BAB II LANDASAN TEORI
II.A. Organizational Citizenship Behavior II.A.1. Pengertian Organizational Citizenship Behavior
Elemen penting yang diperhatikan dalam organisasi adalah perilaku extra- role. Organ dan Batemen 1983 serta Smith, Organ, dan Near 1983 menamakan
kinerja extra-role dengan Organizational Citizenship Behavior OCB. OCB adalah kontribusi pekerja “di atas dan lebih dari” deskripsi kerja formal Smith et
al. , 1983. OCB melibatkan beberapa perilaku, meliputi perilaku menolong orang
lain, menjadi volunteer untuk tugas-tugas ekstra, patuh terhadap aturan-aturan dan prosedur-prosedur di tempat kerja. Perilaku-perilaku ini menggambarkan “nilai
tambah karyawan” dan merupakan salah satu bentuk perilaku prososial, yaitu perilaku sosial yang positif, konstruktif dan bermakna membantu Aldag
Resckhe, 1997 :1. Organ 1988 mendefinisikan OCB sebagai perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward
formal porganisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini berarti perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau
deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak diberikan
hukuman. Elanain, 2007
Beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Organizational Citizenship Behavior
OCB merupakan :
Universitas Sumatera Utara
a. Perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal-hal yang mengedepankan kepentingan organisasi.
b. Perilaku individu sebagai wujud dari kepuasan berdasarkan performance, tidak diperintahkan secara formal.
c. Tidak berkaitan secara langsung dan terang-terangan dengan sistem reward yang formal.
II.A.2. Aspek-Aspek Organizational Citizenship Behavior
Organ 1988 mengatakan bahwa orang yang melakukan organizational citizenship behavior
dikenal sebagai “tentara yang baik”. Terdapat lima dimensi OCB menurut Organ et al. 2006 adalah sebagai berikut :
a. Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi
maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.
b. Conscientiousness Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan
perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari
panggilan tugas c.
Sportmanship Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal
dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan – keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam spotmanship akan meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang
lebih menyenangkan. d.
Courtessy Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah –
masalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain.
e. Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi mengikuti perubahan dalam
organisasi, mengambil inisiatif untuk
merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur – prosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber – sumber yang dimiliki oleh
organisasi. Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang
ditekuni.
II.A.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Organizational Citizenship Behavior
Siders et.al. 2001 Perilaku OCB dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri karyawan internal seperti moral, rasa puas,
sikap positif, dsb sedangkan faktor yang berasal dari luar karyawan eksternal seperti sistem manajemen, sistem kepeminpinan, budaya perusahaan. dalam
Pantja Djati, 2008
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor dalam OCB antara lain : 1. Budaya dan iklim organisasi.
Menurut Organ 1988 terdapat bukti kuat yang mengemukakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu kondisi awal yang utama yang
memicu munculnya perilaku OCB. Sektor nonprofit memiliki perbedaan dengan sektor profit dibeberapa aspek kebudayaan seperti tujuan, nilai,
kompensasi, tugas atau kewajiban, dan gaya kepemimpinan Brower and Sharder, 2000; Amstrong 1952; Rainey 1994, dalam Vigata et. al, 2004.
Pembagian organisasi berdasarkan tujuannya yaitu organisasi profit dan nonprofit, masing-masing memiliki budaya dan iklim organisasi yang
berbeda, sehingga hal ini mempengaruhi perilaku OCB yang muncul di kedua jenis organisasi tersebut.
2. Kepribadian dan suasana hati. Kepribadian dapat mempengaruhi perilaku pekerja secara kelompok dan
individu. George dan Brief 1992 berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh mood. Keperibadian
merupakan suatu karakteristik yang relatif tetap, sedangkan mood dapat berubah-ubah. Suasana hati yang positif akan meningkatkan peluang
seseorang untuk membantu orang lain. Meskipun suasana hati dipengaruhi oleh kepribadian, ia juga dipengengaruhi oleh faktor situasi, misalnya
iklim kelompok kerja dan faktor-faktor keorganisasian.
Universitas Sumatera Utara
3. Komitmen Organisasi. Eflina 2004 menyatakan bahwa latar belakang yang paling besar dalam
mempengaruhi munculnya perilaku OCB adalah komitmen organisasi dan kepribadian. Dimana hasil penemuannya mengatakan bahwa komponen
komitmen organisasi yang berpengaruh terhadap OCB total adalah komitmen afektif dan kontinuans.
4. Tipe Kepemimpinan. Pada penelitian Podsakoff et al., 1990 menyatakan bahwa “perilaku
kepemimpinan mempengaruhi bawahan untuk menghasilkan kinerja melebihi apa yang seharusnya atau melebihi level minimum yang
dipersyaratkan organisasi” dalam Utomo, 2002. Kaihatu 2007 juga melakukan penelitian mengenai tipe kepemimpinan transformational
memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk perilaku OCB pada karyawan.
5. Persepsi terhadap dukungan organisasional. Pekerja yang mendapat dukungan dari organisasi akan memberikan
timbal-balik dan menurunkan ketidakseimbangan dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship.
Universitas Sumatera Utara
6. Persepsi antara kualitas antara atasan-bawahan. Minner 1988 mengemukakan bahwa interaksi antar atasan-bawahan yang
berkualitas tinggi akan memberikan dampak seperti meningkatkan kepuasan pekerja, produktifitas, dan kinerja karyawan.
7. Masa kerja. Greenberg dan Baron 2000 mengemukakan bahwa karakteristik personal
seperti masa kerja dan jenis kelamin berpengaruh terhadap OCB. Karyawan yang telah lama bekerja di dalam suatu organisasi akan
memiliki keterdekatan dan keterikatan yang kuat terhadap organisasi tersebut.
8. Jenis Kelamin gender. Konrad et al. 2000 mengemukakan bahwa perilaku-perilaku kerja seperti
menolong orang lain, bersahabat dan bekerjasama dengan orang lain lebih menonjol dilakukan oleh wanita daripada pria. Beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa wanita cenderung lebih mengutamakan pembentukan relasi relation identities dari pada pria Gabriel dan Gardner, 1999 dan
lebih menunjukkan perilaku menolong daripada pria Bridges, 1989: George et al., 1998. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa ada
perbedaan yang cukup menyolok antara pria dan wanita dalam melakukan perilaku menolong dan interaksi sosial di tempat mereka bekerja.
Universitas Sumatera Utara
Lovell et al. 1999 juga menemukan perbedaan yang cukup signifikan antara pria dan wanita dalam tingkat OCB mereka, dimana perilaku
menolong wanita lebih besar dari pada pria. Morrison 1994 juga membuktikan bahwa ada perbedaan persepsi terhadap OCB antara pria dan
wanita , dimana wanita menganggap OCB merupakan bagian dari perilaku in-role
mereka dibandingkan pria. Secara teoritis mungkin perbedaan gender ini mungkin lebih terlihat pengaruhnya pada OCB-I OCB yang
ditunjukkan secara langsung kepada individu lain, seperti menolong rekan kerja daripada OCB O OCB yang ditunjukkan secara langsung pada
organisasi, seperti menjaga fasilitas organisasi. 9. Latar Belakang Pendidikan.
Penelitian yang dilakukan Universitas Monash terhadap 220 sampel menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan tidak mempunyai pengaruh
terhadap komitmen dan OCB Pettit Donohoe, 2004 10. Usia
Jahangir 2004 menyatakan bahwa pegawai yang lebih muda flkesibel dalam mengatur kebutuhan mereka dan kebutuhan organisasi. Sementara
itu, pegawai yang lebih tua cenderung lebih kaku dalam menyesuaikan antara kebutuhan mereka dan kebutuan organisasinya. Sehingga, para
pegawai muda dan tua bisa memiliki orientasi-orientasi yang berbeda kepada diri mereka sendiri, orang lain dan pekerjaannya. Perbedaan usia
bisa menghasilkan perbedaan motif pada OCB. Pada penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan LMU Ludwig-Maximilians-University, Munich menunjukkan bahwa usia tidak berpengaruh pada perilaku mereka ditempat kerja. Giap
Hackemeier, 2005. Selain beberapa faktor yang disebut diatas masih ada faktor-faktor lainnya
yang mempengaruhi OCB seperti yang dikemukakan oleh Podsakoff, dkk dalam Burton, 2003 mengidentifikasikan 4 elemen yang memiliki hubungan
dengan OCB, yaitu : 1. Karakteristik individual karyawan anggota organisasi
Konovsky Organ 1996 mengatakan bahwa faktor bawaan dan karakteristik
psikologis individu
seperti kepribadian,
kebutuhan psikologis, dan sikap merupakan prediktor OCB. Diketahui bahwa
karyawan yang sabar, optimis, ekstrovert, empatik, dan berorientasi tim lebih cenderung berorientasi menunjukkan perilaku OCB dalam Sinuraya,
D.S, 2008. 2. Karakteristik tugas pekerjaan
Studi - studi yang berfokus pada karakteristik tugas pekerjaan membedakan berdasarkan lima area, yaitu : 1 Task Feedback 2 Task
Rutinization 3 Intinsically Satisfying Task 4 Task Interdependence dan
5 Employee Involvement Podaskoff, Mackenzie Boomer, dalam Butron. Hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa employee involvement
memperlihatkan signifikasni dengan OCB, dimana ketika karyawan mendapatkan tugas yang menarik yang mampu membuat karyawan
Universitas Sumatera Utara
terserap dalam pekerjaannya, maka karyawan akan cenderung untuk melakukan tugas ekstra. Sedangkann task rutinization menjadi satu-
satunya variabel yang memiliki hubungan negatif dengan OCB. Kemudian ditemukan juga bahwa task interdependence tidak langsung berhubungan
dengan OCB, melainkan melalui variabel lain seperti perasaan tanggung jawab terhadap rekan kerja dan suatu pekerjaan.
3. Karakteristik kepemimpinan Secara keseluruhan, perilaku kepemimpinan memiliki hubungan yang
signifikan dengan OCB Podsakoff, dkk dalam Burton, 2003. Transformational Leadership, Leadership
dan Substitute for Leadership memiliki hubungan dengan OCB. Namun, ”super” leadership tidak
memiliki hubungan dalam menampilkan OCB dalam organisasi Burton, 2003. Oleh karena itu daapat disimpulakn bahwa karyawan akan bersedia
melakukan pekerjaan tugas tambahan jika mereka bekerja pada manajer atasan yang inspirsional dan suportif.
4. Karakteristik organisasi Penelitian sebelumnya bahwa organizational formalization, organization
flexibility, dan advisory staff suppor tidak menunjukkan signifikansi yang
konsisten terhadap OCB. Disisi lain percieved organizational support POS
menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap OCB. Penghubung yang kuat tersebut ada pada dimensi altruisme yang
dikemukakan oleh Setton, Bennett, dan Liden sebagai OCB I , dimana ”I”
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan interaksi dengan individu bukan dengan organisasi Burton, 2003.
Berdasarkan uraian diatas , maka dapat disimpulkan bahwa OCB bukan hanya dipengaruhi oleh faktor internal tetapi juga faktor eksternal yaitu seperti
karakteristik tugas, karakteristik kepemimpinan, dan karakteristik organisasi.
II.A.5. Keuntungan OCB
Keuntungan OCB dapat dirasakan oleh organisasi itu sendiri dan parakaryawan yang berada di organisasi tersebut. Chen et al. dalam Koopman,
2003 mengatakan bahwa OCB terutama altruism, conscientiousness, dan spotrmanship
dapat menurunkan tingkat turnover karyawan. OCB dapat membuat karyawan lebih lama berada di dalam organisasi, memiliki kualitas
perusahaan yang tinggi, dan membantu kesuksesan peusahaan. Jadi OCB dapat membentuk lingkungan kerja organisasi yang baik sehingga memunculkan
dedikasi karyawan, tingkat turnover yang rendah, dan kualitas yang baik Chien et al dalam Koopman, 2003. Allen dan Rush’s 1998 menyatakan bahwa OCB
dapat memunculkan suatu hubungan yang baik antara karyawan dalam Koopman, 2003
II. B. Jenis Organisasi
Wursanto 2002 menyatakan berbagai jenis organisasi yang dilihat dari berbagai segi antara lain pembagian organisasi berdasarkan pusuk pimpinan, segi
keresmian, segi tujuan, segi luas wilayah, segi kebutuhan sosial, dan segi bentuk organisasi. Berdasarkan organisasi dari segi tujuan Wursanto 2002 menyatakan
Universitas Sumatera Utara
organisasi terbagi atas organisasi niaga organisasi ekonomi atau organisasi profit dan organisasi sosial atau organisasi kemasyarakatan organisasi nonprofit
II.B. 1 Organisasi Profit
Organisasi profit adalah organisasi yang tujuan utamanya mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
profit adalah memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa. Pelayanan yang diberikan adalah memberikan barangjasa guna mendapatkan imbalan dalam
bentuk uang. Kosumen dibebani biaya operasi dan laba Wursanto, 2002. Wursanto 2002 mengatakan istilah lain organisasi profit adalah
organisasi niaga. Organisasi niaga dibedakan menjadi organisasi niaga swasta dan organisasi niaga pemerintah. Organisasi niaga swasta didirikan oleh pihak swasta
dengan berbagai macam bentuk dan jenis, misalnya Firma Fa, Perseroan Komanditer CV, Perseroan Terbatas PT, dan Koperasi. Sedangkan organisasi
niaga pemerintah adalah organisasi niaga yang didirikan oleh pemerintah yang dapat dikelompokkan ke dalam empat macam bentuk, yaitu : Perseroan Terbatas
Negara Persero, Perusahaan daerah, Perusahaan Negara Umum Perum, dan Perusahaan Negara Jawatan Perjan, dan bentuk badan usaha lainnya seperti Join
Venture, Holding Company, Karet dan sebagainya. Ebert dan Griffin 2003 menyatakan organisasi profit adalah sekelompok
orang yang bekerja dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa organisasi profit adalah suatu organisasi atau perusahaan yang
memiliki tujuan untuk mencari keuntungan dari hasil usahanya baik berupa barang maupun jasa. Organisasi profit hanya melayani konsumen yang dapat
Universitas Sumatera Utara
memberikan keuntungan Salusu, 2005. Karakteristik organisasi profit antara lain Salusu, 2005 :
1 Organisasi yang pemiliknya jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya,
2 Organisasi profit memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya,
3 Dalam hal penyebaran tanggungjawab, pada organisasi profit telah memiliki kejelasan siapa yang menjadi dewan komisaris yang kemudian memilih
seorang Direktur Pelaksana Salusu, 2005.
II.B.2 Organisasi Non-Profit
Organisasi nonprofit adalah organisasi atau badan yang tidak menjadikan keuntungan sebagai motif utamanya dalam melayani masyarakat, atau juga
disebut sebagai korporasi yang tidak membagikan keuntungannya sedikitpun kepada para anggotanya, karyawan, serta ekskutifnya Oleck, 1988 dalam Salusu
2005. Organisasi nonprofit juga dijuluki sebagai non-stock corporation, yang merefleksikan ide bahwa tidak ada pembagian laba kepada para pemegang
sahamnya. Menurut Prijono dalam Salusu, 2005 organisasi nonprofit di Indonesia
terbagi empat golongan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Lembaga Keagamaan Organisasi keagamaan yang terbesar di Indonesia adalah Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama yang sejak lama menadji prionir dalam mendirikan lembaga- lembaga pendidikan keagamaan dan umum di seluruh nusantara.
Muhammadiyah hingga saat ini telah membangun bebrapa lemabaga pendidikan dari TK sampai SMA seta perguruan tingggi, membangun rumah
sakit, poliklinik, BKIA, Rumah Sakit Bersalin dan rumah yatim piatu. Organisasi keagamaan Kristen Protestan dan Katolik, juga telah turut
membantu pemerintahan melalui pendirian beberapa ribu sekolah, rumah sakit, BKIA, rumah yatim dan lain sebagainya.
2. Organisasi Kesejahteraan Sosial Organisasi yang bergerak untuk kepentingan sosial, misalnya Badan
Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial BKKKS di Jakarta. 3. Organisasi Kemasyarakatan
Organisasi ini dibedakan atas organisasi sosial dan lembaga pengembangan Swadaya Masyarakat. Contoh organisasi kemasyaakatn adalah Organiasis
Keluarga Berencana Indonesia. 4. Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM merupakan manifestasi dari suatu masyarakat sipil yang terorganisir di luar organisasi pemerintah Non
Government Organization Zamroni, 2008. Beberapa sifat yang melekat
Universitas Sumatera Utara
dalam diri LSM antara lain Saragih, 1995:5 dalam Zamroni, 2008: organisasi yang bersifat nirlaba non-profit yaitu organisasi ini dibentuk bukan untuk
mencari keuntungan, merupakan organisasi yang independen, bukan institusi yang merupakan perpanjangan tangan organisasi pemerintah, organisasi
politik, dan organisasi bisnis, dan karakter dan perannya meningkatkan keswadayaan masyarakat,
Organisasi nonprofit dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya pemilik organisasi tersebut, apakah anggota klien atau donatur,
dalam hal donatur, organisasi nonprofit membutuhkan suatu sumber pendanaan, penyebaran tanggungjawab pada organisasi mini belum jelas siapa yang menjadi
dewan komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana Salusu, 2005.
Anthony dan Young dalam Salusu, 2005 merumuskan beberapa karakteristik organisasi nonprofit, antara lain :
1. Tidak bermotif mencari keuntungan, 2. Adanya pertimbangan khusus dalam pembebanan pajak,
3. Adanya kecendrungan berorientasi semata-mata pada pelayanan, 4. Banyak menghadapi kendala yang besar pada tujuan dan strategi
5. Kurang banyak menggantungkan diri pada kliennya untuk mendapatkan bantuan keuangan
6. Dominasi profesional 7. Pengaruh politik biasanya memainkan peranan yang sangat penting.
Universitas Sumatera Utara
Koteen Salusu, 2005 menambahkan karakteristik nonprofit yaitu adanya birokrasi yang kurang responsif. Jadi suatu organisasi disebut organisasi yang
nonprofit apabila ia pertama-tama menyebutkan dirinya sebagai nonprofit, yaitu tidak menjadikan keuntungan sebagai tujuan utamanya pada saat didirikan.
Kemudian, menyatakan dalam statusnya bahwa bila ada keuntungan yang diperoleh dari suatu transaksi atau aktivitas, tidak akan dibagikan kepada
pengurus sebagai tambahan penghasilan di luar gaji, dengan kata lain tidak dipandang sebagai dividen yang harus diperoleh setiap pemegang saham, dan
kehadiran organisasinya diakui oleh peraturan perundang-undangan Salusu, 2005.
Organisasi nonprofit memiliki kebanggan tersendiri karena diberi hak istimewa, yaitu pembebasan pajak dan berhak meminta sumbangan, donasi,
hadiah dan hal yang serupa. Selain itu organisasi tidak dituntut oleh undang- undang untuk memberikan pesangon sesuai aturan kepada karyawan yang di
PHK. Terdapat lima fase pertumbuhan organisasi nonprofit menurut Ostrowski
dalam Salusu, 2005, yaitu : 1. Fase Pertama.
Organisasi didirikan dengan beberapa anggota pengurus yang tidak digaji. Prinsip mereka adalah sukarela. Lahirnya organisasi juga dapat
diakibatkan dorongan dari seseorang yang mempunyai komitmen untuk berusaha memenuhi suatu kebutuhan tertentu dari suatu kelompok
Universitas Sumatera Utara
masyarakat atau sebagian besar masyarakat, tetapi tetap mencari pengurus yang ingin membantu membangkitkan dirinya tanpa menuntut bayaran.
2. Fase Kedua. Organisasi sudah mulai berakar sehingga mulai melembagakan dirinya
secara profesional. Pimpinannya, dan bahkan beberapa staf inti lainnya, diangkat dan diberi gaji. Berbagai aturan dan kebijaksanaan dibuat seperti
uaraian tugas, pembukuan yang profesional, pengadaan barang yang terkendali, serta standarisasi aturan kerja. Hirarki organisasi mulai matang
dan komunikasi internal lebih formal. 3. Fase Ketiga.
Desentralisasi organisasi mulai berhasil. Pada tingkat pertumbuhan ini, organisasi nonprofit sudah cukup besar sehingga diperlukan para
pengawas dan direktur program, yang sehari-hari sibuk membuat perencanaan, membuat program, dan melaksanakan berbagai proyek.
Tugasnya adalah mendorong karyawan, mampu memberdayakan karyawan untuk dapat menangkap semangat dari fase pertama, lalu
menjadikan organisasi yang sungguh-sungguh terkoordinasi, dengan identits yang jelas di bawah kepemimpinan yang tangguh.
4. Fase Keempat Fase ini adalah fase koordinasi. Manajemen puncak mulai memusatkan
dan melembagakan tim manajemennya. Koordinasi disempurnakan,
Universitas Sumatera Utara
fregmentasi dukurangi, pengambilan keputusan terpusat mulai menjadi acuan utama. Misi organisasi merupakan tumpuan perencanaan yang
sering kali sudah mulai diadakan di luar kota, tetapi krisis sewaktu-waktu mulai juga timbul apabila terdapat ketidakpuasan di antara para pengelola.
5. Fase Kelima. Merupakan fase terakhir yang memantapkan kerjasama dengan
memecahkan masalah-masalah organisasinya yang memusatkan perhatian pada penyelesaian masalah secara cepat melalui pembentukan tim-tim
kerja, membentuk gugusan ugas, serta rapat dan pertemuan spontan di antara manajer tingkat atas.
II.C. Perbedaan Organisasi Profit dan Organisasi Nonprofit
Dilihat dari sudut teori organisasi, menurut Dwight Waldo dalam Gortner et al, 1987 sesungguhnya sudah ada gerakan yang mencoba menghindari
perbedaan yang tajam antara organisasi profit dan nonprofit, bahkan coba menguburkan perbedaan itu sekaligus menggabungkannnya, ia menegaskan
bahwa baik organisasi profit dan organisasi nonprofit masing-masing memiliki karakteristik profit dan nonprofit, maka seharusnyalah mereka diperlakukan sama
dan tidak dipisahkan. Akan tetapi, tidak boleh diartikan sebagai menghilangkan karakteristik khas dari masing-masing organisasi tersebut.
Banyak hal yang membedakan antara organisasi profit dan nonprofit, yaitu dalam hal kepemilikan tidak jelas siapa sesungguhnya pemilik organisasi nonprofit,
apakah anggota, klien atau donatur. Pada organisasi laba pemilik jelas
Universitas Sumatera Utara
memperoleh keuntungan dari usaha organisasinya. Organisasi nonprofit membutuhkan donatur sebagai sumber pendanaannya, berbeda dengan organisasi
profit yang sumber pendanannya berasal dari keuntungan usahanya. Untuk penyebaran tanggung jawab, pada organisasi profit telah jelas siapa yang menjadi
dewan komisaris yang kemudian memilih seorang direktur pelaksana. Sedangkan pada organisasi nonprofit hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan
Komisaris bukanlah pemilik organisasi Nawawi, 2007. Organisasi nonprofit tidak melakukan pembagian laba kepada para pemegang saham, sedangkan
organisasi profit melakukan pembagian laba kepada para pemegang saham Salusu, 2005.
II.D. Organizational Citizenship Behavior ditinjau dari Jenis Organisasi Profit dan Nonprofit
Organisasi menurut Schein 1985 adalah koordinasi sejumlah kegiatan yang direncanakan untuk mencapai suatu maksud atau tujuan bersama melalui
pembagian tugas dan fungsi kerja, melalui serangkaian wewenang dan tanggungjawab dalam Mangundjaya, 2002. Secara umum organisasi dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain : 1. Strategi
Berbagai macam usaha yang dilakukan oleh organisasi dalam menjalankan usahanya.
2. Ukuran Organisasi Besarkecilnya suatu organisasi juga merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap kondisi, dan strategi suatu organisasi. Faktor-faktornya antara
Universitas Sumatera Utara
lain kapasitas fisik, jumlah karyawan dan aset yang dimiliki oleh organisasi
3. Sistem Berbagai aspek yang termasuk ke dalam sistem turut berpengaruh pada
situasi dan kondisi organisasi. Hal tersebut antara lain : kompleksitas, formalitas, dan sentralitas.
4. Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan organisasi baik eksternal dan internal organisasi antara
lain : a. Lingkungan Sosial dan Budaya
Lingkungan sosial budaya sangat dipengaruhi oleh sosial budaya baik dalam arti organisasi tersebut terletak pada lingkungan sosial
budaya tertentu, maupun organisasi yang dilihat dari mayoritas sumberdaya manusia yang berasal dari lingkungan sosial budaya
tertentu. b. Lingkungan Fisik Iklim, Geografi
Lingkungan fisik mempengaruhi sifat organisasi c. Jenis tipe Organisasi
Jenis dan tipe organiasi, yang dilihat dari berbagai aspek antara lain sifat organisasi Profit dan Nonprofit, jenis usaha jasa, pabrik,
kontraktor, perdagangan, dan sebagainya. d. Iklim dan Budaya OrganisasiPerusahaan
Universitas Sumatera Utara
Iklim dan budaya organisasi turut berpengaruh pada situasi dan kondisi secara keseluruhan baik kedalam maupun keluar
organisasi. e. Masukan dan Keluaran Organisasi
Masukan dan keluaran organisasi mempengaruhi situasi, kondisi dan iklim organisasi secara keseluruhan. Misalnya organisasi yang
memperoduksi barang akan berbeda dengan organisasi yang memberikan jasa.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk mengetahui bagaimana kinerja didalam suatu organisasi, maka kita juga harus
memperhatikan jenis dari organisasinya. Hal ini dikarenakan jenis organisasi tertentu memiliki karakteristik tersendiri dalam menjalanakan organisasinya.
Kita ketahui bahwa suatu organisasi membutuhkan SDM yang tepat untuk dapat mempertahankan organisasinya di dunia persaingan bisnis Nawawi, 2001.
Kenyataannya organisasi membutuhkan perilaku karyawan yang tidak hanya sekedar perilaku intra-role saja, melainkan juga perilaku Organizational
Citizenship Behavior OCB. Organ 1988 mendefinisikan OCB sebagai perilaku
yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara agregat meningkatkan efektivitas
organisasi. Hal ini berarti perilaku tersebut tidak termasuk ke dalam persyaratan kerja atau deskripsi kerja karyawan sehingga jika tidak ditampilkan pun tidak
diberikan hukuman. Elanain, 2007. Terdapat banyak penelitian yang membahas mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan munculnya perilaku OCB di dalam organisasi, antara lain
Universitas Sumatera Utara
Budaya, Iklim organisasi, Komitmen, Kepribadian Elanain, 2007, Persepsi Keadilan Koopmann, 2003, Persepsi Dukungan Organisasi dan Persepsi
Terhadap Kualitas Interaksi Atasan dan Bawahan Novliasi, 2007, Transformational Leadership Modassir, 2008, dan Kompensasi atau Intesif.
Podsakoff, dkk dalam Burton, 2003 mengidentifikasikan 4 elemen yang memiliki hubungan dengan OCB, dimana salah satu faktor dari OCB adalah
karakteristik dari organisasi. Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, organisasi dapat dibedakan menjadi organisasi profit dan nonprofit. Masing-masing
organisasi tersebut
memiliki karaktristik
sendiri dalam
menjalankan organisasinya. Organisasi profit adalah organisasi yang tujuan utamanya
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Organisasi hanya melayani konsumen yang akan memberikan keuntungan bagi organisasinya, sedangkan
organisasi nonprofit adalah organisasi atau badan yang tidak menjadikan keuntungan sebagai motif utamanya dalam melayani masyarakat, atau juga
disebut sebagai korporasi yang tidak membagikan keuntungannya sedikitpun kepada para anggotanya, karyawan, serta ekskutifnya. Wursanto, 2002.
Sektor profit dan sektor nonprofit memiliki beberapa perbedaan di aspek kebudayaan seperti tujuan, nilai, kompensasi, tugas atau kewajiban, dan gaya
kepemimpinan Brower and Sharder, 2000; Amstrong 1952; Rainey 1994, dalam Vigata et. al, 2004.
Gies et al 1990 mengungkapkan bahwa hal yang menjadi dasar organisasi nonprofit ialah memperjuangkan keadilan, ketentraman dalam
masyarakat, kesejahteraan umum. Makna didalamnya adalah melakukan sesuatu
Universitas Sumatera Utara
yang baik, melaksanakan etika, sesuatu yang berdampak menyenangkan, menyejahterakan sebagian kelompok atau seluruh masyarakat. Aktivitas serupa ini
sangat berat tetapi mulia, biasa diprakarsai oleh satu atau beberapa orang yang menaruh perhatian bagi kehidupan orang lain Salusu, 1996. Organisasi nonprofi
terbentuk karena adanya tujuan bersama dari para anggotanya, organisasi ini motifnya adalah altruistik, moral, dan sosial. Hal ini merupakan karakteristik
organisasi nonprofit yang anggotanya dibentuk untuk berperilaku altruism, sehingga mereka tidak berfokus mencari keuntungan untuk diri sendiri. Jadi,
bukan suatu masalah yang besar jika mereka tidak diberikan imbalan. Berbeda dengan organisasi nonprofit, organisasi profit harus memiliki
perencanaan SDM yang baik untuk menemukan SDM yang berkualitas demi mempertahankan organisasinya dan mencari laba sebesar-besarnya dari kinerja
para karyawan. Semua perencanaan didalam organisasi harus dilihat dari sisi untung rugi perusahaan Nawawi, 2001. Perencanaan SDM di organisasi profit
memiliki prosedur yang lebih rumit dibandingkan organisasi nonprofit. Untuk mendapatkan karyawan yang memiliki kinerja yang bagus, organisasi profit
melakukan berbagai tekhnik seleksi karyawan Nawawi, 2001. Karena organisasi ini misinya mencari keuntungan dan hasil dari keuntungan tersebut akan
dibagikan kepada para karyawannya, hal ini membuat para karyawan akan bekerja sesuai dengan prosedur yang ada yang berdasarkan tugas dan kompensasi yang
diberikan. Permasalahan kompensasi juga perlu diperhatikan antara organisasi profit
dan nonprofit. Organisasi profit sudah memiliki kebijakan untuk penetapan kompensasi bagi para karyawannya sedangkan untuk organisasi nonprofit
Universitas Sumatera Utara
penetapan kompensasi bagi karyawan belum jelas. Kompensasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan organisasi. Kompensasi penting baik bagi
karyawan maupun organisasi. Bagi karyawan kompensasi merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka secara wajar dan layak Siagian, 1997,
sedangkan bagi organisasi kompensasi memiliki berbagai macam tujuan dan pada gilirannya kinerja organisasi semakin meningkat. Tujuan organisasi melakukan
pemberian kompensasi antara lain adalah untuk menarik orang-orang yang berkualitas agar bergabung ke dalam organisasi, untuk memotivasi anggota
organisasi agar lebih produktif, dan untuk mempertahankan karyawan agar tetap bekerja di dalam organisasi. Organisasi nonprofit memiliki karakteristik yang
anggotanya dituntut untuk memiliki jiwa altruistik, sehingga walaupun organisasi tidak memberikan kompensasi maka mereka tetap melakukan pekerjaan mereka
dengan baik. Perbedaan-perbedaan yang terdapat di kedua organisasi ini menyebabkan
perbedaan dalam hal kinerja dan perilaku karyawan di dalam organisasi. Baik organisasi profit dan nonprofit, keduanya sama-sama membutuhkan karyawan
yang tidak hanya berperilaku intra-role saja, tetapi juga perilaku extra-role atau OCB. Perbedaan antara kedua organisasi ini akan menyebabkan munculnya
tingkat OCB yang berbeda pula. Hal ini lah yang menjadi dasar peneliti ingin melihat perbedaan OCB antara karyawan yang bekerja di organisasi profit dan
nonprofit.
Universitas Sumatera Utara
II.D. Hipotesa
Terdapat perbedaan tingkat Organizational Citizenship Behavior pada karyawan di organisasi profit dan organisasi nonprofit.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODELOGI PENELITIAN