Tabel 10. Penerapan Sanksi Pelanggaran Atas Pasal 24 Dan Pasal 26 UU BPHTB
n = 6
No. Jawaban Responden
n 1.
Tidak Adanya Penerapan Sanksi 2
33,33 2.
Adanya Penerapan Sanksi 4
66,67 Jumlah
6 100,00
Dari tabel di atas, terlihat bahwa PPAT yang dijadikan responden, yaitu sebanyak 4 atau 66,67 PPAT menyatakan adanya penerapan sanksi bagi PPAT yang tidak
mematuhi ketentuan Pasal 24 sesuai Pasal 26 UU BPHTB. Akan tetapi terdapat sebanyak 2 atau 33,33 PPAT yang menyatakan tidak adanya sanksi pelanggaran
ketentuan Pasal 24 sesuai ketentuan Pasal 26 UU BPHTB tersebut. Kurang tegasnya penerapan sanksi yang terlihat dari adanya 16,67 PPAT
yang melakukan penandatanganan akta hibah sebelum adanya bukti setoran SSB atau melakukan penundaan penyetoran pembayaran SSB dari wajib pajak, tetapi tidak
dikenakan sanksi, sehingga terjadi ketimpangan dalam penerapan sanksi terhadap PPAT yang satu dengan PPAT yang lain yang telah melanggar ketentuan BPHTB
tersebut.
2. Kepatuhan pelaporan pajak nihil
Nilai Perolehan Objek Kena Pajak NPOPKP adalah besaran tertentu dari NPOP yang boleh dikenakan pajak. Pasal 8 UU BPHTB menetapkan Nilai Perolehan
Objek Pajak Kena Pajak diperoleh dengan cara mengurangkan Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
NPOPTKP.
Universitas Sumatera Utara
Dalam BPHTB, Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak ditetapkan sebagai dasar perhitungan pajak. Dengan demikian NPOPKP merupakan basis pajak pada
BPHTB. Sesuai Pasal 5 UU BPHTB tarif pajak ditetapkan sebesar 5 persen. Besarnya
tarif pajak yang digunakan untuk menetapkan BPHTB terutang ditetapkan sebesar 5 persen dari Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak NPOPKP, dan dalam
perolehan karena hibah adanya ketentuan pengurangan pajak sebesar 50 untuk hibah sedarah antara anak kepada orangtua atau sebaliknya.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPTKP adalah suatu besaran tertentu dari Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP yang tidak dikenakan
pajak. Apabila NPOP yang menjadi dasar pengenaan pajak suatu objek BPHTB kurang dari NPOPTKP yang ditetapkan, atas objek tersebut tidak ada BPHTB yang
harus dibayar atau tidak terutang BPHTB. Sementara itu, apabila NPOP besarnya lebih dari NPOPTKP yang ditetapkan, besarnya pajak terutang dihitung dari selisih
antara NPOP dan NPOPTKP. NPOPTKP ditetapkan berdasarkan ketentuan Pasal 7 UU BPHTB, yang
besarnya ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00, demikian juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 pada pokoknya menentukan
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah.
101
101
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 113 Tahun 2000 tentang Penentuan Besarnya NPOPTKP BPHTB.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu dalam perolehan hak karena hibah dapat saja terjadi dalam nilai transaksi atas harga pasar atau atas dasar NJOP tidak memenuhi syarat untuk
dikenakan BPHTB sesuai ketentuan peraturan yang berlaku. Dengan demikian, dalam hal terjadinya perolehan hak secara hibah nilai pasar
atau NJOP tidak melebihi NPOPTKP sehingga pajak BPHTB terutang adalah nol nihil, maka dapat saja PPAT yang bersangkutan langsung membuat akta hibah
tanpa harus meminta bukti setoran pajak BPHTB terlebih dahulu dari wajib pajak. Namun demikian, menurut PPAT yang dijadikan responden sebanyak 83,33 hanya
akan menandatangani akta hibah tersebut setelah adanya bukti SSB dari wajib pajak, walaupun pajak terutang adalah nihil. Hal ini menunjukkan bahwa PPAT mematuhi
ketentuan UU BPHTB walaupun pajak nihil harus dilaporkan sebelum penandatanganan akta hibah tersebut.
3. Kepatuhan dasar penghitungan BPHTB