II.6. Sikap Eskapisme
Eskapisme adalah sebuah kehendak atau kecenderungan menghindar dari kenyataan dengan mencari hiburan dan ketenteraman di dalam khayal atau situasi rekaan. Kecenderungan
sikap eskapis semacam ini bisa kita atasi dengan berbagai cara, antara lain dengan relaksasi. Relaksasi merupakan suatu bentuk eskapisme yang sehat dan banyak kita jalankan. Disini
peneliti menaruh perhatian sikap eskapisme terhadap menonton film. Gagasan tentang eskapisme ini awalnya dikemukakan oleh Richard S. Lazarus dalam pandangan psikologis. Eskapisme ini
termasuk dalam suatu tindakan penyelesaian terhadap masalah atau disebut sebagai coping.
II.7 Proses Coping
Banyak hal yang dapat membuat seseorang untuk dapat berlari dari masalahnya. Salah satunya adalah stress. Stres yang muncul pada seseorang akan memotivasi untuk melakukan
suatu coping Mu’tadin, 2002. Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang
dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis, karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana
hal tersebut akan menjadi perilaku otomatis lewat proses belajar. Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut.
Namun coping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, coping yang efektif untuk
dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya Lazarus Folkman,
1984.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Lazarus Folkman 1984, dalam melakukan coping, ada dua strategi yang dibedakan menjadi :
1. Problem- focusedcoping Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah
masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.
2. Emotion- focusedcoping. Emotion-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional
dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.
Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat dikontrolnya. Sebaliknya, individu
cenderung menggunakan emotion focused coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol Lazarus Folkman, 1984. Terkadang individu dapat
menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping pasti digunakan oleh individu Taylor, 1991. Merujuk pada penelitian ini, penulis memfokuskan
pambahasan eskapisme yang termasuk dalam emotion focused coping. Para peneliti menemukan bahwa penggunaan strategi emotion focused coping oleh anak-anak secara umum meningkat
seiring bertambahnya usia mereka Band Weisz, Compas et al., dalam Wolchik Sandler, 1997.
Suatu studi dilakukan oleh Folkman et al. dalam Taylor, 1991 mengenai kemungkinan variasi dari kedua strategi terdahulu, yaitu problem-focused coping dan emotion focused coping.
Universitas Sumatera Utara
Hasil studi tersebut menunjukkan adanya lima strategi coping dalam emotion focused coping yang muncul, yaitu :
1. Self-control; usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang
menekan. 2.
Distancing; usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-
pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon. 3.
Positive reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan terfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat
religius. 4.
Accepting responsibility; usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk
membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun strategi ini menjadi tidak
baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut. 5.
Escapeavoidance; usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan, minum,
merokok, menonton televisi atau menggunakan obat-obatan.
II.7. Teori Uses and Gratifications