Ruang Lingkup Pembahasan Metode Penelitian

shisa sebagai sebuah kearifan lokal. Maka dari itu, penulis akan mencoba merumuskan permasalahan yang akan dibahas agar penelitian lebih terarah dan memudahkan sasaran yang ingin dikaji. Perumusan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana asal-usul kemunculan patung shisa ? 2. Bagaimana pandangan kearifan lokal masyarakat Okinawa terhadap patung shisa ?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah agar dalam membahas masalah tidak terlalu luas dan peneliti juga dapat lebih terfokus membahas masalah yang ingin diteliti. Serta agar tidak menyulitkan pembaca dalam memahami pokok permasalahan yang akan dibahas. Secara umum, penelitian ini dibatasi menjadi dua fungsi yaitu fungsi religius dan fungsi logis. Fungsi religius meliputi tentang asal-usul patung shisa sehingga dijadikan sebagai suatu kepercayaan. Sedangkan fungsi logisnya meliputi tentang patung shisa yang merupakan hasil karya pemikiran masyarakat dijadikan sebagai bagian dari kebudayaan yang lambat laun menjadi suatu kearifan lokal. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, patung berbentuk setengah singa dan setengah anjing ini tidak hanya ada pada daerah Okinawa saja tetapi juga ada di beberapa negara lain. Untuk membatasi ruang lingkup dalam pembahasannya, maka dalam penulisan ini hanya akan membahas asal-usul patung shisa dari sejarah, mitologi, dan sumber lain yang terkait dengan masyarakat Okinawa saja dan tidak mengaitkan atau membandingkannya dengan komainu, ataupun dengan patung setengah singa setengah anjing yang terdapat di negara lain secara mendalam meskipun terdapat banyak kesamaan. Penulis juga terlebih dahulu akan membahas mengenai sejarah singkat berdirinya daerah Okinawa. Selain itu, untuk mendukung pembahasan ini penulis akan membahas tentang bagian-bagian dari patung shisa yang memiliki makna penting bagi masyarakat Okinawa.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

C. Kluckhohn dalam Poerwanto 2005: 88 mendefinisikan Kebudayaan adalah proses belajar dan bukan sesuatu yang diwariskan secara biologis. Oleh karenanya kebudayaan merupakan pola tingkah laku yang dipelajari dan disampaikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sedangkan menurut Koentjaraningrat dalam Wisadirana 2004: 26, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu. Beliau juga membagi 3 wujud kebudayaan yaitu: a. Wujud ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Ada didalam kepala, atau dengan lain perkataan, dalam alam pikiran dari warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup b. Wujud kedua dari kebudayaan yang sering disebut sistem sosial, mengenai tata kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas- aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan lain dari detik ke detik, hari ke hari, dan tahun ke tahun selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. c. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik. Berupa seluruh total dari hasil fisik aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat, sifatnya konkret, dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, atau difoto. Salah satu hasil dari wujud kebudayaan adalah cerita mitos. Bascom dalam Danandjaja 1984:50-67 mengatakan bahwa mitos adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan dianggap suci oleh empunya itu sendiri. Kata mitos berasal dari bahasa yunani muthos, yang secara harfiah diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang, dalam pengertian yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama Dhavamony, 2001:147. Ilmu yang mempelajari tentang mitos disebut mythology. Kata mythology dalam bahasa inggris menunjuk pengertian, baik sebagai studi atas mitos atau isi mitos, maupun bagian tertentu dari sebuah mitos. Sedangkan kata mitos berasal dari bahasa inggris “myth” yang berarti dongeng atau cerita yang dibuat-buat. Mitos atau mite juga merupakan wujud dari kebudayaan masyarakat. Mitos adalah cerita tentang asal mula terjadinya dunia, alam, peristiwa yang tidak biasa sebelum atau dibelakang alam duniawi yang kita hadapi sekarang ini. Cerita itu menurut kepercayaan sungguh-sungguh terjadi dan dalam arti tertentu keramat Keesing, 1993:93. Sedangkan Pals dalam Agus 2003:60, mengatakan bahwa mitos adalah cerita untuk memperdekat dunia supranatural ke dunia natural. Mitos penuh dengan cerita- cerita tentang yang sakral yang mendekatkan kehidupan supernatural yang ilahi ke dalam kehidupan nyata manusia. Cerita mitos merupakan salah satu wujud dari tradisi budaya. Di dalam tradisi budaya, terkandung nilai-nilai kearifan lokal. Kearifan lokal adalah suatu nilai dan norma budaya yang berlaku dalam menata kehidupan masyarakat Sibarani, 2012:131. Sedangkan definisi kearifan lokal Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom kearifan sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom kearifan setempat dapat di pahami sebagai gagasan-gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh masyarakatnya. Kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional itu muncul lewat cerita-cerita, legenda- legenda, nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hukum setempat http:ariefksmwrdn.blogspot.com201406pengertian-kearifan-lokal.html.

2. Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian memerlukan kerangka teori untuk mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata Koentjaraningrat dalam Astuti, 2014:10. Jika membahas tentang sistem kepercayaan, tidak hanya berhubungan dengan agama. Namun bisa juga berupa konsepsi tentang faham-faham yang terintegrasikan dalam dongeng-dongeng Koentjaraningrat, 1967: 240. Ada berbagai bentuk kepercayaan atau religius beliefs, salah satunya adalah percaya akan berbagai hal yang mengandung kekuatan sakti atau kekuatan yang dianggap ada dalam hal-hal atau peristiwa luar biasa pada alam, binatang, tumbuhan, benda-benda dan suara. Hal ini sama dengan masyarakat Okinawa yang percaya bahwa patung shisa memiliki kekuatan sakti dan terintegrasikan juga ke dalam cerita-cerita rakyat seperti mitos. Sehingga, bisa dikatakan bahwa patung shisa juga merupakan bagian dari kepercayaan di daerah ini. Mitos menceritakan bagaimana suatu keadaan menjadi sesuatu yang lain; bagaimana dunia yang kosong menjadi berpenghuni, bagaimana situasi yang kacau menjadi teratur dan lain-lain Mubarak, 2009. Zaman mitos adalah kejadian yang menyebabkan manusia dipengaruhi dan menjadi seperti sekarang ini. Di zaman modern seperti sekarang ini pun tetap ada dan berpengaruh dalam kehidupan manusia. Sehingga bisa dikatakan bahwa mitos sangat bermanfaat bagi manusia. Dalam Dhavamony 1958: 1134-5 Eliade menyatakan, mengetahui mitos berarti mempelajari rahasia asal muasal segala hal. Hal ini sama dengan ketika kita mengetahui tentang mitos-mitos mengenai patung shisa, kita akan mengetahui asal muasal patung shisa dijadikan sebagai pelindung masyarakat Okinawa. Sedangkan menurut Minsarwati dalam Mubarak 2009 mitos adalah suatu fenomena yang sangat dikenal, namun tempatnya sangat sulit dirumuskan dengan tepat, sehingga dalam membicarakan mengenai mitos, pertama harus diuraikan dahulu apa makna dari mitos. Mitos myth adalah cerita rakyat legendaris atau tradisional, biasanya bertokoh mahluk yang luar biasa dan mengisahkan peristiwa-peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional, seperti cerita terjadinya sesuatu kepercayaan atau keyakinan yang tidak terbukti tetapi diterima mentah-mentah Sudjima, 1988: 50. Begitu juga halnya dengan shisa, yang memiliki berbagai mitos-mitos, dimana mitos- mitos itu berupa cerita-cerita yang dapat dipercaya tetapi tidak bisa dibuktikan secara rasional. Karena hal itu penulis menggunakan landasan atau pandangan terhadap teori mitos. Selain itu penulis juga memakai landasan teori magi. Menurut Dhavamony 2001: 47, magi adalah suatu fenomena yang sangat dikenal dan umumnya dipahami, namun tampaknya sangat sulit dirumuskan dengan tepat. Atau lebih jelasnya magi adalah kepercayaan dan praktik menurut yang mana manusia yakin bahwa secara langsung mereka dapat mempengaruhi kekuatan alam dan mereka sendiri, entah unuk tujuan baik atau buruk. Menurut Frazer dalam Dhavamony 1958:58 magi sama sekali tidak berkaitan dengan agama yang dedefinisikannya sebagai sesuatu orientasi ke arah roh, dewa-dewa, atau hal-hal lain yang melampaui susunan alam atau kosmik fisik ini. Ahli magi menghubungkan dirinya dengan kekuatan “supranaturral” yang melampaui alam dan manusia. Dengan demikian, magi adalah suatu jenis supranaturalisme . Shisa juga mempunyai kekuatan magi untuk menarik orang untuk bisa memilikinya dan meyakininya. Seolah-olah shisa mempunyai kekuatan supranatural yang tersembunyi. Selain itu, magi bersifat individual, magi biasanya merupakan keadaan dimana seseorang mempergunakan penyihir untuk memenuhi maksud-maksud pribadi tertentu. Misalnya kematian seorang musuh, penyembuhan penyakit, tercapainya kemakmuran atau kemenangan atas suatu perang B.Malinowski, 1967:88. Jika dilihat, shisa memiliki magi untuk melindungi pemiliknya dari roh jahat, menjaga agar roh baik tetap ada namun bukan untuk menyakiti atau merugikan seseorang. Selain mitos dan magi, penulis juga menggunakan landasan Takhayul yang hampir sama dengan magi namun jelas berbeda. Menurut Mustafa kamal dalam Mubarak 2009 Takhayul berasal dari Tahayalat yang artinya khayalan. Oleh karena itu Takhayul merupakan cerita hayalan dari manusia. Takhayul itu mitos, sesuatu yang tidak nyata khayali jadi Takhayul itu hanya ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal usulnya atau cerita dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Sedangkan menurut Yusfitriadi dalam Mubarak 2009, Takhayul adalah sesuatu yang tidak nyata. Itu hanya ada dalam cerita saja tidak nyata khayali. Berdasarkan pendapat diatas, cerita shisa juga bisa dikatakan cerita berupa khayalan belaka, khayalan-hkayalan yang dibuat oleh masyarakat okinawa saja. Namun khayalan ini bisa menjadi kenyataan dan bisa juga tidak sama sekali. Tetapi masyarakat Okinawa tetap menjadikan cerita tentang shisa sebagai suatu kepercayaan, karena sudah menjadi suatu kebudayaan bagi masyarakat Okinawa percaya terhadap cerita yang baik untuk mereka atau sebaliknya. Takhayul adalah semacam sistem kepercayaan ada unsur keyakinan terhadap sesuatu yang ada di luar jangkauan logika dan nalar. Keyakinan ini akan menjadi sebuah tradisi ketika dipertahankan dari generasi ke generasi http;kompas.com. maka dari itu cerita tentang shisa yang dipercaya dapat melindungi dari roh jahat ini sudah menjadi suatu kepercayaan dan keyakinan yang telah tertanam kuat dalam masyarakat Okinawa. Penulis juga menggunakan teori interaksionalisme simbolik. Teori ini memiliki tiga premis utama, yang salah satunya yaitu manusia bertindak terhadap sesuatu benda, orang, atau ide atas dasar makna yang diberikan kepada sesuatu itu Bungin, 2010: 7. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya bahwa penulis juga akan coba menguraikan mengenai kearifan lokal yang terdapat dalam kepercayaan patung shisa. Kearifan lokal bersumber dari nilai budaya yang dimanfaatkan untuk menata kehidupan komunitas. Kearifan lokal juga sering dianggap padanan kata Indigenous Knowledge yakni kebiasaan, pengetahuan, persepsi, norma, dan kebudayaan yang dipatuhi bersama suatu masyarakat dan hidup turun-temurun Sibarani, 2012:120-121. Di dalam kepercayaan terhadap patung shisa, terdapat nilai-nilai budaya yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga kehidupan bermasyarakat tertata dengan baik. Kebiasaan meletakkan patung shisa di setiap bangunan ini telah ada dan dilakukan sejak dahulu dan disampaikan turun-temurun sehingga masih hidup sampai sekarang. Geertz dalam Sibarani 2012:131 mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitas. Dengan kata lain, kearifan lokal dapat membentuk karakter baik seorang individu yang dapat mengangkat harkat dan martabatnya. Kepercayaan terhadap patung shisa ini mengajarkan masyarakat untuk tidak mencuri, merawat binatang khususnya anjing dengan baik, dan lain-lain. Karna hal ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak sadar telah membentuk karakter yang baik dalam diri setiap masyarakat Okinawa .

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, ada tujuan dari penelitian yang ingin dilakukan, yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana asal-usul munculnya patung shisa 2. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Okinawa terhadap patung shisa sebagai sebuah kearifan lokal

2. Manfaat Penelitian

1. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pembaca untuk menambah pemahaman dan pengetahuan tentang sejarah atau asal usul munculnya patung shisa 2. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pembaca untuk menambah pemahaman dan pengetahuan tentang fungsi dan pandangan masyarakat Okinawa terhadap patung shisa sebagai bagian dari kearifan lokal 3. Menambah referensi atau informasi untuk peneliti lain yang ingin melakukan penelitian berhubungan dengan patung shisa

1.6 Metode Penelitian

Istilah metode memiliki arti jalan atau cara yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan. 2 hal penting yang terdapat dalam sebuah metode yaitu cara melakukan sesuatu dan rencana didalam pelaksanaannya. Metode adalah cara yang sudah dipikirkan masak-masak dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai tujuan yang dikehendaki http:carapedia.com. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Ini adalah suatu metode yang dipakai untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasi, mengkaji dan menginterpretasikan data. Penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data- data yang diperoleh, dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada Koentjaraningrat 1976: 30. Selain metode deskriptif, dalam melakukan penelitian ini penulis juga menggunakan metode studi kepustakaan library Research. Metode ini sangat penting bagi peneliti. Menurut Nasution 1996 : 14, metode kepustakaan atau Library Research adalah mengumpulkan data dan membaca referensi yang berkaitan dengan topik permasalahan yang dipilih penulis. Kemudian merangkainya menjadi suatu informasi yang mendukung penulisan skripsi ini. Studi kepustakaan merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang dilakukan. Beberapa aspek yang perlu dicari dan diteliti meliputi: masalah, teori, konsep, kesimpulan serta saran. Agar penelitian ini lebih jelas, peneliti juga mencari dan mengumpulkan data- data dari beberapa situs di internet yang mendukung permasalahan yang akan diteliti. Seluruh data-data yang didapat dari studi kepustakaan dan internet akan dianalisa dan kemudian diinterpretasikan agar diperoleh hasil kesimpulan.

BAB II SEJARAH OKINAWA DAN KEMUNCULAN PATUNG SHISA

2.1 Sejarah Okinawa

Okinawa atau 沖 縄 adalah salah satu prefektur yang ada di Jepang. Kata “Okinawa” adalah sebutan untuk pulau dalam bahasa Jepang, pertama kali ditemukan dalam biografi Jianzhen yang ditulis pada tahun 779. Okinawa terletak di sebelah selatan Kyushu dan dikelilingi oleh laut Cina timur dan Samudera Pasifik. Okinawa juga merupakan pulau terbesar di kepulauan ryukyu, Jepang dengan luas wilayah 2,271.30 km. Manusia diyakini telah menetap di pulau ini sekitar puluhan ribu tahun yang lalu. Bukti-bukti tertua yang menyatakan keberadaan manusia di kepulauan ryukyu bagian dari pulau Okinawa di temukan di Naha dan Yaese berupa serpihan tulang dari zaman paleolitikum. Tetapi orang-orang yang diduga telah beberapa kali datang ke pulau ini berasal dari Cina Selatan, Asia Tenggara, Polinesia, dan terakhir dari daratan Jepang. Jika membahas mengenai awal mula berdirinya prefektur Okinawa, ini secara langsung berkaitan erat dengan sejarahnya. Pada awalnya, Okinawa bukanlah bagian dari prefektur Jepang. Dahulu, daerah ini merupakan sebuah pulau yang terpisah dari Jepang dan di pulau ini berdiri tiga kerajaan yang kemudian menjadi satu kerajaan yang bernama ryukyu. Kerajaan ini sering melakukan hubungan kerjasama dengan Cina seperti perdagangan dan pengiriman mahasiswa untuk belajar di Cina. Dampak dari hubungan kerjasama ini, banyak kebudayaan Cina yang masuk dan mengalami akulturasi dengan kebudayaan setempat. Maka tak heran jika tradisi kebudayaan