dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 7.500.000,00 tujuh juta lima ratus ribu rupiah untuk setiap pelanggaran.
Namun demikian, dalam pelaksanaanya masih ditemukan adanya ketidakpatuhan PPAT atas ketentuan Pasal 24 UU BPHTB. Adapun faktor-faktor
penyebab kepatuhan ataupun ketidakpatuhan dari PPAT yang dijadikan responden dalam pembuatan akta hibah terkait dengan pembayaran BPHTB yang menjadi
kewajiban dari penghadap wajib pajak dari pembahasan pada bab sebelumnya, yang ditinjau dari kepatuhan penandantangan akta setelah adanya bukti setoran BPHTB,
pelaporan pajak nihil dan juga dasar penghitungan BPHTB, sebagaimana dijelaskan berikut ini:
1. Kepatuhan penandatanganan Akta Hibah setelah adanya bukti setoran SSB dari wajib pajak
UU BPHTB menentukan PPAT yang berwenang dalam pembuatan akta hibah, hanya dapat menandatangani akta tersebut pada saat wajib pajak menyerahkan
bukti pembayaran pajak. Hal ini menunjukkan adanya kewajiban bagi para pihak yang membuat akta hibah untuk membayar pajak BPHTB terlebih dahulu baru
dapat dibuat akta hibahnya oleh PPAT yang bersangkutan. Walaupun pembayaran pajak tersebut merupakan kewajiban penghadap atau Wajib Pajak atau bukan
kewajiban PPAT, tetapi dalam prakteknya PPAT selalu membantu wajib pajak untuk pembayaran pajak tersebut.
Pembayaran pajak akibat perbuatan hukum perolehan hak atas tanah dan atau bangunan karena hibah itu dilakukan oleh PPAT sendiri ke bank yang ditunjuk atau
Universitas Sumatera Utara
kantor pos dan giro dengan hanya memperlihatkan surat bukti pembayaran pajaknya atau Surat Setoran BPHTB SSB. Surat bukti inilah yang merupakan dasar bagi
PPAT untuk menandatangani akta hibah yang dilakukan itu.
100
PPAT yang dijadikan responden hanya akan menandatangani akta setelah adanya bukti setoran SSB pajak dari wajib karena UU BPHTB mengharuskan
PPAT hanya boleh menandatangani akta hibah setelah adanya bukti setoran BPHTB dari wajib pajak tersebut. Namun demikian ada sebanyak 16,67 responden yang
pernah menandatangani akta walaupun belum ada bukti setoran SSB tersebut karena transaksi dilakukan sudah lewat jam setor pajak, jadi ditunda penyetoran sampai
besok hari. Sesuai Pasal 24 dan Pasal 26 UU BHPTB secara tegas ditentukan adalah
sanksi bagi PPAT yang tidak mematuhi ketentuan penandatanganan akta hibah harus terlebih dahulu adanya bukti setoran pembayaran pajak BPHTB SSB, yaitu PPAT
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dikenakan sanksi administrasi dan denda sebesar Rp 7.500.000,00 tujuh juta lima ratus ribu rupiah untuk setiap
pelanggaran. Berdasarkan keterangan PPAT yang dijadikan responden, masih kurang
penerapan sanksi atas pelanggaran Pasal 24 sesuai dengan Pasal 26 UU BPHTB tersebut, sebagaimana tabel berikut ini:
100
Hasil wawancara dengan Bapak T. Deddy Iskandar, S.H., NotarisPPAT di Kota Medan, tanggal 15 Juli 2008 di Medan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 10. Penerapan Sanksi Pelanggaran Atas Pasal 24 Dan Pasal 26 UU BPHTB
n = 6
No. Jawaban Responden
n 1.
Tidak Adanya Penerapan Sanksi 2
33,33 2.
Adanya Penerapan Sanksi 4
66,67 Jumlah
6 100,00
Dari tabel di atas, terlihat bahwa PPAT yang dijadikan responden, yaitu sebanyak 4 atau 66,67 PPAT menyatakan adanya penerapan sanksi bagi PPAT yang tidak
mematuhi ketentuan Pasal 24 sesuai Pasal 26 UU BPHTB. Akan tetapi terdapat sebanyak 2 atau 33,33 PPAT yang menyatakan tidak adanya sanksi pelanggaran
ketentuan Pasal 24 sesuai ketentuan Pasal 26 UU BPHTB tersebut. Kurang tegasnya penerapan sanksi yang terlihat dari adanya 16,67 PPAT
yang melakukan penandatanganan akta hibah sebelum adanya bukti setoran SSB atau melakukan penundaan penyetoran pembayaran SSB dari wajib pajak, tetapi tidak
dikenakan sanksi, sehingga terjadi ketimpangan dalam penerapan sanksi terhadap PPAT yang satu dengan PPAT yang lain yang telah melanggar ketentuan BPHTB
tersebut.
2. Kepatuhan pelaporan pajak nihil