Pemanenan Kayu Pola Kemitraan 1. Defenisi Kemitraan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemanenan Kayu

Menurut Suprapto 1979, pada dasarnya pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon atau memindahkan kayu dari suatu tempat atau hutan ke tempat lain, sehingga bermanfaat bagi kehidupan ekonomi masyarakat. Sedangkan Conway 1976 berpendapat bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan dengan melalui proses penebangan, penyaradan, pengangkutan penimbunan dan pengujian. B. Pola Kemitraan B.1. Defenisi Kemitraan Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan me nengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan Departemen Pertanian dalam Yanuarsyah, 2003. Menurut Jensen dan Meckling 1976 dalam Nugroho 2003, kemitraan adalah hubungan dimana satu orang atau lebih sebagai pemberi kepercayaan [principals] mempengaruhi orang lain sebagai mitra yang menerima kepercayaan [agents] untuk melaksanakan beberapa tugas principals melalui pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada mitra yang dimaksud agent s. Dalam kasus pengembangan UKM-IPH, kemitraan menyangkut hubungan antara pemberi pekerjaan dan penerimaan pekerjaan. Dengan hubungan demikian, maka pemberi kepercayaan atau “induk semang” disebut juga principal sedangkan penerima pekerjaan yang membuat keputusan dapat dikategorikan sebagai anak buah atau agent. Hubungan principal-agent akan efisien apabila tingkat harapan keuntungan reward kedua belah pihak seimbang dengan korbana n masing- masing serta biaya transaksi transaction cost sehubungan dengan pembuatan kontrak-kontrak atau kesepakatan-kesepakatan contractual arrangement dapat diminimalkan Rodgers, 1994 dalam Nugroho, 2001. B.2. Maksud dan Tujuan Kemitraan Menurut Hasfah 1999 dalam Yanuarsyah 2003 pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan adalah “Win-win Solution Partneship”. Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang terpenting adalah posisis tawar menawar yang setara berdasarkan peran masing-masing. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kemitraan meliputi 1 meningkatkan pendekatan usaha kecil dan masyarakat, 2 meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3 meningkatkan pemeratan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4 meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, dan 5 memperluas lapangan pekerjaan. Di Indonesia di kenal tiga model hubungan kontrak pemanenan hutan Nugroho, 2003b, yaitu : 1. Kontrak kerja. Dalam kontak model ini pemegang HPH memperoleh kompensasi fee per m 3 kayu log yang dihasilkan, yaitu sebesar USD 6-10 per m 3 . Atau secara teoritis disebut lumpsum basis, seluruh peralatan, tenaga kerja, basecamp, dan manajemen dimiliki oleh kontraktor. Dengan demikian, seluruh risiko kegagalan produksi ditanggung oleh kontraktor. Model ini paling disukai kontraktor. 2. Kerja jasa. Di sini kontraktor dibayar berdasarkan produksi yang dihasilkan. Peralatan umumnya milik kontraktor, tetapi hasil produksi dikuasai oleh pemegang HPHHPHTI. Besar tarif upah umumnya Rp. 300.000,00 per m 3 . Risiko kegagalan produksi kayu bulat ditanggung oleh kontraktor. 3. Bagi hasil. Disini terdapat dua sistem pembayaran balas jasa upah kepada kontraktor. Pertama, kontraktor akan memperoleh imbalan atas produksi kayu yang besarnya sekitar Rp. 300.000,00 per m 3 . Kedua, kontraktor diberi kewenangan pula untuk menjual kayu hasil produksinya, selanjutnya keuntungan harga jual dikurangi harga pokok dibagi antara pemegang HPHHPHTI dan kontraktor sesuai kesepakatan. Model ini lebih disenangi daripada model kedua kerja jasa karena kontraktor memperoleh kepastian pembayaran atas jasa pengeluaran kayu Nugroho, 2003 B.3. Latar Belakang Timbulnya Kemitraan Latar belakang timbulnya kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil antara lain: 1. Latar belakang pengusaha besar bermitra dengan pengusaha kecil yaitu : a Adanya himbauan pemerintah tentang kemitraan pengusaha besar dengan pengusaha kecil atau petani yang direalisasikan melalui Undang-Undang Perindustrian No.5 Tahun 1981 b Adanya imbauan bisnis ekonomi di mana pengusaha besar yang bermitra lebih diuntungkan daripada mengerjakan sendiri. c Tanggung jawab sosial, yaitu kepedulian dari pengusaha besar untuk memajukan dan mengembangkan masyarakat sekitar. 2. Latar belakang pengusaha kecil bermitra dengan pengusaha besar, yaitu : a Adanya jaminan pasar yang pasti. b Mengharapkan adanya bantuan dalam hal pembinaan, pemodalan, dan pemasaran. c Kewajiban untuk bermitra Perusahaan Inti RakyatPIR dengan pengusaha besar. d Kerjasama dengan pengusaha besar akan lebih menguntungkan, baik dari segi harga, jumlah, dan kepastian, maupun dari segi promosi.

C. Biaya Transaksi