KERANGKA BERFIKIR KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN

terbiasa dengan prilaku mencuri dan mencontek dalam ujian. Para guru juga sering melakukan hal yang sama, yakni memberi toleransi terhadap kondisi tersebut. Demikian halnya di perguruan tinggi, di mana kejujuran tidak lagi menjadi pegangan. Pendidikan telah menjadi sarana bersaing memperebutkan masa depan secara tidak sehat. Ketidakjujuran yang sudah diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan secara langsung maupun tidak langsung telah berkontribusi pada lahirnya sindrom verbalisme kejujuran di masyarakat kita. “Keempat, hilangnya keteladhanan di dalam masyarakat. Semakin langkanya orang jujur di dalam masyarakat menyebabkan terjadinya krisis keteladanan”. 38 Masyarakat menjadi tidak punya panutan untuk diikuti, yang menyebabkan kesadaran kolektif masyarakat untuk menggunakan nilai-nilai luhur dalam kehidupan bersama menjadi lemah. Tidak adanya panutan membuat masyarakat mencari panutan dari luar, yang berdampak pada terjadinya krisis identitas dalam masyarakat. Para muda-mudi lebih suka menjadikan artis-artis Hollywood atau artis sinetron sebagai panutan gaya hidup. Sementara memperkenalkan Rasulullah dan para Sahabat sebagai panutan justru kurang diminati karena tokoh-tokoh masyarakat sendiri prilaku dan gaya hidupnya jauh dari teladhan Rasulullah dan para sahabat. Itulah salah satu dampak krisisnya keteladhanan yang diberikan oleh anggota keluarga sehingga berdampak luas terhadap tokoh yang dijadikan panutan dalam berperilaku sehari-hari.

C. KERANGKA BERFIKIR

Masalah-masalah spiritual kurang mendapat perhatian serius dari para konseptor pendidikan dan pemerhati pendidikan lainnya selama ini, bahkan sepertinya para tokoh dan akademisi pendidikan cenderung meremehkan pengaruh spiritualitas dalam kehidupan belajarnya, kaum akademisi saat ini seakan-akan meyakini otaknya sebagai satu-satunya kekuatan yang paling 38 Yusnidur Usman Musa, Sabtu 19 Januari 2008, http:pulapingkui.blogspot.com 200801sindrom-verbalisme-kejujuran.html dominan dalam pembelajaran. Padahal itu juga belum tentu yang terbaik. “Jika spiritualitas dibedah secara benar dan terimplementasi dalam kehidupan pseserta didik, maka akan dengan sendirinya peserta didik tersebut akan menjadi baik. Harusnya semua orang yang ada di institusi kependidikan mengkaji hal ini secara serius. Sehingga pengaruhnya terhadap diri peserta didik dan belajarnya dapat diketahui”. 39 Menurut penulis, gagalnya pendidikan lebih disebabkan gagalnya institusi pendidikan mendidik moral dan menciptakan kepribadian yang baik. Maka penulis menganggap penting sekali melihat dimensi spiritual untuk dikaitkan dengan pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Kekuatan spiritual sebagai moral effect yang sangat penting guna memotivasi belajar, menerapkan nilai-nilai kejujuran, dan lebih-lebih dalam keberhasilan pembelajaran. Untuk itulah, penulis mengangkat spiritualitas sebagai narasi besar. Karena hal tersebut sangat krusial dan berpengaruh pada dimensi pendidikan, khususnya penerapan nilai-nilai kejujuran dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, kajian skripsi ini akan mencoba membedah sesuatu yang disebut sebagai gunungnya ilmu oleh Igo Ilham. Sebagai unsur terdalam yang terbenam dan paling kuat pengaruhnya terhadap gerak control action manusia. Kekuatan ini dibuktikan ada, dan masuk dalam salah satu kategori kecerdasan, yang tentunya dapat dipelajari, diasah, dan dipertajam sebagaimana kecerdasan-kecerdasan yang lain. Orang-orang menyebutnya dengan sebutan kecerdasan spirtitual atau Spiritual Quotient SQ.

D. PENGAJUAN HIPOTESIS