Pertanggung Jawaban Hukum Bagi Pegawai Negeri Sipil (Pns) Dalam Penyalahgunaan Wewenang Ditinjau Dari Prespektif Hukum Administrasi Negara

(1)

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DALAM PENYALAHGUNAAN WEWENANG DITINJAU DARI

PRESPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Sarjana Hukum

OLEH

DIAN PADENA HARAHAP 100200315

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM BAGI PEGAWAI

NEGERI SIPIL (PNS) DALAM PENYALAHGUNAAN

WEWENANG DITINJAU DARI PRESPEKTIF HUKUM

ADMINISTRASI NEGARA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Sarjana Hukum

OLEH

DIAN PADENA HARAHAP 100200315

Departeman Hukum Adiministrasi Negara Di Setujui,

Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara

(SURIA NINGSIH, SH, M.Hum) NIP. 196002141987032002

Dosen Pembimbing I DosenPembimbing II

(Suria Ningsih, SH, M.Hum) (Hemat Tarigan, SH.M,HUM) NIP. 196002141987032002 NIP. 195601211979031005

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAKSI

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DALAM PENYALAHGUNAAN WEWENANG DITINJAU DARI

PRESPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA *) Dian Padena

**) Suria Ningsih ***) Hemat Tarigan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggung jawaban hukum bagi pegawai negeri sipil (PNS) dalam penyalahgunaan wewenang ditinjau dari prespektif hukum administrasi negara. Untuk mengetahui sanksi yang dijatuhkan terhadap pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif data yang disajikan diambil dari data skunder antara lain bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research).

Penyalahgunaan wewenang adalah tindakan menyimpang yang dilakukan oleh pejabat yang merugikan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, masih banyak pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang di sumatera utara khususnya. Dimana masih banyak terdapat pegawai negeri sipil yang mangkir dari jabatannya dan lebih mengutamakan kepentingan pribadi.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut diatas, maka penulis memberikan sumbangan saran untuk meningkatkan aspek pengetahuan yang mana aspek riil merupakan salah satu syarat peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu berpikir ke depan dengan lebih baik.

Kata Kunci: pertanggung jawaban hukum dalam penyalahgunaan wewenang oleh pegawai negeri sipil.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat beriring salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman terang menderang seperti saat ini.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah” Pertanggung Jawaban Hukum Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Penyalahgunaan Wewenang Ditinjau Dari Prespektif Hukum Administrasi Negara”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, Penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini kedepan dan terlebih-lebih kepada penulis sendiri.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH.M,Hum selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku dosen pembimbing akademik penulis.


(5)

4. Bapak Dr. OK. Saidin SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Sumatera Utara.

5. Ibu Suria Ningsih SH,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Sumatera Utara dan selaku Dosen Pembimbing I Penulis yang senantasia sabar dalam membimbing penulis dan memberikan semangat, saran dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

6. Bapak Hemat Tarigan SH, M.Hum, yang merupakan Dosen Pembimbing II Penulis yang senantiasa sabar dalam membimbing penulis dan memerikan saran dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan ibu dosen serta seluruh Staf Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang turut mendukungg segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama ini.

8. Kepada kedua orang tua Penulis SMB Harahap SE, MAP dan ibunda Darliana Lubis SE yang telah membesarkan penulis dengan cinta dan kasih sayang serta mendoakan, memberi semangat dan mendukung penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada adik penulis Adelisca Meutia Harahap, Taufan Raja Harahap dan Anisa Oktavia Harahap yang telah mendoakan dan memeberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Kepada sahabat tercinta Annisaa Lubis, Yogi Agussalam Batubara, Fithri Chairunnisa dan Devi Daulay yang telah mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(6)

11.Kepada sahabat seperjuangan tercinta Yusuf Ridha, Martina Amalia, Nurul Atika, Hary Azhar, Sakafa Guraba, Izma Suci, Ikhsan An Auwali dan Rahmat Hidayat yang telah mendoakan dan memebrikan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan terima kasih kepada keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FH USU. 12.Kepada adinda tersayang Thia Annur, Sabrina dan Nazla Adila yang telah

medoakan dan memberikan semangat kepada penulis.

Akhir kata, Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya. Semoga Allah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada kita semua.

Medan, April 2014


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penelitian ... 12

G. Sistematika Penelitian ... 12

BAB II PERKEMBANGAN PNS DI INDONESIA ... 14

A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil ... 14

B. Klasifikasi Pegawai Negeri Sipil ... 17

1. Pegawai Negeri Sipil ... 18

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia ... 21

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 23

C. Perbandingan UU No. 8 Tahun 1974 dengan UU No. 43 Tahun 1999 ... 24


(8)

BAB III PEMBERLAKUAN SANKSI BAGI PNS YANG

MENYALAHGUNAKAN WEWENANG ... 38

A. Pengertian Penyalahgunaan Wewenang ... 38

B. Pengertian Sanksi Pada Umumnya Khususnya Sanksi Administrasi. ... 43

C. Pemberlakuan Sanksi Administrasi Bagi PNS ... 50

D. Tujuan dan Manfaat Sanksi Administrasi Bagi PNS. ... 57

BAB IV PERTANGGUNG JAWABAN PNS ... 61

A. Contoh Kasus Dalam Penyalahgunaan Wewenang oleh PNS ... 61

B. Pertanggung Jawaban PNS ... 64

C. Prosedur Pemberian Sanksi Administrasi Bagi PNS. ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 85


(9)

ABSTRAKSI

PERTANGGUNG JAWABAN HUKUM BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) DALAM PENYALAHGUNAAN WEWENANG DITINJAU DARI

PRESPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA *) Dian Padena

**) Suria Ningsih ***) Hemat Tarigan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertanggung jawaban hukum bagi pegawai negeri sipil (PNS) dalam penyalahgunaan wewenang ditinjau dari prespektif hukum administrasi negara. Untuk mengetahui sanksi yang dijatuhkan terhadap pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif data yang disajikan diambil dari data skunder antara lain bahan hukum primer, bahan hukum skunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research).

Penyalahgunaan wewenang adalah tindakan menyimpang yang dilakukan oleh pejabat yang merugikan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, masih banyak pegawai negeri sipil yang menyalahgunakan wewenang di sumatera utara khususnya. Dimana masih banyak terdapat pegawai negeri sipil yang mangkir dari jabatannya dan lebih mengutamakan kepentingan pribadi.

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan tersebut diatas, maka penulis memberikan sumbangan saran untuk meningkatkan aspek pengetahuan yang mana aspek riil merupakan salah satu syarat peningkatan kualitas sumber daya manusia sehingga mampu berpikir ke depan dengan lebih baik.

Kata Kunci: pertanggung jawaban hukum dalam penyalahgunaan wewenang oleh pegawai negeri sipil.


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia adalah negara berkembang yang sedang membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan warganya. Bahkan lebih jauh dari itu, negara kita menghendaki ketertiban dunia demi terwujudnya kemakmuran seluruh umat manusia. Cita- cita ini cukup jelas terpancar dari landasan dan filsafat negara dan bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.

Negara merupakan organisasi yang bersifat publik dalam suatu wilayah tertentu, dan mempunyai sifat- sifat istimewa. Keistimewaannya terletak pada segi kedaulatannya yang mengikat, baik kedalam maupun ke luar. Negara juga merupakan suatu sistem dalam arti suatu integrasi dari bagian atau unsur- unsur negara, dan mempunyai prosedur dan metode. 1

Sejak reformasi bergulir pada tahun 1998, Bangsa Indonesia telah melakukan sejumlah pembenahan mendasar pada aspek tata pemerintahan. Demokrasi, penegakan hukum, transparansi, akuntabilasi, partisipasi, dan nilai- nilai sejenis lainnya diperjuangkan secara terus- menerus mulai dari level regulasi, pelaksanaan kebijakan, hingga promosi sosial ke tingkat masyarakat. Hal itu dimaksudkan untuk segara mengakhiri dampak negatif dari praktik sebaliknya di era orde baru yang telah membawa sejumlah dampak berantai hingga terjadinya krisis ekonomi tahun 1997.

1

Dann Sugandha, Organsasi dan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia serta


(11)

Berbagai komitmen untuk menegakkan tata pemerintahan yang lebih baik hinga kini menyisahkan sejumlah catatan penting. Di tengah gencarnya langkah- langkah pembaruan yang dicanangkan oleh pemerintah, muncul berbagai kasus yang justru mengkomfirmasi pesimisme publik atas keseriusan pemerintah dengan agenda- agenda tersebut. Misalnya, KKN, muncul kasus penyelewengan dan korupsi pajak di lingkungan Direktorat Pajak Kementerian Keuangan. Kasus tersebut bahkan mengkonfirmasi hadirnya sebuah jaringan mafia dalam tubuh pemerintahan Indonesia dimana institusi- institusi kunci penegak hukum justru berkolusi untuk mengeruk kekayaan negara.

Realitas tersebut menjadi dasar pijakan untuk mendiskusikan juga isu lain yang tidak kalah penting bahkan pada titik tertentu jauh lebih penting dari

governance, yakni governability. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk memfungsikan lembaga- lembaga demokrasi yang ada sehingga mampu menjawab kebutuhan riil masyarakat. Beberapa isu penting terkait

governability adalah evektifitas pemerintahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, stabilitas politik, dan isu- isu lainnya. Dari hal tersebut jelas terlihat bahwa kinerja pemerintah di era reformasi masih jauh berada di bawah level yang bisa dicapai pemerintahan orde baru yang watak prosedurnya justru sangat bertolak belakang dengan tuntutan good governance. 2

Untuk menepis isu- isu tersebut maka sangat diperlukan penyelenggara pemerintahan yang baik untuk tercapainya makna dari good governance tersebut.

2

Agus Dwijyanto, Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali, Gaya Media, Yogyakarta, 2010, hal


(12)

Asas- asas umum pemerintahan yang baik berfungsi sebagai pedoman yang penting bagi pemerintah dan para pejabat administrasi negara dalam menetapkan suatu kebijakan. Hal tersebut dapat dipakai sebagai penuntun bagi para penyelenggara pemerintahan (pejabat administrasi negara) dalam penyelenggaraan tugas- tugas pemerintahan supaya pemerintah dan pejabat administrasi negara tidak melakukan tindakan yang dapat menimbulkan kerugian terhadap warga negara.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik juga dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan sebagai dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintah yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggara pemerintahan itu menjadi baik, sopan, adil dan terhormat, bebas dari kezaliman pelanggaran peraturan, tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang.

Asas-asas umum pemerintahan yang baik memiliki arti penting dan fungsi sebagai berikut:

a. Bagi administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat sumir, samar atau tidak jelas. Selain itu, sekaligus membatasi dan menghindari kemungkinan administarasi negara mempergunakan freises Ermessen/melakukan kebijaksanaan yang jauh menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. Dengan demikian, administrasi negara diharapkan terhindar dari perbuatan onrechtmatige daad, detournement de pauvoir, abus de droit, dan ultravires .


(13)

b. Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, asas-asas umum pemerintah yang baik dapat dipergunakan sebaagi dasar gugatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 53 UU No. 5/1986.

c. Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.

d. Selain itu, asas-asas umum pemerintahhan yang baik tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu undang-undang. 3

Dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme, berbeda dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik dari negeri Belanda, dalam pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 disebutkan beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yaitu sebagai berikut:

1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

2. Asas tertib penyelenggaraannegara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3. Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4. Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap

3

Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas- Asas Umum Pemerintahan yang


(14)

memperhatikan perlindungan atas hak asas pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6. Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

7. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4

Asas-asas yang tercantum dalam UU No. 28 Tahun 1999 tersebut pada awalnya ditunjukkan untuk para penyelenggara negara secara keseluruhan, berbeda dengan yang ada dalam asas- asas pemerintahan yang baik yang sejak semula hanya ditunjukkan pada pemerintahan dalam arti sempit, sesuai dengan istilah”bestuur” pada algemeen beginselen van behoorlijk bestuur, bukan regeringatau overheid,

yang mengandung arti pemeritah dalam arti luas. Seiring dengan perjalanan waktu, asas-asas dalam UU No. 28 Tahun 1999 tersebut diakui dan diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan dalam proses peradilan di PTUN, yakni setelah adanya UU No. 9 Tahun 2004 Jo. UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Berdasarkan Pasal 53 ayat (2) poin a disebutkan: ”Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan

4

UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme.


(15)

asas-asas umum pemerintahan yang baik, ” dan dalam penjelasannya disebutkan;”Yang dimaksud dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik adalah meliputi atas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akutanbilitas, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Penyelenggaraan kepentingan umum dapat berwujud hal-hal diantaranya:

a. Memelihara kepentingan umum yang khusus mengenai kepentingan negara, di mana contohnya tugas pertahanan dan keamanan;

b. Memelihara kepentingan umum dalam arti kepentingan bersama dari warga negara yang tidak dapat dipelihara oleh warga negara sendiri yang contohnya adalah persediaan sandang pangan. Perumahan, kesejahteraan, dan lain-lain; c. Memelihara kepentingan bersama yang tidak seluruhnya dapat dilakukan

oleh para warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara. Contohnya pendidikan dan pengajaran, kesehatan dan lain-lain.

d. Memelihara kepentingan dari warga negara perseorangan yang tidak seluruhnya dapat diselenggarakan oleh warga negara sendiri, dalam bentuk bantuan negara karena adakalanya negara memelihara seluruh kepentingan perseorangan tersebut yang contohnya adalah pemeliharaan fakir miskin, anak yatim, anak cacat dan lain-lain.

e. Memelihara ketertiban, keamanan dan kemakmuran setempat, yang contohnya adalah peraturan lalu lintas, pembangunan, perumahan dan lain-lain. 5

5


(16)

Telah disebutkan bahwa asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan konsep terbuka dan lahir dari proses sejarah sehingga dalam perkembangannya akan muncul perbedaan-perbedaan, termasuk perbedaan dengan asas yang lahir dan ada di negara asalnya, Belanda.

Peranan pemerintah pada Negara kesejahteraan sangat sentral karena diberi tugas untuk menyelenggarakan kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan penyelenggaraan kesejahteraan itu, kepada pemerintah diberikan kewenangan untuk turut campur dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat. Dengan kewajiban yang dibebankan di pundak pemerintah seperti dikemukakan di atas, pemerintah dituntut untuk terlibat secara aktif dalam dinamika kehidupan masyarakat.

Pada asasnya, setiap bentuk campur tangan pemerintah dalam pergaulan sosial harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan tuntutan asas legalitas sebagai konsekuensi dari asas Negara hukum. Akan tetapi, kelemahan asas legalitas yang sangat mengutamakan kepastian hukum mengakibatkan asas ini cenderung membuat pemerintah menjadi lamban untuk bertindak. Oleh karena itu, pemerintah diberi kewenangan untuk bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang pada dasarnya belum ada aturannya. Dengan demikian, Markus Lukman mengemukakan bahwa freis ermessen

merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan badan administrasi Negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya kepada undang- undang.

Kebebasan bertindak pejabat administrasi Negara tanpa harus terikat secara sepenuhnya kepada undang- undang seperti disebut di atas secara teoritis ataupun


(17)

dalam kenyataan praktik pemerintahan ternyata membuka peluang bagi penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan akan membuka kemungkinan benturan kepentingan antara pejabat administrasi Negara dengan rakyat yang merasa dirugikan akibat penyalahgunaan kewenangan tersebut. Oleh karena itu, untuk menilai apakah tindakan pemerintah sejalan dengan asas Negara hukum atau tidak, dapat menggunakan asas- asas umum pemerintahan yang baik.6

Sistem penyelenggara pemerintahan negara merupakan unsur peningkatan dalam suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak berlebihan apabila salah satu faktor-faktor penentu krisis nasional dan berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia bersumber dari kelemahan pada bidang manajemen pemerintahan terutama pada bidang birokrasi, yang tidak menerapkan prinsip- prinsip tata pemerintahan yang baik.

Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik tersebut maka jelas sangat dibutuhkan aparatur- aparatur negara, penyelenggara negara atau pegawai negeri yang bersih, propesional, disiplin dan menjunjung tinggi etika kepegawaian tersebut. Dalam mewujudkan pemerintahan yang baik tersebut aparatur negara dituntut untuk dapat terbuka kepada masyarakat agar tidak terjadinya penyalahgunaan wewenang.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang tersebut di atas maka Skripsi yang berjudul ”Pertanggung Jawaban Hukum Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Penyalahgunaan Wewenang Ditinjau Dari Prespektif Hukum Administrasi Negara” akan dibatasi pada permasalahannya sebagai berikut:

6


(18)

a. Apa sajakah sanksi- sanksi Administrasi Negara yang diberlakukan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Menyalahgunakan Wewenang.

b. Bagaimanakah Pertanggung jawaban Pegawai Negeri Sipil yang Menyalahgunakan Wewenang.

c. Bagaimana prosedur penjatuhan sanksi administrasi terhadap Pegawai Negeri Sipil yang Menyalahgunakan Wewenang.

C. Tujuan Penelitian

Bertitik tolak dari permasalah yang dikemukakan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Mengetahui pemberlakuan sanksi administrasi bagi Pegawai Negeri Sipil yang Menyalahgunakan Wewenang.

b. Mengetahui apa saja bentuk Pertanggung Jawaban Pegawai Negeri Sipil dalam hal Penyalahgunaan Wewenang.

c. Untuk mengetahui bagaimana Prosedur penjatuhan sanksi administrasi bagi Pegawai Negeri Sipil yang menyalahgunakan Wewenang.

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini nantinya dapat memberikan manfaat pemikiran baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Manfaat secara teoritis

Dapat memberikan suatu bahan masukan informasi bagi kalangan Akademis dalam bentuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan pemikiran dalam hal Penyalahgunaan Wewenang oleh PNS.


(19)

b. Manfaat secara praktis

Dapat memberikan masukan bagi instansi yang terkait, dan informasi untuk pemahaman bagi instansi Negara maupun masyarakat demi meningkatkan kesadaran hukum, disiplin pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas sebagai abdi Negara.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputus oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through judicial process). 7

Data yang disajikan dalam skripsi ini diambil dari data sekunder, antara lain : a) Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang mengikat dan

ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Bahan hukum primer dalam tulisan ini diantaranya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. . .

b) Bahan hukum sekunder, semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan Pegawai Negeri Sipil, seperti: seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.

7

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm


(20)

c) Bahan hukum tersier, semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus, ensiklopedia dan lain-lain.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

F. Keaslian Penelitian.

Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Pertanggung Jawaban Hukum Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dalam Penyalahgunakan Wewenang Ditinjau dari Prespektif Hukum Administrasi Negara” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli serta bukan plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Kemudian, permasalahan yang dirumuskan dalam penulisan ini merupakan hasil olah pikir dari penulis sendiri. Semua ini merupakan implikasi etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.


(21)

G. Sistematika Penelitian

Bab I: Bab ini merupakan bab pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai, latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, keaslian penelitian, sistematika penelitian.

Bab II: Dalam Bab ini akan dibahas mengenai pengertian dari Pegawai Negeri Sipil, klasifikasi PNS serta perbandingan Undang- undang No. 8 Tahun 1974 dengan Undang-undang No. 43 Tahun 1999.

Bab III: Dalam Bab ini akan dibahas mengenai pengertian penyalahgunaan wewenang, pengertian sanksi pada umumnya khususnya sanksi Administrasi Negara, pemberlakuan sanksi administrasi bagi PNS, serta tujuan dan manfaat sanksi administrasi bagi PNS.

Bab IV: Dalam Bab ini akan dibahas mengenai contoh kasus dalam penyalahgunaan wewenang oleh PNS, pertanggung jawaban pegawai negeri sipil serta prosedur penjatuhan sanksi administrasi bagi pegawai negeri sipil.

Bab V: Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran mengenai pembahasan yang telah dikemukakan.


(22)

BAB II

PERKEMBANGAN PNS DI INDONESIA

A. Pengertian Pegawai Negeri Sipil

Dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan Aparatur Sipil Negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, maupun menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan nasional seperti tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 8

Dalam pengetahuan hukum kepegawaian ada beberapa pendapat yang perlu dikemukakan tentang apa sebenarnya Pegawai Negeri, Kranenburg- Vegting berpendapat bahwa untuk mendapatkan Pegawai Negeri dengan pegawai lainnya dilihat dari sistem penganggkatannya untuk menjabat dalam suatu dinas publik. Pegawai Negeri merupakan pejabat yang ditunjuk, jadi tidak termasuk mereka yang memangku suatu jabatan mewakili seperti seorang anggota parlemen, seorang menteri, seorang presiden dan sebagainya. 9

Pengertian Pegawai Negeri menurut Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok- pokok

8

Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

9


(23)

Kepegawaian adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan Perundangan yang berlaku. PNS berdasarkan Pasal 2 ayat (2) undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah. 10

Hal tersebut berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan kepegawaian dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan perundang-undangan lain. Agar lebih jelas ada 4 pokok defenisi mengenai Pegawai Negeri, yaitu:

a. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan, b. Diangkat oleh pejabat yang berwenang, c. Diserahi tugas dalam suatu jabatan Negeri, dan

d. Digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.11

Mereka yang memenuhi syarat-syarat dalam keempat pokok tersebut termasuk Pegawai Negeri.

Kedudukan dan peran Pegawai Negeri Sipil pada setiap negara adalah penting dan menentukan karena pegawai negeri merupakan aparatur pelaksana pemerintahan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kelancaran pembangunan dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional terutama ditentukan oleh kualitas dan kinerja Pegawai Negeri Sipil.

Pegawai Negeri Sipil atau Civil Servant merupakan salah satu organ penting bagi eksistensi suatu Negara, keberadaan pegawai negeri sipil selain sebagai bagian

10

Undang-Undang No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian.

11


(24)

dari eksekutif juga terdapat pada organ-organ kenegaraan lainnya seperti lembaga yudikatif maupun lembaga legislative.

Pegawai Negeri Sipil harus netral dari semua golongan dan pengaruh partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pegawai Negeri Sipil juga dilarang atau tidak diperbolehkan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.

Dalam sistem kepegawaian secara nasional, Pegawai Negeri Sipil memiliki posisi penting untuk menyelenggarakan pemerintahan dan difungsikan sebagai alat pemersatu bangsa. Sejalan dengan kebijakan desentarilisasi dalam penyelenggaraan pemerintah, maka ada sebagian kewenangan dibidang kepegawaian untuk diserahkan kepada daerah yang dikelola dalam sistem kepegawaian daerah. 12

PNS memiliki peran yang menentukan, yaitu sebagai pemikir, pelaksana, perencana, dan pengendali pembangunan. Dengan demikian, PNS mempunyai peranan yang sangat penting dalam memperlancar jalannya roda pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan.

Mengingat pentingnya peranan tersebut, PNS perlu dibina dengan sebaik- baiknya agar diperoleh PNS yang setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintahan serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, kuat, berdaya guna, berhasil guna, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat.

12


(25)

PNS pada dasarnya berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintahan menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Kedudukan PNS tersebut bertitik tolak dari pola pemikiran, bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan.

B. Klasifikasi Pegawai Negeri Sipil

Klasifikasi merupakan suatu penggolongan atau pemisahan. Adanya suatu klasifikasi bagi pegawai negeri sipil agar PNS dalam menjalankan tugas dan fungsinya lebih terarah. Hal ini dilakukan agar pegawai negeri sipil tersebut hanya menjalankan tugas yang memang menjadi kewajibannya untuk dilaksanakan bukan mengerjakan suatu tugas yang bukan dari wewenangnya.

Klasifikasi Pegawai Negeri ini dilakukan agar Pegawai Negeri Sipil pusat untuk menjalankan tugasnya yang telah diatur dan ditentukan bukan mengerjakan perkerjaan yang menjadi tugas dari Pegawai Negeri Sipil Daerah. Begitu juga dengan TNI dan POLRI.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 43 tahun 1999, maka Pegawai Negeri terdiri dari:

1. Pegawai Negeri Sipil

2. Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan

3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil terbagi menjadi:


(26)

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah; dan Ad 1. Pegawai Negeri Sipil 1 a. Pegawai Negeri Sipil Pusat.

Menurut penjelasan dari Undang-undang No. 8 Tahun 1974(TLN No. 3041) maka yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah:

1. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintahan Non Departemen, Kesekretarian Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah-daerah dan Kepaniteraan Pengadilan. 2. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Jawatan.

3. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom.

4. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan diperbantukan atau dipekerjakan pada badan lain, seperti Perusahaan Umum, Yayasan dan lain-lain.

5. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas Negara lainnya, seperti Hakim pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan lain-lain. 1 b. Pegawai Negeri Sipil Daerah

Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom. Daerah Otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Undang-Undang No. 5 Tahun 1974), LN tahun 1974 No. 38).


(27)

Daerah Otonom terdiri dari Daerah Otonom Tingkat I (seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara), dan Daerah Otonom Tingkat II ( seperti Bogor, Surabaya, Medan).

Para Pegawai Daerah Otonom tersebut diatas adalah Pegawai negeri Sipil Daerah dan termasuk golongan Pegawai Negeri menurut defenisi dalam pasal 1 huruf a Undang-undang No. 8 tahun 1974, yaitu:

1. Bahwa Kepalanya sendiri dari para Pegawai Negeri Sipil tersebut adalah bukan Pegawai Negrei Sipil Daerah dan bukan pula Pegawai Negeri Sipil Pusat, jadi tidak termasuk Pegawai Negeri menurut defenisi dalam Undang-undang No. 8 tahun 1974.

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, Bupati Kepala Daerah Tingkat II Dan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II adalah Pejabat Negara.

2. Bahwa banyak Pegawai Negeri Sipil Pusat bekerja di Daerah-daerah Otonom tersebut, yaitu yang diperbantukan pada Daerah-daerah itu.

Para Pegawai ini bekerja di bawah pimpinan Gubernur Kepala Daerah/Bupati Kepala Daerah dan Walikotamadya Kepala Daerah, tapi kedudukannya adalah tetap sebagai Pegawai Negeri Sipil Pusat.

Sebenarnya untuk Pegawai Daerah Otonom ini pada pokoknya harus berlaku ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku tentang Pemerintahan di Daerah. Karena itu maka, dalam Undang-undang No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, dalam pasal 50 ditetapkan pula mengenai kepegawaian Daerah sebagai berikut:


(28)

‘Pengangkatan, pemberhentian, pemberhentian sementara, gaji, pensiun, uang tunggu dan hal-hal lain mengenai kedudukan hukum Pegawai Daerah, diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri dalam Negeri. ”

Ketentuan ini yang tepat berdasarkan prinsip-prinsip otonomi daerah, tidak begitu cocok dengan prinsip yang dituangkan dalam penjelasan pasal 12 ayat(1) Undang-Undang No. 8 tahun 1974, yang berbunyi:” Dengan demikian peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat dengan sendirinya berlaku pula bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan”.

Peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat itu tidak mungkin berlaku”dengan sendirinya” bagi pegawai Negeri Sipil Daerah, karena hal ini akan bertentangan dengan prinsip-prinsip Otonomi Daerah dan secara formil dengan ketentuan dalam pasal 50 Undang-undang No. 5 tahun 1974.

Tapi karena clausule yang tercantum pada akhir penjelasan pasal 12 ayat (1) tersebut, yang berbunyi”kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan”, hal ini tidak menjadi persoalan.

Ad 2. Anggota Tentara Nasional Indonesia.

Tentara Nasional Indonesia merupakan alat pertahanan Negara Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan mlindungi keselamatan bangsa, menjalankan operasi militer selain perang, ikut secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.


(29)

Tentara Nasional Indonesia dibangun dan dikembangkan secara profesional sesuai kepentingan politik negara, mengacu pada nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang sudah diratifikasi, dengan dukungan anggaran belanja negara yang dikelola secara transparan dan akuntabel.

TNI terdiri atas TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara mitra atau gabungan dibawah pimpinan panglima (perwira tinggi militer yang memimpin TNI).

Tugas Pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Repblik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpa darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas Pokok TNI, yakni:

a. Operasi militer untuk perang,

b. Operasi militer selain perang, yaitu untuk: - Mengatasi gerakan separatis bersenjata; - Mengatasi pemberontakan bersenjata; - Mengatasi aksi terorisme;

- Mengamankan wilayah persatuan;

- Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis;

- Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri;

- Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya;

- Membedayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta;


(30)

- Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam Undang-undang; - Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan

perwakilan pemerintah asing yang berada di Indonesia;

- Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian dan pemberian bantuan kemanusiaan;

- Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan, serta;

- Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayananan penerbangan terhadap pembajakan, penyeludupan dan perampokan.

Angkatan Darat Bertugas :

1. Melaksanakan tugas TNI matra darat dibidang Pertanahan;

2. Melaksanakan tugas TNI dalam menjaga keamanan wilayah perbatasan darat dengan negara lain;

3. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra darat; dan

4. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertanahan di darat. Angkatan Laut Bertugas:

1. Melaksakan tugas TNI matra laut dibidang pertanahan;

2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yuridiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah di ratifikasi;

3. Melaksanakan tugas diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan Politik Luar Negeri yang ditetapkan pemerintah;

4. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan matra laut; 5. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

Angkatan Udara Bertugas:

1. Melaksanakan tugas TNI matra udara dibidang pertanahan;

2. Menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara yuridiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasioal dan hukum internasional yang telah diratifikasi;

3. Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara; serta


(31)

4. Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan udara.13

Ad 3. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia

Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggota Kepolisian Negara Repubilik Indonesia merupakan Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

Kepolisian Negara bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselanggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdiri atas: - Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;dan

- Pegawai Negeri Sipil.

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: - Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

- Menegakkan hukum;

13


(32)

- Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.14

C. Perbandingan UU No. 8 Tahun 1974 dengan UU No. 43 Tahun 1999 Setiap Undang-undang yang sudah tidak sesuai atau bertentangan dengan perkembangan zaman maka undang- undang tersebut dapat dirubah. Presiden berhak mengajukan rancangan perubahan atas undang- undang kepada DPR untuk dibahas bersama- sama. Setelah undang- undang tersebut dibahas dan dilakukan perubahan maka presiden berhak mengesahkan undang- undang tersebut. Secara otomatis setiap undang- undang yang telah disahkan maka undang- undang yang terdahulu tidak berlaku lagi.

Pada Undang- undang Nomor 8 tahun 1974 dilakukan perubahan menjadi undang- undang nomor 43 tahun 1999, hal ini terjadi karena undang- undang terdahulu sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan pegawai negeri sipil pada saat ini. Perubahan- perubahan tersebut terjadi pada pasal- pasal berikut.

Pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian terdapat ketentuan mengenai defenisi pegawai negeri, pejabat yang berwenang, jabatan negeri, atasan yang berwenang, pejabat yang berwajib. Sedangkan pada undang-undang nomor 43 tahun1999 pada Bab I ketentuan umum, selain terdapat defenisi pegawai negeri, pejabat yang berwenang, jabatan negeri, pejabat yang berwajib juga terdapat perubahan yang mengatur mengenai pejabat Negara, jabatan negeri, jabatan karier, jabatan organik, manajemen pegawai negeri sipil dan tidak terdapat defenisi atasan yang berwenang.

14

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik


(33)

Juga terdapat perubahan pada Bab II mengenai Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4. Seperti mengenai komposisi Pegawai Negeri dan Pegawai Negeri Sipil, pada pasal 2 ayat (1) Undang- undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian, ketentuan pegawai negeri meliputi:

- Pegawai Negeri Sipil dan,

- Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. 15

Sedangkan pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, yang merupakan Pegawai Negeri antara lain:

- Pegawai Negeri Sipil

- Anggota Tentara Nasional Indonesia dan, - Anggota Kepolisian Republik Indonesia16

Hal ini pengaruh dari adanya pemisahan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi TNI dan POLRI.

Pegawai Negeri Sipil dalam Pasal 2 ayat (2) undang-undang Nomor 8 tahun 1974 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian terdiri dari:

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat b. Pegawai Negeri Sipil Daerah, dan

c. Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan pada Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, Pegawai Negeri sipil hanya terdiri dari :

15

UU No. 8 Tahu…op. cit pasal 2 ayat 1

16


(34)

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat b. Pegawai Negeri Daerah, 17

Namun dalam Undang- undang ini di samping pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pejabat yang berwenang dapat mengangkat pegawai tidak tetap.

Mengenai Netralisasi Pegawai Negeri menurut Pasal 3 Undang- undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok- Pokok Kepegawaian adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang- Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Sedangkan Pegawai Negeri menurut Pasal 3 Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara professional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan pembangunan. Dimana dalam Undang- undang ini Pegawai Negeri harus netral dari pengaruh golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralisasi Pegawai Negeri, Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota/atau pengurus partai politik.

Sedangkan mengenai Kewajiban Pegawai Negeri berdasarkan Pasal 4 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-pokok Kepegawaian yaitu setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang- undang Dasar 1945, Negara dan Penerintah. Setiap Pegawai Negeri wajib menaati

17


(35)

segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakann kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggungjawab. Sedangkan kewajiban Pegawai Negeri berdasarkan Undang- Undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah setiap Pegawai Negeri wajib setia dan taat kepada Pancasila, Undang- Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah, serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terdapat juga perbedaan mengenai Hak Pegawai Negeri, bahwasanya setiap Pegawai Negeri menurut Pasal 7 Undang- Undang 1974 Tentang Pokok- pokok Kepegawaian, berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung jawabnya. Sedangkan dalam pasal 7 Undang- undang Nomor 43 Tahun 1999, setiap Pegawai Negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri harus mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. Dalam perubahan undang-undang ini adanya persyaratan peningkatan produktivitas Pegawai Negeri dalam perolehan gaji.

Selanjutnya juga terdapat perubahan mengenai Pegawai Negeri yang menjadi Pejabat Negara. Dalam pasal 11 undang- undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok- pokok Kepegawaian seorang pegawai Negara yang diangkat menjadi Pejabat Negara, dibebaskan untuk sementara waktu dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri. Sedangkan dalam pasal 11 Undang-undang nomor 43 tahun1999, mengklasifikasikan Pejabat Negara secara spesifik terdiri dari atas:


(36)

2. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat; 3. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan;

4. Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan; 5. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung;

6. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan; 7. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri;

8. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa penuh;

9. Gubernur dan Wakil Gubernur;

10.Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota; dan

11.Pejabat Negara lainnya yang ditentukan oleh Undang- undang. 18

Yang mana Pegawai Negeri lainnya yang menjadi pejabat Negara diberhentikan dari organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri. Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya, setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian. Pada Bab III mengatur mengenai ketentuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, yang tujuan Pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana Pasal 12 diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan ini dilakukan berdasarkan sistim karier dan sistim

18

http://prayitnobambang. blogspot. com/2011/11/studi-komparasi-undang-undang-nomor-8. html?m=1 diakses pada tanggal 11 maret 2014


(37)

prestasi kerja. Sedangkan undang- undang nomor 43 tahun 1999, yang sebelumnya Bab III mengenai pembinaan pegawai negeri sipil diubah menjadi manajemen pegawai negeri sipil. Yang tujuan manajemen pegawai negeri sipil tersebut sebagaimana pasal 12 diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna. Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan tersebut diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang professional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.

Pasal 13 Undang- Undang Nomor 8 tahun1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian bahwa Kebijaksanaan pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara menyeluruh berada di tangan Presiden. Sedangkan pada Pasal 13 Undang- undang Nomor 43 Tahun 1999, Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembanan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban, dan kedudukan hukum. Kebijaksanaan manajeman Pegawai Negeri Sipil, berada pada presiden selaku kepala pemerintahan. Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan dan memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan keputusan presiden. Komisi Kepegawaian Negara terdiri dari 2 Anggota Tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 Anggota Tidak Tetap yang kesemuannya diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Ketua dan sekretaris Komisi Kepegawaian Negara secara ex officio menjabat sebagai Kepala


(38)

dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara. Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang-kurangnya sekali dalam satu bulan.

Perubahan menegenai Formasi Pegawai Negeri Sipil pada Pasal 15 Undang- undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok- pokok Kepegawaian, jumlah dan susunan pangkat pegawai negeri sipil yang diperlukan ditetapkan dalam formasi untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan. Sedangkan Pasal 15 Undang- Undang Nomor 43 tahun 1999 jumlah dan susunan pangkat pegawai negeri yang diperlukan ditetapkan dalam formasi. Formasi tersebut ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan.

Dalam Pasal 16 ayat (2) Undang- Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok- pokok kepegawaian bahwa setiap warga Negara yang memenuhi syarat- syarat yang ditentukan, mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi pegawai negeri sipil. Sedangkan pasal 16 ayat (2) undang- undang nomor 43 tahun 1999 bahwa setiap warga Negara Republik Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi pegawai negeri sipil setelah memenuhi syarat- syarat yang ditentukan setelah diamati maka trdapat perubahan redaksionalpada bunyi kedua pasal tersebut, yang sebenarnya inti dari kedua pasal tersebut adalah sama.

Adanya penambahan pada pasal 16 A antara Pasal 16 dan 17 Undang- undang 43 tahun 1999 terdapat sisipan pada pasal 16 A dimana pada pasal tersebut terdapat2 ayat bahwa untuk mempelancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, pemerintah dapat mengangkat langsung menjadi pegawai negeri sipil bagi mereka yang telah bekerja pada instansi yang menunjang kepentingan


(39)

nasional. Persyaratan, tata cara, dan pengangkatan langsung menjadi pegawai negeri sipil dan ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Perubahan Ketentuan pada pasal 17, sebelumnya pada pasal 17 undang- undang nomor 8 tahun1974 terdapat 2 ayat, kemudian pasal 17 undang- undang nomor 43 tahun1999 terdapat 3 ayat yang pada pokoknya berbunyi Pegawai Negeri Sipil diangakat dalam jabatan dan pangkat tertentu; pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras, atau golongan. Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam pangkat awal ditetapkan berdasarkan tingkat pendidikan formal. Pada ketentuan tersebut mentitikberatkan pada prinsip profesionalisme dalam pengangkatan pegawai negeri sipil.

Ketentuan pasal 19 dihapus, pasal 19 undang- undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian berbunyi: Pengangkatan dalam jabatan didasarkan atas prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan, pengabdian, pengalaman, dapat dipercaya, serta syarat-syarat obyektif lainnya.

Dalam penjelasan undang-undang nomor 43 tahun 1999 tidak diuraikan secara jelas mengapa pasal tersebut dihapus.

Sebaliknya juga terjadi perubahan ketentuan pada pasal 20, pada pasal 20 undang- undang nomor 8 tahun1974 tentang pokok- pokok Kepegawaian berbunyi: untuk lebih menjamin obyektif dalam mempertimbangkan dan menetapkan kenaikan


(40)

pangkat dan pengangkatan dalam jabatan diadakan daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan dan daftar urut kepangkatan.

Pada Pasal 20 Undang- Undang Nomor 43 tahun 1999 berbunyi: untuk lebih menjamin obyektif dalam mempertimbangkan pengangkatan dalam jabatan dan kenaikan pangkat diadakan penilaian prestasi kerja.

Apabila dicermati kedua pasal tersebut maka yang dijadikan pertimbangan kenaikan pangkat untuk nomor 8 tahun1974 ialah daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan dan daftar urut kepangkatan. Sedangkan undang-undang nomor 43 tahun 1999 ialah penilaian prestasi kerja dengan demikian undang- undang ini dinilai lebih obyektif dalam mempertimbangkan kenaikan pangkat.

Perubahan terhadap ketentuan pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25, dan pasal 26. Pada pasal 22 undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok- pokok kepegawaian menyebutkan untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan pegawai negeri sipil dapat diadakan perpindahan jabatan dan atau perpindahan wilayah kerja.

Pasal 22 undang- undang nomor 43 tahun 1999 menyebutkan untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan pegawai negeri sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja.

Apabila dicermati maka perubahan bunyi pasal tersebut tidak signifikan, hanya redaksional kalimat yang diubah dan itu pun tidak mengubah makna dalam pasal tersebut. Pasal 23 undang- undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok- pokok kepegawaian dan undang- undang nomor 43 tahun 1999 mengenai pemberhentian


(41)

pegawai negeri sipil tidak jauh berbeda hanya penyusunan ayatnya saja yang berubah.

Pasal 24 undang- undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok- pokok kepegawaian dan undang- undang nomor 43 tahun 1999 mengenai pemberhentian sementara yang pegawai negeri sipil, memiliki makna yang sama hanya susunan kalimatnya saja yang berbeda. Demikian juga pada pasal 25 dan 26 perubahan bunyi pasal tersebut sebenarnya memiliki makna yang sama, hanya saja pada undang- undang yang terbaru lebih diperjelas lagi pada redaksional kalimatnya.

Perubahan Ketentuan Pasal 30, pasal 31, dan pasal 32. Pada pasal 30 dan 31 undang- undang nomor 43 tahun 1999 terdapat perubahan bunyi pasal, meskipun sebenarnya makna dan bunyi pasal dengan undang- undang sebelumnya ialah tidak berbeda, hanya saja pasal 30 dan 31 pada undang-undang nomor 43 tahun 1999 lebih jelas mengenai pengaturan lebih lanjut menggunakan peraturan pemerintah.

Pasal 31 Undang- Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang pokok- pokok kepegawaian menyebutkan: untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan pegawai negeri sipil; dan keluarganya pada waktu sakit atau melahirkan, berhak memperoleh bantuan perawatan kesehatan; pegawai negeri sipil yang meninggal dunia; keluarganya berhak memperoleh bantuan.

Pada Pasal 31 undang- undang 43 tahun 1999 untuk meningkatkan kegairahan bekerja, diselenggarakan usaha kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil; Usaha Kesejahteraan, meliputi program pensiun dan tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra putri pegawai negeri sipil; untuk penyelenggaraan


(42)

program pensiun dan penyelenggaraan asuransi kesehatan, pemerintah menanggung subsidi dan iuran.

Apabila dicermati pasal pada kedua undang- undang tersebut maka program kesejahteraan pegawai negeri sipil pada undang- undang nomor 43 tahun 1999 adalah lebih memadai karena terdapat program pensiun dan tabungan hari tua, asuransi kesehatan, tabungan perumahan, dan asuransi pendidikan bagi putra putri pegawai negeri sipil yang pembayarannya dilakukan tiap bulan, disamping program asuransi kesehatan dan kematian sebagaimana pada undang- undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian.

Dalam Pasal 34 Undang- Undang Nomor 43 tahun 1999 lebih tegas mengatur bahwa tugas manajemen pegawai negeri sipil dibentukan badan kepegawaian Negara yang mencakup administrasi kepegawaian, pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan pegawai negeri sipil, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pasal 34 Undang- Undang Nomor 8 tahun 1974 hanya menyebutkan bahwa untuk menjamin kelancaran pembinaan pegawai negeri sipil, dibentuk badan yang membantu presiden dalam mengatur dan menyelenggarakan pembinaan pegawai negeri sipil. Apabila dicermati maka pada pasal tersebut tidak jelas badan yang dimaksud dan tugas serta fungsinya badan yang membantu presiden dalam manajemen pegawai negeri sipil.

Dalam perubahan ini juga terdapat sisipan pada pasal 34 A diantara pasal 34 dan 35. Pasal 34 A undang- undang nomor 43 tahun 1999 mengatur mengenai


(43)

pembentukan badan kepegawaian daerah yang bertugas melakukan manajemen pegawai negeri sipil daerah, yang mana pada undang-undang sebelumnya semua pembinaan pegawai negeri sipil dipegang oleh pemerintah pusat.

Perubahan ketentuan pasal 35 yaitu:

1. Sengketa kepegawaian diselesaikan melalui peradilan tata usaha Negara. 2. Sengketa kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan

disiplin pegawai negeri sipil diselesaikan kepada badan pertimbangan kepegawaian.

3. Badan badan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Sebenarnya pada pasal 35 Undang- Undang Nomor 43 tahun 1999 lebih menekankan bahwa pegawai negeri sipil golongan tertentu yang dijatuhi hukuman disiplin pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil dapat mengajukan upaya banding administratif ke badan pertimbangan kepegawaian. Sedangkan pada undang- undang sebelumnya tidak mengatur ketentuan mengenai upaya banding administratif.

Perubahan terhadap judul bab IV dan Ketentuan Pasal 37, judul pada bab IV undang- undang nomor 8 tahun 1974 adalah Pembinaan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Pada Judul Bab IV Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 adalah Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Hal itu terjadi karena implikasi adanya pemisahan ABRI menjadi TNI dan POLRI. Sehingga terdapat perubahan istilah ABRI kemudian berimplikasi pula pada bunyi pasal 37 undang- undang nomor 43 tahun


(44)

1999 yaitu: Manajemen Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, masing-masing diatur dengan undang- undang tersendiri.19

19 Ibid


(45)

BAB III

PEMBERLAKUAN SANKSI BAGI PNS YANG MENYALAHGUNAKAN WEWENANG

A. Pengertian Penyalahgunaan Wewenang

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur) berdasarkan prinsip tersebut bahwa wewenang pemerintah berasal dari peraturan undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.20

Wewenang adalah suatu hak yang menyangkut dengan kekuasaan negara yang bersifat publik. Dalam hal wewenang tidak semua pegawai negeri sipil memiliki wewenang, hanya pegawai negeri sipil yang telah diserahi suatu jabatan saja yang dapat memiliki wewenang, sebagai pemangku jabatan pegawai tersebut disebut sebagai pejabat.

Pejabat adalah seseorang yang menjalankan hak dan kewajiban yang didukung oleh sebuah jabatan. Dimana pada umumnya jabatan itu hanya dapat diisi oleh Pegawai Negeri Sipil, orang yang bukan pegawai negeri sipil tidak dapat mengisi jabatan tersebut dalam lingkungan pemerintahan. 21 Pegawai negeri sipil yang memiliki wewenang harus melaksanakan kewajibannya sesuai dengan poksi yang telah ditentukan oleh undang-undang.

20

Ridwan HR. . . Op. cit, hlm 108

21

Zainul Pelly, Beberapa Catatan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum USU, Medan, 1976,


(46)

Menurut Muchsan, kewenangan dari aparat negara dapat dibagi menjadi dua macam yaitu kewenangan atributif dan kewenangan non atributif. Antara lain sebagai berikut:

1. Kewenangan yang bersifat atributif (orisinil) yaitu kewenangan yang diberikan secara langsung oleh peraturan perundang-undangan. Kewenangan atributif ini bersifat permanen (saat berakhirnya tidak jelas) serta komprehensif (tidak boleh terpecah- pecah) dan tetap ada selama undang- undang mengaturnya. Misalnya, Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang- Undang (RUU). Kewenangan ini secara langsung diberikan oleh Peraturan perundang- undangan yakni pasal 5 ayat (1) Undang- Undang Negara Dasar Republik Indonesia 1945 amandemen IV.

Jadi, keabsahan dari kewenangan atribusi ini tidak perlu dipertanyakan lagi karena sumbernya adalah dari peraturan perundang- undangan.

2. Kewenangan yang bersifat non atributif (non orisinal) yaitu kewenangan yang diperoleh karena pelimpahan wewenang dari aparat lain. Kewenangan non atributif bersifat insidental (tidak permanen) dan berakhir jika pejabat yang berwenang telah menariknya kembali. Misalnya penerbitan izin oleh Bupati atau Kepala Daerah yang seharusnya dilakukan oleh Bupati itu sendiri, namun pada saat Bupati tersebut tidak berada di tempat untuk memberikan izin, maka dapat diwakilkan pada Wakil Bupati sebagai pejabat sementara. 22

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya yang sangat luas maka pegawai negeri sebagai pelaksanaan pemerintahan diberi wewenang bebas. Hal ini bertujuan

22

http://www.slideshare.net/engkyndx/tinjauanyuridisterhadapperbuatanaparatpemerintahyangtidakber wenang diakses pada tanggal 13 Maret 14.


(47)

untuk mengambil tindakan lebih cepat dan tepat serta berfaedah. Meskipun demikian, tindakan tersebut harus dilakukan dalam koridor hukum dan tidak boleh bertentangan dengan hukum. 23

Pegawai Negeri Sipil dalam menjalankan tugasnya tidak semua yang sesuai dengan undang- undang, banyak terdapat pegawai negeri sipil yang nakal dalam mengemban tugasnya. Penyalahgunaan wewenang sering dilakukan oleh pegawai negeri. Dimana penyalahgunaan wewenang adalah perbuatan pegawai negeri sipil yang bertentangan dengan undang- undang.

Dalam hukum administrasi negara terdapat 3 defenisi Penyalahgunaan Wewenang, yaitu:

1. Penyalahgunaan wewenang untuk melakukann tindakan- tindakan yang bertentangan dengan kepentingan umum atau untuk menguntungkan kepentingan pribadi, kelompok atau golongan;

2. Penyalahgunaan wewenang dalam arti bahwa tindakan pejabat tersebut adalah benar ditunjukkan untuk kepentingan umum, tetapi menyimpang dari tujuan apa kewenangan tersebut diberikan oleh undang- undang atau peraturan- peraturan lain;

3. Penyalahgunaan wewenang dalam arti menyalahgunakan prosedur yang seharusnya dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi telah menggunakan prosedur lain agar terlaksana. 24

Perbuatan pemerintah yang tidak berwenang adalah merupakan perbuatan pemerintah yang melanggar hukum yang menurut yurisprudensi negeri Belanda tangal 31 januari 1919 dalam pasal 1365 KUHS adalah sebagai berikut:

23

Kusdarini Eny, Dasar- dasar Hukum Administrasi Negara Dan Asas- Asas Umum Pemerintahan

Yang Baik, Cetakan I, UNY Press, Yogyakarta, 2011, Hal 87.

24


(48)

“ setiap perbuatan atau kelalaian (a) yang melanggar hak orang lain, atau (b) bertentangan dengan kewajiban hukum dariorang yang melakukan perbuatan atau kelalaian itu, atau (c) perbuatan yang bertentangan baik dengan kesusilaan maupun dengan ketertiban yang dalam perhubungan kemasyarakatan harus diindahkan terhadap diri orang lain atau barang orang lain”.

Rumusan Mahkamah Agung tersebut sudah merupakan yurisprudensi yang pada hakikatnya adalah perbuatan pemerintah yang disebut dengan penyalahgunaan wewenang ( detournement de pouvoir atau misbruik van macht).

Dalam konsep penyalahgunaan wewenang dalam Hukum Administrasi dikenal tiga parameter penyalahgunaan wewenang, yaitu:

1. Asas Spesialitas ( tujuan dan maksud)

Untuk mengukur tindakan pejabat administrasi yang termasuk wewenang bebas (diskresi), apaka terjadi penyalahgunaan wewenang atau tidak dengan cara menilai apakah tindakan pejabat administrasi tersebut menyimpang dari tujuan pemberian wewenang tersebut atau tidak (asas larangan penyalahgunaan wewenang). Jika menyimpang dari tujuan pemberian wewenang tersebut, maka perbuatan itu dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang.

2. Asas Legalitas

Menurut asas legalitas, pemerintahan hanya dapat melakukan perbuatan hukum jika memiliki legalitas atau didasarkan pada undang-undang yang merupakan perwujudan aspirasi warga negara. Dalam negara demokrasi, tindakan pemerintah harus mendapatkan legitimasi dari rakyat yang secar formal tertuang dalam undang- undang.


(49)

3. Asas Freises ermessen

Dalam banyak situasi fungsi pemrintahan, pejabat dihadapkan pada posisi kondisi peraturan perundang- undangan tidak memberikan kewenangan untuk bertindak, padahal terdapat keperluan yang mendesak bagi pemerintah untuk bertindak dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

Melalui asas- asas ini badan- badan administrasi diberikan ruang gerak untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang- undang. Meski demikian, menurut Sjachran Basah, mewujudkan tujuan- tujuan negara (mengupayakan bestuurszorg) melalui pembangunan, tidak berarti pemerintah dapat bertindak semena- mena.

- Tindakan sewenang- wenang (willekeur)

Tindakan sewenang- wenang (willekeur) pada hakikatnya merupakan suatu tindakan yang tidak berdasar pada aturan hukum atau Asas- Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Tindakan tersebut bersifat irasional, oleh karenanya untuk mengukur ada tidaknya tindakan sewenang-wenang parameternya adalah asas rasionalitas.

Philipus M. Hadjon melakukan penerapan AAUPB pada putusan MA dan menyimpulkan dua unsur yang memegang kunci pokok dalam putusan yaitu prinsip kecermatan (carefullness) dan prinsip persamaan (equality). Meski demikian, selain dua prinsip tersebut, dalam penyelenggaraan pemerintahan berlaku AAUPB antara lain menyangkut dua hal, yaitu: jangan ada penyalahgunaan wewenang dan juga jangan ada tindakan sewenang- wenang. 25

25


(50)

B. Pengertian Sanksi Pada Umumnya Khususnya Sanksi Administrasi. 1. Pengertian Sanksi Secara Umum

Bila membahas mengenai sanksi, maka hal ini akan memasuki ranah hukum positif. Hukum dan sanksi dapat diibaratkan dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Hukum tanpa sanksi sangat sulit melakukan penegakan hukum, bahkan dapat dikatakan bahwa norma sosial tanpa sanksi hanyalah moral bukan hukum, sebaliknya sanksi tanpa hukum dalam arti kaidah akan terjadi kesewenang- wenangan penguasa. 26

Sanksi- sanksi merupakan bagian penutup yang penting di dalam hukum, juga dalam hukum administrasi. Pada umumnya tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kewajiban atau larangan-larangan bagi para warga di dalam peraturan perundang- undangan tata usaha negara, yang mana aturan-aturan tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata usaha negara. Peran penting pada pemberian sanksi di dalam hukum administrasi memenuhi hukum pidana. Kebanyakan sistem perizinan menurut undang-undang memuat ketentuan penting yang melarang para warga bertindak tanpa izin.

Pelaksanaan suatu sanksi pemerintahan berlaku sebagai suatu keputusan (ketetapan) yang memberi beban. Hal itu membawa serta hakekat (sifat) dari sanksi. Bagi jenis tindakan-tindakan penguasa terkandung secara khusus adanya azas kecermatan dalam makna azas umum pemerintahan yan layak. Dengan cermat harus ditetapkan pada titik- titik mana seseorang warga dianggap telah lalai. Hampir selalu, seorang warga harus terlebih dahulu diberi kesempatan memberikan pandangannya dan jika perlu menjelaskan mengapa ia lalai ( azas pembelaan). Hanya dalam hal- hal

26

http://media-sms. com. blogspot. com/2012/02/sanksi-hukum. html?m=1 diakses tanggal 14 maret 2014


(51)

tidak ada penangguhan tindakan tata usaha negara yang dapat dipertanggung jawabkan, tata usaha negara dapat dan harus segera bertindak (tanpa terlebih dahulu memberitahu pada warga dan memberi kesempatan padanya untuk mengajukan pembelaan). 27

2. Pengertian Sanksi Hukum a) Hukum Pidana

Pelaksanaan tugas pemerintahan adalah menuntut terciptanya suasana tertib, termasuk tertib hukum. Pembangunan negara merupakan bagian mendasar dari pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan karena hal tersebut tidak terlepas dari upaya pemberian pelayanan pada masyarakat dan para warga. Di dalam rangka mewujudkan suasana tertib maka berbagai program dan kebijaksanaan pembangunan negara perlu didukung dan ditegakkan oleh seperangkat kaidah peraturan perundang- undangan yang memuat aturan dan pola prilaku- prilaku tertentu, berupa larangan-larangan, kewajiban- kewajiban, dan anjuran- anjuran. Salah satu upaya pemaksaan hukum (law enforcement) yaitu melalui pemberlakuan sanksi pidana terhadap pihak pelanggar mengingat sanksi pidana membawa serta akibat hukum yang berpaut dengan kemerdekaan pribadi berupa pidana penjara, kurungan dan harta benda (berupa pengenaan denda) dari pelanggar yang bersangkutan.

Sanksi pidana tidak dapat dikenakan kepada pihak pelanggar dengan cara penggunaan bestuursdwang. Penegakan sanksi pidana dilaksanakan menurut “due process of law” yang telah ditentukan di dalam kaidah hukum acara pidana dan pengenaan sanksi itu tidak hanya dapat dinyatakan dalam suatu putusan hakim pidana. Tidak dapat disangkal bahwa pemberlakuan sanksi pidana turut berperan

27

Philipus M. Hadjon dan R. Sri Soemantri, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada


(52)

pada effektivitas penegakan penataan kaidah-kaidah hukum administrasi, termasuk pada pelaksanaan tugas- tugas pemerintahan. 28

b) Hukum Perdata

Dalam hukum perdata, bentuk sanksi hukuman dapat berupa: 1. Kewajiban untuk memenuhi prestasi

2. Hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum yang baru.

c) Hukum Administrasi Negara

Sanksi Hukum Administrasi menurut J. B. J. M. ten Berge, yaitu sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi. Penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan dimana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis.

Sanksi Administrasi adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah-warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri. 29

Seiring dengan luasnya ruang lingkup dan keragaman bidang urusan pemerintahan yang masing-masing bidang itu diatur dengan peraturan tersendiri, macam dan jenis sanksi dalam rangka penegakan peraturan itu menjadi beragam. Pada umumnya macam- macam dan jenis sanksi itu dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan bidang administrasi tertentu. Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum administrasi, yaitu:

28 Ibid

29

www. edipranoto. com/2011/05/sanksi-hukum-administrasi. html?m=1 diakses tanggal 14 Maret 2014


(53)

a. Paksaan pemerintahan (bestuursdwang), yaitu paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang- halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukann yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

b. Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan, yaitu pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/ atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu. Penarikan kembali ketetapan yang menguntungkan berarti meniadakan hak- hak yang terdapat dalam ketetapan itu oleh organ pemerintahan. Sanksi ini termasuk sanksi berlaku ke belakang, yaitu sanksi yang mengembalikan pada situasi sebelum ketetapan itu dibuat. Dengan kata lain, hak- hak dan kewajiban- kewajiban yang timbul setelah terbitnya ketetapan tersebut menjadi hapus atau tidak ada sebagaimana sebelum terbitnya ketetapan itu, dan sanksi ini dilakukan sebagai reaksi terhadap tindakan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatig gedrag). Ini dilakukan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang diletakkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar. Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena dalam Hukum Administrasi Negara terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang


(54)

sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan. 30Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga Pencabutannya merupakan sanksi baginya. Sebab-sebab pencabutan ketetapan tata usaha negara sebagai sanksi ini terjadi melingkupi jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undanganyang dikaitkan pada izin, subsidi atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.

c. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom), yaitu uang paksa sebagai” hukuman atau denda” jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan dan pembayaran bunga. Dalam hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan.

d. Pengenaan Denda Administratif, yaitu denda administratif berbeda dengan pengenaan uang paksa administratif yang ditunjukkan untuk mendapatkan

30 Ibid


(55)

situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administratif tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditunjukkan untuk menambah hukuman yang pasti. 31

Pendapat P. de Haan menyatakan bahwa terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administraif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditunjukkan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administratif tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditunjukkan untuk menambah hukuman yang pasti. Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.

Jenis sanksi Administrasi yang akan diterapkan bagi penyelenggara negara yang melanggar kewenangan juga dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu:

1. Sanksi reparatior artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditunjukan untuk mengembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran.

2. Sanksi Punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif.

3. Sanksi Regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan. 32

Sanksi Administrasi berbeda dengan sanksi pidana. Perbedaan antara sanksi administrasi dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan pengenaan sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi ditunjukan kepada perbuatan pelanggarannya sedangkan sanksi

31

Ridwan HR. . . Op. cit, hlm 319.

32


(56)

pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa. Sanksi administrasi dimaksudkan agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan. Sifat sanksi adalah “reparatoir” artinya memulihkan pada keadaan semula. Di samping itu perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi administrasi ialah tindakan penegakan hukumnya. Sanksi administrasi diterapkan oleh pejabat tata usaha negara tanpa harus melalui prosedur peradilan.

C. Pemberlakuan Sanksi Administrasi Bagi PNS

Perbuatan pemerintah negara atau aparatur negara merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh alat pemerintahan/penguasa dalam tingkat tinggi dan rendahan secara spontan serta mandiri untuk pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Dalam hal tersebut harus dibedakan antara perbuatan hukum (recht handelingen) dengan perbuatan yang bukan perbuatan hukum (feitelijke handelingen) yang oleh P. De Haan disebut sebagai perbuatan materiil atau tindakan nyata.

Dalam suatu negara hukum setiap tindakan hukum pemerintahan selalu harus didasarkan pada asas legalitas atau harus berdasarkan undang-undang yang berlaku. Yang artinya tindakan hukum pemerintahan itu pada dasarnya adalah tindakan yang dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau dalam rangka mengatur dan melayani kepentingan umum yang dikristalisasikan dalam ketentuan undang-undang yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuan undang-undang tersebut melahirkan kewenangan tertentu bagi pemerintah untuk melakukan tindakan hukum tertentu.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraikan yang telah penulis paparkan diatas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, yakni sebagai berikut:

1. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran maka dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi, adapun macam-macam sanksi administrasi yaitu:

a. Paksaan pemerintahan (bestuursdwang), merupakan tindakan nyata yang dilakukan oleh organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukann yang bertentangan dengan kewajiban- kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

b. Penarikan Kembali KTUN yang Menguntungkan, yaitu pencabutan ini dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/ atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.

c. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom), yaitu uang paksa sebagai” hukuman atau denda” jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan dan pembayaran bunga.


(2)

d. Pengenaan Denda Administratif, yaitu denda administratif berbeda dengan pengenaan uang paksa administratif yang ditunjukkan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administratif tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma yang ditunjukkan untuk menambah hukuman yang pasti.

2. Setiap Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan wewenang harus bertanggung jawab atas tindakannya. Pegawai Negeri Sipil wajib menanggung segala sesuatunya (boleh dituntut, dipaksa, diperkarakan dan sebagainya). Bentuk dari pertanggung jawaban tersebut yakni:

a. Liability merupakan kondisi tunduk kepada kewajiban secara aktual

atau potensial, kondisi bertanggung jawab terhadap hal- hal yang aktual atau mungkin seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau beban, kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang dengan segera atau pada masa yang akan datang). Gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum.

b. Responbility merupakan hal yang dapat dipertanggung jawabkan atas

suatu kewajiban termasuk putusan, keterampilan, kemampuan, kecakapan. Responbility adalah kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan, dan memperbaiki atau sebaliknya memberi ganti rugi atas kerusakan apapun yang telah ditimbulkan. 3. Untuk menjatuhkan hukuman kepada Pegawai Negeri Sipil yang

melakukan pelanggaran yang diperbuatnya tersebut dapat dilakukan dengan cara:


(3)

PNS yang melakukan pelanggaran dipanggil secara tertulis untuk diperiksa oleh atasan langsung atau tim pemeriksa. Pemeriksaan sebagaimana dimaksud diatas dilakukan secara tertutup, hanya diketahui dan dihadiri oleh PNS yang diperiksa dan pemeriksa. PNS yang diduga melakukan pelanggaran yang kewenangan penjatuhan disiplinnya menjadi wewenang Presiden dan PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin yang pemeriksaannya menjadi kewenangan PPK atau Gubernur yang bersangkut kemudian Penjatuhan hukuman disiplin yang menjadi wewenang Presiden diusulkan oleh PPK dan tembusannya disampaikan kepda BAPEK dengan melampirkan berita acara pemeriksaan, bukti- bukti pelanggaran, bahan- bahan lain yang diperlukan dan setelah itu dilakukan penjatuhan hukuman disiplin ke PNS yang telah terbukti bersalah.


(4)

B. SARAN.

Berdasarkan hasil penelitian yang dituangkan dalam kesimpulan diatas, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pemberian sanksi Administrasi bagi Pegawai Negeri Sipil yang melakukan penyalahgunaan wewenang diharapkan dapat memberikan efek jera dan tidak mengulangi tindakan tersebut kembali. Pemberian sanksi tersebut sudah sangat setimpal dengan tindakan PNS tersebut tinggal kembali kepada pegawai negeri sipilnya untuk tidak melakukan hal yang sama dan memperbaiki kinerjanya.

2. Kepada pegawai negeri sipil yang telah dikenakan sanksi diharapkan dapat bertanggung jawab dengan menjalankan sanksi tersebut dengan baik, tidak menghindar dari pemberian sanksi atau memperlama jalannya sanksi tersebut.

3. Prosedur pemberian sanksi kepada pegawai negeri sipil sudah baik dan tepat. Diharapkan sanski yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang melakukan pelanggaran sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku- buku

Asikin, Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006.

Dwijyanto, Agus, Reformasi Aparatur Negara Ditinjau Kembali, Gaya Media, Yogyakarta, 2010.

Djatmika, Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Djamnatan, 1979.

Eny, Kusdarini, Dasar-dasar Hukum Administrasi Negara dan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik, Cetakan I, UNY Press, Yogyakarta, 2011. Gatot, Istomo, Himpunan Lengkap dan Peraturan-peraturan Kepegawaian

Negara, Jilid I, Nusantara, Bandung, 2005.

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Muchsan, Pengangkatan Dalam Pangkat Pegawai Negeri Sipil, Liberty,

Yogyakarta, 2005.

M, Hadjon, Philipus dkk, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press, Surabaya, 1994.

Sibuea, Hotma P, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan, Asas- asas Umum Pemerintaha Yang Baik, Erlangga, Jakarta, 2010.

Sugandha, Dann, organisasi dan sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia serta Pemerintahan di Daerah, Sinar Baru, Bandung, 1981. Triwulan, Titik, Widodo, Isnu Gunandi, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum

Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Kencana, Jakarta, 2011. Pelly, Zainul, Beberapa Catatan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum

USU, Medan, 1976.

B. Peraturan Perundang- undangan.

Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Undang- undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

Undang- undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang- undang No.43 tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang- undang No. 8 tahun 1974 Tentang Pokok- pokok Kepegawaian.


(6)

Undang- undang Republik Indonesia No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 53 tahun 2010 tentang Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 21 tahun 2010 tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.53 tahun 2010 tentang

Disiplin PNS.

C. Internet

http://prayitnobambang.blogspot.com/2011/11/studi-komparasi-undang-undang-nomor-8.html?m=1

http://www.slideshare.net/engkyndx/tinjauanyuridisterhadapperbuatanaparatpem erintahyangtidakberwenang

http://krupukulit.wordpress.com/2008/11/14/melawan-hukum/

http://media-sms.com.blogspot.com/2012/02/sanksi-hukum.html?m=1 www.edipranoto.com/2011/05/sanksi-hukum-administrasi.html?m=1 http://penerapan.sanksi.terhadap.pelanggaran.disiplinpns.pdf

Medan.tribunnews.com

http://kalsel.kemenag.go.id/file/orientasihukum2012/ocdl1337083134.docx http://bkd.jabarprov.go.id/index.php/submenu/informasi/artikel/detailartikel/13