68
Dalam melakukan peminjaman lebih banyak dilakukan oleh wanita meskipun yang menjalankan usaha adalah suaminya, sehingga nama istrinya yang
tercantum dalam keanggotaan KBUW. Alasan laki-laki tidak bersedia meminjam langsung atas namanya karena programnya merupakan program wanita. Hal ini
dipaparkan seorang responden Yt; W, 28 Tahun : ”Nu nambut koperasi mah nami abdi da bapakna mah alim kumargi ieu
program kanggo ibu-ibu, janten abdi mah ngan saukur nambutkeun nami, kitu deui kanggo mayar cicilan sareng iuran kumaha bapakna”.
Nama yang digunakan untuk meminjam ke KBUW adalah nama saya, alasan suami tidak mau mendaftakan dirinya karena KBUW merupakan
program wanita, sehingga saya hanya meminjamkan nama begitu pula yang mengatur pembayaran cicilan dan iuran tergantung suami
Berdasarkan paparan tersebut, meskipun wanita dan laki-laki mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam koperasi, namun ternyata ada perbedaan
dalam menerima pinjaman. Selain itu karena yang menjalankan usaha adalah suami, maka laki-laki mempunyai kekuasaan untuk menyuruh istri meminjam
modal ke koperasi. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa wanita menjadi anggota koperasi bukan atas kesadaran dirinya tetapi meminjamkan namanya atas
suruhan suaminya untuk mendapatkan pinjaman modal usaha. Hal ini berarti wanita belum mempunyai kesadaran penuh bahwa program tersebut ditujukan
untuk pemberdayaan dirinya sendiri.
b. Kesadaran Kritis terhadap Kepengurusan KBUW
Sekretaris KBUW untuk sementara dijabat oleh laki-laki suami, hal ini terjadi karena belum ada anggota yang bersedia menjadi sekretaris dan karena
suami merupakan ketua RW jadi lebih mempunyai kekuasaan terhadap warganya. Hal ini dipaparkan oleh salah seorang responden Is; W, 32 Tahun:
”Sekretaris ngundurkeun diri teras digentos heula ku caroge dan saur kelurahan teu sawios supados aya nu tanggel waler kumargi abdi mah janten
pangurus teu terang nanaon”
Sekretaris mengundurkan diri, maka untuk sementara diganti oleh suami dan pihak kelurahan menyetujui supaya ada penanggung jawab karena saya
sendiri menjadi pengurus tidak tahu apa-apa
69
Hal senada dipaparkan oleh seorang responden Nd; P, 37 Tahun : ”Sekretaris kawitna Ibu Ttn, kumargi anjeuna ngudurkeun diri teras digentos
ku caroge abdi kumargi bapakna teuacan aya padamelan sareng aya nu ngabantosan pembukuan”
Sekretaris sebelumnya dijabat oleh Ibu Ttn, karena mengundurkan diri maka untuk sementara digantikan oleh suami, karena kebetulan suami belum
mempunyai pekerjaan tetap dan sangat membantu dalam pembukuan
Berdasarkan paparan
tersebut bahwa
pengelolaan KBUW
banyak dipengaruhi oleh suami meskipun jabatan sekretaris untuk sementara. Hal ini
terjadi karena pengetahuan pengurus tentang koperasi yang terbatas dan budaya patriarki yang cukup kuat, dimana laki-laki suami diposisikan lebih tinggi, lebih
berkuasa dan dianggap lebih bertanggung jawab daripada wanita. Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa program KBUW belum bersifat
responsif gender dan pada dimensi kesadaran kritis bersifat negatif, artinya wanita menjadi anggota koperasi atas suruhan suaminya untuk mendapat
pinjaman modal usaha bukan atas kesadaran dirinya. Di dalam menerima
pinjaman modal pun terdapat perbedaan antara wanita dan laki-laki, hal ini memperlihatkan bahwa belum adanya kesadaran bahwa hak dan kewajiban laki-
laki dan wanita dalam koperasi adalah sama. Wanita sendiri belum menyadari bahwa program tersebut merupakan program untuk pemberdayaan untuk dirinya
sendiri.
Dimensi Partisipasi
Program P2WKSS merupakan program pemberdayaan wanita, maka diharapkan wanita berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Partisipasi
dapat dilihat dari keterlibatan atau kehadiran wanita dalam setiap kegiatan mulai dalam penentuan kebutuhan, pelaksanaan kegiatan maupun evaluasi serta sejauh
mana wanita terlibat dalam mengambil keputusan di dalam setiap tahap kegiatan. Dimensi partisipasi digunakan untuk menganalisis sejauh mana keterlibatan
wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW, mulai kehadiran dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan serta kendala yang dihadapi wanita dalam mengikuti
kegiatan KBUW.
70
Kegiatan KBUW menuntut partisipasi aktif dari seluruh anggota, namun dalam pelaksanaannya, anggota sulit untuk memenuhi kehadirannya, seperti
keaktifan dalam pembayaran cicilan atau iuran maupun kehadiran untuk mengikuti rapat. Keadaan ini dipengaruhi oleh situasi ekonomi dan pembagian
peran di dalam keluarga, karena wanita banyak melakukan pekerjaan reproduktif, maka pembagian peran tersebut mempengaruhi wanita dalam mengikuti kegiatan
KBUW. Seperti yang dipaparkan salah seorang responden Im; P,31 Tahun : ”KBUW Kaca Piring kantos ngayakeun rapat tapi seueur nu teu hadir
padahal, sateuacana teu pernah ngayakeun rapat. Koperasi teu seueur kegiatan, namung tetep seueur anggota nu dongkap alesanana rupi-rupi,
sapertos repot di bumi sareng gaduh murangkalih.
KBUW Kaca Piring pernah mengadakan rapat tetapi banyak yang tidak hadir, sebelumnya KBUW tidak pernah mengadakan rapat dan tidak banyak
melakukan kegiatan tetapi tetap banyak anggota wanita yang tidak hadir dengan berbagai macam alasan, seperti banyaknya pekerjaan di rumah yang
harus dikerjakan dan mempunyai anak kecil
Berdasarkan paparan tersebut bahwa keterlibatan wanita dalam kegiatan KBUW dipengaruhi oleh pembagian peran di dalam rumah tangga karena wanita
lebih banyak melakukan kegiatan reproduktif yang menuntut waktu yang banyak, maka secara tidak langsung akan mempengaruhi wanita untuk hadir dalam
kegiatan KBUW. Sebenarnya KBUW tidak melaksanakan banyak kegiatan karena kegiatan yang dilakukan hanya mengadakan rapat pada akhir tahun atau
mengadakan rapat bila dianggap perlu. Dengan keadaan demikian diharapkan wanita dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan KBUW, tetapi ternyata kehadiran
wanita untuk mengikuti rapat masih mengalami kendala. Wanita berpartisipasi dalam kegiatan KBUW tidak hanya dalam kehadiran
tetapi terlibat dalam pengelolaan KBUW, seperti merencanakan rapat tahunan, menentukan ADRT dan merencanakan pembuatan prosedur pinjaman. Dalam
memutuskan hal tersebut, pengurus sangat dipengaruhi oleh laki-laki suami karena pengetahuan mereka tentang koperasi terbatas dan kurangnya rasa percaya
diri pengurus dalam mengelola KBUW. Seperti dipaparkan oleh seorang responden Is; W, 32 Tahun :
”Abdi janten pangurus koperasi teu terang nanaon kumargi aya bapakna janten kumaha bapakna, upami aya masalah ge ku abdi mah sok dipasrahkan
71
ka bapakna”. Waktos ngayakeun rapat jarang aya ibu-ibu nu usul, paling nu usul jalmina angger malihmah nu sering usul paling bapak-bapakna.
Saya menjadi pengurus koperasi tidak tahu apa-apa karena ada suami jadi tergantung suami,
jika ada masalah juga saya serahkan kepada suami. Waktu mengadakan rapat jarang ibu-ibu yang menyampaikan usul dan yang
menyampaikan usul biasanya tetap orang yang sama, kadang yang banyak menyampaikan usul biasanya bapak-bapak.
Berdasarkan keadaan tersebut bahwa program belum bersifat responsif gender dan pada dimensi partisipasi bersifat negatif, artinya partisipasi wanita
dalam kegiatan KBUW hanya terbatas pada kehadiran dan kehadirannya pun masih mengalami kendala oleh kegiatan reproduktif. Partisipasi wanita dalam arti
kualitatif masih terbatas, artinya wanita belum berani menyampaikan usul atau terlibat pengambilan keputusan dalam pengelolaan koperasi, karena pengetahuan
yang terbatas dan sangat dipengaruhi suami yang menjabat sebagai sekretaris KBUW. Dengan demikian partisipasi wanita dalam mengikuti kegiatan KBUW
hanya sebatas pada kehadiran yang masih menghadapi kendala, sehingga wanita belum
sepenuhnya terlibat
dalam kegiatan
KBUW baik
dalam kehadiranmengikuti rapat maupun dalam pengambilan keputusan.
Dimensi Kontrol a. Kontrol terhadap Kepengurusan KBUW
Dimensi kontrol digunakan untuk menganalisis sejauh mana wanita mempunyai kekuasaan untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan KBUW.
Artinya apakah wanita mempunyai kekuasaan dalam pengambilan keputusan mengelola KBUW, seperti pemberian pinjaman ke anggota, menghadapi anggota
yang menunggak,
merencanakan rapat
tahunan atau
membuat prosedur
peminjaman. Sebenarnya KBUW memberi kekuasaan penuh kepada wanita untuk mengelola koperasi tetapi karena pengetahuan pengurus yang terbatas dan di
dalam kepengurusan terdapat laki-laki Suami bahkan diberi kekuasaan sebagai penanggung jawab, maka pengambilan keputusan dalam kegiatan koperasi banyak
dipengaruhi laki-laki suami. Hal ini dipaparkan oleh salah seorang responden Hs; L, 42 Tahun :
”Abdi hoyong ngarobih pangurus KBUW kumargi pangurus teu komplit janten nu nambut koperasi teu puguh aya nu ka abdi aya oge nu ka
72
bendahara sareng pembukuanana abdi ge teu apal, abdi ngantosan pembinaan ti pemerintah namung teuaya wae”
Sebenarnya saya hendak mengubah kepengurusan koperasi karena
pengurus tidak komplit, sehingga yang meminjam koperasi ada yang pinjam ke bendahara maupun ke saya, sehingga saya sendiri tidak tahu
pembukuannya, sementara pembinaan dari Pemerintah belum ada sampai sekarang
b. Kontrol terhadap Penggunaan Modal Usaha