Gambaran Persepsi Pasien Tuberkulosis terhadap Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan

(1)

GAMBARAN PERSEPSI PASIEN TUBERKULOSIS

TERHADAP PELAYANAN RAWAT INAP DI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK,

MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

ONG ZHONG WEI

070100246

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Penelitian dengan Judul :

Gambaran Persepsi Pasien Tuberkulosis terhadap Pelayanan Rawat

Inap di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan

Yang dipersiapkan oleh:

ONG ZHONG WEI

070100246

Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk

dilanjutkan ke Ujian KTI.

Medan, 25 November 2010

Disetujui,

Dosen Pembimbing


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN PERSEPSI PASIEN TUBERKULOSIS TERHADAP PELAYANAN RAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM

MALIK, MEDAN

NAMA : ONG ZHONG WEI

NIM : 070100246

Pembimbing Penguji

... ...

(dr. Nuraiza Meutia, M. Biomed) (dr. Juliandi Harahap, MA)

NIP: 197309112001022001 NIP: 19700702199802100

...

(Prof. DR. dr. Rozaimah Z. Hamid, MS, Sp.FK)

NIP: 195304171980032001

Dekan

... (Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH)


(4)

ABSTRAK

Jumlah penderita Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih berada pada urutan tertinggi ketiga di dunia, yang pada umumnya disebabkan kurang diperhatikannya faktor kebersihan. Indonesia urutan ketiga setelah India dan China yang terbanyak angka penderita TB-nya. Penyebab utama tingginya penderita TB di Indonesia karena kebersihan kurang terjaga. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Penelitian yang dilakukan ini bersifat cross-sectional study yang bersifat deskriptif. Populasi pasien TB yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik tahun 2008 adalah kira-kira 227 orang. Dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara total sampling, jumlah sampel yang berjaya diambil sepanjang bulan Oktober 2010 sebanyak 23 orang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesediaan kelayakan pelayanan rawat inap penderita tuberkulosis di rumah sakit. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang diberi akreditasi sebagai Rumah Sakit tipe A di Medan sewajarnya memiliki pelayanan yang mencapai standar pelayanan yang cukup untuk menangani pasien yang semakin bertambah. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit serta kesadaran tenaga kerja kesehatan untuk melindungi diri.

Hasil penelitian ini menunjukkan 12 orang responden (57.1%) mengatakan pelayanan RSUP H Adam Malik cukup baik, 8 orang responden (38.1%) mengatakan pelayanan sedang, dan 1 orang responden (4.8%) mengatakan pelayanan kurang baik. Hasil 2 orang responden tidak dimasukkan karena terjadi kesulitan komunikasi.

Kesimpulan: Sebagian besar pasien tuberkulosis yang dirawat inap menganggap pelayanan yang diberikan sudah baik


(5)

ABSTRACT

The number of people with Tuberculosis (TB) in Indonesia is still ranked third highest in the world, which is generally caused by lack of attention to hygiene factors. Indonesia ranked third among the all countries after India and China the largest number of TB patients. The main cause of high TB patients in Indonesia due to lack of cleanliness maintained. In addition to economic harm, TB also caused other adverse social impacts even ostracized by the community.

The design of this study is cross-sectional descriptive. The population of TB patients hospitalized at RSUP Haji Adam Malik in 2008 was approximately 227 people. By using the method of total sampling, the number of samples taken throughout the month that debuted in October 2010 is 23 people.

The objective of this study is to determine the level of inpatient care in hospitals for tuberculosis. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Hospital is accreditation as type A Hospital in Medan reasonably have services that reach the standard of service which is up to standard. In addition, this study aims to determine the stage of patient satisfaction on hospital services and awareness of health workers to protect themselves.

The results of this study showed 12 respondents (57.1%) said the standard of care RSUP H Adam Malik good service standards, 8 respondents (38.1%) said average service standards, and 1 respondent (4.8%) said poor service standards. Results 2 of the respondents were excluded because of communication difficulties.

Conclusion: Majority patients hospitalized agreed that the standard of care received is good.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur terhadap Tuhan yang Maha Esa, yang tidak henti-hentinya memberikan kurnia-Nya sehinggaa proposal penelitian ini telah selesai disusun oleh penulis sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Utara.

Penulis ingin mengambil peluang keemasan ini untuk merakamkan setinggi-tingginya penghargaan kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ong Duen Lii dan Lee Kiaw Ngee atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan serta segala bantuan baik berupa moral maupun materi yang tidak akan terbalas oleh penulis. Dalam penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus ikhlas, penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada:

1. dr. R. Lia Kesumawati dan dr. Nuraiza Meutia selaku dosen

pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya, memberikan semangat, motivasi dan bimbingan kepada penulis.

2. Prof. DR. dr. Rozaimah Zain Hamid dan dr. Juliandi Harahap selaku dosen penguji yang juga banyak member tunjuk ajar kepada penulis. 3. Abdul Hazim, Logaprakash, dan Latiff Iqramie selaku rakan

seperjuangan yang selalu bersedia untuk menghulurkan bantuan.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1.2 Rumusan Masalah... 1.3 Tujuan Penelitian... 1.4 Manfaat Penelitian... 1 2 2 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Tuberkulosis... 2.1.1 Definisi... 2.1.2 Epidemiologi... 2.1.3 Manifestasi... 2.1.4 Diagnosis... 2.1.5 Patofisiologi... 2.1.6 Penatalaksanaan... 2.1.7 Prevensi... 2.2 Kuman Tuberkulosis... 2.3 International Standards of Tuberculosis Care... 2.3.1 Pendahuluan... 2.3.2 Tujuan... 2.3.3 Standar Diagnosis... 2.3.4 Standar Pengobatan... 2.3.5 Standar Tanggungjawab Kesehatan Masyarakat... 5 5 5 6 6 13 14 17 18 18 18 19 19 20 22 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep... 3.2 Definisi Operasional... 23 23 BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian... 25


(8)

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 4.4 Metode Pengumpulan Data... 4.5 Metode Analisa Data...

25 25 27 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian... 5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden... 5.1.3 Hasil Analisis Statistik... 5.2 Pembahasan...

30 30 30 32 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan... 6.2 Saran...

39 39

DAFTAR PUSTAKA... 41


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1 Karakteristik Responden di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010...

31 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Standar

Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010...

32

5.3 Distribusi Frekuensi Penilaian Responden terhadap

Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010 Berdasarkan Jenis Kelamin...

33

5.4 Distribusi Frekuensi Penilaian Responden terhadap Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010 Berdasarkan Tingkat Pendidikan...

33

5.5 Distribusi Frekuensi Penilaian Responden terhadap

Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010 Berdasarkan Golongan Umur ...

34

5.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap Pertanyaan 1... 34 5.7 Distribusi Jawaban Responden terhadap Pertanyaan 2... 35 5.8 Distribusi Jawaban Responden terhadap Pertanyaan 3, 5, 6,

7, 14...


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Alur Diagnosis TB Paru... 11 3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 22


(11)

ABSTRAK

Jumlah penderita Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih berada pada urutan tertinggi ketiga di dunia, yang pada umumnya disebabkan kurang diperhatikannya faktor kebersihan. Indonesia urutan ketiga setelah India dan China yang terbanyak angka penderita TB-nya. Penyebab utama tingginya penderita TB di Indonesia karena kebersihan kurang terjaga. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.

Penelitian yang dilakukan ini bersifat cross-sectional study yang bersifat deskriptif. Populasi pasien TB yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik tahun 2008 adalah kira-kira 227 orang. Dengan menggunakan metode pengambilan sampel secara total sampling, jumlah sampel yang berjaya diambil sepanjang bulan Oktober 2010 sebanyak 23 orang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesediaan kelayakan pelayanan rawat inap penderita tuberkulosis di rumah sakit. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang diberi akreditasi sebagai Rumah Sakit tipe A di Medan sewajarnya memiliki pelayanan yang mencapai standar pelayanan yang cukup untuk menangani pasien yang semakin bertambah. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahap kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit serta kesadaran tenaga kerja kesehatan untuk melindungi diri.

Hasil penelitian ini menunjukkan 12 orang responden (57.1%) mengatakan pelayanan RSUP H Adam Malik cukup baik, 8 orang responden (38.1%) mengatakan pelayanan sedang, dan 1 orang responden (4.8%) mengatakan pelayanan kurang baik. Hasil 2 orang responden tidak dimasukkan karena terjadi kesulitan komunikasi.

Kesimpulan: Sebagian besar pasien tuberkulosis yang dirawat inap menganggap pelayanan yang diberikan sudah baik


(12)

ABSTRACT

The number of people with Tuberculosis (TB) in Indonesia is still ranked third highest in the world, which is generally caused by lack of attention to hygiene factors. Indonesia ranked third among the all countries after India and China the largest number of TB patients. The main cause of high TB patients in Indonesia due to lack of cleanliness maintained. In addition to economic harm, TB also caused other adverse social impacts even ostracized by the community.

The design of this study is cross-sectional descriptive. The population of TB patients hospitalized at RSUP Haji Adam Malik in 2008 was approximately 227 people. By using the method of total sampling, the number of samples taken throughout the month that debuted in October 2010 is 23 people.

The objective of this study is to determine the level of inpatient care in hospitals for tuberculosis. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Hospital is accreditation as type A Hospital in Medan reasonably have services that reach the standard of service which is up to standard. In addition, this study aims to determine the stage of patient satisfaction on hospital services and awareness of health workers to protect themselves.

The results of this study showed 12 respondents (57.1%) said the standard of care RSUP H Adam Malik good service standards, 8 respondents (38.1%) said average service standards, and 1 respondent (4.8%) said poor service standards. Results 2 of the respondents were excluded because of communication difficulties.

Conclusion: Majority patients hospitalized agreed that the standard of care received is good.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Sejak tahun 1997, WHO telah mulai menilai status dan perkembangan epidemiologi penyakit tuberkulosis setiap tahun. Penilaian ini termasuk aspek insidensi, prevalensi, mortalitas (WHO, 2009). Pada tahun 1997, kasus baru tuberkulosis diperkirakan 7.96 juta, angka ini termasuk 3.52 juta kasus infeksi tuberkulosis paru, dan angka kematian pada tahun 1997 lebih kurang 1.87 juta orang (Catanzano, 2008).

Jumlah penderita Tuberkulosis (TB) di Indonesia masih berada pada urutan tertinggi ketiga di dunia, yang pada umumnya disebabkan kurang diperhatikannya faktor kebersihan.

"Indonesia urutan ketiga setelah India dan China yang terbanyak angka penderita TB-nya. Penyebab utama tingginya penderita TB di Indonesia karena kebersihan kurang terjaga," menurut Paul Herrling (Depkes RI, 2009).

Menurut Paul Herrling, dari hasil penelitian yang dilakukannya Indonesia diketahui, faktor kebersihan menjadi penyebab utama seseorang terinfeksi bakteri penyebab TB, rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan, sempit, kotor dan kurang pencahayaan akan menjadi pemicu bakteri TB berkembang dan menjangkiti orang yang lemah kekebalan tubuhnya. Selain faktor kebersihan yang dapat menyebabkan seseorang menderita TB, gaya hidup juga dapat menjadi pemicu penyakit menular ini (Depkes RI, 2009). Menurut penelitian Muhammad Aris tahun 2001, faktor penularan tuberkulosis yang utama adalah gizi yang kurang, kebiasaan merokok, dan penghasilan individu. Penelitian yang dijalankan di Propinsi Kalimantan Selatan turut menunjukkan bahwa masyarakat kurang mendapat penyuluhan informasi tentang tuberkulosis, sehingga kesadaran untuk mengambil langkah efektif untuk mencegah tuberkulosis tidak ada.


(14)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15 – 50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 – 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial – stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. (Depkes RI, 2006)

Bagi pasien immunokompeten pada daerah endemis, infeksi primer tuberkulosis akan menjadi asimtomatik. Untuk pasien yang sedikit immunokompromi, maka infeksi primer akan berkembang menjadi infeksi paru, kalau adanya nekrosis pada paru akan mengakibatkan kematian juga. Keadaan ini juga dikenali sebagai “progressive primary tuberculosis”. Tuberkulosis postprimer adalah penyebab utama bagi morbiditas dan mortalitas seluruh dunia. Kematian pada penderita tuberkulosis sering disebabkan oleh berbagai komplikasi, misalnya: batuk kronik, hemoptysis, fibrosis, superinfeksi, bronchial stenosis, emfisema dan sebagainya (Catanzano, 2008).

Prevalensi tuberkulosis yang tinggi di Indonesia turut menyebabkan kasus rawat inap meninggi di berbagai rumah sakit. Prevalensi tuberkulosis di Provinsi Sumatera Utara mencapai 6000 orang ke atas, Kota Medan saja sudah mempunyai lebih daripada 2000 orang pasien tuberkulosis pada awal tahun 2010 dan angka ini masih bertambah lagi. Pasien tuberkulosis yang mencapai tahap fase laten perlu dirawat inap di rumah sakit. Ini telah menarik minat saya untuk meneliti apakah rumah sakit kita telah dilengkapi dengan fasilitas yang mencukupi untuk menangani kasus-kasus tuberkulosis yang semakin bertambah.

Tambahan pula, rendahnya mutu pelayanan kesehatan tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Isu sentral yang sering muncul adalah kesalahan medik, yang sering berlanjut dengan tuntutan hukum, baik kepada dokter, petugas kesehatan, maupun rumahsakit. Kesalahan medik bisa menimbulkan efek samping, bahkan cacat dan kematian. Penelitian di Salt Lake


(15)

City menemukan efek samping yang serius terjadi pada 1,7% pasien yang dirawat. Dengan parameter lebih rinci, ternyata angka kejadian meningkat menjadi 5,3%. Di Rumahsakit Pendidikan Chicago, 45,8% pasien diidentifikasi mengalami kesalahan medik (Syafrizal, 2007).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pasien tuberkulosis yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik mempunyai tanggapan yang baik terhadap pelayanan yang mereka peroleh?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui tingkat persepsi pasien TB yang dirawat inap penderita tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik terhadap pelayanan yang diperoleh.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui persepsi pasien terhadap pelayanan dari aspek diagnosa / evaluasi.

2. Mengetahui persepsi pasien terhadap pelayanan dari aspek gizi.

3. Mengetahui persepsi pasien terhadap pelayanan dari aspek proteksi.

4. Mengetahui persepsi pasien terhadap pelayanan dari aspek follow up / pemeriksaan.

5. Mengetahui persepsi pasien terhadap pelayanan dari aspek PMO.

1.4 Manfaat Penelitian


(16)

perbaikan pelayanan terhadap pasien tuberkulosis yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Tuberkulosis

2.1.1 Definisi Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

2.1.2 Epidemiologi

Jumlah kematian akibat penyakit tuberkulosis (TB) masih tinggi. Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2008 menyebutkan jumlah kematian akibat penyakit ini mencapai 88.113 orang. Sementara jumlah kasus TB adalah 534.439 orang.

Sejak penerapan strategi DOTS pada tahun 1995, Indonesia telah mencapai kemajuan yang cepat. Angka penemuan kasus 71% dan angka keberhasilan pengobatan sebesar 88,44%. Angka tersebut telah memenuhi target global yaitu angka penemuan kasus 70% dan keberhasilan pengobatan 85% (Depkes RI 2010) Sementara data TB dunia, tahun 2008 ini tercatat 9,2 juta kasus Dari jumlah itu, 1,7 juta meninggal. Meski demikian jumlah tersebut memperlihatkan jumlah kasus TB menurun sejak 2003

Indonesia berhasil mencapai angka 89,7 persen dalam penyembuhan penyakit TB. Angka ini melebihi target global minimal 85 persen yang ditentukan WHO. Selama ini pemerintah masih menggunakan penyembuhan dengan sistem pemeriksaan usap tenggorokan (basil tahan asap/BTA) untuk mengetahui adanya virus TB atau tidak. BTA selama ini menjadi standar pengobatan dalam penanganan kasus TB yang ditentukan WHO. Tetapi Indonesia mempunyai terobodan baru berupa active case finding.


(18)

Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, diperkirakan sebanyak 2.000 penderita Tuberkulosis (TB) ditemukan di Medan. Dimana, satu penderita akan menularkan kepada 10-15 orang dalam jangka waktu satu bulan. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Kesehatan Masyarakat (LSM JKM), Delyuzar, menerangkan bahwa saat ini pihaknya telah melatih kader-kader yang bekerja door to door untuk mendata para penderita dan memberikan pengarahan kepada masyarakat di lingkungan masing-masing. Karena, ungkapnya, kader jauh lebih efektif daripada jumlah tenaga kesehatan yang saat ini terbatas di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Menurut beliau, sampai saat ini baru ditemukan 75% kasus, dan 90% diantaranya yang diobati.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Penyakit ini pada fase awal tidak mempunyai simptom. Seandainya dijumpai simptom tuberkulosis, ini pasien telah memasuki fasa laten. Tanda-tanda awal terkena infeksi termasuk demam, menggigil, berkeringat pada waktu malam, simptom flu, simptom gastrointestinal, penurunan berat badan, tiada selera makan, lemah atau tidak bertenaga.

Tanda-tanda infeksi paru yang kronik termasuk batuk berlanjutan, sakit pada bagian dada, mengeluarkan sputum yang berdarah, sesak nafas, demam yang hilang timbul, penurunan berat badan, dyspnoea.

2.1.4 Diagnosis

Pada anak, diagnosis TB dapat didasarkan pada beberapa hal berikut:

2.1.4.1 Kontak dengan kasus sumber

Kontak dekat didefinisikan sebagai tinggal bersama di satu rumah atau mengalami kontak yang sering dengan kasus sumber yang pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif TB. Kasus sumber yang negatif pemeriksaan dahaknya


(19)

dengan mikroskop namun positif dengan kultur juga infeksius, namun tidak seberbahaya kasus sumber dengan pemeriksaan dahak mikroskopik yang positif.

Dengan dasar tersebut, ada beberapa poin yang penting:

• Anak di bawah 5 tahun yang mengalami kontak dekat dengan orang yang pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif TB harus menjalani pemeriksaan penyaring TB.

• Setiap satu kasus TB terdiagnosis pada anak atau remaja, kasus sumber dewasanya harus diteliti, terutama orang dewasa yang tinggal di rumah yang sama.

• Jika seorang anak mengalami TB yang infeksius, maka kontak selama masa anak-anak harus diteliti dan menjalani pemeriksaan penyaring. Kasus TB pada anak dianggap infeksius jika pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif atau memiliki kavitas (lubang) pada X-ray dadanya.

• Gejala TB.

Anak umumnya mengalami gejala kronis seperti batuk yang tak kunjung sembuh, demam, dan turunnya berat badan atau tidak naiknya berat badan terutama setelah menjalani program perbaikan gizi (nutritional rehabilitation).

Batuk kronik didefinisikan sebagai batuk yang tak kunjung sembuh dan tidak membaik selama lebih dari 21 hari (3 minggu) . Demam di sini didefinisikan sebagai demam lebih dari 380C selama 14 hari setelah kemungkinan penyebab lain dapat disingkirkan.

Walaupun TB luar paru-paru (extra pulmonary) seringkali tidak menunjukkan tanda yang jelas, beberapa tanda cukup spesifik untuk memulai pemeriksaan dan penanganan sesegera mungkin.

Tanda fisik seperti tonjolan di tulang belakang (gibbus) atau pembesaran kelenjar getah bening leher yang tidak nyeri dengan pembentukan saluran tempat


(20)

keluarnya nanah (fistula) sangat sugestif untuk TB luar paru-paru. Radang selaput otak (meningitis) yang tidak menunjukkan respon terhadap antibiotik, cairan pada rongga antara paru-paru dengan dinding dada (pleural effusion), cairan pada rongga selaput jantung (pericardial effusion), cairan pada rongga perut (ascites), pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri tanpa pembentukan fistula, pembengkakan sendi yang tidak nyeri, atau benjolan keras kemerahan di lengan/kaki (erythema nodosum) juga merupakan tanda-tanda perlunya dilakukan pemeriksaan TB lebih lanjut.

2.1.4.2Tes tuberkulin kulit (Mantoux)

Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak terinfeksi M. tuberculosis. Namun hasil positif tidak mengindikasikan adanya penyakit. Untuk mendiagnosis TB, tes ini digunakan bersama dengan pemeriksaan klinis dan X-ray dada. Tes tuberkulin kulit yang negatif tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis TB.

Tes ini dikategorikan sebagai positif jika ditemukan:

• Indurasi (tonjolan keras) ≥ 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada anak dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau

masalah lain yang menurunkan kekebalan tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh yang cukup dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes

• Indurasi ≥ 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG atau tidak

• X-ray dada

Pada sebagian besar kasus, X-ray dada akan menunjukkan perubahan yang tipikal untuk TB. Gambaran X-ray paling umum adalah memutihnya suatu area di paru-paru dalam jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan pembesaran


(21)

kelenjar getah bening di pangkal paru-paru (hilar) atau di sekitar pangkal saluran udara (subcarinal). Gambaran perubahan di bagian atas atau tengah paru-paru lebih umum ditemukan dibanding di bagian bawah. Anak dengan gambaran seperti ini yang tidak membaik setelah pemberian antibiotik harus menjalani pemeriksaan TB lebih lanjut. Gambaran X-ray dengan titik-titik putih yang tersebar di seluruh paru-paru (miliary) sangat sugestif untuk TB.

Pasien remaja umumnya memilikik gambaran X-ray dada serupa dengan pasien dewasa dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya bagian puncak paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity). Pemeriksaan X-ray dada berguna dalam diagnosis TB pada anak. Karena itu X-X-ray dada harus diinterpretasikan oleh radiolog atau tenaga kesehatan yang terlatih dalam interpretasi X-ray.

2.1.4.3Tes bakteriologis

Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan cairan (aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah bening.

Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan: • Kecurigaan resistensi terhadap obat

• Infeksi HIV

• Kasus yang kompleks atau parah • Diagnosis yang tidak pasti

Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak ≥ 10 tahun. Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian besar akan menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan dahak membutuhkan 3 sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi berikutnya, dan pada kunjungan berikutnya.


(22)

Aspirasi cairan lambung dengan selang khusus lambung yang dimasukkan dari hidung (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak mau mengeluarkan dahak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak.

2.1.4.4Tes lain

Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle aspiration dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru-paru, terutama TB kelenjar getah bening.

Tes lainnya adalah PCR, suatu teknik untuk mendeteksi adanya materi genetik M. tuberculosis. Tes ini tidak direkomendasikan untuk anak karena belum cukupnya penelitian yang dilakukan terhadap tes ini. Selain itu dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, metode ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan. Pemeriksaan rumit lain seperti CT scan dan evaluasi saluran udara dengan selang khusus yang dilengkapi kamera (bronchoscopy) juga tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis TB anak.

Mencoba pemberian obat TB sebagai metode untuk mendiagnosis TB pada anak juga tidak direkomendasikan. Keputusan untuk memulai pengobatan TB pada anak harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, dan jika diputuskan untuk dilakukan, maka anak harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu penuh.

2.1.4.5Penggunaan Diagnostic Score Charts

Walaupun banyak negara yang menggunakan scoring chart untuk mendiagnosis TB pada anak, tidak ada satupun yang telah diteliti secara sistematik. Karena itu, pendekatan ini harus digunakan semata-mata sebagai penyaring, dan bukan sebagai alat untuk menegakkan diagnosis. Di India, sistem ini tidak direkomendasikan untuk diagnosis TB anak dalam National TB Control Program mereka.

Karena sulitnya memperoleh sediaan dahak pada anak, beberapa kriteria klinis yang sederhana telah diajukan untuk mendiagnosis TB pada anak. Kriteria ini


(23)

didasarkan pada kriteria WHO untuk mendiagnosis TB pada anak. Diagnosis TB ditegakkan jika diperoleh dari kriteria berikut ini:

• Tes tuberkulin kulit yang positif • Gejala kronis sesuai TB

• Perubahan fisik sugestif untuk TB • X-ray dada sugestif untuk TB

Diagnosis TB pada anak didasarkan pada kombinasi gejala klinis, pemeriksaan dahak jika memungkinkan, X-ray dada, tes Mantoux, dan riwayat kontak.


(24)

(25)

2.1.5 Patofisiologi 2.1.5.1 Infeksi Primer :

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 – 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan (Anthony 2008).

2.1.5.2 Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.


(26)

2.1.6 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan TB pada anak adalah:

• Membunuh sebagian besar bakteri dengan cepat untuk mencegah perkembangan penyakit dan penularan

• Menghasilkan kesembuhan permanen dengan membunuh bakteri yang tidak aktif sehingga tidak akan menimbulkan kekambuhan

• Mencapai 2 tujuan di atas dengan efek samping seminimal mungkin • Mencagah terbentuknya bakteri yang resisten terhadap obat TB dengan

menggunakan kombinasi obat.

Obat yang dipakai:

a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: - Rifampisin (R)

- INH (H)

- Pirazinamid (Z) - Streptomisin (S) - Etambutol (E)

b. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) - Kanamisin

- Amikasin - Kuinolon

- Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat

- Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :

· Kapreomisin

· Sikloserino PAS (dulu tersedia) · Derivat rifampisin dan INH


(27)

Rekomendasi regimen dan dosis pengobatan TB pada anak-anak sama dengan pada pasien dewasa. Hal ini ditujukan untuk menghindari kebingungan dan meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Namun tetap ada beberapa perbedaan antara anak dan dewasa yang mempengaruhi pilihan jenis obat.

Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil.

(World Health Organization. Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National Programmes. Third Edition. 2003.).

Thiacetazone tidak lagi dianjurkan untuk digunakan dalam pengobatan TB karena risikonya menimbulkan reaksi yang parah pada pasien anak dan dewasa dengan HIV.

Kortikosteroid dapat digunakan dalam penanganan sebagian jenis TB yang kompleks seperti meningitis TB, komplikasi TB kelenjar getah bening bronkus, dan TB rongga selaput jantung. Pada kasus meningitis TB yang berat, kortikosteroid meningkatkan harapan hidup dan menurunkan angka kesakitan. Jenis yang paling umum digunakan adalah prednisone dengan dosis 2 mg/kg/hari (maksimum 60mg/hari) selama 4 minggu. Setelah itu dosis harus diturunkan dalam 1-2 minggu sebelum dihentikan.

Pengobatan TB umumnya dilakukan dengan rawat jalan (outpatient basis). Namun ada beberapa kondisi yang membutuhkan perawatan di RS. Kondisi-kondisi tersebut adalah:

• Meningitis TB dan TB milier, lebih baik selama 2 bulan pertama • Anak dengan gangguan pernapasan


(28)

• Efek samping pengobatan yang parah, misalnya kuning karena keracunan pada hati (Roger 2009).

2.1.6.1 Follow Up

Follow-up idealnya dilaksanakan dengan interval sebagai berikut: 2 minggu setelah awal pengobatan, akhir fase intensif (bulan kedua), dan setiap 2 bulan hingga pengobatan selesai.

Beberapa poin penting dalam follow-up adalah sebagai berikut:

• Pada follow-up, dosis obat disesuaikan dengan peningkatan berat badan. • Pemeriksaan dahak mikroskopik pada bulan kedua harus dilakukan untuk

anak yang pada saat diagnosis awal pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif.

• X-ray dada tidak dibutuhkan dalam follow-up.

Setelah pengobatan dimulai, kadang gejala TB atau gambaran X-ray dada menjadi lebih parah. Hal ini umumnya terjadi seiring peningkatan kekebalan tubuh karena perbaikan gizi, pengobatan TB itu sendiri, atau terapi antiviral pada anak dengan HIV. Pengobatan TB harus dilanjutkan, walaupun dalam sebagian kasus kortikosteroid mungkin dibutuhkan.

2.1.6.2Efek Samping Pengobatan

Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada pasien dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati (hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampicin, dan pyrazinamide. Tidak ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi tertentu sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusu ASI, dan remaja yang hamil (Practical Guidelines for the


(29)

Management of Tuberculosis in Children by National TB Programmes. First Edition. March 2006).

2.1.7 Pencegahan Penyakit TB

World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi bacille Calmette-Guérin (BCG) segera setelah bayi lahir di negara-negara dengan prevalensi TB yang tinggi. Negara dengan prevalensi TB tinggi adalah semua negara yang tidak termasuk dalam prevalensi TB rendah.

Sedangkan kriteria negara dengan prevalensi TB rendah adalah sebagai berikut:

• Rata-rata tahunan pelaporan TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik positif ≤ 5/100.000 selama 3 tahun terakhir

• Rata-rata tahunan pelaporan meningitis TB pada anak di bawah 5 tahun • Rata-rata tahunan risiko infeksi TB ≤ 0,1%

Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang parah seperti TB milier atau meningitis TB.

Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi TB di suatu negara. Di negara dengan prevalensi TB yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan tubuh.

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal, infeksi bakteri, atau pembentukan keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan menghilang dalam beberapa bulan.


(30)

2.2. Kuman Tuberkulosis

M. tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora, dan termasuk bakteri aerob. Mycobacteria dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya, misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali mycobacteria diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut tidak dapat dihilangkan dengan asam. Oleh karena itu, maka mycobacteria disebut sebagai Basil Tahan Asam atau BTA. Beberapa mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus, Legionella

micdadei, dan protozoa Isospora dan Cryptosporidium. Pada dinding sel

mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria, berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan M. tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofaga. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

(Jawetz, 2007).

2.3 International Standards of Tuberculosis Care (ISTC) 2.3.1 Pendahuluan

ISTC merupakan standar yang didukung oleh beberapa organisasi penting di dunia seperti WHO, Dutch Tuberculosis Foundation (KNCV), American Thoracic Society (ATS), International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, US Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Stop TB Partnership, Indian Medical Association dan lain-lain.


(31)

2.3.2 Tujuan

ISTC bertujuan untuk mendeskripsi suatu standar pelayanan ayng diterima secara menyeluruh oleh tenaga medis di berbagai tingkat, baik pemerintahan maupun swasta sewajarnya melaksanakan manajemen pasien yang dicurigai atau dipastikan menghidapi tuberkulosis. ISTC ini juga berperan untuk memfasilitasi hubungan kerjasama yang efektif antar provider dalam memberikan pelayanan bermutu tinggi kepada pasien tuberkulosis tanpa mengira usia, BTA positif atau negative, tuberkulosis ekstra paru, multiple-drug resistant atau tuberkulosis yang ko-infeksi dengan HIV.

Standar ini juga bertujuan untuk saling melengkapi guideline yang sedia ada. Di samping itu, ISTC penting untuk melengkapi program local atau nasional sesuai dengan rekomendasi WHO. Tambahan, standar ini tidak untuk menggantikan guideline. Secara keseluruhan, ISTC mempunyai total 17 standar yang terdiri atas 6 standar diagnosis, 9 standar terapi dan 2 standar tanggung jawab kesehatan masyarakat.

2.3.3 Standar Diagnosis

Standar pertama menyatakan bahwa setiap individu dengan batuk produktif selama 2 – 3 minggu atau lebih yang tidak dapat dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis.

Standar kedua menyatakan bahwa semua pasien yang diduga penderita TB paru (dewasa, remaja, dan anak-anak yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara mikroskopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali. Bila memungkinkan minimal 1 kali pemeriksaan berasal dari pagi hari.

Standar ketiga menyatakan bahwa semua pasien yang diduga penderita TB ekstraparu (dewasa, remaja dan anak) harus menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai. Bila tersedia fasilitas dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan pemeriksaan histopatologi.


(32)

Standar keempat menyatakan bahwa semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan kearah tuberkulosis harus menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.

Standar kelima menyatakan bahwa diagnosis tuberkulosis paru, BTA negative harus berdasarkan criteria berikut: Negatif paling kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak pagi hari); foto thoraks menunjukkan kelainan tuberkulosis; tidak ada respon terhadap antibiotik spectrum luas; bila ada fasilitas pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan; pada pasien dengan atau diduga HIV, evaluasi diagnotik harus disegerakan.

Standar keenam menyatakan bahwa diagnosis tuberkulosis intratoraks pada anak dengan BTA negative berdasarkan foto toraks yang sesuai dengan tuberkulosis dan terdapat riwayat kontak atau uji tuberculin / interferon gamma release assay positif. Pada pasien demikian bila ada fasilitas harus dilakukan pemeriksaan biakan dari bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung atau induksi sputum.

2.3.4 Standar Pengobatan

Standar ketujuh menyatakan bahwa setiap petugas yang mengobati pasien tuberkulosis dianggap menjalankan fungsi kesehatan masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai tapi juga dapat memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.

Standar kedelapan menyatakan bahwa semua pasien yang belum pernah diobati harus diberikan paduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang bioavailabilitinya sudah diketahui. Fase awal terditi dari INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan. Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan langsung saat menelan obat.


(33)

Standar kesembilan menyatakan bahwa untuk menjaga dan menilai kepatuhan terhadap pengobatan perlu dikembangkan suatu pendekatan yang terpusat kepada pasien berdasarkan kebutuhan pasien dan hubungan yang saling menghargai antara pasien dan pemberi pelayanan. Supevisi dan dukungan harus memperlihatkan kesenseitifan gender dan kelompok usia tertentu dan sesuai dengan intervensi yang dianjurkan dan pelayanan dukungan yang tersedia termasuk edukasi dan konseling pasien.

Standar kesepuluh menyatakan bahwa respon terapi semua pasien harus di monitor. Pada pasien TB paru penilaian terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2x) paling kurang pada saat menyelesaikan fase awal (2 bulan), bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA+ diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan 15). Penilaian respon terapi pada pasien TB paru ekstraparu dan anak-anak, paling baik dinilai secara klinis. Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak diperlukan dan dapat menyesatkan (misleading).

Standar kesebelas menyatakan bahwa pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan respons bakteriologis dan efek samping harus ada untuk semua pasien.

Standar keduabelas menyatakan bahwa pada daerah dengan angka prevelans HIV yang tinggi di populasi dengan kemungkinan co infeksi TB-HIV, maka konseling dan pemeriksaan HIV diindikasikan untuk seluruh tuberkulosis pasien sebagai bagian dari penatalaksanaan rutin. Pada daerah dengan prevalens HIV yang rendah, konseling dan pemeriksaan HIV hanya diindikasikan pada pasien tuberkulosis dengan keluhan dan tanda tanda yang diduga berhubungan dengan HIV dan pada pasien tuberkulosis dengan riwayat resiko tinggi terpajan HIV.

Standar ketigabelas menyatakan bahwa semua pasien TB-HIV harus dievaluasikan untuk menentukan apakah mempunyai indikasi untuk diberi terapi antiretroviral dalam masa pemberian OAT. Perencanaan yang sesuai untuk


(34)

memperoleh obat antiretroviral harus dibuat bagi pasien yang memenuhi indikasi. Semua pasien TB-HIB harus mendapat kotrimoksasol sebagai profilaksis untuk infeksi lainnya.

Standar keempatbelas menyatakan bahwa penilaian terhadap kemungkinan resistensi obat harus dilakukan pada semua pasien yang berisiko tinggi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, pajanan dengan sumber yang mungkin sudah resisten dan prevalens resistensi obat pada komunti. Pada pasein dengan kemungkinan MDR harus dilakukan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas terhadap INH, rifampisin dan etambutol.

Standar kelimabelas menyatakan bahwa pasien TB dengan MDR harus diterapi dengan paduan khusus terdiri atas obat-obat lini kedua. Paling kurang diberikan 4 macam obat yang diketahui atau di anggap sensitif dan diberikan selama paling kurang 18 bulan. Untuk memastikan kepatuhan diperlukan pengukuran yang berorientasi kepada pasien. Konsultasikan dengan pakar di bidang MDR harus dilakukan.

2.3.5 Standar Tanggungjawab Kesehatan Masyarakat

Standar keenambelas menyatakan bahwa semua petugas yang melayani pasien tuberkulosis harus memastikan bahwa individu yang punya kontak dengan pasien tuberkulosis harus di evaluasi (terutama anak usia dibawah 5 tahun dan payandang HIV yang punya kontak infeksius harus di evaluasi baik untuk pemeriksaan TB yang laten mau pun yang aktif.

Standar ketujuhbelas menyatakan bahwa semua petugas harus melaporkan baik tuberkulosis kasus baru maupun kasus pengobatan ulang dan keberhasilan pengobatan ulang dan keberhasilan pengobatan kepada kantor dinas kesehatan setempat sesuai dengan ketentuan hukum dan kebijakkan yang berlaku.


(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian yang dilakukan, kerangka konsep yang disusun adalah tentang persepsi pasien tuberkulosis yang dirawat inap di rumah sakit terhadap pelayanan yang mereka dapatkan

3.2 Definisi Operational

Fokus penelitian adalah pada pasien tuberkulosis dewasa yang dirawat inap di Rumah Sakit Haji Adam Malik. Definisi pasien tuberkulosis adalah pasien yang didiagnosa positif dalam rekam medis oleh dokter yang merawatnya.

 Menurut International Standards for Tuberculosis Care (ISTC) tahun 2006, pasien dengan batuk produktif selama 2 minggu yang tidak dapat dipastikan penyebabkan harus dievaluasi untuk tuberkulosis. Semua pasien pasien harus menjalani pemeriksaan sputum secara mikroskopis sekurang-kurangnya 2 kali dan sebaiknya 3 kali.

Gambaran persepsi pasien tuberkulosis yang

rawat inap Pelayanan dalam aspek:

a. Diagnosa

b. Gizi

c. Proteksi d. Follow up

e. Pemeriksaan


(36)

 Gizi pasien yang seimbang harus mencakup 3 aspek utama yaitu karbohidrat (60%), lemak (20%), protein (15%) dan lain-lain (5%).

 Tenaga kerja kesehatan seharusnya memakai alat-alat proteksi sewaktu menjalankan tugas seperti masker dan sarung tangan.

 Setiap dokter harus melakukan follow up setiap hari untuk melihat apakah ada komplikasi seperti resistensi obat.

 Pemeriksaan sputum harus segera dilakukan dalam 2 hari kunjungan pasien dengan mengambil spesimen sewaktu, pagi hari kedua dan sewaktu hari kedua.

 Menurut Strategi DOTS, setiap pasien tuberkulosis wajib mempunyai seorang PMO (Pengawas Minum Obat). PMO boleh merupakan seorang dokter, perawat, ataupun ahli keluarga yang dipercayai oleh rumah sakit.


(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi pasien tuberkulosis yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik mengenai palayanan yang mereka peroleh. Rancangan penelitian ini adalah cross sectional study, dengan melakukan pengumpulan data berdasarkan kuesioner yang disampaikan kepada pasien tuberkulosis di RSUP HAM.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di RSUP HAM karena lokasi ini merupakan rumah sakit rujukan milik pemerintah. Rumah sakit ini dikelola oleh Pemerintah Pusat bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara.. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah dari bulan Agustus hingga Oktober 2010.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua pasien yang dirawat inap di Departmen Paru RSUP HAM dan telah didiagnosa dengan penyakit TB paru sepanjang bulan Agustus – Oktober tahun 2010. Jumlah populasi tersebut diketahui dari rekam medis yang terdapat di RSUP HAM.


(38)

4.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah total sampling selama Agustus – Oktober 2010 dimana sampel adalah keseluruhan populasi penderita penyakit tuberkulosis.

Kriteria Inklusi

 Pasien yang dirawat inap di Departemen Paru, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.

 Pasien mempunyai pengertian bahasa Indonesia yang baik dan bersedia untuk diwawancara.

Kriteria Eksklusi

 Pasien yang mengalami gangguan kesadaran.  Pasien anak-anak

 Pasien yang dirujuk ke departemen lain.

4.4 Teknik Penggumpulan Data

Pada awal penelitian arus menjelaskan tujuan penelitian dan meminta Informed

Consent dari responden. Kemudian, peneliti akan melakukan wawancara dan

meminta responden untuk menjawab kuesioner. Setelah itu, kuesioner akan dikumpulkan semula. Jawaban akan dijumlah dan dicari total skornya. Jawaban akan diberi nilai seperti berikut:

 Ya – 3

 Kadang-kadang – 2  Tidak – 1

Dengan demikian, apabila pasien dapat menjawab dengan sempurna akan menghasilkan skor 21. Dengan menggunakan skala pengukuran Pratomo (1990) maka dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu:


(39)

o Pelayanan baik apabila jawaban responden mencapai 75% dari nilai tertinggi.

o Pelayanan sedang apabila jawaban responden mencapai 40% sampai 75% dari nilai tertinggi.

o Pelayanan kurang apabila jawaban responden mencapai kurang dari 40% dari nilai tertinggi.

Dengan demikian, penilaian persepsi pasien terhadap pelayanan yag mereka peroleh berdasarkan sistem skoring, yaitu:

• Skor 17 hingga 21 : Baik

• Skor 13 hingga 16 : Sedang

• Skor kurang dari 13 : Kurang

Skala yang digunakan adalah skala ordinal.

Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Cronbach’s

Alpha Status

1 0,566 Valid 0,711 Reliable

2 0,598 Valid Reliable

3 0,532 Valid Reliable

4 0,356 Tidak Valid Tidak Reliable

5 0,585 Valid Reliable

6 0,600 Valid Reliable

7 0,456 Valid Reliable

8 0,104 Tidak Valid Tidak Reliable

9 0,142 Tidak Valid Tidak Reliable

10 0,169 Tidak Valid Tidak Reliable

11 0,014 Tidak Valid Tidak Reliable

12 0,309 Tidak Valid Tidak Reliable

13 0,429 Tidak Valid Reliable


(40)

15 0,223 Tidak Valid Tidak Reliable

16 0,080 Tidak Valid Tidak Reliable

17 0,286 Tidak Valid Tidak Reliable

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 17 item diuji validitas, dimana pertanyaan tersebut bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya dan hasil rancangan dari peneliti sendiri didapatkan jumlah item pertanyaan yang valid dan sebanyak 7 item untuk pertanyaan kuesioner.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Data-data tersebut kemudiannya dimasukkan ke dalam komputer untuk dianalisis. Analisis data ini akan dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows 17.0. Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data melalui beberapa langkah berikut:

4.5.1. Seleksi Data (Editing)

Proses pemeriksaan data dilapangan sehingga dapat menghasilkan data yang akurat untuk pengelolaan data selanjutnya kegiatan yang dilakukan adalah memeriksa apakah semua pertanyaan penelitian sudah dijawab dan jawaban yang tertulis dapat dibaca secara konsisten.

4.5.2 Pemberian Kode (Coding)

Setelah dilakukan editing selanjutnya penulis memberikan kode tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisa data.


(41)

4.5.3. Pengelompokan data (Tabulating)

Pada tahap ini, jawaban-jawaban responden yang sama dikelompokkan dengan teliti dan teratur lalu dihitung lalu dijumlahkan kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-tabel.


(42)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik berada di Jalan Bunga Lau No. 7, Medan. Ia merupakan rumah sakit kelas A pada tahun 1990 sesuai dengan Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Pada tahun 1991 pula ia dijadikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991, dan RSUP H Adam Malik Medan juga sebagai Pusat Rujukan Wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utama, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. RSUP H Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Responden pada penelitian ini adalah pasien yang dirawat inap di Departemen Paru RSUP H Adam Malik. Semua pasien yang termasuk sebagai responden harus memahami Bahasa Indonesia dengan baik dan bersedia untuk diwawancara, serta telah didiagnosa positif mengidap tuberkulosis.


(43)

Tabel 5.1

Karakteristik Responden di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

Jenis Pasien

n = 21

Jenis Kelamin

Laki-laki

15

Perempuan

6

Pendidikan Terakhir

Tiada

7

SD

4

SMP

6

SMA

2

SMTU

2

Umur

30 - 49

10

50 - 69

8

70 - 89

3

Tabel 5.1 di atas menunjuk jenis kelamin responden Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan tahun 2010. Terdapat 71.4% responden adalah laki-laki dan 28.6% responden adalah perempuan. Responden laki-laki adalah lebih banyak dari responden wanita dan perbedaan kedua kelompok adalah 9 responden atau sama dengan 42.8%.

Dari tabel distribusi di atas dapat dilihat bahwa dari 21 responden yang diteliti, paling banyak yaitu 33.3% responden tidak pernah menerima pendidikan, paling sedikit responden menerima pendidikan terakhir sampai SMA dan SMTU, yakni 9.5% masing-masing dan 5 responden 5.2% mempunyai pendidikan terakhir sampai perguruan tinggi.

Didapati 47.6% responden adalah usia 30 – 49 tahun dan terdapat 38.1% responden adalah usia 50 – 69 tahun. Responden dari kelompok usia 70 – 89 tahun adalah lebih sedikit berbanding dengan kelompok usia 30 – 49 tahun. Perbedaan kedua kelompok adalah 33.3%.


(44)

5.1.3 Hasil Analisis Statistik

Terdapat beberapa variabel yang menjadi tumpuan dalam analisa pada penelitan ini yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dengan persepsi pelayanan yang diperoleh. Sebanyak 23 orang pasien rawat inap yang berhasil diwawancara oleh peneliti termasuk 2 orang yang tidak dimasukkan dalam hasil penelitian. Hasil wawacara 2 orang pasien tidak dimasukkan karena diragukan kesadaran atau rasionalitasnya.

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Penilaian Responden Terhadap Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

Penilaian Frekuensi Persentase

Baik 12 57.1

Sedang 8 38.1

Kurang 1 4.8

Total 21 100.0

Tabel 5.2 di atas menggambarkan hasil penelitian persepsi pasien terhadap pelayanan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan tahun 2010. Dari 21 responden yang diteliti, paling banyak yaitu 12 responden (57.1%) mengatakan pelayanan cukup baik, 8 responden (38.1%) mengatakan pelayanan sedang, sedangkan sisanya yaitu 1 responden (4.8%) mengatakan pelayanan kurang baik.


(45)

Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Penilaian Responden terhadap Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010 Berdasarkan Jenis Kelamin

Penilaian Laki-laki Perempuan

Jumlah % Jumlah %

Baik 10 66.7% 2 33.3%

Sedang 4 26.7% 4 66.7%

Kurang 1 6.7% 0 0%

Total 15 100% 6 100%

Tabel 5.3 di atas menggambarkan distribusi frekuensi penilaian responden berdasarkan jenis kelamin. Didapati 66.%7 responden laki-laki mengatakan pelayanan yang baik berbanding dengan 33.3% responden perempuan mengatakan pelayanan yang baik. Perbedaan responden laki-laki dan perempuan yang mengatakan pelayanan yang kurang baik adalah 1 responden (6.7%) laki-laki lebih banyak berbanding dengan responden perempuan.

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Penilaian Responden terhadap Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010 Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Penilaian Pendidikan Terakhir (n = 21)

Tiada SD SMP SMA PG

Baik 4 (19.0%) 3 (14.3%) 3 (14.3%) 1 (4.8%) 1 (4.8%)

Sedang 2 (9.5%) 1 (4.8%) 3 (14.3%) 1 (4.8%) 1 (4.8%)

Kurang 1 (4.8%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

Total 7 (33.3%) 4 (19.1%) 6 (28.6%) 2 (9.5%) 2 (9.5%) Tabel 5.4 di atas menggambarkan distribusi frekuensi penilaian responden mengenai pelayanan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir. Kelompok dengan persentase yang tertinggi (19%) adalah kelompok yang tidak tamat pendidikan terakhir yang mengatakan pelayanan RSUP Haji Adam Malik baik. Kelompok


(46)

yang mengatakan pelayanan sedang kebanyakan memiliki pendidikan terakhir SMP (14.3%). Kelompok yang mengatakan pelayanan kurang baik adalah kelompok yang tidak tamat pendidikan dasar (4.8%).

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Penilaian Responden terhadap Pelayanan di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010 Berdasarkan Golongan Umur

Penilaian Golongan Umur (n = 21)

30 – 49 50 – 69 70 – 89

Baik 5 (23.8%) 6 (28.6%) 1 (4.7%)

Sedang 5 (23.8%) 2 (9.5%) 1 (4.7%)

Kurang 0 (0%) 0 (0%) 1 (4.7%)

Total 10 (47.6%) 8 (38.0%) 3 (14.3%) Tabel 5.5 di atas menggambarkan distribusi frekuensi penilaian responden mengenai pelayanan berdasarkan umur responden. Kelompok dengan persentase yang tertinggi (28.6%) adalah kelompok berumur 50 – 69 yang mengatakan pelayanan RSUP Haji Adam Malik baik. Satu-satunya kelompok yang mengatakan standar pelayanan kurang baik (4.7%) ialah kelompok berumur 70 – 89.

Tabel 5.6

Distribusi Jawaban Responden terhadap Pertanyaan 1

No Pertanyaan 2 minggu 3 minggu >3 minggu

N % N % N %

1 Anda dievaluasi untuk tuberkulosis setelah

batuk untuk berapa minggu? 7 33.3 5 23.8 9 42.8

Tabel 5.6 di atas menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan pertanyaan dan jawaban. Gambaran persepsi responden terhadap pertanyaan pertama adalah 33.3% responden yang mengatakan persepsi baik terhadap pertanyaan pertama, 23.8 mengatakan dalam 3 minggu dan 42.8% mengatakan lebih dari 3 minggu.


(47)

Tabel 5.7

Distribusi Jawaban Responden terhadap Pertanyaan 2

No Pertanyaan 3 2 1 / Tiada

N % N % N %

2 Berapa specimen sputum diambil untuk dilakukan

pemeriksaan mikroskopik? 12 57.1 6 28.5 3 14.3

Tabel 5.7 di atas menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan pertanyaan dan jawaban. Gambaran persepsi responden terhadap pertanyaan kedua adalah 57.1% responden yang mengatakan persepsi baik terhadap pertanyaan pertama, 28.55 mengatakan 2 dan 14.3% mengatakan satu atau tidak ada.

Tabel 5.8

Distribusi Jawaban Responden terhadap Pertanyaan 3, 5, 6, 7, 14

No Pertanyaan Ya Kadang Tidak

N % N % N %

3 Adakah pasien tuberkulosis mendapat gizi yang

mencukupi? 14 66.7 5 23.8 2 9.5

5 Adakah tenaga medis menjalankan tugas dengan alat-alat

proteksi? 10 47.6 3 14.3 8 38.0

6 Adakah pasien tuberkulosis dikunjungi dokter setiap

harinya? 18 85.7 3 14.3 0 0

7 Adakah pasien tuberkulosis dilakukan pemeriksaan

sputum 3 kali dalam 2 hari kunjungan? 7 33.3 11 52.4 3 14.3

14 Adakah pasien memakan atau meminum obat dengan

seorang PMO? 13 61.9 3 14.3 5 23.8

Tabel 5.8 di atas menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan pertanyaan dengan skoring. Pertanyaan yang mendapat gambaran persepsi terbaik adalah pertanyaan keenam dengan 85.7% mengatakan baik. Pertanyaan yang mendapat gambaran persespsi paling kurang adalah pertanyaan ketujuh dengan 33.3% mengatakan baik, 52.4% mengatakan sedang dan 14.3% mengatakan kurang.


(48)

5.2 Pembahasan 5.2.1 Jenis Kelamin

Dari analisa juga tergambar bahwa mayoritas pasien yang mengatakan pelayanan baik merupakan kaum pria (66.7%), ini telah menunjukkan bahwa laki-laki lebih mudah merasa puas terhadap pelayanan rumah sakit dan sanggup beradaptasi dengan fasilitas yang sedia ada. Kaum perempuan kebanyakan mengatakan pelayanan sedang (66.7%) mungkin dipengaruhi oleh faktor emosional dan keinginan untuk mendapat perhatian.

5.2.2 Pendidikan Terakhir

Meninjau dari aspek pendidikan terakhir, didapati kebanyakan pasien yang rawat inap berpendidikan tahap rendah atau tidak sanggup tamat pendidikan SMA. Ini telah menjelaskan bahwa tahap pengetahuan yang rendah, lebih berpuas hati terhadap pelayanan yang diberikan (57% dan 75%). Golongan yang berpendidikan tinggi pula memiliki permintaan yang tinggi sehingga merasakan mereka layak menerima pelayanan yang lebih baik (50%).

5.2.3 Golongan Umur

Dari hasil data yang dianalisa, didapati jumlah pasien yang mengatakan standar pelayanan RSUP H. Adam Malik Medan cukup baik mencapai persentase yang tinggi yaitu sebanyak 57.1%. Namun demikian, masih ada orang yang mengatakan bahwa pelayanan RSUP H Adam Malik kurang baik, meskipun dalam persentase yang amat minor yaitu sebanyak 4.8%. Dari hasil penelitian juga didapati bahwa umur pasien yang rawat inap di Departemen Paru rumah sakit berkisar antara 30 – 80 tahun, kebanyakan pasien berumur antara 30 – 49 tahun (47.6%) yang merupakan usia produktif seseorang individu secara ekonomi. Hal ini telah membuktikan bahwa penyakit tuberkulosis menular dari rakan sejawat ke rakan sejawat. Golongan usia ini juga sering sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak prihatin terhadap kesehatan sendiri.


(49)

5.2.4 Evaluasi

Dari hasil pertanyaan, didapati RSUP HAM melakukan evaluasi terhadap pasien yang batuk lewat dari 2 minggu yang disarankan oleh ISTC. 42.8% responden mengatakan bahwa mereka dievaluasi untuk TB setelah batuk yang melebihi 3 minggu.

5.2.5 Diagnosa dan Pemeriksaan

Dari hasil pertanyaan, didapati RSUP HAM melakukan kebanyakan pemeriksaan mikrobiologi sesuai dengan standard, yaitu mengambil sekurang-kurangnya 3 spesimen (57.1%). Hal ini dapat menurunkan kasus false negative.

Hasil pertanyaan juga menunjukkan bahwa kebanyakan pengambilan sputum diambil dalam hari ke-3 sampai hari ke-5 kunjungan (52.3%).

5.2.6 Gizi

Dari hasil pertanyaan, didapati mayoritas pasien diberikan makanan 3 kali setiap hari yang mencukupkan. Makanan yang disediakan juga mengandungi 3 komponen gizi utama (karbohidrat, lemak, protein). Namun, masih ada 9.5% yang mengatakan tidak puas terhadap makanan yang disediakan.

5.2.7 Proteksi

Dari hasil pertanyaan, didapati tenaga kerja kesehatan seperti dokter dan perawat yang tidak memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan dan masker sebanyak 38%. Hal ini dapat mendedah para dokter dan perawat kepada resiko terinfeksi atau sesuai dengan teori Muhammad bahwa alat pelindung diri bukan faktor resiko yang terutama.

5.2.8 Follow up

Dari hasil pertanyaan, hampir semua dokter melakukan follow up setiap hari (85.7%), cuma 14.2% responden yang mengatakan bahwa dokter melakukan kunjungan 2 hari sekali.


(50)

5.2.9 PMO

Dari hasil pertanyaan, kebanyakan responden mempunyai seorang PMO (61.9%)). Namun, masih ada 23.8% responden tidak pernah mempunyai seorang PMO. Hal ini memberi kemungkinan kepada responden untuk terlupa minum obat atau pemeriksaan ulang dahak yang sesuai dengan jadual.


(51)

Bab 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Hasil dari analisis dan pembahasan terhadap data yang diolah, dapat dibuat beberapa kesimpulan terhadap pelayanan rawat inap pasien tuberculosis di RSUP H Adam Malik Medan pada tahun 2010:

1) Sebanyak 57.1% pasien yang mengatakan pelayanan RSUP H Adam Malik baik.

2) 57.1% pasien yang mengatakan diagnosa baik dan 42.8% pasien mengatakan evaluasi yang diterima baik.

3) Kebanyakan pasien mengatakan makanan yang disediakan baik (66.7%). 4) Menurut pasien, 38% tenaga medis tidak memakai alat proteksi diri.

5) 85% pasien mengatakan tenaga medis menjalankan follow up dengan baik, mayoritas pasien (52.4%) mengatakan pemeriksaan yang diterima sedang.

6.2 Saran

1) Pihak rumah sakit menyediakan fasilitas yang lebih lengkap untuk memenuhi kebutuhan seperti deteksi dini agar pasien dapat didiagnosa dengan lebih awal. Pasien yang terkena penyakit infeksi sewajarnya dipisahkan dari pasien yang terkena penyakit non-infeksi seperti asma, tumor paru, dan sebagainya.

2) Pemberi pelayanan kesehatan member edukasi kepada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri dan rumah sakit agar penyakitnya tidak tertular kepada para tenaga kerja kesehatan maupun pasien lain.

3) Pihak rumah sakit harus memastikan setiap pasien mempunyai seorang pengawas minum obat (PMO) sesuai dengan saran WHO, walaupun ada pihak yang berpendapat bahwa tindakan ini tidak menghormati pasien. Di samping itu, tenaga kerja kesehatan yang bertugas seharusnya memakai alat pelindung diri seperti masker demi kebaikan semua pihak.


(52)

4) Suatu penelitian hubungan secara analitik disarankan untuk dilakukan pada masa hadapan agar kita dapat mengetahui segala penyebab dan faktor yang bisa menyebabkan tuberculosis menyebar. Melalui penelitian ini, segala faktor resiko dan penyebab bisa diantisipasi dari awal untuk menghambat perkembangan tuberkulosis, sekaligus menurunkan angka insidensi di negara ini.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony S. Fauci, 2008. Harrison’s Internal Medicine, 17th Edition, USA, McGraw – Hill, page 1586 – 1593.

Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III, Balai Penerbit FKUI; 2001.

Catanzano, T. M., 2008. Overview of Tuberculosis. Yale University School of Medicine. Available from:

Centers for Disease Control and Prevention, 2005. Guidelines for Preventing the Transmission of Mycobacterium Tuberculosis in Health-care Settings.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006. Buku Pedoman Nasional: Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. AFP Rate, % TB Paru Sembuh,

dan Pneumonia Balita Ditangani. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota Tahun 2007.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. Laporan Supervisi Penelitian Malaria dan Tuberkulosis di Timika. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Selamatkan Keluarga dari

Tuberkulosis. Available from:

Indian J. Tuberc., 2009. Nosocomial Tuberculosis in the Era of Drug Resistant Tuberculosis. Available from:

[Accessed 24 April 2010]


(54)

Jawetz, Melnick dan Adelberg, 2007. Medical Microbiology, 24th Edition, International Edition, USA, McGraw – Hill, page 320 – 327, 752 – 755. Mayoclinic, 2009. Tuberculosis. Available from :

http://www.mayoclinic.com/health/tuberculosis/DS00372/DSECTION=risk-factors

Mousa HAL, 2007. Bones and Joints Tuberculosis. Bahrain Medical Bulletin 2007. Dalam: R. K. Srivastava, 2010. Manifestation of Mycobacterium Other Than Tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis.

[Accessed 5 April 2010]

Pratomo, H. 1990. Pedoman Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Rasmin, M., et al, 2005. Profil Penderita Tuberkulosis Paru di Poli Paru RS Persahabatan Januari – Juli 2005. Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia, Persahabatan Hospital, Jakarta, Indonesia

R. K. Srivastava, 2010. Manifestation of Mycobacterium Other Than

Tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis. Available from:

2010]

Roger P. Simon, 2009. Clinical Neurology, 7th Edition, International Edition, USA McGraw – Hill, page 22 – 25.

Survei Kesehatan Nasional 2004, 2004. Survei Prevalensi Tuberkulosis 2004.

Survei Kesehatan Nasional. Available from: http://surkenas.litbang.depkes.go.id [Accessed 10 April 2010]


(55)

Syafrizal, 2007. Pengelolaan Penanganan Pengobatan Tuberkulosis. Universitas Gajah Mada, Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Available from:

[Accessed 10 April 2010]

Tuberculosis Coalition for Technical Assistance, 2006. International Standards

for Tuberculosis Care (ISTC). The Hague: Tuberculosis Coalition for

Technical Assistance, 2006.

World Health Organization, 1999. Guidelines for the prevention of tuberculosis in

health care facilities in resource-limited settings. World Health

Organization Document WHO/CDC/TB/99.269, page 1-51.

World Health Organization, 2005. Global tuberculosis control. Surveillance, planning, financing. Dalam: R. K. Srivastava, 2010. Manifestation of Mycobacterium Other Than Tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis.

World Health Organization, 2007. The Global Task Force on XDR-TB. Dalam: R. K. Srivastava, 2010. Manifestation of Mycobacterium Other Than Tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis.

World Health Organization, 2009. Global Tuberculosis Control – epidemiology,

strategy, financing. Available from:

[Accessed 6 April 2010]


(56)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : ONG ZHONG WEI

Tempat/Tanggal Lahir : KUALA LUMPUR/ 23-07-1989

Agama : BUDDHA

Alamat : JALAN SEI PADANG, GANG PRIBADI, NO.21,

MEDAN, 20155.

Riwayat Pendidikan : 1. SJK (C) YOKE NAM 2. SMJK KATHOLIK 3. NIRWANA COLLEGE Riwayat Pelatihan : -

Riwayat Organisasi : 1. BULAN SABIT MERAH MALAYSIA 2. PERSATUAN KEBANGSAAN PELAJAR PELAJAR MALAYSIA DI INDONESIA CAWANGAN MEDAN (PKPMI-CM)

3. KELAB KEBUDAYAAN CINA MALAYSIA (KKCM)


(57)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN KONDISI PASIEN TUBERKULOSIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

Saya yang bernama di bawah ini : Nama :

NIM :

Adalah mahasiswa Falkutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dari stambuk 2007 yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui adakah kondisi pasien tuberkulosis yang dirawat inap di rumah sakit mencapai standar yang sewajarnya.

Saya mengharapkan kesediaan saudara/saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, yaitu dengan menjawab pertanyaan yang diajukan dengan apa adanya (jujur) dimana tidak akan memberi dampak yang membahayakan. Partipasi saudara/saudari dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga saudara/saudari bebas untuk mengundurkan diri jika tidak berkenan menjadi responden tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang berkaitan dengan identitas saudara/saudari berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Jika saudara/saudari bersedia menjadi responden penelitian ini, maka silahkan menandatangani formulir ini.

Tanggal :


(58)

LAMPIRAN 2

KUESIONER PENELITIAN PASIEN TUBERKULOSIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK A) Identitas Responden

NAMA :

JENIS KELAMIN : LAKI – LAKI ( ) PEREMPUAN ( ) USIA :

TANGGAL LAHIR :

TINGKAT PENDIDIKAN TERAKHIR : SD ( ) SMP ( ) SMA ( )

1. Anda dievaluasi untuk tuberkulosis setelah batuk untuk berapa minggu?

A. 2 minggu B. 3 minggu C. > 3 minggu

2. Berapa specimen sputum diambil untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik?

A. 3 B. 2 C. 1 / Tidak ada

3. Adakah pasien tuberkulosis mendapat gizi yang mencukupi?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

4. Adakah lantai kamar pasien tuberkulosis dilakukan disinfektan setiap hari?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

5. Adakah tenaga medis menjalankan tugas dengan alat-alat proteksi yang

secukupnya (masker, sarung tangan, jas) ?


(59)

6. Adakah pasien tuberkulosis dikunjungi dokter setiap harinya?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

7. Adakah pasien tuberkulosis dilakukan pemeriksaan sputum 3 kali (sewaktu – pagi – sewaktu) dalam 2 hari kunjungan ?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

8. Adakah ruangan rawat inap cukup luas bagi pasien tuberkulosis?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

9. Adakah jendela dibuka untuk memberikan ventilasi cahaya?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

10. Adakah seperai dan sarung bantal pasien tuberkulosis ditukar setiap hari?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

11. Adakah alat-alat makan dan minum pasien tuberkulosis dicuci setiap kali selesai dipakai?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

12. Adakah tempat khas disediakan untuk pasien membuang dahak?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

13. Adakah pasien diklasifikasi menurut lokasi yang sakit, bakteriologi,

tingkat keparahan dan riwayat pengobatan?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

14. Adakah pasien memakan atau meminum obat dengan seorang PMO?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

15. Adakah pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan

respons bakteriologis dan efek samping?


(60)

16. Adakah pasien TB-HIV diberikan kotrimoksasol?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

17. Adakah ahli keluarga di bawah 5 tahun yang mempunyai riwayat kontak

dengan pasien dievaluasi?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

SEKIAN TERIMA KASIH TUHAN MEMBERKATI


(61)

Master Data

Nama Umu

r Seks

Pendidika

n k1 k2 k3 k5 k6 k7 k14 ktotal

Penilaia n

Kariaman 59 laki-laki Tiada 1 2 3 3 3 3 3 18 Baik

Masri 70 laki-laki SMP 3 2 3 3 3 3 3 20 Baik

Juhari 60 laki-laki Tiada 3 3 3 3 3 3 1 19 Baik

Samin 49 laki-laki SD 1 3 3 3 3 2 3 18 Baik

Hotler 48 laki-laki SMP 1 3 3 3 3 3 2 18 Baik

Sakrin 68 laki-laki Tiada 3 1 3 3 3 2 3 18 Baik

Sulasian 32

perempua

n SMTU 1 3 3 2 3 3 1 16 Sedang

Hukum 73 laki-laki Tiada 1 1 3 1 3 1 1 11 Kurang

Anna 53

perempua

n SMA 1 3 3 3 3 2 3 18 Baik

Harry 33 laki-laki SMTU 2 3 3 2 2 2 3 17 Baik

Tedi 47

perempua

n SMP 2 2 3 1 3 3 3 17 Baik

Masri 54

perempua

n SD 3 3 2 1 3 1 1 14 Sedang

Kaliaman 50 laki-laki SD 3 3 2 3 3 3 2 17 Baik

Eddin 33 laki-laki SMA 3 1 2 2 2 2 1 13 Sedang

Agus 32 laki-laki SMP 2 2 3 1 3 2 3 16 Sedang

Nerlince 37

perempua

n SMP 3 2 2 1 3 2 2 15 Sedang

Mumban


(62)

Siden 61 laki-laki Tiada 1 3 2 1 2 2 3 14 Sedang

Jarinsen 66 laki-laki Tiada 2 3 1 3 3 2 3 17 Baik

Wati 43

perempua

n SMP 1 3 1 1 3 1 3 16 Sedang


(1)

LAMPIRAN 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN KONDISI PASIEN TUBERKULOSIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

Saya yang bernama di bawah ini : Nama :

NIM :

Adalah mahasiswa Falkutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dari stambuk 2007 yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui adakah kondisi pasien tuberkulosis yang dirawat inap di rumah sakit mencapai standar yang sewajarnya.

Saya mengharapkan kesediaan saudara/saudari untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, yaitu dengan menjawab pertanyaan yang diajukan dengan apa adanya (jujur) dimana tidak akan memberi dampak yang membahayakan. Partipasi saudara/saudari dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga saudara/saudari bebas untuk mengundurkan diri jika tidak berkenan menjadi responden tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang berkaitan dengan identitas saudara/saudari berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Jika saudara/saudari bersedia menjadi responden penelitian ini, maka silahkan menandatangani formulir ini.

Tanggal :


(2)

LAMPIRAN 2

KUESIONER PENELITIAN PASIEN TUBERKULOSIS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK A) Identitas Responden

NAMA :

JENIS KELAMIN : LAKI – LAKI ( ) PEREMPUAN ( ) USIA :

TANGGAL LAHIR :

TINGKAT PENDIDIKAN TERAKHIR : SD ( ) SMP ( ) SMA ( )

1. Anda dievaluasi untuk tuberkulosis setelah batuk untuk berapa minggu?

A. 2 minggu B. 3 minggu C. > 3 minggu

2. Berapa specimen sputum diambil untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopik?

A. 3 B. 2 C. 1 / Tidak ada

3. Adakah pasien tuberkulosis mendapat gizi yang mencukupi?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

4. Adakah lantai kamar pasien tuberkulosis dilakukan disinfektan setiap hari?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

5. Adakah tenaga medis menjalankan tugas dengan alat-alat proteksi yang

secukupnya (masker, sarung tangan, jas) ?


(3)

6. Adakah pasien tuberkulosis dikunjungi dokter setiap harinya?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

7. Adakah pasien tuberkulosis dilakukan pemeriksaan sputum 3 kali (sewaktu – pagi – sewaktu) dalam 2 hari kunjungan ?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

8. Adakah ruangan rawat inap cukup luas bagi pasien tuberkulosis?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

9. Adakah jendela dibuka untuk memberikan ventilasi cahaya?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

10. Adakah seperai dan sarung bantal pasien tuberkulosis ditukar setiap hari?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

11. Adakah alat-alat makan dan minum pasien tuberkulosis dicuci setiap kali selesai dipakai?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

12. Adakah tempat khas disediakan untuk pasien membuang dahak?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

13. Adakah pasien diklasifikasi menurut lokasi yang sakit, bakteriologi,

tingkat keparahan dan riwayat pengobatan?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

14. Adakah pasien memakan atau meminum obat dengan seorang PMO?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

15. Adakah pencatatan tertulis mengenai semua pengobatan yang diberikan


(4)

16. Adakah pasien TB-HIV diberikan kotrimoksasol?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

17. Adakah ahli keluarga di bawah 5 tahun yang mempunyai riwayat kontak

dengan pasien dievaluasi?

A. Ya B. Kadang-kadang C. Tidak

SEKIAN TERIMA KASIH TUHAN MEMBERKATI


(5)

Master Data

Nama Umu

r Seks

Pendidika

n k1 k2 k3 k5 k6 k7 k14 ktotal

Penilaia n

Kariaman 59 laki-laki Tiada 1 2 3 3 3 3 3 18 Baik

Masri 70 laki-laki SMP 3 2 3 3 3 3 3 20 Baik

Juhari 60 laki-laki Tiada 3 3 3 3 3 3 1 19 Baik

Samin 49 laki-laki SD 1 3 3 3 3 2 3 18 Baik

Hotler 48 laki-laki SMP 1 3 3 3 3 3 2 18 Baik

Sakrin 68 laki-laki Tiada 3 1 3 3 3 2 3 18 Baik

Sulasian 32

perempua

n SMTU 1 3 3 2 3 3 1 16 Sedang

Hukum 73 laki-laki Tiada 1 1 3 1 3 1 1 11 Kurang

Anna 53

perempua

n SMA 1 3 3 3 3 2 3 18 Baik

Harry 33 laki-laki SMTU 2 3 3 2 2 2 3 17 Baik

Tedi 47

perempua

n SMP 2 2 3 1 3 3 3 17 Baik

Masri 54

perempua

n SD 3 3 2 1 3 1 1 14 Sedang

Kaliaman 50 laki-laki SD 3 3 2 3 3 3 2 17 Baik

Eddin 33 laki-laki SMA 3 1 2 2 2 2 1 13 Sedang

Agus 32 laki-laki SMP 2 2 3 1 3 2 3 16 Sedang

Nerlince 37

perempua

n SMP 3 2 2 1 3 2 2 15 Sedang

Mumban


(6)

Siden 61 laki-laki Tiada 1 3 2 1 2 2 3 14 Sedang

Jarinsen 66 laki-laki Tiada 2 3 1 3 3 2 3 17 Baik

Wati 43

perempua

n SMP 1 3 1 1 3 1 3 16 Sedang