Analisis Psikologis Tokoh Utama dalam Komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” Karya Tomoko Hayakawa

(1)

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA

DALAM KOMIK “YAMATO NADESHIKO SHICHI HENGE” KARYA TOMOKO HAYAKAWA

HAYAKAWA TOMOKO NO SAKUHIN NO

“YAMATO NADESHIKO SHICHI HENGE” TO ITTA MANGA NI OKERU SHUJINKOU NO SHINRITEKI NA BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera utara untuk melengkapi

salah satu syarat ujian sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra jepang.

OLEH : SUCI MULIANI

090708015

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat, karunia, kasih sayang, dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Serta, Salawat dan Salam kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah memberikan suri tauladan kepada seluruh umat manusia.

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Psikologis Tokoh Utama dalam Komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” Karya Tomoko Hayakawa” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai kesarjanaan di Fakultas Ilmu Budaya, Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan dan penyelesaian studi dan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan baik moril dan materil serta berbagai bimbingan. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M. Hum., selaku ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dan sekaligus sebagai dosen Pembimbing II.

3. Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A., selaku dosen Pembimbing II. 4. Para dosen penguji yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan

menguji skripsi ini, dan tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh staf dan pengajar di Departemen Sastra Jepang.


(3)

5. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua Orang Tua dan keluarga.

6. Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu saya menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Medan, 4 Oktober 2013


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..…… i

DAFTAR ISI……….…....iii

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang Masalah……….……...1

1.2 Perumusan Masalah………...5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan………..7

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori………...8

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………12

1.6 Metode Penelitian………12

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP “YAMATO NADESHIKO SHICHI HENGE” SEBAGAI MANGA DAN PSIKOANALISA SIGMUND FREUD………14

1.1 Defenisi Manga………....14

1.2 Manga Yamato Nadeshiko Shichi Henge ………16

1.2.1 Unsur Intrinsik……….16

a. Tema………...…16

b. Tokoh………..17

1.2.2 Unsur Ekstrinsik………...18

1.3 Setting Manga Yamato Nadeshiko Shichi Henge……….19

1.4 Psikoanalisa Sigmund Freud dalam Kajian Sastra………...20

2.4.1 Struktur Kepribadian………21

a. Id……….22


(5)

c. Superego……….25

2.4.2 Dinamika Kepribadian……….26

a. Naluri (insting)………...26

b. Kecemasan………..28

c. Mekanisme Pertahanan Ego………...29

BAB III ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA DALAM KOMIK “YAMATO NADESHIKO SHICHI HENGE” KARYA TOMOKO HAYAKAWA………...35

3.1 Sinopsis Cerita……….35

3.2 Analisis Psikologis Tokoh Nakahara Sunako………..38

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN………...66

4.1 Kesimpulan………..66

4.2 Saran………68 DAFTAR PUSTAKA


(6)

ABSTRAK INDONESIA

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA

DALAM KOMIK “YAMATO NADESHIKO SHICHI HENGE” KARYA TOMOKO HAYAKAWA

Skripsi ini membahas masalah psikologis dari tokoh Nakahara Sunako. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui kondisi dan beban psikologis dari Nakahara Sunako dalam komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge”.

Nakahara Sunako adalah seorang gadis yang senang menyendiri dan hidup dalam kegelapan. Sunako seringkali dianggap sebagai pemuja setan karena sikap dan perilakunya. Misalnya: menyukai darah, mengoleksi tengkorak dan organ organ yang diawetkan. Sunako juga tidak menyukai semua hal yang indah seperti bunga, ataupun wajah yang tampan ataupun cantik. Menurut Sunako, hal yang indah adalah makhluk menyilaukan sedangkan dia adalah makhluk kegelapan yang sederajat dengan semua hal yang ditakuti oleh masyarakat pada umumnya.

Konflik batin yang dialami tokoh utama dalam komik ini, sehingga penulis tertarik untuk menganalisa psikologis tokoh utama. Penulis menggunakan teori kepribadian Sigmund Freud yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Selain itu penulis juga menggunakan teori dinamika kepribadian. Yaitu Naluri, Kecemasan dan Mekanisme Pertahanan Ego. Dalam hal ini penulis menggunakan dua teori pendekatan yaitu Psikologi Sastra dan Semiotika.

Tema yang terdapat di dalam komik ini adalah tentang bagaimana kehidupan Nakahara Sunako untuk menjadi seorang Yamato Nadeshiko. Yamato


(7)

Nadeshiko adalah seorang wanita yang ideal. Demi hal itu, bibi Sunako menyuruh Sunako tinggal bersama 4 orang pria.

Hidup bersama seorang gadis yang menyeramkan seperti Sunako sering membuat keempat pria itu sering menderita, terutama Kyouhei. Sunako sangat membenci Kyouhei sehingga sering kali membuat rencana pembunuhan untuknya, bahkan juga pernah mengutuk Kyouhei, sehingga Kyouhei mengalami penderitaan sepanjang hari hingga akhirnya jatuh dari tangga.

Sunako yang senang hidup menyendiri dalam kegelapan, menganggap beberapa benda mati sebagai sahabatnya. Boneka anatomi, dan kerangka serta tengkorak dianggap Sunako sebagai temannya.

Melihat uraian diatas berdasarkan kajian psikologis Freud, tokoh Sunako dalam komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” pada awalnya lebih dominan pada id, namun setelah mengalami banyak hal, superego Sunako mulai muncul, seperti pada cuplikan ketika kutukannya pada Kyouhei membuat Kyouhei terluka, Sunako tampak merasa bersalah dan berusaha untuk menyelamatkan Kyouhei. Namun, yang banyak mengambil peran dalam kepribadian Sunako adalah ego. Hal ini bisa dilihat pada tokoh Sunako, bagaimana tokoh Sunako berusaha memanipulasi kenyataan dan ingatan maupun perasaannya sendiri agar dapat diterima oleh id dan superego. Tampak juga insting hidup dan insting mati sebagai aspek kecemasan dari Sunako dalam komik ini.

Secara keseluruhan dalam pembahasan analisis psikologis tokoh Nakahara Sunako dalam komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” menjelaskan gangguan-gangguan psikologis yang dialami Nakahara Sunako. Misalnya mekanisme pertahanan ego. Yaitu melupakan kejadian yang menyakitkan bagi


(8)

dirinya. Selain itu di dalam komik ini terdapat pesan yang ingin disampaikan oleh Tomoko Hayakawa sebagai pengarang. Yaitu untuk selalu menjadi diri sendiri tanpa melanggar norma-norma yang ada. Selain itu, kita juga harus bisa menghadapi kenyataan dan bukan lari dari kenyataan tersebut.


(9)

Abstrak

早川智子の作品の

「ヤマトナデシコ七変化」といった漫画に

おける主人公の心理的な分析

この 論文は 中原 スナコの 心理的な 問題に ついての 話で あった。

この論文の 目的は「ヤマト ナデシコ七 変化」の漫画の 中原スナコの

っ状態や心理的な状態を知るためであった。

中原 スナコは 孤独を 好んで 暗黒の 中に 住んでいた女の 子で あ

った。スナコは彼女の態度と行動で、いつも 悪魔主義者と考えれてい

た。例えば、血が 好きで 頭骨と ホルマリンの 臓器器官を 収集していた

ことで あった。スナコも きれいな 事は 好きではなかった。例えば、花

とハンサムかきれいな顔で あった。スナコによって、きれいなものは

まぶしい生き物であった。そして、彼女は全部の 怖いものが暗黒の生

き物だと考えられた。

この漫画の主人公に経験した 精神的な紛争があったので、筆者

は心理を 分析するために 興味を持っている。 この論文の 中では筆者

が 主人公の Id, Ego, Superego の ような 「Sigmund Freud」の 個性の

理論を使用している。それは本能と不安と 防御の機構である。つまり、

筆者は この 論文では 二つの 理論を 使用している。それは 心理学の 文


(10)

この 漫画の テーマは 中原 スナコが どの ように ヤマト ナデシコ

に なったかの 生活で あった。ヤマト ナデシコは 理想の 女性で あった。

その ことの ために、スナコの 叔母は 四人の スナコが 四人の 男と いっ

しょに住むようにたのまれた。

スナコのような不気味な女と 一緒に住んでいたのはいつもあの

四人が 苦しんだ。とくに、恭平で あった。スナコは 恭平が 大嫌いだか

ら、いつも暗殺の計画を作った。恭平を 呪ったこともあった。一日中

に恭平がはしごから落ちたまでに苦難を持っていた。

スナコが 暗黒に 一人で 住んでいたのが 好きだった女は、いつか

の無生物を を友人と 考えていた。スナコは 解剖人形と骸骨 そして頭

骨の友達になると考えていた。

上記の 説明は Freudの 心理学的な 研究に 基づいて、「ヤマト ナ

デシコ 七 変化」の 漫画で スナコの 姿が 最初に Id は 支配的な ことを

も っ て い た 。 し か し 、 い ろ い ろ な こ と を し て し ま っ た ス ナ コ の

Superego が見えるようになった。例えば、この切り抜きは、スナコの

呪いで、恭平が重傷した 時に、スナコは 誤っていると 思った。そして、

恭平を 助けた。しかし、スナコの 支配的な 挙動が Egoで あった。それ

は スナコの 姿から 見えることが できた。どのように スナコは Id と

Superegoで 承認されたか、現実に 自分の 記憶と 感情を 変えて しまっ

た。この 漫画の 中で、生の 本能と 死の 本能も スナコの 不安の 側面が


(11)

全体に 「ヤマト ナデシコ 七 変化」の 漫画の 中で、中原 スナコ

の心理的な分析に議論なので、中原 スナコが経験した心理的な障害物

が 説明された。例えば、防御機構で あった。それは 彼女の 痛む事件を

忘れてしまった。さらに、この漫画の中で作家として 早川智子の伝え

るメッセージもあった。それは既存の規範を 反対しないでいつも自分

に なった。そして、私達も現実を逃げらないが、その 事を 遭遇できる


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Karya sastra merupakan karya seorang pengarang yang merupakan hasil perenungan dan imajinasi secara sadar dari hal-hal yang diketahui, dihindari, dirasa, ditanggapi, dan difantasikan, disampaikan kepada khalayak melalui media bahasa dengan segala perangkatnya, sehingga menjadi sebuah karya yang indah. Itulah sebabnya masalah-masalah yang terdapat di dalam karya sastra mempunyai kemiripan dengan keadaan diluar karya sastra. Sesuai pendapat yang menyatakan bahwa karya sastra merupakan cermin dari dunia nyata. Baik cermin dari dunia nyata yang sesungguhnya, maupun cermin dari dunia nyata yang sudah bercampur dengan imajinasi dan perenungan pengarang (Siswanto, 1993: 19).

Jenis karya sastra yang paling diminati dan sering kali memberi pengaruh besar pada masyarakat pada saat ini salah satunya adalah komik atau cerita

bergambar. Komik adalah suatu

bent sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan atas kertas dan dilengkapi dengan bentuk, mulai dari strip dalam berbent

Di dalam karya sastra terdapat unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri misalnya


(13)

tema, plot, penokohan, sudut pandang, dan lain-lain. Sedangkan, unsur ekstrinsik adalah unsur yang membentuk karya sastra itu sendiri, misalnya kebudayaan, sosial, psikologis, dan lain-lain.

Di dalam komik juga terdapat unsur intrinsik dan ekstrinsik seperti tema, penokohan, sudut pandang, sosial, psikologis dan lain-lain. Salah satu unsur instrinsik yang akan dianalisis oleh penulis adalah tokoh, tokoh adalah pelaku dalam karya sastra fiksi. Selain unsur intrinsik, penulis juga akan menganalisis unsur ekstrinsik dalam komik yang berjudul Yamato Nadeshiko Shichi Henge ini yaitu psikologis. Dalam hal ini, pengarang sebuah karya sastra dapat dengan bebas menggambarkan sosiologis maupun psikologis tokoh-tokoh karya tersebut. Maka, di sini penulis ingin menganalisis psikologis dari tokoh utama dari sebuah komik fiksi berjudul “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” karangan Tomoko Hayakawa.

ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan lain sebagainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir, berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.

Menurut Henry Tarigan (1995: 18) psikosastra atau psikologi sastra adalah suatu telaah mengenai sastra berdasarkan fungsi dan nilainya dalam kaitannya dengan perkembangan bahasa, perkembangan berpikir/bernalar,


(14)

perkembangan kepribadian, dan perkembangan sosial, berdasarkan ciri-ciri dan implikasinya dalam pengajaran sastra.

Budi Utama kajian sastra adalah sebagai berikut:

(1) Mengetahui perilaku dan motivasi para tokoh dalam karya sastra. Langsung atau tidak langsung, perilaku dan motivasi para tokoh nampak juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dalam kehidupan sehari-hari mungkin kita juga bertemu dengan orang-orang yang perilaku dan motivasinya mirip dengan perilaku dan motivasi para tokoh dalam karya sastra

(2) Mengetahui perilaku dan motivasi pengarang, dan (3) Mengetahui reaksi psikologi pembaca.

Teori psikologis yang akan dipakai oleh penulis di sini adalah teori psikoanalisis Sigmund Freud (dalam Pieter dan Lubis, 2010) yang menyatakan bahwa struktur kepribadian manusia terdiri dari tiga aspek, yaitu Id, Ego dan Superego:

1. Id adalah aspek yang berhubungan dengan aspek biologis yang merupakan sistem orisinal di dalam kepribadian manusia.

2. Ego adalah aspek yang berkaitan dengan aspek psikologis manusia dan timbul karena kebutuhan seseorang dengan kenyataan (realita).

3. Super ego adalah aspek sosiologi kepribadian yang dianggap sebagai wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat


(15)

sebagaimana ditafsirkan dan diajarkan orang tua kepada anak-anaknya yang dimaksudkan dalam bentuk larangan atau perintah. Komik Yamato Nadeshiko Shichi Henge menceritakan tentang empat orang siswa SMA yang berusaha mengubah keponakan perempuan pemilik kos mereka menjadi seorang yamato nadeshiko yaitu seorang wanita sempurna dan ideal menurut orang Jepang. Jika mereka berhasil memenuhi permintaan ibu kos mereka, maka mereka akan diberikan kos gratis selama 3 tahun ke depan. Sayangnya, permintaan itu tidak mudah karena keponakan perempuan ibu kos mereka sama sekali tidak seperti siswi SMA pada umumnya, tapi lebih menyerupai hantu sadako yang menyeramkan dan punya hobi yang aneh.

Penulis memilih untuk menganalisis komik karangan Tomoko Hayakawa karena pada komik Yamato Nadeshiko Shichi Henge ini menceritakan tentang seorang gadis SMA yang berusia 15 tahun bernama Nakahara Sunako. Penulis sangat tertarik pada tokoh utama pada komik fiksi ini sebab pada umumnya, seorang siswi SMA adalah gadis yang sangat senang bersosialisasi dan mempercantik diri. Inilah saat-saat mereka untuk bertransformasi dari seorang gadis kecil menjadi seorang wanita dewasa. Namun, Nakahara Sunako senang menyendiri dan sama sekali tidak mempedulikan penampilannya, dan hampir tidak pernah mengurus dirinya sendiri. Selain itu, gadis tersebut juga suka akan hal-hal yang aneh seperti kerangka manusia, boneka peraga di laboratorium IPA dan organ-organ dalam manusia maupun hewan. Kamar Nakahara Sunako juga sering disebut sebagai rumah hantu oleh tokoh-tokoh yang lain. Karena kamar itu gelap, dipenuhi benda-benda aneh dan di TV selalu menayangkan adegan-adegan seram yang diputar melalui DVD. Karena perilaku Nakahara Sunako yang menunjukkan gejala kelainan psikologis tersebut yang membuat penulis tertarik


(16)

untuk mengambil judul “Analisis Psikologis Tokoh Utama dalam Komik Yamato Nadeshiko Shichi Henge Karya Tomoko Hayakawa”

1.2. Perumusan Masalah

Setiap orang memiliki kondisi yang berbeda-beda dalam menjalankan kehidupannya. Walaupun setiap orang mengalami dampak yang berbeda-beda dalam mengatasi permasalahan dalam kehidupannya. Ada yang dapat mengambil pelajaran dari pengalaman hidupnya, namun ada juga yang kemudian berubah menjadi orang lain karena trauma akan permasalahannya. Sama halnya seperti Nakahara Sunako yang menjadi tokoh utama di komik Yamato Nadeshiko Shichi Henge.

Nakahara Sunako menganggap dirinya sebagai bagian dari makhluk kegelapan yang biasanya terbuang dan tidak diperdulikan di dalam masyarakat. Dia menganggap bahwa makhluk kegelapan harus terus tinggal di dalam dunia yang gelap dan kelam. Sehingga, Nakahara Sunako sangat menderita ketika dia harus pindah untuk menggantikan bibinya sebagai ibu kos di rumah yang ditinggali oleh empat orang siswa SMA yang sangat tampan dan dikagumi oleh banyak orang yaitu Takano Kyouhei, Morii Ranmaru, Oda Takenaga, dan Toyama Yukinojo. Nakahara Sunako menganggap semua orang yang punya fisik yang indah sebagai makhluk menyilaukan dan itu berarti adalah kaum yang berseberangan dengan dirinya sebagai makhluk kegelapan. Bahkan, Nakahara Sunako berpikir bahwa makhluk kegelapan dapat mati membusuk dan meleleh jika hidup bersama dengan makhluk menyilaukan khususnya Takano Kyouhei yang digambarkan mempunyai fisik yang indah dan sempurna. Karena itu,


(17)

insting hidup Nakahara Sunako membuatnya berkeinginan untuk membunuh Takano Kyouhei yang masuk dalam kategori Id dalam teori Freud. Lalu, Ego yang bertugas mengatur keseimbangan antar Id dan superego gagal melakukan tugasnya, karena Nakahara Sunako mengabaikan superego dan tersenyum merencanakan pembunuhan Takano Kyouhei sambil membayangkan kalau nantinya dia akan berhasil membuat mayat tertampan di dunia. Jadi, tokoh lebih cenderung mengikuti sistem kepribadian id di dalam dirinya. Namun, setelah rencana pembunuhannya yang pertama gagal dan Takano Kyouhei diculik oleh sebuah klub malam yang ilegal. Ego Nakahara Sunako mengalami mekanisme pertahanan ego yaitu displacement, dengan menghancurkan klub malam tersebut sebagai pengganti akan keinginannya untuk membunuh Takano Kyouhei. Setelah Mekanisme pertahanan Ego Nakahara Sunako bekerja, keseimbangan antara id dan superego dapat terjaga.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini, yaitu:

1. Bagaimana psikologis tokoh utama yang senang akan hal –hal yang menakutkan, menyeramkan, dan terkadang membahayakan orang-orang di sekitarnya?

2. Gangguan psikologis apakah yang dialami tokoh Nakahara Sunako yang diungkapkan oleh Tomoko Hayakawa melalui pendekatan Sigmund Freud?


(18)

1.3. Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan- permasalahan yang ada, perlu adanya ruang lingkup dalam pembatasan masalah tersebut. Hal ini bertujuan agar penelitian ini tidak menjadi luas dan tetap terfokus pada masalah yang ingin diteliti.

Data yang digunakan adalah komik Yamato Nadeshiko Shichi Henge atau yang diterjemahkan menjadi Perfect Girl Evolution dalam versi terjemahan bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Level comic. Penulis menganalisis komik tersebut mulai dari jilid 1 sampai dengan 30.

Dalam pembahasan skripsi ini, penulis hanya fokus membahas tentang masalah psikologis yang berkaitan dengan struktur kejiwaan yang saling menekan yaitu Id, Ego dan Super ego yang saling berkaitan dengan dinamika kepribadian yang juga berkaitan dengan insting hidup dan insting mati yang dialami oleh tokoh utama dalam komik Yamato Nadeshiko Shichi henge tokoh utama dalam menikmati hobinya yang cenderung membuat takut dan membahayakan orang-orang di sekitarnya terutama keempat anak laki-laki yang tinggal bersamanya. Penulis menganalisis penelitian ini dengan menggunakan pendekatan semiotik, dan teori psikoanalisis Sigmund Freud sebagai acuan. Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih jelas dan akurat, maka penulis dalam bab dua akan menjelaskan defenisi manga, Unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik manga, setting manga Yamato Nadeshiko Shichi Henge, dan Psikoanalisa Sigmund Freud.


(19)

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka

Sastra sebagai “gejala kejiwaan” yang didalamnya terkandung fenomena yang tampak melalui perilaku tokoh-tokohnya. Sedangkan psikologi adalah ilmu jiwa atau studi tentang jiwa. Dengan demikian, teks sastra (karya sastra) dapat didekati dengan menggunakan pendekatan psikologi. Hal ini dikarenakan sastra dan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional (Darmanto yatman dan Roekhan dalam Aminudin, 1990).

Hubungan tak langsung yang dimaksudkan adalah baik sastra maupun psikologi sastra kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yaitu kejiwaan manusia. Pengarang dan psikolog adalah sama-sama manusia biasa. Mereka menangkap kejiwaan manusia secatra mendalam, kemudian diungkapkan dalam bentuk karya sastra. Sedangkan hubungan fungsional antara sastra dan psikologi adalah keduanya sama-sama berguna sebagai sarana untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain. Perbedaannya adalah adalah dalam karya sastra gejala-gejala kejiwaan dari manusia-manusia imajiner sebagai tokoh dalam karya sastra, sedangkan dalam psikologi adalah gejala kejiwaan manusia-manusia riil

Karena itu, penulis akan menggunakan teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud (dalam Pieter dan Lubis, 2010), dengan teori psikodinamika yang mengatakan bahwa struktur kepribadian manusia terdiri dari tiga aspek yaitu: Id, ego dan super ego. Id adalah aspek yang berhubungan dengan aspek biologis yang merupakan sistem orisinal di dalam kepribadian manusia. Ego adalah aspek yang berkaitan dengan aspek psikologis manusia dan timbul karena kebutuhan seseorang dengan kenyataan (realita). Sedangkan, super ego adalah aspek sosiologi kepribadian yang dianggap sebagai wakil dari


(20)

nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan dan diajarkan orang tua kepada anak-anaknya yang dimaksudkan dalam bentuk larangan atau perintah.

1.4. 2. Kerangka Teori

Dalam meneliti suatu karya sastra diperlukan suatu pendekatan yang berfungsi sebagai titik tolak atau acuan penulis dalam menganalisis karya tersebut. Dalam penulisan ini, Penulis akan menggunakan pendekatan psikologis khususnya teori psikoanalisis Sigmund Freud dan pendekatan semiotik.

Menurut Aminuddin (2000:46) Pendekatan psikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya saat karya sastra itu diciptakan.

Psikoanalisis yang diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu : ~ Struktur Kepribadian

Menurut Freud kepribadian memiliki tiga unsur penting, yaitu id (aspek biologis), ego (aspek psikologis), dan super ego (aspek sosiologis).

Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya terdapat faktor – faktor bawaan (Freud, dalam Koswara, 1991). Faktor bawaan ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life instincts) dan naluri kematian (death insticts).


(21)

Ego adalah aspek psikologis dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan dunia nyata (Freud dalam Suryabrata, 2007). Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau intelektual (Freud dalam Koswara, 1991).

Menurut Freud, Super Ego adalah aspek sosiologis dari kepribadian dan merupakan wakil dari nilai–nilai tradisional atau cita–cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua kepada anak–anaknya, yang dimaksud dengan berbagai perintah dan larangan (dalam Suryabrata, 2007). Jadi, bisa dikatakan super ego terbentuk karena adanya fitur yang paling berpengaruh seperti orang tua.

~ Dinamika Kepribadian

Dalam konsep Freud, naluri adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi (keadaan tegang dan terangsang) pada tubuh yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh (dalam Koswara, 1991). Kecemasan adalah suatu konsep terpenting dalam psikoanalisa dan juga memainkan peranan yang penting, baik dalam perkembangan kepribadian maupun dinamika kepribadian (bandingkan Koswara, 1991:39). Namun, apabila kecemasan yang muncul berlebihan maka, ego individu akan menjalankan mekanisme pertahanan. Freud mengartikan bahwa mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan. (Koswara, 1991:46)


(22)

Dengan menggunakan teori psikoanalisa Sigmund Freud tentang struktur kepribadian manusia yaitu Id, Ego, dan Super Ego yang saling berkaitan satu dengan yang lain dan menuntut agar dorongan-dorongan dari dalam diri agar dipenuhi, ditambah dengan dinamika kepribadian yang tidak lain merupakan insting, kecemasan dan mekanisme pertahanan ego, maka dengan menggunakan pandangan kerangka teori seperti diatas penulis dapat menganalisis psikologis tokoh Nakahara Sunako dalam komik Yamato Nadeshiko Shichi Henge yang berkaitan dengan struktur kejiwaan manusia dan juga berhubungan dengan dinamika kepribadian.

Penulis menggunakan teori pendekatan semiotika dalam menganalisis psikologis tokoh karena dalam mengetahui adanya tekanan batin yang berdampak kepada psikologis tokoh di dalam novel ini, dapat dilihat dari bahasa-bahasa yang berperan sebagai tanda yang menunjukkan adanya psikologis yang terganggu akibat tekanan batin yang dialami. Setelah menemukan tanda yang menunjukkan psikologis tokoh tersebut, maka penulis akan melakukan analisis dengan menggunakan pendekatan psikologis khususnya teori psikoanalisa Sigmund Freud.

Pendekatan semiotik menurut Luxemburg adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sistem tanda. Sebagai ilmu tanda, semiotik secara sistematik mempelajari tanda-tanda dan lambang (semeion, bahasa Yunani yang berarti tanda), sistem-sistem lambang dan proses-proses perlambangan.

Berdasarkan teori semiotik penulis dapat mengkategorikan sikap dan kondisi tokoh ke dalam tanda. Tanda-tanda yang terdapat di dalam komik akan


(23)

diterjemahkan dan dipilih bagian mana saja yang merupakan tindakan tokoh yang menggambarkan psikologis tokoh tersebut. Dengan semiotik kita juga dapat melihat indeksikal - indeksikal psikologis yang digunakan Sigmund Freud terutama yang berkaitan dengan sastra.

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merangkum tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan keadaan psikologis tokoh utama yang senang akan hal – hal yang menakutkan, menyeramkan, dan terkadang membahayakan orang-orang di sekitarnya.

2. Untuk mengetahui gangguan psikologis yang dialami oleh tokoh Nakahara Sunako yang diungkapkan oleh Tomoko Hayakawa melalui pendekatan Sigmund Freud.

1.5.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini:

2. Bagi peneliti dan pembaca, dapat menambah wawasan mengenaii psikologis tokoh dalam karya sastra fisik


(24)

3. Bagi pembaca, dapat menambah bahan bacaan dan sumber penelitian untuk Departemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

1.6. Metode Penelitian

Dalam penelitian sangat dibutuhkan metode penelitian sebagai bahan penunjang dalam penulisan. Metode adalah cara pelaksanaan penelitian. Di dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analisis.

Menurut Ratna (2004:53) metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan, dengan maksud untuk menemukan unsur - unsurnya , kemudian dianalisis, bahkan juga diperbandingkan. Di dalam metode ini, penulis tidak hanya menguraikan, namun juga memberikan pemahaman dan penjelasan.

Dalam penulisan ini, penulis akan menjelaskan dengan secermat mungkin bagaimana masalah-masalah yang ada di masa lalu dan yang ada di pikiran Nakahara Sunako menggunakan teori teori yang ada. Teori tersebut adalah teori semiotik dan teori psikologis khususnya teori psikoanalis Sigmund Freud.

Teknik pengumpulan data menggunakan metode pustaka (library research). Untuk mengumpulkan data-data yang berguna untuk mendukung teori, penulis mengumpulkannya dari kepustakaan yang berhubungan dengan penelitian. Sumber-sumber kepustakaan tersebut bersumber dari buku, majalah, hasil-hasil penelitian (skripsi), dan sumber-sumber lainya yang sesuai (internet).


(25)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP “YAMATO NADESHIKO SHICHI HENGE” SEBAGAI MANGA DAN PSIKOANALISA SIGMUND FREUD 2.1 Defenisi Manga

‘Manga’ adalah komik pada umumnya, yang merupakan buku cerita bergambar tetapi berasal dari Jepang. Menurut Raab (dalam Akbar, 2008) komik adalah media atau format yang memuat tulisan-tulisan dan gambar-gambar yang berguna untuk menjelaskan garis cerita atau kandungan cerita yang dimaksud oleh penulis. Pada umumnya berisi panel-panel kotak bergambar untuk menjelaskan cerita didalamnya. Semakin maju jaman pengertian ‘manga’ bukan lagi gambar-gambar dengan sedikit panel kotak, tetapi lebih menuntut banyaknya panel kotak bergambar kartun. Bahkan di era setelah perang dunia ke dua banyak ‘manga’ yang menjadi satu buku penuh dan berseri. Sehingga pengertian ‘manga’ sekarang lebih kearah buku komik asli dari Jepang (Raab dalam Akbar, 2008) Selain itu ‘manga’ dikondisikan agar dapat mudah disimpannya, bisa masuk kedalam saku karena luas permukaannya yang tidak terlalu luas. Terakhir yang menjadi khas dari ‘manga’ yang dapat dibedakan dari komik lainnya adalah formatnya yang cara membacanya dari kanan ke kiri bukan kiri ke kanan (Poole dalam Akbar, 2008)

Pada awalnya pengertian ’manga’ adalah media untuk menyindir secara halus dengan gambar-gambar yang mengandung unsur humor di abad 12, tetapi pengertian ‘manga’ sekarang berubah menjadi “komik dari Jepang”. (anonymous dalam Akbar, 2008). ‘Manga’ merefleksikan realitas dari kehidupan sosial di Jepang pada umumnya yang dihubungkan dengan mitos, kepercayaan,


(26)

ritual-ritual tertentu, kebudayaan, fantasi dan cara hidup orang Jepang. ‘Manga’ juga melukiskan fenomena kehidupan sosial yang lainnya, seperti kelainan hidup bersosial, hirarki, sexism, racism, ageism, classism dan lainnya (Kinko dalam Akbar, 2008).

Karena begitu terkenalnya manga di dunia internasional, menurut Raab (dalam Akbar, 2008) penulisan ’manga’ tidak lagi menggunakan huruf miring karena ’manga’ sudah termasuk kedalam bahasa internasional dan sudah masuk kedalam kamus besar Oxford English Dictionary dan Grolier’s Multimedia Encyclopedia.

Berikut adalah genre-genre yang terdapat di manga, dibagi atas genre berdasarkan jenis cerita dan jenis pembaca.

1. Aksi akushon (アクション) : Bercerita tentang pertempuran, perkelahian, atau kekerasan.

Berikut ini, genre berdasarkan jenis cerita:

2. Fantasi fantajī (ファンタジー) : Bercerita tentang benda-benda aneh atau memiliki kekuatan di luar logika, dunia yang tidak terlihat atau lain.

3. Historis hisutorikaru (ヒストリカル) : Bercerita tentang sejarah seseorang, benda, ataupun suatu tempat.

4. Seni bela diri budo (武道) : Bercerita tentang berbagai seni bela diri.

5. Misteri Nazo (謎} : Bercerita tentang sebuah misteri.


(27)

percintaan.

7. Olahraga supotsu (ス ポ ー ツ) : Bercerita tentang berbagai olahraga.

8. Supernatural cho shizen (超自然) : Orang-orang yang berada dalam manga tersebut memiliki kekuatan di luar logika.

Genre Berdasarkan jenis pembaca :

1. Manga yang khusus ditujukan untuk anak-anak disebut kodomo (子供)

2. Manga yang khusus ditujukan untuk wanita dewasa disebut josei (女性) (atau redikomi)

3. Manga yang khusus ditujukan untuk pria dewasa disebut seinen (青年)

4. Manga yang khusus ditujukan untuk remaja perempuan disebut shoujo (少女)

5. Manga yang khusus ditujukan untuk remaja laki-laki disebut shounen (少年)

2.2 Manga Yamato Nadeshiko Shichi Henge 2.2.1 Unsur Intrinsik

a. Tema

Tema adalah pokok pikiran atau persoalan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui jalinan sebuah cerita yang dibuatnya (Aminuddin, 2000:88). Kata tema seringkali disamakan dengan pengertian topik,


(28)

padahal kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang berbeda. Topik dalam suatu tulisan atau karangan berarti pokok pembicaraan, sedangkan tema itu tercakup persoalan dan tujuan atau amanat pengarang kepada pembaca.

Berdasarkan pengertian di atas, tema yang diangkat dalam manga “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” ini adalah karakter dan kepribadian tokoh Nakahara Sunako yang unik dan berbahaya.

b. Tokoh

Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana tokoh-tokoh tersebut (Aminuddin, 2000:92). Tokoh dalam karya fiksi tidak hanya berfungsi untuk memainkan cerita, tetapi juga berperan untuk menyampaikan ide, motif, plot dan tema, dan tokoh juga menempati psosisi strategis sebagai pembawa dan menyampaikan pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Keberhasilan pengarang menyajikan cerita rekaan atau fiksi tercermin melalui pengungkapan setiap unsur cerita itu. Salah satu di antaranya adalah ketepatan pelukisan tokoh cerita. Rupa, pribadi, dan watak sang tokoh harus tergambar sedemikian rupa sehingga diterima oleh khalayak ramai. Pengarang melukiskan tokoh melalui imajinasi atau fantasinya dengan cara berikut ini.

1. Pengarang melukiskan secara langsung bentuk lahir tokoh, misalnya raut muka, kepala, rambut dan ukuran tubuh.

2. Pengarang melukiskan jalan pikiran tokoh atau apa yang terlintas dalam pikirannya.


(29)

memenuhi rasa ingin tahu yang besar si tokoh.

4. Pengarang melukiskan keadaan sekitar tokoh, misalnya keadaan kamar dan pekarangan rumah tokoh.

5. Pengarang melukiskan pandangan seorang tokoh terhadap tokoh lain, misalnya tokoh yang dilukiskannya berwatak keras, sabar atau suka meno long orang yang ditimpa kesusahan.

6. Pengarang melukiskan atau menciptakan percakapan (dialog) antar tokoh tentang keadaan, watak, atau pribadi tokoh lain, misalnya tokoh utama. Tokoh utama dalam manga “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” adalah Nakahara Sunako yaitu seorang gadis berumur 15 tahun yang sangat menyukai hal-hal yang berbau horor, Sedangkan tokoh tambahan adalah empat orang siswa SMA yang tinggal bersamanya yaitu Kyouhei, Ranmaru, Takenaga dan Yuki.

2.2.2 Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsru yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1995:23). Unsur ekstrinsik merupakan unsur luar sastra yang mempengaruhi penciptaan karya sastra. Unsur tersebut meliputi latar belakang pengarang, keyakinan, dan pandangan hidup pengarang, adat isitiadat yang berlaku, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi dan pengetahuan agama. Unsur ekstrinsik untuk setiap karya sastra sama. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian amanat dan tema. Selain unsur-unsur yang datang dari luar pengarang, hal-hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra.


(30)

2.3 Setting Manga “Yamato Nadeshiko Shichi Henge”

Menurut Soemardjo (1999:75-76) setting dalam cerita bukan hanya sekedar background, artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya, tetapi juga sangat erat dengan karakter, tema dan suasana cerita. Dalam suatu cerita yang baik, setting harus mutlak untuk menggarap tema dan karakter cerita. Jadi jelas bahwa pemilihan setting dapat membentuk tema dan plot tertentu.

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca dengan demikian merasa menjadi dipermudah untuk menggunakan daya imajinasinya, disamping dimungkinkan untuk berperan serta secara kristis sehubungan dengan pengetahuan tentang latar. Unsur latar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu latar tempat dan latar waktu.

Unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. (Nurgiantoro, 1995:27)

1. Latar Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama


(31)

tertentu haruslah mencerminkan, atau tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

Deskripsi tempat secara teliti dan realistis ini penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh-sungguh ada dan terjadi yaitu di tempat dan waktu seperti yang diceritakan itu. Adapun latar tempat terjadinya peristiwa dalam manga “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” adalah sebagai berikut:

1. Rumah 2. Sekolah 2. Latar Waktu

Menurut Nurgiyantoro (1995: 230), latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya dihubungkan dengan waktu faktual. Latar waktu juga harus dikaitkan dengan latar tempat dan latar sosial sebab pada kenyataannya memang saling berkaitan. Latar waktu dalam manga “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” ini dilihat dari tokoh utama Nakahara Sunako saat berusia 15 tahun.

2.4 Psikoanalisa Sigmund Freud dalam Kajian Sastra

Freud menganggap bahwa kesadaran hanya merupakan sebagian kecil saja daripada seluruh kehidupan psikis. Freud memisalkan jiwa manusia sebagai gunung es di tengah lautan, yang ada di atas permukaan air laut menggambarkan kesadaran, sedangkan yang ada di bawah permukaan air laut yang merupakan


(32)

bagian yang menggambarkan ketidaksadaran. Di dalam ketidaksadaran itulah terdapat kekuatan-kekuatan dasar yang mendorong pribadi. Karena itu untuk benar-benar memahami kepribadian manusia psikologi kesadaran yang oleh Freud disebut psikologi permukaan tidak mencukupi.

Freud dalam mendeskripsikan kepribadian menjadi 3 pokok bahasan, yaitu sistem kepribadian, dinamika kepribadian, dan perkembangan kepribadian. Dalam hal ini penulis hanya akan membahas tentang sistem kepribadian dan dinamika kepribadian. Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek, yaitu Id, Ego, dan Super Ego. Kendatipun ketiga aspek itu masing-masing mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamika sendiri-sendiri, namun ketiganya berhubungan dengan rapatnya sehingga sukar untuk memisah-misahkan pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia.

2.4.1 Struktur Kepribadian

Freud merumuskan bahwa kepribadian terdiri dari tiga sistem yang penting. Jika seseorang dapat bekerja sama dengan harmonis dan teratur, maka individu tersebut akan mempunyai jiwa yang sehat dan dapat memberikan kontribusi yang memuaskan terhadap lingkungannya. Sebaliknya, jika ketiga sistem kepribadian tersebut bertentangan satu sama lain, maka individu tersebut tidak akan puas dengan hidupnya maupun dengan dunia, dan kontribusi terhadap lingkungannya akan berkurang. Ketiga sistem tersebut adalah Id, Ego, dan Superego.


(33)

a. Id

Menurut Freud dalam Koeswara (1991:32), id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Id adalah sebuah reservoir atau wadah dalam jiwa seseorang yang berisikan dorongan-dorongan primitif yang disebut primitif drives atau inner forces. Dorongan-dorongan primitif ini merupakan dorongan-dorongan yang menghendaki agar segera dipenuhi atau dilaksanakan. Kalau dorongan ini dipenuhi dengan segera maka tercapai perasaan senang atau puas. Id adalah sistem kepribadian yang asli, yang dibawa sejak lahir. Id memiliki tenaga pendorong yang disebut kateksis.

Fungsi dari id adalah untuk mengusahakan segera tersalurkannya kumpulan-kumpulan energi atau ketegangan, yang dicurahkan dalam jasad oleh rangsangan-rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan. Bagi individu, tegangan itu merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketegangan tersebut dan menggantinya dengan kenikmatan, id memiliki perlengkapan berupa dua macam proses. Proses pertama adalah tindakan-tindakan refleks, yaitu suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera, dan adanya pada individu merupakan bawaan dari lahir. Tindakan refleks ini digunakan individu untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya


(34)

segera dapat dilakukan, contohnya, refleks mengisap, batuk, bersin, dan mengedipkan mata.

Proses kedua adalah proses primer, yakni suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi psikologis yang rumit. Proses primer dilakukan dengan membayangkan atau mengkhayalkan sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan, dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau putting ibunya. Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan disebut pemenuhan hasrat (wish fulfillment), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik.

Freud mengakui bahwa id adalah bagian kepribadian yang tersembunyi dan tak dapat dimasuki, dan sebagian kecil yang diketahui mengenai hal itu didapat sebagai hasil penyelidikan tentang impian dan gejala-gejala penyakit syaraf. Karena, bagaimanapun, menurut prinsip realitas yang objektif, proses primer dengan objek yang dihadirkannya itu tidak akan sungguh-sungguh mampu mengurangi tegangan. Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan dengan kenyataan. Id tidak mampu menilai atau membedakan benar atau salah, tidak tahu moral. Dengan demikian, individu membutuhkan sistem lain yang bisa mengarahkannya kepada pengurangan tegangan secara nyata, yang bisa memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Sistem yang dibutuhkan itu tidak lain adalah ego.

b. Ego

Menurut Freud dalam Koeswara (1991:33), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari


(35)

kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (reality principle). Ego berkembang dari id agar individu mampu menangani realita; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita. Ego berusaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Menurut Freud, ego indidvidu sebagai hasil kontrak dengan dunia luar. Ego juga memiliki tenaga penekan yang disebut antikateksis.

Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi ketegangan individu adalah proses sekunder. Dengan proses sekundernya ini, ego memformulasikan rencana bagi pemuasan kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut bisa dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian, ego bagi individu tidak hanya bertindak sebgai penunjuk kepada kenyataan, tetapi juga berperan sebagai penguji kenyataan (reality tester). Dalam memainkan peranannya ini ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yakni fungsi kognitif dan intelektual.

Dalam struktur kepribadian, ego mempunyai peranan sebagai eksekutif (pelaksana) dari kepribadian. Dalam peranannya sebagai eksekutif tersebut, ego mempunyai dua tugas utama, yaitu pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon atau insting mana yang hendak dipuaskna sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego seagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dari superego. Sekilas akan tampak bahwa antara id dan ego hampir selalu terjadi konfilk atau pertentangan.


(36)

Akan tetapi, menurut Freud ego dalam menjalankan fungsinya tidak ditujukan untuk menghambat pemuasan kebutuhan-kebutuhan atau naluri-naluri yang berasal dari id, melainkan justru bertindak sebagai perantara dari tuntutan-tuntutan naluriah organisme di satu pihak dengan keadaan lingkungan di pihak lain. Yang dihambat oleh ego adalah pengungkapan naluri-naluri yang tidak layak atau tidak bisa diterima oleh lingkungan. Jadi, fungsi yang paling dasar dari ego adalah sebagai pemelihara kelangsungan hidup individu.

c. Superego

Menurut Freud dalam Koeswara (1991: 34), superego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk). Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian yang beroperasi memakai prinsip idealistik (Idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik ego. Superego berkembang dari ego dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kekuasaan.

Superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Adapun fungsi utama dari superego adalah:

a) sebagai pengendali dari dorongan –dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls –impuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat,


(37)

b) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan,

c) mendorong individu mencapai kesempurnaan. Aktivitas superego dalam diri individu, terutama apabial aktivitas ini bertentangan atau terjadi konflik dengan ego, akan muncul dalam bentuk emosi-emosi tertentu seperti perasaan bersalah dan penyesalan.

Sikap-sikap tertentu dari individu seperti observasi diri, koreksi atau kritik diri, juga bersumber pada superego. Id, ego dan superego membutuhkan energi psikis di anatar ketiga sistem kepribadian tersebut hampir selalu terjadi persaingan dalam penggunaan energi. Apabila ternyata satu sistem memperoleh energi lebih banyak, dan oleh karenanya menjadi kuat, maka sistem-sistem yang lain akan kekurangan energi dan menjadi lemah, sampai energi baru ditambahkan kepada sistem secara keseluruhan.

2.4.2 Dinamika Kepribadian

Konsep kedua yang dibahas dalam psikoanalisa Sigmund Freud adalah dinamika kepribadian. Dalam dinamika kepribadianFreud membahas insting (naluri) sebagai komponen penting bagi manusia untuk beraktivitas, kecemasan dan mekanisme pertahanan ego.

a. Naluri (Insting)

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:18), naluri (insting) adalah perwujudan psikologi dari kebutuhan tubuh yang menuntut pemuasan, hasrat atau


(38)

motivasi atau dorongan dari insting. Secara kuantitatif adalah energi psikis dan kumpulan energi dari seluruh insting yang dimiliki seseorang. Energi insting dapat dijelaskan dari sumber (source), tujuan (aim), objek (object) dan daya dorong (impuls) yang dimilikinya. Freud menjelaskan bahwa yang menjadi sumber insting (source) adalah kondisi jasmaniah atau kebutuhan.

Freud membagi isnting menjadi dua jenis, yaitu insting hidup dan insting mati. Berikut adalah penjelasan tentang kedua insting tersebut.

1. Insting hidup (life instinct)

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:19), insting hidup disebut juga eros adalah insting yang ditujukan pada pemeliharaan ego dan pemeliharan kelangsungan jenis. Dengan kata lain, insing hidup adalah insting yang ditujukan kepada pemeliharaan kehidupan manusia sebagai individu maupun sebagai spesies. Insting hidup adalah dorongan yang menjamin survival dan reproduksi seperti lapar, haus dan seks. Energi yang dipakai oleh insting hidup ini disebut libido.

2. Insting mati (dead instinct)

Menurut Freud dalam Alwisol (2009:20), insting mati atau insting deskrutif (destructive instinct) atau disebut juga thanatos adalah insting yang ditujukan kepada perusakan atau penghancuran atas apa yang telah ada. Freud mengajukan gagasan mengenai insting mati berdasarkan fakta yang ditemukannya bahwa tujuan semua makhluk hidup adalah kembai kepada anorganis. Freud menjelaskan bahwa naluri kematian itu pada individu biasanya ditujukan dua arah, yakni kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain atau kepada orang lain.


(39)

Naluri kematian yang diarahkan pada diri sendiri tampil dalam tindakan bunuh diri, sedangkan naluri kematian yang diarahkan ke luar atau kepada orang lain dilakukan dengan cara membunuh, menganiaya, atau menghancurkan orang lain. Insting mati mendorong orang untuk merusak diri sendiri dan dorongan agresif merupakan bentuk penyaluran agar orang tidak membunuh dirinya sendiri. Untuk memelihara diri, insting hidup umunya melawan insting mati dengan mengarahkan energinya keluar, ditujukan ke orang lain.

b. Kecemasan

Dalam konsep dinamika kepribadian, di sini Freud juga akan membahas kecemasan. Menurut Freud dalam Alwisol (2009:22), kecemasan adalah variabel penting dari hampir semua teori kepribadian. Kecemasan adalah suatu pengalaman perasaan yang menyakitkan yang ditimbulkan oleh ketegangan-ketegangan dalam alat –alat intern dari tubuh. Ketegangan-ketegangan-ketegangan ini adalah akibat dari dorongan-dorongan dari dalam atau dari luar dan dikuasai oleh susunan saraf otonom.

Kecemasan sebagai dampak dari konflik yang menjadi bagian kehidupan yang tidak terhindarkan, dipandang sebagai komponen dinamika kepribadian yang utama. Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Freud membagi kecemasan menjadi tiga jenis kecemasan, yakni:


(40)

2. Kecemasan neurotik 3. Kecemasan moral

Kecemasan realistik adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar. Sedangkan yang dimaksud dengan kecemasan neurotik adalah kecemasan atas tidak terkontrolnya naluri-naluri primitif oleh ego yang kemungkinan mendatangkan hukuman. Adapun kecemasan moral adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan superego atas ego individu telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral.

c. Mekanisme Pertahanan Ego

Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan realitas, id dan superego. Namun, ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, dia akan bertahan dengan cara memblokir seluruh dorongan atau menciutkan dorongan-dorongan tersebut menjadi wujud yang lebih dapat diterima dan tidak terlalu mengancam. Cara ini disebut mekanisme pertahanan ego. Beberapa di antara mekanisme ini ditemukan oleh Freud, putrinya Anna Freud, dan murid-muridnya.

Bentuk-bentuk pertahanan tersebut adalah: 1. Penolakan

Penolakan dilakukan dengan cara memblokir peristiwa-peristiwa yang datang dari luar kesadaran. Jika dalam situasi tertentu peristiwa ini terlalu banyak untuk ditanggulangi, seseorang hanya perlu menolak untuk mengalaminya. Cara ini adalah cara yang paling primitif dan berbahaya, karena tidak ada orang yang selamanya mampu lari dari kenyataan.


(41)

Penolakan dapat bekerja sendiri atau, biasanya dikombinasikan dengan bentuk mekanisme pertahanan lain yang lebih kukuh.

Anna Freud (dalam Zaviera, 2007:99) memberi contoh sebagai berikut. Penolakan ini terjadi ketika anak-anak membayangkan ayahnya yang “jahat” berubah menjadi seorang boneka lucu dan baik, atau mengubah seorang bocah yang tidak berdaya menjadi ksatria gagah.

2. Represi

Anna Freud (dalam Zaviera, 2007:99) menyebut hal ini dengan “melupakan yang bermotivasi”. Karena itu, represi adalah: ketidakmampuan untuk mengingat kembali situasi, orang, atau peristiwa yang menakutkan. Represi juga merupakan mekanisme pertahanan ego yang berbahaya sekaligus menjadi bentuk paling umumnya.

Analisis Freudian menjelaskan fobia ini dengan sangat sederhana. Seseorang merepresi peristiwa traumatik tapi pengalaman melihat suatu obejek yang menakutkan bisa menimbulkan perasaan takut dan cemas kepanjangan tanpa mampu mengingat peristiwanya dengan jelas. Mekanisme pertahanan ego ini berfungsi secara tidak sadar. Sebagai contoh, seseorang sangat takut dengan anjing, tapi tidak ada mekanisme pertahanan ego yang terlibat dalam perasaannya ini. Kemungkinan, dia pernah digigit anjing dan tentu tidak ingin pengalaman ini terulang lagi. Biasanya yang kita sebut fobia adalah rasa takut yang rasional dan berasal dari represi terhadap trauma.

3. Asketisme atau menolak segala kebutuhan

Ini adalah mekanisme pertahanan ego yang paling jarang dikenal orang, tapi sangat relevan di zaman sekarang dengan bergitu banyaknya


(42)

gangguan mental yang disebut anoreksia. Contoh mekanisme pertahanan ego ini adalah diet yang dilakukan anak-anak remaja putri. Diet yang mereka lakukan sebenarnya adalah bentuk permukaan dari penolakan mereka terhadap pertumbuhan seksual yang mereka alami. Padahal mereka mematok berat badan ideal 10kg lebi rendah dari apa yang ideal menurut kesehatan.

4. Isolasi (disebut juga intelektualisasi)

Mekanisme ini berjalan dengan cara mengalihkan emosi dari kenangan yang menakutkan. Contohnya, remaja yang senang film horor akan sering tampil ke hadapan orang banyak yang tujuan sebenarnya adalah menghilangkan rasa takut mereka sendiri.

5. Penggantian

Mekanisme ini berjalan dengan cara mengalihkan arah dorongan ke target pengganti. Jika anda merasa nyaman dengan dorongan, hasrat dan nafsu yang Anda rasakan, tapi objek yang akan dijadikan sasaran semua perasaan itu malah membuat anda terancam, maka Anda dapat mengganti dia dengan orang lain atau benda lain sebagai pelampiasan. 6. Melawan Diri Sendiri

Ini merupakan bentuk penggantian paling khusus di mana seseorang menjadikan dirinya sendiri sebagai target pengganti, biasanya untuk melampiaskan rasa benci, marah dan keberingasan, ketimbang pelampiasan terhadap dorongan-dorongan positif.

7. Proyeksi

Anna Freud (dalam Zaviera, 2007:103) menyebut proyeksi sebagai penggantian ke arah luar. Mekanisme ini merupakan kebalikan


(43)

dari melawan diri sendiri. Mekanisme ini meliputi kecenderungan untuk melihat hasrat anda yang tidak bisa diterima oleh orang lain. Dengan kata lain, hasrat masih ada tetapi tidak lagi menjadi hasrat yang anda punyai. 8. Tawanan Altruistik

Tawanan Alturuistik adalah bentuk proyeksi yang awalnya terlihat berlawanan. Di sini, orang berusaha memenuhi kebutuhannya semaksimal mungkin, tapi dengan memanfaatkan orang lain.

9. Pembentukan Reaksi

Pembentukan reaksi yang oleh Anna Freud dengan "percaya pada hal yang sebaliknya". Mekanisme ini adalah mengubah dorongan-dorongan yang tidak dapat diterima menjadi kebalikannya (dapat diterima). Contohnya, ketika seorang anak dimarahi ibunya dia berubah dramatis menjadi sangat baik dan patuh pada ibunya, anak itu mungkin malah lari dan memeluk ibunya.

10. Penghapusan

Mekanisme ini mencakup gestur atau ritual "magis" yang bertujuan menghapus pikiran atau perasaan yang tidak mengenakkan. 11. Introjeksi atau Identifikasi

Mekanisme ini bekerja dengan cara membawa kepribadian orang lain masuk ke dalam diri anda, karena dengan begitu anda dapat menyelesaikan masalah perasaan yang mengganggu anda. Misalnya, seorang anak yang sering ditinggal bekerja oleh orang tuanya akan selalu mencoba menjadi seorang "ibu" untuk menghilangkan rasa takut dan kesepiannya, bisa saja dia berbicara pada bonekanya seolah-olah boneka itu adalah bayinya dan dia adalah ibu boneka itu.


(44)

12. Identifikasi dengan Penyerang

Ini adalah bentuk introjeksi yang terfokus pada pengadopsian, bukan dari segi umum atau positif, tapi dari sisi negatif. Jika anda merasa takut dengan seseorang, anda akan menaklukan rasa takut itu dengan pura-pura menjadi orang yang anda takuti.

13. Regresi

Regresi adalah kembali ke masa-masa di maaa seseorang mengalami tekanan psikologis. Ketika kita mengalami kesulitasn atau ketakutan, perilaku kita sering menjadi kekanak-kanakan atau primitif. 14. Rasioanlisasi

Rasionalisasi adalah pendistorsian kognitif terhadap "kenyataan" dengan tujuan kenyataan tersebut tidak lagi memberi kesan menakutkan. Kita kerap melakukan hal ini secara sadar ketika kita mencoba memaafkan diri sendiri dari kesalahan dengan cara menyalahkan orang lain. Bagi orang yang memiliki ego sensitif, menyalahkan orang lain begitu mudah dilakukan. Dengan kata lain, banyak di antara kita yang dengan mudah membohongi diri sendiri.

15. Sublimasi

Sublimasi adalah mengubah berbagai rangsangan yang diterima, apakah itu dalam bentuk seks, kemarahan, ketakutan atau bentuj lainnya, ke dalam bentuk-bentuk yang bisa diterima secara sosial. Misalnya, orang yang selalu cemas dalam dunia yang meragukan ini akan menjadi organisator, pengusaha atau ilmuwan. Ataupun, orang yang memiliki hasrat seksual tinggi akan menjadi seniman, fotografer, atau novelis.


(45)

Walaupun pengikut Freud menganggap bahwa mekanisme pertahanan ego dapat digunakan secara positif, namun Freud mengatakan bahwa hanya ada satu pertahanan yang positif, yaitu sublimasi.


(46)

BAB III

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH UTAMA DALAM KOMIK “YAMATO NADESHIKO SHICHI HENGE” KARYA TOMOKO HAYAKAWA 3. 1. Sinopsis Cerita

Tokoh-tokoh dalam manga “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” adalah Nakahara Sunako, Takano Kyouhei, Mori Ranmaru, Oda Takenaga, dan Toyama Yukinojo. Kyouhei, Ranmaru, Takenaga dan Yuki (Yukinojo) adalah siswa SMA yang tinggal bersama di sebuah rumah sewa yang mewah milik Bibi Sunako yang seorang konglomerat. Mereka dititipkan oleh orang tua mereka agar bisa dididik menjadi lebih dewasa karena mereka mempunyai sifat dan latar belakang yang tidak biasa. Sedangkan Sunako, dititipkan pada bibinya, karena orang tuanya bekerja di Afrika. Karena pekerjaan Bibi Sunako yang menyebabkannya harus selalu berkeliling dunia, Sunako diminta untuk menggantikan bibinya mengurus rumah sewa yang ditinggali Kyouhei, Ranmaru, Takenaga dan Yuki.

Kyouhei, Ranmaru, Takenaga dan Yuki, pada awalnya sangat bersemangat menantikan kedatangan Sunako karena Bibi Sunako berjanji akan memberikan sewa gratis selama 3 tahun kepada mereka, kalau mereka bisa mengubah Sunako menjadi seorang wanita yang ideal (biasa disebut “yamato nadeshiko”). Namun, ketika Sunako datang mereka terkejut karena Sunako adalah seorang gadis yang suram, egois, keras kepala, dan menyeramkan. Wajah Sunako selalu ditutupi oleh rambutnya yang panjang dan tidak pernah disisir,dia juga selalu memakai baju training. Kamar Sunako yang gelap dan ditutupi tirai hitam dipenuhi oleh perabotan yang bertema halloween, seperti tengkorak, organ-organ dalam yang diawetkan, dan bermacam-macam pedang, pisau


(47)

maupun senjata antik. Bahkan, Sunako mempunyai beberapa boneka peraga yang dia sebut sebagai teman, yaitu : Hiroshi, boneka anatomi yang menampilkan organ-organ dalam tubuh manusia; Akira, boneka anatomi yang menampilkan sistem syaraf manusia; dan Josephine, boneka kerangka manusia.

Ranmaru, Takenaga dan Yuki berusaha bersikap ramah pada Sunako demi sewa gratis, walaupun gadis yang menyeramkan ini selalu bersikap kasar dan acuh pada mereka. Tetapi, Kyouhei yang mempunyai sifat kasar dan tidak sabaran dengan terus terang mengatakan bahwa mereka sebenarnya sama sekali tidak ingin bicara dengan gadis menyeramkan seperti Sunako. Sunako yang sakit hati mendengar kata-kata itu, diam-diam kabur dari rumah. Satu-satunya yang menyadari Sunako pergi dari rumah adalah Kyouhei, merasa bersalah dan tidak ingin kehilangan sewa gratis, Kyouhei keluar mencari Sunako dan mendapati gadis itu duduk menangis di tengah jalan tanpa ada yang mempedulikannya. Sunako yang selalu dicela dan tidak pernah diperhatikan untuk pertama kalinya merasa simpati pada Kyouhei, ketika Kyouhei menyuruhnya pulang.

Ketika Sunako memasak makan malam untuk Kyouhei, Ranmaru, Takenaga, dan Yuki, sebagai permintaan maaf atas sikapnya selama ini, mereka melihat sedikit aura wanita dari sosok Sunako yang memasak. Mereka yang merasakan sedikit harapan untuk mengubah Sunako menjadi seorang wanita ideal lalu mulai memaksa Sunako untuk melakukan perawatan wajah. Mereka juga berharap setidaknya Sunako dapat bersikap seperti seorang gadis SMA pada umumnya, dan sedikit demi sedikit bisa menjadi seorang wanita yang ideal. Namun, penampilan dan sikap anti sosial Sunako membuat murid-murid di sekolahnya menjadi penasaran dan menjadikannya sasaran untuk ditindas, seperti


(48)

adanya hadiah seratus ribu yen bagi yang berhasil mendapatkan foto wajah Sunako, ataupun ditindas oleh para siswi yang iri melihat kedekatan Sunako dengan keempat teman serumahnya yang populer di sekolahnya.

Hubungan Kyouhei dan Sunako sering kali diartikan sebagai hubungan romantis, baik menurut teman ataupun keluarga mereka. Walaupun keduanya selalu bertengkar baik secara verbal maupun fisik, tapi teman-teman mereka menganggap itu adalah bukti kedekatan mereka. Sunako dan Kyouhei sendiri tidak pernah mau mengakui dan menyadari hal tersebut, terutama Sunako yang malah sering kali berusaha membunuh Kyouhei walaupun rencananya selalu gagal. Meskipun begitu, mereka selalu memberikan perhatian lebih pada satu sama lain dibandingkan dengan teman serumah mereka yang lain. Kyouhei dan Sunako selalu menyimpulkan perhatian lebih yang mereka berikan kepada yang lain hanya karena perasaan bersalah atas kata-kata kasar yang tanpa sengaja mereka katakan ataupun karena situasi mereka yang bisa dikatakan serupa. Jika Sunako mengalami masalah sosial karena penampilannya yang buruk, maka Kyouhei mengalami masalah sosial karena penampilannya yang terlalu sempurna, Kyouhei juga dikatakan sering mengalami pelecehan seksual dan sering diculik sejak kecil. Karena pengalaman hidup yang serupa ini yang membuat mereka tanpa sadar ingin mendukung satu sama lain.

Sunako mengatakan bahwa hal yang menyebabkan dirinya menjadi gadis anti sosial dan lebih suka dikelilingi oleh benda-benda menyeramkan adalah karena dia pernah patah hati saat pria yang disukainya mengatakan, “aku benci perempuan jelek” ketika Sunako menyatakan perasaannya pada pria itu. Sejak kejadian itu, Sunako menjadi sensitif terhadap kata “jelek” dan lambat laun mulai


(49)

menjauhkan diri dari teman-temannya, dan sering menyendiri di laboratorium IPA. Sunako mengatakan bahwa ketika dia sendirian dan tidak perlu mempedulikan penampilannya membuat segalanya terasa lebih mudah dan menyenangkan sehingga hal itu membuatnya lebih memilih kehidupan seperti itu.

3.2. Analisis Psikologis Tokoh Nakahara Sunako 1. Struktur Kepribadian (Id, ego, superego)

Sunako: Aah. Hanya kamar inilah tempat teramanku… (duduk di dalam kegelapan sambil menonton TV dikelilingi buku buku) Cuplikan:

Kyouhei: “Oi” (Masuk ke dalam kamar Sunako)

Sunako: Di tempat teramanku, ada cahaya yang menyelinap masuk…!! “Aah, ma, makan malam, ya. Aku akan keluar, jadi jangan masuk…”

Angin berhembus dan meniup rambut depan Sunako membuat Sunako bisa melihat Kyouhei dengan jelas yang sedang bertelanjang dada. Di mata Sunako, Kyouhei terlihat sangat menyilaukan.

Sunako: “kya…” (menutup matanya) “KYAAAAAAAAAAAA”

Ranmaru, Yuki dan Takenaga yang sedang minum menyemburkan air karena kaget, dan bergegas ke kamar Sunako.


(50)

Takenaga: “(Akhirnya) kau pukul, ya, Kyouhei?!”

Sunako: “Ke, Keluaaar!!” (meringkuk di dekat tempat tidur dan gemetar) “JANGAN MENDEKAAAAT!!”

Ranmaru: “Kyouhei, apa kau melakukan sesuatu yang amoral…” Yuki: “Nggak mungkin ‘kan, ya?”

Kyouhei: (terdiam sesaat)

“Melihat wajah orang lalu menjerit ‘keluar’…?” (menahan amarah) “Kau pikir, kau siapa…?”

“Demi sewa gratis, kami harus pura – pura baik denganmu, tahu!!” Yuki: “Aaah, bodoh!! Jadi ketahuan!!”

Kyouhei: “Kalau bukan karena itu, siapa yang mau bicara denganmu?! Siapa yang mau masuk ke kamar yang menakutkan

beginiiiii!?” Takenaga: “Kamar…”

Ranmaru: “Yang menakutkan…?”

Takenaga, Yuki dan Ranmaru baru menyadari kalau buku – buku yang ada di kamar Sunako berisikan tentang foto mayat, penangkapan penyihir, penyiksaan, dan pembunuhan masal. Di sisi lain kamar ada beberapa boneka yang diberi nama oleh Sunako, boneka anatomi organ dalam manusia bernama Hiroshi, Kerangka tengkorak yang diberi rambut palsu bernama Josephine, dan boneka anatomi syaraf manusia bernama Akira. Layar TV juga menayangkan film horor dengan volume keras.


(51)

Kyouhei: “Dasar, kamarnya sama menakutkan dengan orangnya…”

(Volume 1, hal 16-19)

Pada cuplikan di atas, perkataan Sunako yang mengatakan, “Aah. Hanya kamar inilah tempat teramanku…” dan perkataan Kyouhei yang mengatakan, “Kalau bukan karena itu, siapa yang mau bicara denganmu?! Siapa yang mau masuk ke kamar yang menakutkan beginiiiii!?” menunjukkan bagaimana kamar Sunako yang menakutkan bagi orang lain merupakan tempat yang menenangkan bagi Sunako, menjelaskan bahwa id Sunako mendominasi dan mendorong ego Sunako untuk mengabaikan superego, yaitu nilai moral tentang bagaimana hal – hal yang kejam seperti penyiksaan seseorang malah bisa menyenangkan dirinya.

Analisis:

Ego Sunako juga mendukung id Sunako sehingga berteriak dan mengusir Kyouhei yang mengganggu kesendiriannya dalam kegelapan bersama dengan semua hal yang menakutkan di dalamnya.

Sunako tiba-tiba muncul dari belakang keempat pemuda itu, Kyouhei, Yuki, Takenaga, dan Ranmaru yang sedang berusaha membuat makan malam, tapi malah membuat kekacauan di dapur. Keempat pemuda yang kaget dan belum terbiasa dengan penampilan Sunako kaget dan ketakutan.

Cuplikan:


(52)

Sunako: “Duduk” (mengacungkan pisau) Ranmaru: “…Senjata pembunuhan?” Yuki: (menangis)

Takenaga: (menutup mulut sambil berlinang air mata) Kyouhei: “Si… Siapa dulu yang akan dibunuh, ya…?” Takenaga: “Tenang saja, yang pertama, Kyouhei!” Kyouhei: “eeh”

Sunako memotong kepala ikan dengan pisau hingga kepala ikan itu terbang membuat Kyouhei, Yuki, Takenaga dan Ranmaru terkejut. Kemudian, Sunako membelah ikan itu dan meremas isi perut ikan itu keluar sambil menyeringai hingga menimbulkan suara dan membuat darah ikan itu muncrat ke mana-mana, dan membuat keempat pria itu yang bersembunyi di balik dinding ketakutan. Tapi, tak lama kemudian terdengar suara masakan.

Kyouhei: “A…Apa? Dia… Lagi masak…?” Ranmaru: “Sepertinya, sih, begitu…”

Bau harum masakan membuat perut Kyouhei, Ranmaru, Takenaga, dan Yuki berbunyi bersamaan. Mereka yang bersembunyi di balik dinding mengawasi sosok Sunako yang memakai celemek bibinya. Dan terpesona dengan sosok Sunako, dengan rambutnya yang terikat tampak lehernya yang jenjang dan figurnya yang anggun dari belakang saat memasak.


(53)

……… Saat Sunako menghidangkan masakan buatannya Kyouhei, Ranmaru, Takenaga, dan Yuki terpana dengan penampilan makanann tersebut. Awalnya mereka ragu untuk memakannya, tapi setelah mencicipinya sekali mereka langsung melahap habis masakan Sunako.

Yuki: “Benar – benar enak!!” (makan sambil menangis terharu) Takenaga: “Enaak! Enaak!” (makan sambil menangis terharu)

Kyouhei: “Jauh lebih enak dari masakan bibi!!” (makan sambil menangis terharu)

Sunako: (meletakkan tumpukan perekat luka di meja makan)

Kyouhei, Takenaga, Ranmaru, dan Yuki terkejut dan berhenti makan. Sunako: “Anu… …Yang tadi… Maafkan aku…” (berjalan mundur)

(volume 1, hal 31 -35)

Dari cuplikan ” Sunako memotong kepala ikan dengan pisau hingga kepala ikan itu terbang membuat Kyouhei, Yuki, Takenaga dan Ranmaru terkejut. Kemudian, Sunako membelah ikan itu dan meremas isi perut ikan itu keluar sambil menyeringai hingga menimbulkan suara dan membuat darah ikan itu muncrat ke mana-mana”, bisa dilihat bahwa Sunako menyukai darah karena dia menikmati pemandangan berdarah saat memotong ikan, bahkan menyeringai ketika darah itu mengenai wajahnya. Di sini, kita bisa melihat id Analisis:


(54)

Sunako muncul ketika dia menyeringai saat melihat darah. Tapi, superego Sunako tetap tidak bisa membiarkan darah yang ada di jari teman-teman serumahnya, dengan memberikan perekat luka untuk mereka. Pada kejadian ini, ego sebagai badan eksekutif berhasil meredam id dan menyeimbangkannya dengan superego.

Dikatakan ego berhasil menyeimbangkan Id dengan superego, adalah karena Ego yang bekerja dengan prinsip realita mampu mewujudkan id yang bekerja dengan prinsip kenikmatan, terlihat dari sikap Sunako yang merasa senang memotong-motong ikan dan menyeringai puas melihat darah ikan, namun tidak menyalahi superego yang bekerja dengan prinsip moral karena yang dijadikan objek id dalam cuplikan di atas adalah ikan yaitu bahan makanan.

Pria bertopeng: (membekap mulut Sunako dari belakang sambil terkekeh, sedang tangannya yang lain mengacungkan pisau ke arah wajah Sunako) “Kalau melawan, bisa terluka”

Cuplikan:

Sunako awalnya terkejut, tapi kemudian menatap pisau yang diacungkan ke arahnya sambil menyeringai dan dilanjutkan dengan tawa yang menyeramkan dan membuat pria bertopeng itu terkejut. Saat pria bertopeng itu lengah, Sunako meraih tangan pria yang memegang pisau itu dan mengarahkannya ke tangan pria itu yang sedang menutup mulutnya. Sunako membuat luka yang dalam dan besar di tangan kiri pria bertopeng itu mengakibatkan darah pria itu muncrat ke segala arah termasuk ke wajah Sunako.


(55)

Pria bertopeng: “GYAAAAAAAAAA” (Melepas Sunako karena kesakitan) Sunako: (tertawa) “Itu akibatnya kalau mengganggu natalku”

“hihihihi darah…♥” (mencolek darah yang ada di pipinya) Pria bertopeng: “Si, sial!!” (memegang tangannya yang terluka)

(volume 2, halaman 60-61)

Pada cerita di atas, Sunako Nakahara akhirnya bisa menikmati natalnya sendirian tanpa diganggu oleh teman-teman serumahnya, Kyouhei pergi untuk bekerja dan yang lainnya pergi bersama kekasih mereka masing-masing. Saat itu, di sekitar rumah mereka ada banyak kejadian pemerkosa tapi, Sunako yang keras kepala tetap ingin menghabiskan natalnya sendirian. Di cuplikan di atas, terlihat Sunako yang senang ketika melihat pisau yang diarahkannya. Karena, Sunako adalah salah satu kolektor senjata tajam.

Analisis:

Pada cuplikan tersebut, Id Sunako yang berjalan sesuai dengan prinsip kenikmatan mendapatkan hambatan karena datangnya si pemerkosa. Sehingga ego mengabaikan superego, dan berusaha memenuhi kebutuhan id yang lain (melihat darah). Pada cuplikan di atas, Ego yang bekerja dengan prinsip realita, memenuhi kebutuhan id dengan cara menusuk si pemerkosa sehingga tokoh Sunako bisa menikmati darah yang keluar dari tangan si pemerkosa.


(56)

Cuplikan:

Dari kejauhan, Sunako dan Kyouhei melihat Ranmaru yang sedang berlari tergesa – gesa. Kemudian, terdengar teriakan “Tuan Meninggaaaal!!”. Panggung drama selasa suspens kasus pembunuhan di pemandian penuh uap panas.

Sunako: Pe, pembunuhan… Penusukan? Penembakan? Pembunuhan dengan racun? Pemboman? Jangan – jangan, kepalanya dipenggal dengan kapak… (gembira)

Kyouhei: “HEEEEEEEEI” ( memukul kepala Sunako) Sunako: “ah” (tersadar dari lamunannya)

Kyouhei: “Kamuuu! Pasti lagi mikirin yang lain, ‘kan!” (menarik kerah Sunako)

“Ada yang mati, tahu.” dasar bukan manusiaaa Sunako: Tepat sasaran (merasa bersalah)

Kyouhei: “Pokoknya, ayo keluar dulu. Aku mencemaskan Ranmaru” (berjalan keluar)

Sunako: “Ya ♥” (mengikuti Kyouhei) Kyouhei: “Kamu nggak perlu ikut”

Sunako tidak mempedulikan Kyouhei dan berlari mengejarnya, Kyouhei pun akhirnya menyerah dan membiarkan Sunako ikut.


(57)

Sunako: Tuhan, maafkan aku. Walau dihina bukan manusia, walau dihina ajaran sesat, ini mayat ASLI korban pembunuhan pertama dalam kehidupan Sunako Nakahara…♥ (mendesah puas)

(volume 3, halaman 4-8)

Pada cuplikan di atas, terlihat bahwa id Sunako mengambil alih dan menjadi dominan. Superego yang hampir muncul setelah mendapat rangsangan dari kata – kata Kyouhei, kalah oleh id Sunako yang terlalu kuat. Ego sebagai badan eksekutif juga lebih mendukung id yang berjalan dengan prinsip kenikmatan, yaitu dorongan untuk memenuhi kebutuhan dengan serta merta (langsung) dan mengabaikan superego yang bekerja dengan prinsip moral.

Analisis:

Cuplikan

Sunako dan Yuki sedang jalan –jalan di taman yang dipenuhi bunga mawar. Jari Yuki terluka ketika ingin memetik bunga mawar.

:

Yuki: “ah” (jarinya berdarah) “aduh…” Sunako: (menyadari darah yang mengalir)

“wah…” (meraih tangan Yuki sambil tersipu) Kyouhei: “Yuki berhasil!!”


(58)

Yuki: “Sakiiit! Sakiiit” (menangis) Ranmaru: (membalut tangan Yuki)

Sunako: (tertawa) Rasanya kayak Elizabeth Hardley… Takenaga: “Itu… Itu sikap biasa Sunako…”

Yuki: (berlinang air mata) “Benar – benar bukan anak normal, ya…” Jadi sadar lagi.


(59)

Pada cuplikan di atas, ego sebagai badan eksekutif mengabaikan superego yang bekerja dengan prinsip moral dan lebih cenderung mendukung id yang bekerja dengan prinsip kenikmatan.

Analisis:

Orang-orang mulai mengerumuni Sunako yang masih bertekad untuk mencari mayat yang menurutnya dikubur di sekitar pohon sakura.

Cuplikan:

Pria: “Nona… Di sini nggak akan keluar apa-apa.” wanita tua: “Kenapa jadi lupa diri begitu?”

mereka semua bingung dengan tingkah Sunako yang sangat bersemangat menggali tanah.

Sunako: “Kenapa..?” (terdiam sesaat lalu mengangkat kepalanya) “Karena aku suka mayat.” (tegas)

Mereka yang mendengar penjelasan singkat Sunako terpana dan takjub. Kemudian terdengar suara tepukan tangan. Lalu kemudian satu – persatu orang – orang yang ada memberi dukungan pada Sunako dengan berlinang air mata. Pria berdasi: “Benar juga…”

Gadis muda: “Memang benar. Kalau manusia sudah suka, akan maju terus walau terluka”


(60)

Pria gemuk: “Maju terus tanpa memikirkan yang nggak perlu. Itu namanya laki – laki”

Ibu muda: “Benar… Itu benar”

Wanita: “Aku juga akan temui orang itu sekali lagi”

Pria tua: “oke, semuanya” (melambaikan tangan) “Sebagai langkah awal memperbaiki hidup. Ayo, kita bantu nona ini!”

Ranmaru, Yuki dan Takenaga hanya diam terpana melihat perubahan situasi yang sangat cepat. Apalagi, ketika orang – orang mulai dengan semangat menggali tanah yang ada untuk membantu Sunako mencari mayat yang terkubur. (volume 8, halaman 120-122)

Pada cerita ini, diceritakan Sunako dan teman-temannya yang pergi ke taman untuk melihat bunga sakura (ohanami). Saat sampai di tempat ohanami, Sunako mulai menggali tanah yang ada di dekat pohon sakura. Sunako terinspirasi dari buku yang baru saja dibacanya, yaitu tentang mayat yang dikubur di bawah pohon sakura. Sikap Sunako pun membuat panik teman-teman dan orang-orang yang ada di sana.

Analisis:

Pada cuplikan ““Kenapa..?” (terdiam sesaat lalu mengangkat kepalanya)

“Karena aku suka mayat.” (tegas)” dijelaskan bagaimana tokoh Sunako yang hanya berpikir bagaimana untuk memuaskan kebutuhannya akan kenikmatan (id)


(61)

dan tidak memperdulikan superego walaupun, kumpulan orang mempertanyakan sikapnya.

Sunako: “Aku nggak akan pulang, karena gaji per jam di sini tinggi.” Cuplikan:

Kyouhei: “Aku nggak peduli itu, buego!!” (menarik tangan Sunako) Aku bisa dibunuh bibi, tau!

Yuki: “Sunako, nggak kumpul uang sebanyak itu pun, kamu masih bisa bayar uang sewa sekarang, ‘kan?”

Sunako: “Habis, kalau nggak banyak uang. Jadi nggak bisa sewa rumah yang ditinggali semuanya.”

Yuki: “Ka… Kamu… Memikirkan kami?”

(volume 18, halaman 34 – 35)

Karena suatu kesalahpahaman Sunako, Kyouhei dan teman – teman mereka mengira bahwa mereka tidak bisa pulang ke rumah sewa milik bibi Sunako lagi. Ranmaru, Takenaga, dan Yuki tinggal di hotel milik keluarga Ranmaru. Sedangkan, Kyouhei dan Sunako tinggal di sebuah apartemen kecil. Pada cuplikan di atas, Sunako bekerja sebagai tukang bersih – bersih di sebuah klub kabaret, dan dipaksa pulang oleh Kyouhei, Takenaga, Ranmaru dan Yuki. Analisis:


(62)

Cuplikan dialog “Habis, kalau nggak banyak uang. Jadi nggak bisa sewa rumah yang ditinggali semuanya.”, menunjukkan ego Sunako yang ingin bekerja demi teman – temannya.

Cuplikan:

Kyouhei: “Kalau berhasil berdansa sampai musik selesai, kita bisa meyakinkan mereka.”

Terus, aku bisa pulang

“Cukup satu lagu, tahan sebentar.” (menatap Sunako) “Kamu masih ingat latihan intensif kita, kan?”

Sunako: (berkeringat) “Begitu selesai berdansa satu lagu… Bibi nggak akan malu?”

Sunako teringat kata-kata bibinya, “Aku punya Sunako. Aku ingin

menunjukkan padanya, kalau aku bisa membesarkan keponakanku dengan baik”. Sunako memantapkan dirinya, dan menggenggam tangan Kyouhei.

Sunako: Bibi, lihatlah aku akan berdansa sampai selesai satu lagu. Walau tubuhku harus membusuk.

(volume 24, halaman 135)

Pada cuplikan di atas, Ego mengabaikan id dan lebih cenderung mendukung superego. Superego Sunako yang ingin agar semua orang bisa menerima dirinya sebagai seorang lady demi bibinya (nurani) memaksanya untuk Analisis:


(63)

mengabaikan id yang sebenarnya merasa sangat tidak nyaman harus bersentuhan dan bertatapan dengan Kyouhei selama berdansa dengannya.

Sunako: “Ibumu… Pasti sangat menyayangimu.” Cuplikan:

Kyou: “Hah?” Kamu dengar ceritaku nggak, sih?

Sunako: Uwa, tampangnya bikin kesal kalau menoleh begitu. “Saking sayang… Dan cemasnya… Ibumu jadi marah.”

Kyou: “Nggak mungkin!”

Sunako: “Anak kecil takkan bisa mengerti.”

Kyou: “Jangan memperlakukanku seperti anak kecil!”

Sunako: “Nggak bisa mengerti perasaan ibu… Itulah anak kecil.” “Dengarkan kata – kata orang yang lebih tua.”

(volume 29, halaman 131)

Pada cuplikan di atas, Sunako bertemu dengan seorang anak kecil yang mirip Kyouhei yang dibencinya, anak bernama Kyou itu juga sering diculik seperti Kyouhei. Sunako yang saat itu sedang melarikan diri dari Kyouhei awalnya kesal karena disuruh untuk menjaga seorang anak kecil yang mirip dengan Kyouhei di saat ingin melarikan diri darinya. Namun, setelah mengetahui Analisis:


(64)

bagaimana Kyou berpikir bahwa ibunya membenci dirinya, Sunako malah memberikan sedikit nasihat moral pada anak kecil itu.

Cuplikan di atas, menunjukkan superego Sunako yang tidak bisa membiarkan anak kecil itu sendirian, dan membiarkannya Kyou berpikir bahwa ibu Kyou membenci anaknya sendiri. Walaupun, Sunako membenci Kyou di mana hal tersebut menyalahi id, namun, Ego Sunako jauh lebih mendukung superego daripada id.

2. Dinamika Kepribadian (Naluri kematian, Kecemasan, Pertahanan Ego) Cuplikan:

Takenaga: “Kyouhei, sudah empat mangkok, lho.”

Yuki: “Kyouhei!”

Ranmaru: “Kalau jadi gendut, memalukan, lho.”

Kyouhei: “Habis, waktu terserang flu, aku tak makan apa – apa sih.” Yang boleh di makan cuma bubur dan udon.

Takenaga: “Dia bahkan tahu kalau hampir terbunuh…” Itu benar – benar menakutkan.

Benar, sewaktu Kyouhei yang sudah mengatasi flu makan dengan lahapnya. Sunako mengurung diri di kamarnya, dan menuju kegilaan.

Sunako: “Mau bunuh dengan cara apa, ya?” (bergumam sambil membaca buku)


(65)

“Kalau hanya dengan satu tusukan pisau saja, membosankan…”

Lihat saja, makhluk menyilaukan. Sebelum aku meleleh, membusuk, dan mati karena sinarmu. Akan kubuat kau jadi mayat tertampan di dunia.

Sunako berdebar – debar membayangkan mayat tampan Kyouhei yang dibalut oleh kain dan dikelilingi mawar. Tapi, kemudian kain dan mawar itu lama kelamaan pudar dan menghilang dan pikiran Sunako hanya memperlihatkan sosok Kyouhei yang telanjang. Sejak Sunako melihat Kyouhei waktu telanjang, sepertinya bayangan itu tak bisa lepas dari ingatan Sunako.

(volume 1, halaman 123-124)

Pada cuplikan di atas, menjelaskan bahwa Sunako merencanakan pembunuhan Kyouhei karena merasa kelangsungan hidupnya terancam dengan keberadaan Kyouhei.

Analisis:

Seperti teori Freud, bahwa “di balik” dan “di samping” insting kehidupan terdapat insting kematian. Pada tokoh Sunako, insting kehidupan itu juga mendorong munculnya insting mati. Hanya saja, insting mati itu ditujukan ke luar diri sendiri yaitu tokoh Kyouhei.


(66)

(1)

Pada cuplikan di atas, Sunako melakukan pertahanan ego yang disebut asketisme, asketisme atau menolak segala kebutuhan adalah kasus di mana orang kehilangan minat dan ketertarikannya pada salah satu aspek kehidupan dan memfokuskan perhatiannya pada aspek lain, hal ini dilakukan demi mengelak dari kenyataan. Dalam kasus Sunako, dia berusaha menghindar dari kenyataan bahwa dia gagal menjadi cantik walaupun dia berusaha dengan sekuat tenaga untuk berusaha merawat dirinya. Sehingga, dia menghilangkan minatnya untuk hidup seperti gadis pada umumnya yang selalu merawat diri dan membanding bandingkan diri sendiri dengan orang lain dan hanya fokus pada hal hal horror dan benda mati yang tidak akan bisa menyakiti hatinya.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Dari analisis yang telah dilakukan terhadap tokoh “Nakahara Sunako” dalam komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Di dalam komik Yamato Nadeshiko Shichi Henge ini terdapat kondisi psikologis tokoh Nakahara Sunako yaitu cemas yang terus mengganggunya akibat perasaan trauma di masa lalunya.

2. Rasa cemas tingkat tinggi pada Sunako mengakibatkan ego terancam, sehingga ego berusaha mempertahankan diri dengan mekanisme pertahanan ego.

3. Gangguan psikologi Sunako dapat dilihat dari bagaimana insting hidup Sunako untuk bertahan hidup juga mendorong insting mati Sunako untuk membunuh Kyouhei. Insting mati Sunako terhadap dirinya sendiri juga sering terlihat apabila dia merasa hidupnya dalam kegelapan dan kesendirian terancam.

4. Komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” karya Tomoko Hayakawa menceritakan tentang kehidupan Nakahara Sunako yang mengurus sebuah rumah kos, menggantikan bibinya, untuk empat laki-laki yang


(3)

terjadi karena Sunako mempunyai karakter dan penampilan yang mengerikan juga mempunyai hobi yang menyeramkan seperti mengumpulkan tengkorak dan organ yang diawetkan. Apalagi, Sunako juga membenci semua hal yang indah yang disebabkan oleh trauma karena ditolak oleh seorang pria dengan mengatakan “aku benci cewek jelek”

5. Dalam komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” tokoh Nakahara Sunako pada awal cerita, banyak mengalami perilaku id. Tapi setelah mengalami banyak hal dengan teman-temannya, perilaku superego Sunako mulai muncul dan ego juga mulai dapat menyeimbangkan antara id dan superego. Sedangkan pada masa lalu Sunako (penyebab Sunako mengalami kelainan psikologi), id dan superego saling menyerang satu sama lain sehingga ego yang terancam keberadaannya berusaha menghilangkan rangsangan rangsangan dari luar, atau dengan kata lain memanipulasi kenyataan atau kejadian yang ada dengan mekanisme pertahanan ego.

6. Di dalam komik “Yamato Nadeshiko Shichi Henge” ini terdapat pesan yang ingin disampaikan Tomoko Hayakawa sebagai pengarang, yaitu kita tidak perlu menjadi orang lain untuk memuaskan keinginan masyarakat, selama hal tersebut tidak melanggar logika dan norma-norma masyarakat. Karena setiap individu mempunyai pribadi yang unik dan punya andil dan perannya masing-masing dalam masyarakat.


(4)

4. 2. Saran

Setelah membaca dan memahami isi dari skripsi ini, penulis mengharapkan :

1. Agar para pembaca sebaiknya tidak perlu menjadi orang lain untuk dapat diterima dan memuaskan masyarakat. Karena selama tidak melanggar norma-norma yang ada, mengikuti hati nurani dan menjadi diri sendiri adalah hal yang benar. Sebab, masing – masing dari kita diciptakan sebagai pribadi yang unik dan berbeda dengan tujuan dan fungsi yang berbeda dalam masyarakat.

2. Para pembaca juga diharapkan agar tidak lari dari kenyataan dan masa lalu yang menyakitkan. Karena semua kejadian yang terjadi adalah sebagai pengalaman dan pelajaran yang berharga bagi diri kita sendiri.

3. Agar tidak terjadi konflik batin yang berkepanjangan dalam diri manusia, sebaiknya tidak ada yang terlalu mendominasi dalam struktur kepribadian manusia, yaitu id, ego dan superego.


(5)

Akbar, Ibnu. 2008. Analisis faktor yang berhubungan degan perilaku membaca dan

tingkat kepuasan remaja terhadap penerbit komik jepang (manga), Bogor: Institut Pertanian Bogor

Alwisol. 2009. Teori Kepribadian, Bandung: UMM Press

Aminuddin. 1990. Pengembangan Penelitian Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan

Sastra, Malang : Yayasan Asih Asah Asuh Malang

_____________. Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Malang: Sinar Baru & YA

_________. 2000. Pengantar Apresiasi Karya Sastra, Bandung: Sinar Baru Algesindo

Endaswara, Suwandi. 2004. Metode Penelitian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Widyatama

Koeswara. 1991. Teori-Teori Kepribadian.,Bandung: Eresco

Muhibbin, Syah. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

______________2006. Psikologi Belajar, Jakarta: Rajawali Pers

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: UGM Press Pieter dan Lubis. 2010. Pengantar Psikologi dalam Keperawatan, Jakarta: Kencana

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Paradigma Sosiologis Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Siswanto, Wahyudi. 1993. Psikologi Sastra, Malang: OFP IKIP


(6)

Suryabrata, Sumadi. 2007. Psikologi Kepribadian, Jakarta : Raja Grafindo Persada

Tarigan, Henry Guntur. 1995. Dasar-dasar Psikosastra, Bandung: Angkasa

Prismashophie