lisan adalah kegiatan budaya tradisional masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun melalui media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu
berupa susunan kata-kata lisan maupun tradisi lain yang bukan lisan Sibarani, 2012 125. Kegiatan budaya tradisional terindikasi melalui wujud-wujud tradisi budaya atau
lisan yang terdiri dari 7 jenis, salah satunya adalah tradisi berkesusastraan lisan seperti tradisi bercerita rakyat, puisi rakyat, dan lain-lain. Serta tradisi arsitektur tradisional
seperti arsitektur rakyat, ukiran rakyat, kerajinan tangan rakyat, dan lain-lain. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, kebiasaan meletakkan patung shisa di
setiap bangunan telah ada sejak dahulu dan diwariskan dari generasi ke generasi sehingga masih bertahan sampai sekarang. Kebiasaan ini masih bertahan dikarenakan
ada cerita-cerita mitos yang dipercaya oleh masyarakat Okinawa mengatakan bahwa patung ini memiliki kekuatan supranatural. Dari penjelasan ini, bisa dikatakan bahwa
kebiasaan meletakkan patung shisa ini sudah menjadi sebuah tradisi budaya. Selain itu, shisa yang diwujudkan ke dalam bentuk patung, sekarang telah menjadi kerajinan
tangan rakyat Okinawa yang merupakan salah satu wujud dari tradisi budaya. Sejak zaman kerajaan ryukyu hingga sekarang, hampir di setiap toko-toko kerajinan didaerah
ini menjual patung shisa. bahkan shisa telah dijadikan sebagai cendramata khas daerah Okinawa yang dibuat dengan berbagai macam bentuk dan bahan.
Patung shisa ini juga bisa dikatakan sabagai salah satu cara untuk mensiasati tatanan kehidupan masyarakat Okinawa. Sebab, dalam kepercayaan ini banyak
terkandung nilai-nilai pengajaran positif yang dijadikan pedoman dan dipatuhi dalam
kehidupan sehari-hari. Dampaknya, banyak aspek-aspek kehidupan bermasyarakat yang tertata dengan baik. Sebaliknya, jika patung shisa ini tidak dipercaya dapat hidup dan
dapat melindungi, maka kejahatan seperti pencurian atau perampokan akan mudah sekali terjadi. Oleh karena itu sejak dahulu para leluhur berusaha untuk meneruskan
kepercayaan terhadap patung shisa ini kepada generasi penerusnya. Dalam tradisi budaya atau tradisi lisan terdapat berbagai nilai dan norma budaya
sebagai warisan leluhur yang menurut fungsinya dalam menata kehidupan sosial masyarakat dapat diklasifikasikan sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal tersebut
kemudian diklasifikasikan menjadi 2 jenis kearifan lokal inti core local wisdoms yaitu kearifan lokal untuk kesejahteraan atau kemakmuran. Serta kearifan lokal untuk
kedamaian atau keadilan. Kearifan lokal untuk kesejahteraan terdiri dari kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong royong, pengelolaan gender, pelestarian dan
kreatifitas budaya, dan peduli lingkungan. Sedangkan kearifan lokal untuk kedamaian didukung oleh kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan
penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur Sibarani, 2012:135. Kearifan lokal yang terdapat pada patung shisa pun dapat dikelompokkan dalam
beberapa jenis. Berbagai jenis kearifan lokal yang terdapat dalam patung shisa inilah yang membentuk karakter masyarakat Okinawa. Sebab, kearifan lokal juga merupakan
salah satu penentu karakter suatu bangsa atau dalam lingkup kecilnya pada setiap individu. Pembentukan karakter berarti mengajarkan kearifan-kearifan lokal pada
generasi muda. Dengan kata lain, kearifan lokal dapat dijadikan media dalam pembentukan karakter suatu bangsa. Sehingga bisa dikatakan bahwa kearifan lokal
menjadi sumber penting yang harus dimiliki oleh generasi penerus bangsa.
3.2.1 Kearifan Lokal Kesejahteraan
Kearifan lokal yang berkenaan dengan kesejahteraan digali dari nilai budaya luhur yang membicarakan tentang perlunya kesejahteraan manusia. Secara morfologis,
kata “kesejahteraan” berasal dari kata dasar ‘sejahtera’ yang berarti dalam keadaan aman, sentosa, makmur dan selamat. Kesejahteraan disini berarti terlepas dari segala
macam gangguan dan kesukaran baik secara primer maupun sekunder Sibarani, 2012: 139 . Kata sejahtera tidak hanya berbicara mengenai hal-hal materi seperti kekayaan,
namun juga menyangkut hal-hal lain seperti kesehatan, lingkungan yang terjaga, dan masih banyak lagi.
Para leluhur sebenarnya telah memikirkan kesejahteraan untuk generasi berikutnya. Hal ini terbukti dalam pikiran-pikiran, gagasan, dan cita-cita leluhur yang
tercermin dalam berbagai tradisi lisan. Daerah Okinawa terkenal sebagai daerah yang angka kehidupannya sangat tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini
dikarenakan masyarakat Okinawa sangat menjaga kesehatan dan kualitas hidupnya dengan sangat baik. Maka tak heran jika usia penduduknya rata-rata sangat panjang.
Faktor pendukung lainnya adalah karena masyarakat Okinawa sangat memegang teguh makna simbolik yang terdapat dalam bentuk patung shisa.
Seperti yang telah dituliskan pada bab sebelumnya bahwa sepasang mulut patung shisa konsep Yin dan Yang pada budaya rakyat Tionghoa. Makna dari simbol ini
sebenarnya ingin mengajarkan untuk menjaga keselarasan dan keseimbangan hidup diri sendiri, sesama serta dengan alam. Cara menjaga keseimbangan hidup yaitu dengan
menjaga kesehatan diri sendiri. Apabila keseimbangan dalam dirinya terganggu, dapat
menyebabkan sakit jasmani maupun rohani mental. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga kesehatan. Berbuat baik kepada orang lain juga merupakan salah satu
cara untuk menjaga keselarasan dengan sesama. Sedangkan untuk menjaga keselarasan dengan alam, ini diwujudkan dengan cara menjaga dan melestarikan ekosistem
lingkungan. Selain itu, bentuk mulut patung shisa yang terbuka seperti membentuk huruf “a”
dan yang tertutup seperti membentuk huruf “un”. Gabungan dari kedua huruf ini membentuk huruf a-un yang merupakan simbolisme ajaran Buddha menggambarkan
tentang siklus kehidupan manusia yaitu kelahiran dan kematian. Simbol ini juga sama seperti analogi dari negara barat tentang alpha dan omega yang bermakna awal dan
akhir dari segala sesuatu. Hal ini mengajarkan bahwa setiap manusia yang hidup, pasti akan mati. Jadi, hendaknya manusia dapat menggunakan masa hidupnya yang singkat
didunia ini untuk hal-hal yang positif. Kepercayaan terhadap patung shisa juga memberikan dampak positif bagi
pelestarian binatang khususnya anjing. Shisa yang dipercaya sebagai pelindung ini merupakan mahluk penjelmaan setengah anjing. Hal ini mempengaruhi cara pandang
masyarakat Okinawa terhadap anjing. Anjing dipandang sebagai pelindung manusia. Sifat alaminya yang setia melindungi tuannya membuat hewan ini disayangi dan
dipelihara tidak hanya di Okinawa, tetapi juga di Jepang. bahkan, di Jepang pun telah dibuat patung hachiko untuk menghargai kesetiaan anjing. Sehingga tak heran jika
masyarakat Okinawa jarang sekali yang tega untuk membunuh anjing. Berbeda jika dibandingkan dengan negara Cina yang justru sebaliknya terdapat festival yang
dinamakan yulin yaitu festival memakan daging anjing dan kucing. Dalam festival ini
sekitar 10.000 anjing dibunuh dengan cara yang sadis seperti merebusnya dalam keadaan hidup, atau menjepit leher anjing dan menggantungkannya hingga mati.
3.2.2 Kearifan Lokal Kedamaian
Istilah “kedamaian” berkaitan dengan tiga hal, yaitu kerukunan, keamanan, dan kenyamanan. Masyarakat dan daerah yang nyaman berarti masyarakat dan daerah yang
penduduknya hidup dengan harmonis, aman dari kejahatan dan konflik, serta penduduknya dapat tinggal dengan tenang. Atas dasar itu, meskipun istilah kedamaian
dengan kata dasar “damai” memiliki banyak makna, kedamaian merupakan keadaan manusia yang hidup rukun, aman dan nyaman. Kata rukun mengisyaratkan kehidupan
masyarakat yang hidup berdampingan secara harmonis, kata aman mengisyaratkan tidak ada konflik dan tidak adanya kejahatan kriminal, dan kata nyaman mengisyaratkan
hidup tenang dengan tidak adanya masalah-masalah yang mengganggu ketenangan jiwa Sibarani, 2012: 229.
Nilai ini juga yang terdapat dalam kepercayaan masyarakat Okinawa terhadap patung shisa. Hal ini dapat dilihat dari pengaruh patung ini membuat tindak kejahatan
khususnya pencurian menjadi berkurang di daerah ini. Sebab, Masyarakat Okinawa percaya jika patung ini diletakkan pada suatu bangunan, shisa akan melindungi daerah
sekitarnya dari roh-roh jahat dan perbuatan jahat yang ingin menyerang rumah sang pemilik. Sehingga orang yang berniat merampok atau mencuri menjadi takut untuk
melakukan aksinya dikarenakan bisa saja secara tiba-tiba shisa yang melindungi rumah tersebut hidup dan menyerangnya. Tentu saja, karna kejahatan jarang terjadi di tempat
ini, Okinawa pun menjadi daerah yang aman.
Berbagai nilai-nilai kearifan lokal ini dipatuhi dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai ini kemudian membentuk karakter masyarakat Okinawa yang
sangat menjaga kesehatan, kelestarian alam, menghargai binatang khususnya anjing, dan enggan melakukan kejahatan seperti mencuri kepada sesama. Karena kearifan lokal
yang terdapat dalam patung shisa ini telah memberikan dampak positif bag tatanan kehidupan masyarakat Okinawa, maka kepercayaan ini tetap dipelihara sampai sekarang.
BAB 1V KESIMPULAN DAN SARAN