5.3. Pemilihan Umum dan Sistem Pemilihan Umum
5.3.1. Pengertian Pemilihan Umum
Pemilihan umum adalah suatu contoh partisipasi politik yaitu kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Pada hakikatnya pemilihan umum merupakan
cara dan sarana yang tersedia bagi rakyat unutk menentukan wakil-wakilnya yanga akan duduk dalam badan-badan perwakilan rakyat untuk menjalankan kedaulatan rakyat. Sangat
bermaknanya pemilu bagi semua orang, maka pemilihan yang menjadi indikator demokratisnya suatu negara.
Untuk menjaga kelangsungan penyelengaraan pemerintahan yang dibentuk melalui mekanisme pemiliha umum maka keterlibatan masyarakta sangat dibutuhkan sebagai energi
demokrasi itu sendiri.
35
Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi sistem pemilihan organis dan sistem pemilihan mekanis. Organis menempatkan rakyat sebagai sejumlah individu yang hidup bersama
dalam berbagai macam persekutuan hidup fungsi tertentu, lapisan sosial dan lembaga-lembaga sosial. Persekutuan inilah yang diutamakan sebagai pengendali hak untuk megutus wakil-
wakilnya dan wakil-wakil yang duduk dalam perwakilan rakyat hanya berdasarkan pengangkatan. Dalam sistem pemilihan mekanisme partai-partailah yang mengorganisir pemilih
Pemilihan umum dengan makna demokratisnya adalah tempat berkompetisinya partai politik yang secara umum dapat menjadi tempat pembelajaran bagi elit
dan komponen bangsa lainnya. Selain itu pemilihan umum juga terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan kepada kandidat dan partai politik yang ada.
5.3.2. Sistem Pemilihan Umum
35
Doni Hendrik, Perilaku Memilih Etnis Cina dalam Pemilu tahun 1999, Padang, 2003, hal 52
Universitas Sumatera Utara
dan pemimpin pemilihan baik berdasarkan dua partai maupun multi partai. Sistem ini menghasilkan badan perwakilan yang mencerminkan kepentingan umum.
Secara umum ada dua sistem pelakasanaan pemilu yang dipakai yaitu: a.
Sistem distrik Kriteria utama dari sistem distrik adalah dimana wilayah negara dibagi dalam distrik-
distrik pemilihan atau daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan. Ciri pokok dari sistem pemilihan distrik adalah bahwa yang menjadi focus
pemilihan bukanlah organisasi politik, melainkan individu yang mewakili atau yang dicalonkan oleh partai politik disuatu distrik. Orang yang dicalonkan biasanya warga
distrik tersebut yang sudah dikenal secara baik oleh warga distrik yang bersangkutan. Jadi hubungan antar para pemilih dengan para calon cukup dekat.
36
b. Sistem Proporsional
Dalam sistem ini tidak ada pembagian wilayah pemilihan karena pemilihan bersifat nasional. Pembagian kursi pada badan perwakilan rakyat didasarkan pada jumlah
persentase suara yang diperoleh masing-masing partai politik. Adapun beberapa kelebihan dari sistem ini adalah tidak ada suara yang terbuang karena perhitungan
digabungkan secara nasional. Namun ada juga kelemahan dari sistem ini yaitu kekuasaan partai politik sangat besar karena partai politik yang menentukan orang-orang yang akan
diajukan sebagai calon, akibatnya wakil-wakil yang duduk pada sebuah lembaga perwakilan tidak murni sebagai wakil rakyat tetapi lebih merupakan wakil partai politik
yang menusungnya.
37
36
Nazarddin Sjamsuddin, Dinamika Sistem Politik Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1993, hal 143
37
Arbi Sanit, Op.cit, hal 27
Universitas Sumatera Utara
5.3.3. Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Di Indonesia