BAB 6 PEMBAHASAN
Kebutuhan estetis yang tinggi menyebabkan resin komposit yang sudah mengalami banyak kemajuan kini menjadi pilihan yang umum dalam merestorasi
kavitas Klas V. Salah satu penyebab utama dari kegagalan restorasi Klas V resin komposit adalah stress akibat
shrinkage
polimerisasi dan morfologi kavitas yang mempersulit perlekatan. Kegagalan perlekatan ini dapat menyebabkan kebocoran
mikro yang dapat menimbulkan masalah lain seperti karies rekuren, diskolorisasi restorasi, hipersensitifitas, dan patologi pulpa.
37
Evaluasi celah mikro secara in vitro dapat dilakukan salah satunya dengan studi penetrasi zat warna. Metode ini menjadi pilihan yang paling sering digunakan
karena proses kerjanya yang mudah, sederhana, ekonomis, dan relatif cepat.
38
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 30 gigi premolar maksila yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti dan sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan, yaitu tidak ada fraktur, belum pernah direstorasi, mahkota masih utuh, tidak karies, dan belum pernah dietsa dan
bonding
. Gigi premolar maksila digunakan dalam penelitian ini karena memiliki prevalensi lebih banyak diekstraksi untuk
keperluan ortodonti. Gigi-geligi premolar maksila direndam dalam larutan
saline
sehingga gigi tetap lembab sampai diberikan perlakuan. Sampel direndam selama 24 jam dalam
methylene blue
2, kemudian dilakukan pembelahan sampel menjadi bagian mesial dan distal tanpa
membandingkan hasil kedua skor, diamati dengan stereomikroskop pembesaran 20x dan dicatat dengan skor 0-3 sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arslan dkk
2013.
1
Nilai skor yang dihitung merupakan nilai skor rata-rata antara skor mesial dan distal.
Penelitian ini melihat pengaruh
Stress Decreasing Resin
SDR dan resin
flowable
sebagai
intermediate layer
pada restorasi Klas V resin komposit terhadap
Universitas Sumatera Utara
celah mikro dan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yaitu resin komposit
flowable
sebagai
intermediate layer
dan kelompok kontrol negatif yaitu resin komposit
nanohybrid
tanpa
intermediate layer
. Dari data hasil pengukuran pengamatan celah mikro pada restorasi Klas V ini
secara statistik terlihat bahwa kelompok III yang menggunakan resin komposit
nanohybrid
tanpa
intermediate layer
memiliki nilai rerata tertinggi yaitu 3.000 ± 0.3162. Sementara nilai rerata celah mikro pada kelompok II yang menggunakan
resin
flowable
sebagai
intermediate layer
sebesar 2.000 ± 0.7379 dan pada kelompok I yang menggunakan
Stress Decreasing Resin
SDR sebagai
intermediate layer
memiliki nilai rerata terendah yaitu 1.500 ± 1.0593. Pada uji
Kurskal Wallis
menunjukkan secara statistik bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada ketiga kelompok perlakuan dengan nilai p=0.008. Hasil ini menunjukukkan bahwa restorasi
resin komposit tanpa aplikasi
intermediate layer
memiliki peluang lebih tinggi terhadap resiko timbulnya celah mikro.
Hal ini dapat disebabkan resin komposit yang digunakan pada kelompok III adalah resin komposit
nanohybrid
yang memiliki viskositas tinggi, dengan daya alir yang rendah menyebabkan adaptasi yang kurang baik dengan kavitas. Sifat material
yang kaku ini menimbulkan stress pada interfasial restorasi, yang apabila stress
shrinkage
ini tidak dapat dikompensasi oleh lapisan adhesif dapat menyebabkan kegagalan ikatan.
39
Selain itu, tingginya skor pada kelompok III juga dapat dipengaruhi oleh peletakan resin komposit secara
bulk.
Usha dkk 2011 menemukan bahwa peletakan resin komposit secara
incremental
pada resin komposit berbasis
silorane
memiliki angka celah mikro yang lebih rendah dikarenakan
shrinkage
polimerisasi yang lebih kecil.
1
Pada kelompok II yang menggunakan resin
flowable
sebagai
intermediate layer
menunjukkan hasil yang lebih rendah, hasil ini sesuai dengan penelitian Simi dan Suprabha 2011 yang menunjukkan adaptasi marginal dari resin komposit
meningkat apabila resin
flowable
digunakan sebagai
intermediate layer.
Chuang dkk 2004 pada penelitiannya juga menemukan bahwa penggunaan resin
flowable
dengan ketebalan 0,5-1 mm dibawah restorasi resin komposit
packable
sebagai
Universitas Sumatera Utara
intermediate layer
secara signifikan dapat mengurangi celah mikro. Resin
flowable
sebagai
intermediate layer
mengasilkan adapatasi lebih baik pada kavitas karena modulus elastisitasnya yang rendah dan dapat mengurangi stress
shrinkage
saat berperan sebagai
stress-breaking liner
.
1
Kelompok I dengan aplikasi SDR sebagai
intermediate layer
menunjukkan nilai rerata terendah. Hal ini dapat disebabkan
shrinkage
volumetrik SDR yang lebih rendah yaitu 3,5 dan stress polimerisasi yang lebih rendah yakni 1,4 MPa jika
dibandingkan dengan resin
flowable
dengan stress 4 MPa.
23
Hasil ini sejalan dengan penelitian Koltisko dkk 2010 dimana stress polimerisasi SDR lebih rendah dari
resin
flowable
lainnya. Hasil kelompok I dan II menunjukkan hasil yang sejalan dengan penelitian Lokhande dkk 2013 dimana aplikasi resin
flowable
sebagai
intermediate layer
dibawah komposit
hybrid
dan
packable
menunjukkan angka kebocoran mikro yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan restorasi tanpa
aplikasi
intermediate layer.
4
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
Mann-Whitney
pada Tabel 5, tidak terdapat perbedaan yang signifikan p0.05 terhadap celah mikro pada
restorasi Klas V resin komposit dengan SDR dan resin
flowable
sebagai
intermediate layer.
Selain itu, terdapat perbedaan signifikan p0.05 antara kelompok perlakuan I dan II dengan
intermediate layer
dan kelompok III tanpa aplikasi
intermediate layer.
Terdapat beberapa faktor yang mungkin menyebabkan tidak terdapat perbedaan signifikan antara SDR dengan resin
flowable
dan masih terdapat celah mikro pada ketiga kelompok perlakuan, seperti stress polimerisasi dan
shrinkage,
kegagalan ikatan, sifat fisik dan mekanis dari bahan restorasi.
38
Meskipun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara SDR dan resin
flowable,
Namun, dari hasil pengamatan skor celah mikro Tabel 3, pada kelompok dengan aplikasi SDR terdapat 1 satu sampel yang tidak mengalami
kebocoran mikro dan sebanyak 5 lima sampel menunjukkan kebocoran mikro sampai batas enamel. Sedangkan pada kelompok dengan aplikasi resin
flowable
terdapat sebanyak 5 lima sampel yang menunjukkan kebocoran mikro yang lebih
Universitas Sumatera Utara
dalam sampai dentin. Hasil ini menunjukkan kebocoran mikro yang lebih rendah pada SDR dibandingkan resin
flowable.
SDR terdiri dari kombinasi unik struktur molekul besar dengan bagian kimia yang disebut modulator polimerisasi dan secara kimia tertanam di tengah pusat
monomer resin SDR yang berpolimerisasi. Berat molekul yang tinggi di sekitar pusat modulator memberikan fleksibilitas dan struktur jaringan resin SDR yang baik
sehingga menghasilkan
shrinkage
volumterik yang lebih rendah.
Shrinkage
volumetrik yang lebih rendah berkontribusi dalam pengurangan stress
shrinkage
secara keseluruhan.
23
Hal inilah yang dapat menyebabkan SDR memiliki skor yang lebih rendah dibanding dengan resin
flowable.
Di sisi lain, SDR dan resin
flowable
merupakan jenis material yang sama dan memiliki sifat dasar yang serupa. SDR direkomendasikan sebagai basis dari kavitas
yang dalam seperti kavitas Klas I dan II, dimana SDR dapat diaplikasikan sampai dengan ketebalan 4 mm yang kemudian ditutupi dengan lapisan resin komposit
packable.
23
Sehingga pada kavitas yang dangkal dengan aplikasi 1 mm
intermediate layer
dan 1 mm resin kompsit
nanohybrid
menyebabkan kelebihan yang dimiliki SDR tidak terlihat secara signifikan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Swift dkk
1996 dimana penggunaan resin dengan viskositas rendah sebagai
intermediate
layer tidak memiliki pengaruh yang konsisten terhadap celah mikro pada restorasi Klas V
resin komposit.
1
Dengan kata lain, resin
flowable
dan SDR menunjukkan efek yang hampir sama terhadap pengurangan stress pada kavitas dangkal
,
sehingga tidak ditemukan perbedaan signifikan diantara kedua kelompok.
Kebocoran mikro lebih sering terjadi pada daerah margin dengan sedikit enamel yang merupakan karakteristik dari kebanyakan lesi kavitas Klas V. Perlekatan
antara komposit dan dentin tidak sekuat ikatannya dengan enamel, sehingga bahan restorasi dapat berpindah kearah oklusal selama kontraksi polimerisasi dan
menyebabkan adaptasi yang buruk pada margin servikal.
6
Kumar Gupta dkk 2012 menyatakan bahwa stress fleksural pada margin servikal lebih tinggi dibandingkan
dengan margin oklusal menyebabkan tingginya angka celah mikro pada dentin.
6,17,38
Universitas Sumatera Utara
Salah satu faktor pada penelitian ini yang mungkin menyebabkan masih ditemukan celah mikro pada ketiga kelompok adalah tidak dilakukan pembuatan
bevel pada margin enamel. Retensi dari perlekatan marginal dapat ditingkatkan dengan pembuatan bevel pada margin enamel. Pembuatan bevel menyebabkan
kondisi prisma enamel yang lebih menguntungkan untuk dietsa dan memaparkan lebih banyak permukaan
enamel rods
untuk
bonding.
De-Souza 2009 menyatakan bahwa keberadaan bevel dapat mengurangi timbulnya celah mikro.
28
Penggunaan bahan adhesif ditujukan untuk menciptakan adhesi pada dentin yang mampu menahan gaya yang terlibat selama
shrinkage
polimerisasi dari resin komposit. Penelitian menunjukkan bahwa perlekatan dentin adhesif tergantung pada
pembasahan dan penetrasi dari sistem adhesif dentin, serta reaktivitas dari pemukaan dentin yang diberi perlakuan.
10,18
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan merupakan gigi non vital yang telah banyak kehilangan kandungan air, dan lamanya
gigi semenjak pencabutan tidak terkendali sehingga mempengaruhi kekuatan fisik dan struktur gigi. Hal ini dikarenakan komponen air di dalam tubulus dentin memiliki
kemampuan untuk mendistribusikan tekanan pada gigi dan kolagen dalam tubulus dentin yang membentuk
hybrid layer
tidak terbentuk lagi menyebabkan perlekatan bahan adhesif yang kurang optimal.
Hal lain yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian ini adalah perbedaan usia yang tidak diketahui dari sampel. Perbedaaan komposisi dari dentin akibat usia
dapat mempengaruhi kinerja sistem adhesif, dimana sebagian dapat berikatan lebih baik pada jaringan
hypermineralized
dibanding dengan substrat oraganik. Fisiologi dari dentin seperti tubulus dentin yang besar pada gigi usia muda dapat mengurangi
hasil perlekatan dari sistem adhesif. Hal ini disebebabkan jaringan yang kurang termineralisasi dan tubulus yang terbuka berkontribusi terhadap kontaminasi dari
permukaan adhesif. Namun, Tagami dkk 1993 pada penelitiannya terhadap empat sistem adhesif
total etch
pada kelompok usia muda 9-21 tahun dan tua 42-64 tahun menunjukkan kekuatan perlekatan yang hampir sama pada kedua kelompok.
Brackett dkk 2008 juga menyimpulkan bahwa usia dentin tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan dari sistem adhesif.
41
Universitas Sumatera Utara
Derajat konversi juga dapat mempengaruhi stress
shrinkage.
Derajat konversi yang rendah menyebabkan
shrinkage
dan kontraksi yang rendah pula, namun terdapat penurunan sifat mekanis dari bahan restorasi. Resin komposit
packable
mempunyai derajat konversi yang tidak merata, yakni 50 untuk bagian bawah restorasi dan 70
untuk bagian atas restorasi.
23
SDR mempunyai derajat konversi yang merata, namun nilai derajat konversi SDR tidak terlalu tinggi, yaitu hanya 60 yang menunjukkan
belum terjadi proses polimerisasi secara lengkap yang dapat menyebabkan pembentukan jaringan polimer yang tidak lengkap. Komposit dengan polimerisasi
yang buruk tidak dapat secara adekuat berikatan dengan sistem adhesif dan akan menyebabkan terbentuknya celah.
20
Akan tetapi, berdasarkan skor sampel yang diperoleh dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa celah mikro terutama terjadi
pada resin komposit
nanohybrid
. Hasil penelitian yang diperoleh juga dapat menjadi kurang jelas dikarenakan
evaluasi intergritas adaptasi restorasi menggunakan penetrasi cairan hanya dievaluasi pada sisi bukal, dan hasil pengamatan digunakan untuk menggambarkan kualitas
restorasi secara keseluruhan. Selain itu, heterogenitas struktur dari sampel juga dapat mempengaruhi kualitas dari lapisan adhesif.
12
Variabel yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini seperti masa atau jangka waktu pencabutan gigi sampai
perlakuan, kelembapan kavitas, serta volume dan aplikasi bahan restorasi juga dapat mempengaruhi.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh penggunaan
intermediate layer
dibawah resin komposit
nanohybrid
pada restorasi Klas V dapat mengurangi timbulnya celah mikro. Meskipun tidak terdapat perbedaan
yang signifikan, aplikasi SDR sebagai
intermediate layer
memiliki tingkat kebocoran mikro yang sedikit lebih rendah dibandingkan resin
flowable
. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Arslan dkk 2013 dimana tidak terdapat pengaruh
penggunaan SDR dan resin
flowable
sebagai
intermediate layer
pada restorasi Klas V terhadap
celah mikro.
Universitas Sumatera Utara
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN