Analisis kebutuhan luasan hutan kota sebagai sink gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor dengan pendekatan sistem dinamik

(1)

ANALISIS KEBUTUHAN LUASAN HUTAN KOTA SEBAGAI SINK GAS CO2 ANTROPOGENIK

DARI BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS DI KOTA BOGOR

DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

ENDES N. DAHLAN


(2)

SURAT PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

N a m a : Ir. Endes N. Dahlan, MS

N R P : E 061 03 0011

Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dengan ini menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul: Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO2 Antropogenik dari

Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik merupakan karya penelitian dan hasil penulisan saya yang belum pernah dipublikasikan.

Tulisan ini tidak boleh diperbanyak dan tidak juga dipublikasikan serta tidak boleh ditayangkan di internet tanpa ijin tertulis dari penulis. Perlakuan tersebut tanpa ijin tertulis dapat dituntut secara hukum.

Surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya yang dapat dipergunakan sebagai bahan pelengkap disertasi ini.

Bogor, 27 November 2007


(3)

RINGKASAN

Kota merupakan pusat berbagai kegiatan. Penggunaan bahan bakar yang terus meningkat akan mengakibatkan konsentrasi ambien gas CO2 meningkat pula

yang kemudian dapat mengakibatkan pemanasan global melalui efek rumah kaca. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk mengurangi laju peningkatannya. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan memperluas lahan hutan kota. Luasan hutan kota di Kota Bogor saat ini 144,75 ha (1,22 %) yang terdiri dari Kebun Raya Bogor (87,00 ha) dan hutan penelitian Dramaga (57,75 ha). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kebutuhan luasan hutan kota sebagai rosot gas CO2 antropogenik yang berasal dari bensin, solar, minyak tanah, minyak

diesel dan LPG di Kota Bogor secara dinamik. Penelitian ini terdiri dari: (1) analisis jumlah emisi dan konsentrasi gas CO2 dengan melakukan prediksi jumlah

kebutuhan bahan bakar dan pengukuran konsentrasi ambien gas CO2 di lokasi

yang padat kendaraan dan lokasi yang tidak padat kendaraan, dan (2). analisis daya rosot gas CO2 oleh ruang terbuka hijau dan daya rosot hutan kota melalui

penelitian pengukuran daya rosot gas CO2 oleh pohon yang terdapat di Kebun

Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2005 sampai Juni 2007.

Hasil penelitian menyatakan bahwa emisi gas CO2 antropogenik di Kota

Bogor meningkat. Emisi gas ini pada tahun 2010 sebesar 600.216 ton, sedangkan tahun 2100 menjadi 848.175 ton. Konsentrasi gas di lokasi yang tercemar pada musim kemarau tahun 2006 sebesar 397,27 ppmv dan musim penghujan tahun 2007 sebesar 395,11 ppmv. Rerata konsentrasi ambien gas CO2 di lokasi yang

padat dan tidak padat kendaraan di Kota Bogor tahun 2006/2007 sebesar 389,8900 ppmv.

Daya rosot gas CO2 bervariasi menurut jenis tanaman. Kelompok jenis

pohon yang berdaya rosot sangat rendah nilai reratanya 3,90 kg/pohon/tahun, kelompok jenis pohon dengan rosot rendah nilai reratanya sebesar 28,00 kg/pohon/tahun, kelompok jenis pohon dengan rosot sedang nilai reratanya 102,07 kg/pohon/tahun, kelompok dengan nilai rosot yang agak tinggi memiliki nilai rerata 305,91 kg/pohon/tahun, tinggi 835,65 kg/pohon/tahun dan sangat tinggi sebesar 16.891,93 kg/pohon/tahun.

Berdasarkan kajian jumlah emisi gas CO2 yang terus bertambah sementara

luasan ruang terbuka hijau terus menurun, maka luasan hutan kota sebagai rosot gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak di Kota Bogor perlu ditambah.

Tanpa penambahan luasan hutan kota konsentrasi gas CO2 ambien akan

meningkat menjadi 389,8964 ppmv, sedangkan dengan penambahan luasan hutan kota dengan jenis pohon berdaya rosot sangat tinggi akan menjadi 389,8752 ppmv.


(4)

pada program penambahan luasan hutan kota yang baru. Oleh sebab itu, pemilihan jenis tanaman harus betul-betul diperhatikan. Jenis pohon yang harus digunakan dalam program penambahan luasan hutan kota adalah jenis berdaya sink sangat tinggi.

Jumlah penduduk yang dapat ditampung sampai tahun 2100 sebanyak 1,3 juta orang dengan bangunan 1 lantai. Kebutuhan luasan hutan kota sekitar 300 ha. Jika dengan bangunan dua lantai, maka jumlah penduduk yang dapat ditampung sebanyak 2,5 juta orang. Luasan hutan kota yang dibutuhkan dari tahun 2017 sampai 2100 bervariasi sekitar 1.400 ha. Lahan terbangun yang dibutuhkan seluas 8.032,11 ha (67,78%) dengan bangunan dua lantai. Jenis pohon yang harus ditanam pada penambahan lahan hutan kota yang baru adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Berdasarkan simulasi luasan hutan kota yang dibutuhkan sebagai sink gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas pada tahun 2100

seluas 1.278,81 ha (10,79%), sementara luasan ruang terbuka hijau yang tersisa seluas 200,77 ha (1,69%).

Kata kunci: hutan kota, ruang terbuka hijau, emisi gas CO2 dan konsentrasi


(5)

ABSTRACT

Activities in towns and cities require energy which is obtained from fossil fuel and gas. The combustions cause increasing concentration of ambient CO2

which induce global warming through green house effect. One of the efforts to minimize the increasing of CO2 concentration in the atmosphere, particularly in

the urban area, is to develop urban forest. Wide of urban forest in Bogor city is 144.75 ha (1.20 %) consist of Bogor Botanical Garden (87.00 ha) and Research Forest Station at Dramaga (57.75 ha). The objective of the research is to estimate wide of urban forest required for absorbing CO2 gas emitted from petrol, diesel,

kerosene and LPG combustion in Bogor, dynamically. The researches consist of: (1). Analysis of CO2 emission and the concentration based on fossil fuel and gas

requirement and measurement of ambient CO2 in dense and rare automobile and

(2) Analysis of CO2 sequestration by green open spaces and urban forest plant

sequestration through researches conducted in Bogor Botanical Garden and Forest Research Station at Dramaga. The researches were conducted from March 2005 until June 2007.

The result of the study revealed that the amount of the gas emission is increase. The emission prediction in 2010 is 600,216 ton and in 2100 will be 848,175 ton. The average concentration of CO2 ambient in 2005 in polluted road

in the morning in dry and wet season was 397.27 ppmv and 395.11 ppmv, respectively. The average concentration of ambient CO2 at rare and dense

automobile in 2006/2007 was 389.8900 ppmv. The researches also noticed that CO2 sequestration was varied depend on plant species. The average of CO2

sequestration class of very low, low, moderate, slightly high, high and very high absorption capacity were 3.90 kg/tree/year, 28.00 kg/tree/year, 102.07 kg/tree/year, 305.91 kg/tree/year, 643.77 kg/tree/year, and 16,891.93 kg/tree/year, respectively. Without urban forest wide addition, CO2 concentration will be

increase to 389.8964 ppmv, while with urban forest wide addition with very high sequestration the concentration will be 389.8752 ppmv.

Based on increasing CO2 emission while decreasing sequestration by

urban green open space, it is considered that wide of urban forest should be added. Urban forest wide required for CO2 sequestrating is urgently needed and varied

depend on plants species, fossil fuel used, enrichment with very high sequestration plants in rare density vegetation area and time. Using scenario green open space should be available around 32% and built up area 68%, from simulation showed that urban forest requirement with high sequestration plants varied from 6,517 – 5,505 ha. The high sequestration plants and the lower sequestration plants are not recommended for new additional urban forest.

Plants selection should also be considered to increase carrying capacity population. Carrying capacity population in 2100 with 1 floor is 1.3 million


(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor.

2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor.


(7)

ANALISIS KEBUTUHAN LUASAN HUTAN KOTA SEBAGAI SINK GAS CO2 ANTROPOGENIK

DARI BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS DI KOTA BOGOR

DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

ENDES N. DAHLAN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada


(8)

Penguji Luar Komisi pada Sidang Tertutup:

Dr.Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr.

Penguji Luar Komisi pada Sidang Terbuka:

Dr. Ir. Ning S. Purnomohadi, MS.


(9)

PRAKATA

Assalamu’alaikum wr. wb.

Pada kesempatan ini penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah karena atas ijin, barokah dan nikmat dari-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai penulisan disertasi dan ujian tertutup dan terbuka. Penulis mencoba menggunakan Ilmu sistem dan permodelan yang sangat sulit dan baru dipelajari ketika kuliah S3 yang telah membuat jatuh bangun, namun membuat penulis seolah dibakar, ditempa dan digosok insya Allah menjadi barang yang berharga, semuanya itu hanya atas ijin dan kuasa Allah semata.

Ucapan terima kasih yang tulus sebesar-besarnya kepada kedua orang tua alm. Dasuki M. Dachlan dan almh. Murati Juinah atas do’a dan ketulusan mereka selama mereka hidup; semoga mereka adanya di alam kubur diampuni semua dosanya diterima iman-Islamnya, diberikan nikmat oleh Allah dan diberikan tempat yang indah, sejuk dan nyaman dan kelak mendapatkan surga. Aamiin. Demikian pula halnya untuk bapak mertua Asim (alm.). Tidak lupa juga kepada ibu mertua Siti Aisyah atas bantuan do’a dan kesabarannya selama ini. Penulis juga sampaikan ucapan terima kasih, karena tanpa adanya dorongan semangat, kesabaran dan bantuan segalanya dari istri Iyah R. Yusliani dan anak-anakku: Eru N. Dahlan, S.Hut., Tria N. Dahlan, STP dan Dewi N. Dahlan, AMd. Demikian juga untuk ananda Rina Wulandari, S.Hut. atas bantuannya.

Pertama-tama penulis panjatkan do'a untuk alm. Dr.Ir. H.M. Yahya Fakuara M.Sc. serta alm. Dr.Ir. Muljarno Djojomartono M.Sa. semoga amal ibadah mereka diterima dan diberi naungan, perlindungan dan hidayah Allah. Awalnya penulis memohon pada Pak Mul, ketika masih kuliah dan beliau masih sehat bahwa saya ingin dibimbing oleh beliau dan beliau menyetujui permintaan saya. Sampai-sampai beliau masih menyempatkan diri mengajari lagi saya Ilmu Sistem, bahkan memberikan wawasan materi yang lebih luas daripada bahan


(10)

penulis dapat menyelesaikan program doktor ini; tidak lupa untuk semua guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya, serta Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. penguji sidang tertutup, demikian juga kepada Dr.Ir. Ning S. Purnomohadi, MS. dan Dr.Ir. Tania June, MSc. sebagai penguji sidang terbuka yang telah membe-rikan masukan yang sangat berharga, penulis ucapkan terima kasih, seraya berdoa semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin.

Untuk Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. yang ketika itu sebagai Dekan Fakultas Kehutanan IPB dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc, tidak lupa juga kepada Dr. Ir. Rinekso Sukmadi, M.Agr., Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Agr., Ir. Rachmad Hermawan, M.ScF. dan semua teman di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, penulis sampaikan terima kasih atas sumbang-saran, bantuan dan pengertiannya selama ini. Tidak lupa kepada semua yang pernah penulis bimbing baik program S2 (Riswandi Tinambunan S.Hut., MS, Diana Septriana, S.Hut., Msi.); program S1 (Herdiansyah, S.Hut., Hadinata, S.Hut., Tommy P. Sinambela, S.Hut., Sri Purwaningsih, S.Hut., Vivi Indriani Harris, S.Hut. dan Yofi Mayalanda, S.Hut.) penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya.

Akhirnya penulis sampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si atas bantuannya dalam pengolahan data, khusus kepada Ir Yadi Suryadi, M.Si, Ir. Erna Hernawati, MM dan Arif Wicaksono, SP dari Dinas Tata Kota dan Pertamanan serta Kamal Yusuf, ST dari Bapeda Kota Bogor dan PT Pertamina Unit III atas bantuannya dalam memberikan data yang penulis butuhkan. Kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr. dan Dr. Ir. Alinda M. Zain, M.Si dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, penulis sampaikan terima kasih untuk bantuan dan kesediaannya, sehingga penulis mendapat bantuan data yang sangat penulis perlukan. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada BPPS atas bantuan dana perkuliahan dan tidak lupa kepada Yayasan Toyota-Astra dan WWF Indonesia atas bantuan dana untuk penelitian.


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan 26 Desember 1950, anak ketiga dari tiga bersaudara dari alm. Dasuki M. Dahlan dan almh. Murati Juinah. Sekolah tingkat dasar, menengah dan lanjutan atas diselesaikan di Kuningan. Pada bulan Desember 1977 penulis mendapat gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada Bulan Januari 1978 penulis bekerja sebagai Asisten Peneliti di Seameo Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Bogor pada Tropical Pest Biology Program dengan bidang kajian kompetisi dan alelopati gulma. Pada Tahun 1979 pindah ke Tropical Aquatic Biology Program pada bidang pencemaran insektisida, uji bioassay dispersan, minyak bumi dan pestisida serta analisis dampak lingkungan. Tahun 1981 penulis menjadi dosen pengasuh mata kuliah Ekologi Perairan di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tahun 1978 Menikah dengan Iyah R. Yusliani dan dikaruniai 4 anak: Eru N. Dahlan S.Hut., alm. Ernu N. Dahlan , Tria N. Dahlan, STP dan Dewi N. Dahlan, AMd.

Penulis juga banyak melakukan penelitian AMDAL antara lain: S. Bengawan Solo pra konstruksi Bendungan Gajah Mungkur, Kawasan Kawah G. Dieng untuk eksplorasi panas bumi, pipa minyak Muara Gembong-Marunda, industri kertas, ban dan tekstil di beberapa tempat di P. Jawa. Pada kurun waktu 1982 – 1990 banyak terlibat dalam proyek AMDAL HPH dan HTI di P. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Tahun 1994 – 1997 membantu APHI dalam perawatan tanaman pasca Puncak Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional di Ambon, Banda Aceh dan Balikpapan. Kegiatan lainnya yang pernah dilakukan adalah pembangunan hutan kota di Kabupaten Cianjur, DKI Jakarta serta beberapa tempat lainnya. Penulis juga pernah menjadi staf akhli Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Akhir-akhir ini penulis banyak terlibat dalam membantu Kantor Asdep Lingkungan Hidup Sumatera dalam memberikan


(12)

Tahun 1989 meraih gelar Magister Sains (MS) dari Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pascasarjana, IPB. Sejak saat itu penulis menjadi pengajar mata kuliah Ilmu Hutan Kota. Tahun 1990-2003 menjadi Kepala Laboratorium Analisis Lingkungan. Kini menjadi anggota penelaah Buletin Media Konservasi yang diterbitkan oleh Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Buku yang pernah diterbitkan: (1). Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup dan (2). Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. Buku yang sedang disusun: (1). Isyarah Sains dalam Al Qur’an dan (2). Teknik Pembangunan dan Pemeliharaan Tanaman Hutan Kota.

Mata Kuliah yang pernah diberikannya adalah: Pengantar Ilmu Kehutanan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati, Ekologi Perairan, Pencemaran Lingkungan dan Pengantar Ilmu Lingkungan. Kini dengan gelar Lektor Kepala menjadi pengajar: mata kuliah Ilmu Hutan Kota (S1) dan mata kuliah Ilmu Hutan Kota Terapan (S0). Dengan dikembangkannya sistem mayor-minor, maka mata kuliah tambahan yang akan diasuhnya adalah: Manajemen Jasa Lingkungan Sumberdaya Hutan (S1), Ilmu Hutan Kota Lanjutan untuk S2 dan S3, serta Permodelan Sistem Pengelolan Jasa Lingkungan yang dicanangkan untuk program S2 dan S3.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 10

1.3. Manfaat Penelitian ... 10

1.4. Kebaharuan Penelitian ... 11

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Permodelan dan Simulasi ... 12

2.2. Bahan Bakar Minyak dan Gas ... 15

2.2.1. Bahan Bakar Konvensional ... 15

2.2.2. Bahan Bakar Nir-konvensional ... 17

2.3. Emisi Gas CO2 ... 17

2.4. Karakteristik Gas CO2 ... 18

2.5. Dampak Negatif Gas CO2 ... 19

2.5.1. Dampak Negatif Gas CO2 terhadap Manusia . ... 19

2.5.2. Dampak Negatif Gas CO2terhadap Lingkungan Hidup ... 20

2.6. Fotosintesis dan Respirasi ... 23

2.7. Tumbuhan sebagai Penyerap gas CO2 ... 25

2.8. Respons Tumbuhan terhadap Peningkatan Konsentrasi Gas CO2 ... 28

2.9. Hutan Kota ... 29

2.10. Studi Kebutuhan Luasan Hutan Kota ... 30


(14)

3.6. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas serta

Prediksi Kebutuhannya di Masa yang Akan Datang ... 40

3.7. Perhitungan Emisi Gas CO2 ... 40

3.8. Penghitungan Kepadatan Kendaraan ... 41

3.9. Pengukuran Kandungan Gas CO2 Ambien ... 41

3.10. Luasan Ruang Terbuka Hijau dan Perhitungan Perubahannya ... 42

3.11. Pengukuran Daya Rosot Gas CO2 ... 43

3.11.1. Penelitian di Rumah Kaca dengan Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis ... 43

3.11.2. Penelitian Pendahuluan dengan Metode Karbohidrat ... 45

3.11.3. Penelitian di Kebun Raya Bogor ... 48

3.11.4. Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga ... 50

3.11.5. Jumlah dan Ukuran Stomata ... 50

3.12. Simulasi Konsentrasi Gas CO2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota ... 51

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1. Hasil Penelitian ... 53

4.1.1. Keadaan Umum Kota Bogor ... 53

4.1.2. Kependudukan ... 53

4.1.3. Transportasi ... 55

4.1.4. Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas ... 58

4.1.5. Emisi Gas CO2 Antropogenik ... 62

4.1.6 . Konsentrasi Gas CO2 Ambien Tahun 2006/2007 ... 63

4.1.7. Penggunaan Lahan ... 67

4.1.8. Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota ... 68

4.1.9. Daya Rosot Gas CO2 ... 75

4.1.9.1. Penelitian di Rumah Kaca Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis ... 75

4.1.9.2. Penelitian Pendahuluan dengan Metoda Karbohidrat ... 79


(15)

4.1.9.3. Penelitian di Kebun Raya Bogor ... 81

4.1.9.4. Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga ... 82

4.1.9.5. Ukuran dan Kerapatan Stomata ... 84

4.1.10. Simulasi Konsentrasi Gas CO2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas ... 87

4.2. Pembahasan ... .. 88

4.2.1. Analisis Emisi Gas CO2 dan Konsentrasi Gas CO2 ... 88

4.2.2. Daya Rosot dan Klasifikasi Daya Rosot Tanaman Hutan Kota ... 91

4.2.3. Pengujian Model ... 95

4.2.4. Pengaruh Hujan ... 96

4.2.5. Analisis Kecukupan Luasan Hutan Kota Menggunakan Tanaman Berdaya Rosot Gas CO2 Sangat Tinggi dengan Model Tidak Dipengaruhi Hujan. ... 97

4.2.5.1. Skenario Variasi Jenis Daya Rosot Gas CO2 ... 99

4.2.5.2. Skenario Variasi Laju Pertambahan Jumlah Penduduk ... 101

4.2.5.3. Skenario Variasi Penghematan Bahan Bakar Minyak dan Gas... 102

4.2.5.4.Skenario Pengkayaan pada Areal Bervegetasi Jarang dan Upaya Gabungan ... 104

4.2.6. Daya Dukung Kependudukan ... 105

4.2.7. Implikasi Kebijakan ... 106

4.2.8. Strategi Pembangunan Hutan Kota ... 108

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 110

5.1. Kesimpulan ... 110


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Konsentrasi pencemar udara di Kota Bogor tahun 2001 – 2003 ... 5

2. Konsentrasi polutan udara di Kota Bogor tahun 2003 dan 2004 ... 6

3. Luasan taman dan jalur hijau di Kota Bogor tahun 1999 – 2002 ... 8

4. Luasan beberapa bentuk ruang terbuka hijau di dalam Kota Bogor tahun 2006 ... 8

5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji verifikasi dan validasi model ... 14

6. Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi ... 15

7. Kandungan kimia dalam solar dan bensin ... 16

8. Emisi gas CO2 dari kegiatan transportasi dan proyeksi perkiraannya di Kabupaten Bogor (x 106 ton) ... 17

9. Karakteristik fisik-kimiawi gas CO2 ... 18

10. Emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar ... 19

11. Komposisi gas CO2 dan uap air pada hirupan dan hembusan napas (%) . 19 12. Daya rosot gas CO2 di beberapa tipe penutupan lahan ... 27

13. Matriks tabulasi penelitian ... 34

14. Perhitungan jumlah emisi gas CO2 ... 40

15. Jumlah dan laju pertambahan penduduk Kota Bogor ... 54

16. Perkiraan jumlah penduduk Kota Bogor sampai tahun 2100 ... 55

17. Route dan jumlah angkutan kota di wilayah Kota Bogor ... 57

18. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor Tahun 2008 – 2014 ... 57

19. Panjang jalan di Kota Bogor pada tahun 2004 ... 58

20. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor tahun 2006 – 2014 ... 59

21. Pemakaian bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor tahun 2003-2004 ... 59

22. Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas untuk tahun 2010– 2100... 60

23. Jumlah pelanggan PT. Gas Negara Tahun 1999-2003 ... 61

24. Banyaknya gas yang terjual melalui pipa Kota Bogor ... 61

25. Jumlah emisi gas CO2 di Kota Bogor tahun 2010 – 2100 ... 62

26. Jumlah kendaraan di 5 lokasi pengamatan pada musim kemarau 2006 dan musim penghujan 2007 ... 64


(17)

27. Konsentrasi gas CO2 di 5 lokasi pengukuran siang dan malam

hari di bulan Februari 2006 ... 65

28. Konsentrasi gas CO2 ambien pada lokasi padat dan Kurang padat kendaraan bermotor ... 66

29. Luas lahan Kota Bogor berdasarkan keterbangunan tahun 2003 ... 67

30. Pemanfaatan lahan tahun 1996 dan rencana pemanfaatan lahan pada tahun 1999 – 2009 ... 68

31. Luas dan persentase tipe penutupan lahan pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor ... 69

32. Penggunaan lahan dan laju perubahannya tahun 2003-2005 ... 73

33. Lokasi dan luasan hutan kota di Kota Bogor ... 74

34. Parameter-parameter turunan: efisiensi kuantum, laju fotosintesis maksimum dan respirasi ... 77

35. Kemampuan rosot gas CO2 per m2 daun ... 79

36. Hasil pengukuran massa karbohidrat 5 jenis tanaman ... 79

37. Kemampuan rosot gas CO2 dengan metode karbohidrat ... 80

38. Uji beda nilai tengah dengan menggunakan uji-t ... 80

39. Massa karbohidrat pada ranting dan daun yang diambil pada pukul 05.00 dan 10.00 ... 81

40. Daya rosot gas CO2 oleh tanaman di Kebun Raya Bogor ... 82

41. Daya rosot gas CO2 oleh tanaman di Hutan Penelitian Dramaga ... 83

42. Panjang, lebar dan kerapatan stomata tumbuhan di Kebun Raya Bogor ... 84

43. Panjang dan lebar serta kerapatan stomata pada daun tumbuhan di areal Hutan Penelitian Dramaga ... 85


(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Peningkatan konsentrasi gas CO2 tahun 1960 – 2005... 7

2. Emisi gas CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen 21

3. Fluktuasi suhu udara dari tahun 1860 – 2000 ... 22 4. Pengaruh peningkatan konsentrasi gas CO2 pada laju asimilasi

tanaman kedelai... 28 5. Hubungan antara suhu daun dengan laju asimilasi tanaman

kedelai ... 28 6. Diagram simpal yang menggambarkan hubungan keterkaitan

antara jumlah penduduk, penggunaan bahan bakar minyak dan

gas, ruang terbuka hijau dan kebutuhan hutan kota ... 37 7. Analisis input-output pembangunan dan pengembangan hutan

kota di Kota Bogor ... 38 8. Rancang bangun penelitian ... 39 9. Proses serapan gas CO2, pembentukan karbohidrat di

dalam daun dan beberapa proses metabolisme lainnya ... 46 10. Perkembangan jumlah kendaraan angkutan kota,

angkutan perkotaan, angkutan kota dalam propinsi dan

angkutan kota antar propinsi tahun 1999 – 2003 ... 56 11. Emisi gas CO2 di Kota Bogor tahun 2006 ... 62

12. Rerata jumlah mobil yang melewati 5 jalur lokasi penelitian selama 1 minggu pada (a) musim kemarau tahun 2006 dan

(b) musim penghujan tahun 2007... 64 13. Foto vegetasi hutan kota di (a) Hutan Penelitian Dramaga

dan (b) Kebun Raya Bogor ... 70 14. Foto vegetasi non hutan kota di (a) Jalur hijau di Jalan

Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur (b) Jalur hijau

di Jalan Heulang, Kecamatan Tanah Sareal ... 70 15. Foto vegetasi non hutan kota di (a) pemakaman di Dreded,

Kecamatan Bogor Selatan (b) Kebun Pembibitan di Sempur,


(19)

16. Foto sawah di (a) dan (b) Balumbangjaya, Kecamatan Bogor Barat

(c) Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat... 71

17. Foto semak dan rumput di (a) Halaman Istana Bogor di Kebun Raya Bogor, Kecamatan Bogor Tengah (b) Jalan Malabar, Kecamatan Bogor Tengah (c) Semak di Menteng, Kecamatan Bogor Barat ... 72

18. Perubahan perimbangan persentase ruang terbuka hijau dan ruang terbangun ... 73

19. Kurva respon cahaya pada Jati (T. grandis) ... 75

20. Kurva respon cahaya pada Kenari (C. commune) ... 75

21. Kurva respon cahaya pada Mangga (M. indica) ... 76

22. Kurva respon cahaya pada Sawo duren (C. cainito) ... 76

23. Kurva respon cahaya pada Tanjung (M. elengi) ... 77

24. Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO2, dan (b). Luasan RTH ... 87

25. Fluktuasi konsentrasi gas CO2 yang diukur pada menara dengan ketinggian 496 m di Kota Carolina Utara ... 89

26. Konsentrasi gas CO2 yang terus bertambah, walau sebagian telah dibersihkan oleh air hujan ... 96

27. Kebutuhan luasan hutan kota dengan tanaman berdaya rosot sangat tinggi (ha) ... 97

28. Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO2, (b). Luas RTH dan (c). Daya RTH ... 98

29. Konsentrasi CO2 ambien hasil simulasi dari tahun 2005 – 2095. (a) Tanpa penambahan luasan HK, (b) Dengan penambahan luasan HK ... 99

30. Hasil Simulasi. (a). Kebutuhan jumlah bibit dan perkembangannya (b). Kebutuhan luasan HK dengan jenis berdaya rosot sangat tinggi.. ... 100


(20)

33. Kebutuhan luasan HK pada berbagai upaya penghematan bahan bakar. (a). Penghematan 10%, (b). Penghematan 20%

dan (c). Penghematan 30% ... 103 34. Kebutuhan luasan hutan kota pada skenario:

(a) Pengkayaan pada areal bervegetasi jarang

(b). Upaya gabungan ... 104 35. Skenario bangunan 2 lantai : (a). Perkembangan jumlah

penduduk, (b). Kebutuhan luasan hutan kota ... 106


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lokasi pengambilan sampel gas CO2 ambien ... 121

2. Rincian data Power Analyst dari Powerdesigner 6.0 ... 122

3. Diagram alir Powersim ... 132

4. Data masukan yang digunakan dalam model ... 135

5. Hasil simulasi grafik pertambahan jumlah penduduk dan luasan lahan terbangun ... 139

6. Jumlah emisi gas CO2 ... 140

7. Foto stomata dan daun tanaman di Kebun Raya Bogor ... 141

8. Foto stomata dan daun tanaman di Hutan Penelitian Dramaga ... 153

9. Ukuran panjang, lebar dan kerapatan stomata hasil penelitian Agustini (1994) ... 157

10. Hasil perhitungan hubungan antara rosot dengan panjang, lebar dan kerapatan stomata tanaman di Kebun Raya Bogor dengan menggunakan program Datafit 8.2.79 ... 161

11. Hasil perhitungan hubungan antara rosot dengan panjang, lebar dan kerapatan stomata tanaman di Hutan Penelitian Dramaga dengan menggunakan program Datafit 8.2.79 ... 163

12. Perangkat ADC LCA-4 yang digunakan untuk mengukur daya serap CO2 ... 167

13. Foto alat kromatografi gas ... 169

14. Foto pengambilan sampel CO2 ambien di beberapa lokasi yang padat kendaraan bermotor ... 170

15. Keadaan ruang terbuka hijau kota di setiap kecamatan di Kota Bogor pada tahun 2005 ... 172 16. Jenis-jenis tanaman pada beberapa bentuk ruang terbuka hijau


(22)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota merupakan pusat berbagai kegiatan yakni: pemerintahan, perdagangan, pendidikan, permukiman dan kegiatan lainnya dengan intensitas dan jumlah kegiatan yang sangat tinggi dengan mata pencaharian penduduknya tidak lagi bertumpu pada sektor pertanian, melainkan pada sektor perdagangan dan jasa. Dalam Imendagri No. 14 Tahun 1983, kota didefinisikan sebagai suatu pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan, wilayah administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri perkotaan, sedangkan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (PerMendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan).

Peningkatan jumlah penduduk kota yang disertai dengan meningkatnya berbagai kegiatan di kota, mengakibatkan kualitas lingkungan kota menjadi semakin menurun. Oleh karena kota merupakan tempat terakumulasinya sumberdaya manusia dengan berbagai aktivitasnya yang sangat penting dalam menentukan kekuatan dan masa depan bangsa, maka kualitas lingkungan kota harus mendapat perhatian yang utama.

Kota dan kabupaten jumlahnya di Indonesia sebanyak 416 (Malarangeng 2006). Jika kota dan kabupaten kualitas lingkungannya rusak, maka kesehatan dan produktivitasnya pun akan menurun, sehingga kekuatan bangsa dapat menurun dan masa depan bangsa pun akan menjadi suram. Hal ini harus dicegah agar kota-kota yang saat ini ada dapat tetap lestari keberadaannya, bahkan dapat berfungsi dengan maksimal sebagai pusat berbagai kegiatan. Namun pada kenyataannya saat ini, manusia modern di kota secara sadar atau pun tidak telah menyisihkan hutan dan pepohonan. Lingkungan hidup manusia yang hidup di kota yang semula berhutan atau berpepohonan kini sudah menjadi berkurang luasan dan jumlah pohonnya, sedangkan di lain pihak jumlah kendaraan bermotor terus bertambah


(23)

dari tahun ke tahun yang mengakibatkan kualitas lingkungan kota menjadi semakin menurun. Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya kadar gas CO2 di udara akan menjadikan lingkungan kota menjadi lingkungan yang tidak sehat.

Pada lingkungan yang tidak tercemar, konsentrasi oksigen dan karbon-dioksida masing-masing sekitar 20,95% dan 0,03% (300 ppmv). Konsentrasi gas CO2 pada masa sebelum maraknya industri sebesar 275 ppmv sedangkan pada masa sekarang konsentrasinya sebesar 350 ppmv. Jika laju penambahan penggunaan bahan bakar minyak dan gas tidak berubah, maka dalam kurun waktu 60 tahun mendatang konsentrasi gas CO2 akan meningkat menjadi 550 ppmv. Perubahan konsentrasi gas ini dari 275 menjadi 550 ppmv akan mengakibatkan peningkatan suhu udara sebesar 5oF (2,78oC) (Http://www.physics.uci.edu/ ~silverma/resourxces.ppt. 2007). Sementara Keeling dan Whorf (2005) menya-takan dari pantauan yang dilakukan pada 4 buah menara dengan ketinggian 7 meter dan 1 buah menara dengan ketinggian 27 meter di Mauna Loa, Hawaii menunjukkan bahwa konsentrasi gas ini pada tahun 1959 sebesar 315,98 ppmv dan pada tahun 2004 menjadi 377,38 ppmv (http://en.wikipedia.org/ wiki/Carbon dioxide 2006). Oleh sebab itu konsentrasi gas ini di atmosfer harus diturunkan ke tingkat yang aman yakni 300 - 350 ppm.

Saat ini banyak dibicarakan masalah sequestration dan sink. Sequestration

didefinisikan sebagai removing carbon dioxide from the air atau process of increasing carbon content of a carbon pool other than atmosphere, sedangkan

sink didefinisikan sebagai any process or mechanism which removes a greenhouse gas from the atmosphere (Wikipedia 2005).

Telah dijelaskan bahwa konsentrasi gas CO2 di atmosfer terus meningkat. Peningkatan kadar gas CO2 di udara sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas. Penambahan gas ini sebesar 7,81 Gt (7,81x109 ton)


(24)

sekitar 1oC. Hal ini disebabkan karena gas ini mampu menyerap gelombang panjang yang panjangnya 4.26 µm (asymmetric stretching vibrational mode) (http://www. wikipedia-mirror.co.za/wiki/Infrared_spectroscopy 2006).

Akibat adanya pemanasan global, flora dan fauna yang sensitif terhadap perubahan suhu udara akan bergerak ke arah kutub atau ke tempat yang lebih tinggi. Peningkatan suhu sebesar 1oC akan mengakibatkan satwa liar pindah sejauh 100-150 km mendekati kutub atau 150 m ke tempat yang lebih tinggi (http://mason.gmu.edu/~klargen/111lectclimatechange.htm 2006).

Pengaruh buruk lainnya akibat dari pemanasan global adalah cuaca menjadi lebih ekstrim, meningkatnya evapotranspirasi, meningkatnya suhu udara dan permukaan air laut serta mudah terjadinya kebakaran hutan dan kelangkaan air (http://en.wikipedia.org/wiki/Effects_of_global_warming 2006). Selain dari baha-ya baha-yang telah disebutkan di atas, pemanasan global juga akan mengakibatkan mencairnya es di kutub, sehingga mengakibatkan naiknya permukaan air laut dan tenggelamnya kota-kota pantai. Dampak ini akan sangat dirasakan pada daratan dan pulau kecil yang terletak pada 40o - 70o LU (Landsberg dan Gower 1997). Metro TV pada tanggal 18 Agustus menyiarkan bahwa kutub Selatan mengalami penyusutan permukaan es yang terparah. Jika hal ini dibiarkan, maka diperkirakan es yang menyelimuti kutub Selatan akan hilang pada tahun 2030.

Dampak negatif lainnya akibat dari tingginya kadar CO2 di udara ambien adalah menurunnya tingkat kesehatan manusia. Gas ini bersifat asfiksian dan iritan (http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_dioxide 2006). Asfiksian artinya gas ini mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen, seolah-olah kadar oksigen di udara sangat rendah, padahal konsentrasi gas oksigen di udara masih tetap sekitar 20,95%. Jika gas CO2 dihirup oleh manusia dalam jangka waktu yang sangat lama, maka akan mengakibatkan rendahnya kadar oksi-hemoglobin (Hb-O2) dan sebaliknya kadar asam karbonat (H2CO3) dan karbamino-hemoglobin (Hb-CO2) di dalam darah akan meningkat. Hal ini karena daya ikat (afinitas) gas CO2 dengan hemoglobin lebih kuat 20 kali daripada afinitas gas O2 dengan hemoglobin (http://people.eku.edu/ritchisong/301notes6.htm 2005, http://www/ msnencarta/respiratorysystem.mh1 2005 dan http://www.cdli.ca/~dpower/resp/ exchange. htm#Cellular 2005). Selain dari itu, bahaya yang dapat ditimbulkan


(25)

oleh terhirupnya gas ini pada konsentrasi yang tinggi adalah timbulnya rasa asam di dalam mulut dan rasa sakit pada rongga hidung dan saluran tenggorokan (Http://www.indopedia.org/carbon_dioxide.html 2006), sebagai akibat dari larut-nya gas ini dalam cairan yang melapisi permukaan kedua organ itu yang kemu-dian membentuk asam karbonat (H2CO3) yang dapat mengiritasi lapisan permuka-an pada salurpermuka-an hidung dpermuka-an tenggorokpermuka-an. Oleh sebab itu, Aerias (2005) menyata-kan batas aman konsentrasi ambien gas ini di udara luar adalah 700 ppmv dan di dalam ruangan antara 300 – 500 ppmv. Sedangkan OSHA dalam Indopedia (2006) menyatakan konsentrasi gas ini di dalam lingkungan kerja sebaiknya kurang dari 5.000 ppmv. Lebih lanjut OHSA (2006) menyatakan bahwa pada konsentrasi 30.000 ppmv (3%), para pekerja diperbolehkan mendapat paparan kurang dari 10 menit saja.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa gas CO2 dapat menyebabkan pemanasan global dan rusaknya ekosistem darat dan laut serta dapat menurunkan kesehatan manusia yang dianggap sangat merugikan, maka konsentrasi gas CO2 di udara ambien harus diupayakan tidak terus bertambah naik. Salah satu upaya yang dapat ditempuh di lingkungan kota dan perkotaan adalah program hutan kota dan penghijauan. Hutan kota, taman kota, peneduh jalan, sawah, kebun dan beberapa bentuk ruang terbuka hijau lainnya dapat menyerap gas ini melalui proses fotosintesis. Namun pada kenyataannya dalam dekade belakangan ini, luasan ruang terbuka hijau dalam bentuk sawah, ladang dan kebun terus berkurang, karena berubah menjadi permukiman dan areal terbangun lainnya sedangkan di lain pihak penggunaan bahan bakar minyak dan gas sebagai pengemisi gas CO2 pun terus bertambah. Oleh sebab itu, perlu penambahan luasan hutan kota sebagai penyerap gas ini.


(26)

Kota Bogor mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena: 1. Merupakan pendukung ibu kota negara,

2. Merupakan pusat pendidikan dan juga pusat penelitian pertanian, 3. Tempat rekreasi dan jasa perdagangan,

4. Selain merupakan daerah permukiman untuk warga Kota Bogor sendiri, juga untuk penglaju (commutter) yang bekerja di DKI Jakarta, dan

5. Merupakan salah satu daerah tangkapan air untuk DKI Jakarta.

Walaupun Kota Bogor mempunyai kedudukan yang penting sebagai pe-nyangga ibu kota negara, namun pada kenyataannya belakangan ini, Kota Bogor merupakan pengemisi polutan udara yang semakin penting. Kota ini dijuluki dengan "Kota sejuta angkot". Konsentrasi polutan udara yang terukur pada tahun 2001-2003 terdapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi pencemar udara di Kota Bogor tahun 2001 - 2003

Polutan SO2 CO NO2 03 HK Pb TSP NH3 H2S

Satuan µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3 µg/Nm3

Baku

Mutu 365 10.000 150 235 160 2 230 2000 24

Pertigaan Pancasan

2001 15,29 tt 2231 tt tt tt 175 0,09 7,28

2002 22,68 514,5 68,68 132 10,75 0,11 483,76 0 9,06 2003 29,66 772,4 92,81 127,4 11,12 1,98 276,7 0,04 tt Pertigaan Jembatan Merah

2001 6,11 tt 15,21 tt tt tt 225 0,09 7,28

2002 15,75 429,52 51,98 26,4 6,22 0,06 203,11 0 tt 2003 28,92 854,79 157,78 103,2 12,28 0,92 269,73 0,07 4,23 Pertigaan Jalan Mawar

2001 11,1 tt 15,2 tt tt tt 150 0,05 3,21

2002 19,21 487,11 53,83 4,41 7,82 0,1 273,5 0 2,28

2003 2932 758,96 92,81 9,88 13,01 0,71 229 0,05 2,04 Pertigaan Jambu Dua

2001 9,11 tt 16,25 tt tt tt 281 0,04 5,11

2002 45,75 512,42 167,06 6,62 7,65 0,08 189,78 0 339 2003 30,73 612,25 51,05 153,2 13,26 0,79 207,69 0,08 4,23 Pertigaan Tugu Kujang

2001 3,21 tt 15,22 tt tt tt 200 0,01 3,17

2002 22,28 511,39 74,25 22,1 1138 0,09 139,11 0 433 2003 31,62 645,34 64,97 144,2 10,24 0,96 11534 0,12 236 Keterangan: tt = tidak terukur


(27)

Sedangkan Santosa telah meneliti kandungan polutan udara di beberapa tempat di Kota Bogor tahun 2003 dan 2004. Hasil dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kandungan polutan udara masih berada di bawah baku mutu, namun di Baranang Siang sudah hampir mendekati baku mutu udara. Sebagian data dari hasil penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konsentrasi polutan udara di Kota Bogor tahun 2003 dan 2004 No. Lokasi

Musim Hujan Tahun 2003

Musim Kemarau Tahun 2004

SO2 NO2 CO SO2 NO2 CO

1. Jl. Jend. Sudirman 21,49 59,01 7,50 22,24 62,94 7,24

2. Jl. Merdeka 5,63 25,08 3,25 5,87 26,36 3,10

3. Jl. Kapten Muslihat 7,90 23,51 4,00 8,52 25,39 4,89

4. Babakan 23,12 67,35 8,13 23,40 71,62 8,47

5. Cimahpar 14,76 34,82 5,00 16,92 37,12 3,82

6. Baranangsiang 24,35 72,42 9,75 24,81 73,96 8,98 7. Pasar Bogor 18,63 49,16 8,13 19,06 50,74 8,74

8. Empang 12,76 45,52 5,63 12,20 48,57 6,04

9. Lawang gintung 20,51 54,64 8,13 22,16 53,90 9,06 Sumber: Santosa (2004).

Dari data yang terdapat pada kedua tabel di atas dapat dinyatakan bahwa kualitas lingkungan udara di Kota Bogor semakin terancam dan semakin meng-khawatirkan. Oleh sebab itu, perlu penanganan masalah lingkungan sejak dini, agar masalah lingkungan Kota Bogor dapat diatasi dan diantisipasi dengan baik.

Sesungguhnya, pembakaran bahan bakar minyak dan gas selain menghasilkan pencemar udara juga menghasilkan gas CO2. Konsentrasi gas ini semakin meningkat dengan semakin meningkatnya populasi dan macam ragam kegiatan manusia yang banyak membutuhkan bahan bakar minyak dan gas. Pada tahun 2000 konsentrasi gas ini yang terukur di Mauna Loa, Hawaii sebesar 370 ppmv dan tahun 2005 menjadi 380 ppmv (lihat Gambar 1).


(28)

Gamb Telah sangat pe gunaan ba menghasil sungguh-s ini merupa Dalam pada ruan luasan rua lahan perm telah terja tambah d Kecamata ruang terb hijaunya b

bar 1. Penin Sum h dijelaskan enting, nam ahan bakar m

lkan gas CO sungguh, ka

akan salah s m keadaan y ng terbuka ang terbuka

mukiman d adi perubah dan ada pul an Bogor U

buka hijau, berkurang se ngkatan kon mber: http://e n terdahulu mun tengah minyak dan O2, maka a arena akan m

satu gas rum yang ideal g hijau. Pada

hijau di Ko dan areal ter han luasan la yang be Utara dan B

sedangkan eperti ditunj

nsentrasi ga en.wikipedi u bahwa Ko

terancam n gas selain ancaman ga mengakibatk mah kaca.

gas CO2 dap a kenyataan

ota Bogor te rbangun lai

ruang terb erkurang lu ogor Barat n empat kec njukkan pada

as CO2 tahun ia.org/wiki/ ota Bogor

pencemaran n menghasil as CO2 pun

kan efek pe

pat diserap n beberapa erus menuru innya. Pada buka hijau. uasan ruang yang meng camatan lai

a Tabel 3 be

n 1960 – 20 Carbon_dio memiliki k n udara. M kan pencem harus dipe emanasan gl

oleh vegeta tahun terak un, karena b a rentang w

Ada kecam g terbuka h

galami pert innya luasa erikut ini. 005. oxide kedudukan Mengingat p maran udara

erhatikan de lobal, karen

asi yang ter khir ini kea berubah me waktu 1999-matan yang hijaunya. H tambahan lu an ruang ter

yang peng-a jugpeng-a engan na gas rdapat adaan enjadi -2002 g ber-Hanya uasan rbuka


(29)

Tabel 3. Luasan taman dan jalur hijau di Kota Bogor tahun 1999 - 2002

No Kecamatan Luasan (m

2 )

1999 2002

1 Bogor Selatan 9.228 4.634

2 Bogor Timur 46.791 6.559

3 Bogor Utara 7.383 23.232

4 Bogor Tengah 57.198 44.716

5 Bogor Barat 6.987 9.614

6 Tanah Sareal 29.101 13.091

Jumlah 156.689 101.848

Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor (2004)

Kondisi ruang terbuka hijau di luar sawah dan kebun di dalam Kota Bogor pada tahun 2006 yang tidak berbeda keadaannya dengan tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Berbagai bentuk ruang terbuka hijau dan karakteristik-nya pernah diteliti tahun 2004. Hasil penelitiankarakteristik-nya dapat dilihat pada lampiran 15, 16, 17, 18 dan 19.

Tabel 4. Luasan beberapa bentuk ruang terbuka hijau di dalam Kota Bogor tahun 2004

No Lokasi Luas (m2)

1 Kebun Raya Bogor 870.000

2 Hutan Penelitian Dramaga/CIFOR 577.500

3 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 446.300

4 Istana Presiden 240.000

5 Lembaga Penelitian Kehutanan Gunung Batu 50.000

6 Taman kota 19.352

7 Taman Jalur 17.183

8 Jalur Hijau 81.432

9 Pohon Peneduh Jalan


(30)

Permasalahan yang muncul adalah konsentrasi gas CO2 yang terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak dan gas, sedang-kan di lain pihak kemampuan sink gas ini terus berkurang, karena menurunnya luasan ruang terbuka hijau. Salah satu upaya untuk menekan laju pertambahan konsentrasi gas ini di udara ambien adalah dengan menambah kapasitas sink-nya dengan menambah luasan ruang terbuka hijau hutan kota.

Ruang terbuka hijau hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota. Ruang terbuka hijau kota terdiri dari ruang terbuka hijau hutan kota dan ruang terbuka hijau non hutan kota. Ruang terbuka hijau non hutan kota terdiri dari: hutan, kebun, sawah serta semak dan rumput, sedangkan ruang terbuka hijau hutan kota adalah areal bervegetasi pohon yang sudah dikukuhkan sebagai kawasan hutan kota, untuk selanjutnya disebut hutan kota, sedangkan ruang terbuka hijau non hutan kota disebut ruang terbuka hijau saja. Pembahasan khusus tentang definisi hutan kota dapat dilihat pada Bab 2.9.

Alasan pemilihan hutan kota antara lain karena: (1). Mengingat sudah dikukuhkan, maka alih fungsi lahan menjadi agak sulit. (2). Pembangunan hutan kota mempunyai tujuan yang jelas dalam pengelolaan lingkungan. (3). Biomassa daun yang banyak dapat meningkatkan kesejukan dan kenyamanan (Grey dan Deneke 1978, Robinette 1983). (4). Hutan Kota tidak membutuhkan perawatan yang intensif dibandingkan taman kota. Oleh sebab itu, dana yang diperlukan untuk perawatan dan pemeliharaannya relatif murah. (5). Merupakan habitat yang baik untuk burung dan satwa liar lainnya. (6). Mikroorganisme pada humus di lantai hutan dapat menyerap gas CO (karbon monoksida) yang sangat beracun bagi manusia dan hewan (Smith 1981) dan (6). Dapat mengurangi intensitas bahaya hujan asam (Smith 1985 dan Koto 1991).

Luasan hutan kota di Kota Bogor saat ini 144,75 ha (1,22%), terdiri dari Kebun Raya Bogor (87 ha) dan hutan penelitian Dramaga (57,75 ha). Dengan semakin meningkatnya jumlah emisi gas CO2 sementara luasan ruang terbuka hijau semakin menurun, maka dibutuhkan hutan kota. Hal ini dimaksudkan agar penambahan gas CO2 di atmosfer dapat ditekan serendah mungkin.


(31)

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menentukan jumlah kebutuhan luasan hutan kota sebagai sink gas CO2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas dengan simulasi model sistem dinamik serta menentukan daya dukung kepen-dudukan Kota Bogor berdasarkan analisis emisi dan sink gas CO2. Tujuan umum ini dapat dicapai dengan melakukan beberapa sub-penelitian dengan tujuan khusus:

(1). Menganalisis emisi gas CO2. Penelitian ini terdiri dari: estimasi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas, estimasi emisi gas CO2 dan estimasi konsentrasi gas CO2 di masa yang akan datang.

(2). Menganalisis daya sink gas CO2 oleh pohon dan ruang terbuka hijau. Penelitian ini terdiri dari: daya sink gas CO2 per pohon di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga dan penghitungan daya sink oleh berbagai bentuk ruang terbuka hijau yang terdiri dari: areal bervegetasi rapat, areal bervegetasi jarang, sawah, semak dan rumput.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan masukan baru bahwa kebutuhan luasan hutan kota tidak statik tapi dapat secara dinamik sesuai dengan kuantitas permasalahan yang diperkirakan akan muncul di masa yang akan datang. Beberapa keputusan pemerintah tidak tegas menyatakan luasan hutan kota dapat berubah secara dinamik. InMendagri No. 14 tahun 1988 menyatakan bahwa luasan ruang terbuka hijau kota seluas 40%. Demikian juga dengan PP No. 63 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 yang menyatakan bahwa luasan hutan kota minimal 10% dari luasan kota. Sementara PP Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pasal 9 ayat 1 menyatakan luas ideal ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan minimal 20%. Demikian pula dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007


(32)

2009 – 2014 dalam menunjang visi Kota Bogor: ”Sebagai kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah”. Visi sebelumnya adalah ”Kota Bogor sebagai kota dalam taman yang berwawasan lingkungan menuju kota internasional dan kota jasa”.

Oleh karena hutan kota dapat bertindak sebagai sink gas CO2, maka program hutan kota dapat diusulkan untuk dipertimbangkan sebagai salah satu upaya mitigasi meningkatnya konsentrasi gas CO2 dalam mekanisme pembangunan bersih. Dengan dikembangkannya program hutan kota di Kota Bogor yang mempunyai peluang bisnis perdagangan karbon, maka pengembangan program hutan kota di Kota Bogor ke depan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bogor melalui bisnis perdagangan karbon. 1.4. Kebaharuan Penelitian

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan selama ini yaitu penentuan luasan hutan kota menggunakan pendekatan nilai daya sink tanaman hutan kota yang tetap yaitu daya sink tanaman tidak dipengaruhi oleh umur tanaman. Nilai

sink yang dipergunakan adalah nilai maksimum sink tanaman yang sudah dewasa. Selain dari itu peranan ruang terbuka hijau masih belum dimasukkan dalam perhitungan. Padahal hutan, kebun, sawah serta semak dan rumput semuanya itu dapat berperan sebagai sink gas CO2.

Kebaharuan (novelty) dari penelitian ini adalah penentuan kebutuhan luasan hutan kota dengan model sistem dinamik berdasarkan peubah: daya sink gas CO2 yang berubah-ubah sesuai umur pohon, jumlah populasi manusia yang terus bertambah, terjadi persaingan kebutuhan antara lahan kota untuk lahan terbangun dan lahan untuk hutan kota, emisi gas CO2 dari bahan bakar minyak dan gas dan konsentrasi gas CO2 ambien yang terus meningkat, sementara luasan ruang terbuka hijau dalam bentuk: areal bervegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah serta semak dan rumput yang berfungsi sebagai sink gas CO2 terus menurun.


(33)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permodelan dan Simulasi

Dunia terdiri dari sistem yang sangat kompleks, dengan komponen sistem yang sangat banyak, saling mempengaruhi dan saling bergantung antara satu komponen sistem dengan komponen lainnya, sehingga manusia harus menghadapi dan menanggulangi banyak masalah yang sangat rumit yang memerlukan penanganan yang segera dan antisipatif. Untuk memecahkan masalah ini dikembangkan Ilmu Sistem yang berkembang pesat belakangan ini. Ilmu Sistem sering menggunakan model. Model dibuat menjadi lebih sederhana daripada dunia nyata, sehingga manusia dapat lebih mudah untuk menanganinya (Saaty 1993). Menurut Tamin (2000), model dalam ilmu sistem dapat dikategorikan menjadi 2 yakni: (1). Model dinamik, yakni model yang memiliki peubah waktu di dalamnya, sehingga respons akan berubah dengan terjadinya perubahan waktu, dan (2). Model statik, yakni model yang tidak memiliki peubah waktu.

Ilmu sistem dapat dipergunakan untuk membantu dalam membuat keputusan yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur serta sulit diprediksi (Marimin 2005, Saaty 1993 dan Tamin 2000). Masalah yang muncul saat ini tidak dapat dipecah-kan dengan satu disiplin ilmu saja (Marimin 2005). Ilmu sistem dapat digunadipecah-kan untuk memecahkan masalah yang saling berkait dan saling mempengaruhi. Selain dari itu, ilmu sistem juga dapat digunakan untuk menganalisis kejadian pertum-buhan eksponensial, pencapaian target (goal seeking), kurva Sigmoid dan Osilasi berdasarkan simulasi dan permodelan yang didasarkan pada analisis pemecahan masalah secara menyeluruh (Powersim Software 2003).

Menurut Kakiay (2004) penggunaan model dan simulasi mempunyai keuntungan: (1). Menghemat waktu, (2). Dapat merentang-luaskan waktu, (3). Dapat mengawasi sumber-sumber yang bervariasi, (4). Mengoreksi kesalahan-kesalahan perhitungan, (5). Dapat dihentikan dan dijalankan kembali, (6). Besaran


(34)

dibandingkan dengan uji coba sesungguhnya, (2). Percobaan dan pengamatan pada sistem yang sebenarnya sangat mahal. Sebagai contoh pengoperasian pusat komputer yang besar di bawah sejumlah alternatif operasi yang berbeda akan sangat mahal untuk dijadikan uji coba, (3). Penggunaan model dan simulasi dapat lebih cepat dilihat hasilnya, misalnya ketika mempelajari respons yang akan terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang untuk melihat kecenderungan populasi dunia ataupun hasil suatu metode silvikultur pada tanaman kehutanan dengan skala waktu lebih dari 100 tahun, (4). Operasi dan pengamatan pada sistem yang sesungguhnya mungkin akan sangat mengganggu komponen sistem yang sangat ringkih, misalnya ketika membandingkan perubahan metode pelayan-an di sejumlah rumah sakit boleh jadi akpelayan-an spelayan-angat menggpelayan-anggu kondisi pasien di rumah sakit tersebut jika dilakukan uji coba sebenarnya.

Walaupun demikian, model dan simulasi menurut Levin et al. (2002) memiliki kelemahan antara lain : (1). Hasil simulasi boleh jadi tidak persis sama dengan dunia nyata, karena model mengandung sedikit atau banyak distorsi, (2). Simulasi bukan merupakan proses optimasi dan tidak menghasilkan jawaban, tetapi hanya memberikan suatu kumpulan tanggapan sistem atas berbagai kondisi operasi dan kelemahan yang sulit diukur, (3). Model simulasi yang sangat bagus mungkin sangat mahal dan mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan model canggih yang sangat kompleks dengan hasil yang sangat ideal.

Model yang dibangun harus mirip dengan sistem nyata. Oleh sebab itu, perlu dilakukan uji verifikasi dan validasi model. Uji verifikasi adalah proses peme-riksaan apakah logika operasional model sudah sesuai dengan logika. Melalui uji verifikasi dapat dilakukan pemeriksaan apakah program komputer yang sudah disusun menghasilkan simulasi data yang sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan uji validasi merupakan uji dari model yang telah dibuat yang bersifat konseptual apakah merupakan representasi dari dunia nyata (http://library. gunadarma.ac.id/files/disk1/9/jbptgunadarma-gdl-course-2005-timpengaja-427-ve rifika-i.doc). Berikut ini disajikan matriks perbandingan verifikasi dan validasi pada model konseptual, logika dan simulasi komputer (lihat Tabel 5).


(35)

Tabel 5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji verifikasi dan validasi model

Model Verifikasi Validasi

Konseptual

-

Apakah model mengandung semua elemen, kejadian dan relasi yang sudah sesuai ?

Apakah model dapat menjawab pertanyaan pemodelan ?

Logika

Apakah kejadian sudah dapat direpresentasikan dengan benar ?

Apakah model memuat semua kejadian yang ada pada model konseptual ?

Apakah rumus matematika dan relasinya sudah benar ? Apakah ukuran statistik dapat dirumuskan dengan benar ?

Apakah model memuat semua relasi yang ada dalam model konseptual ?

Komputer atau simulasi

Apakah kode komputer memuat semua aspek logika ?

Apakah model komputer merupakan representasi dan miniatur dari sistem nyata ? Apakah statistik dan rumus

dihitung dengan benar ? Apakah model

mengandung kesalahan pengkodean ?

Dapatkah model komputer menduplikasi kinerja sistem dalam dunia nyata ?

Apakah output model komputer mempunyai kredibilitas dengan ahli sistem dan pembuat

keputusan ?

Sumber: (http://library.gunadarma.ac.id/files/disk1/9/jbptgunadarma-gdl-course-2005-timpengaja-427-verifika-i.doc)

Sushil (1993) mengatakan bahwa sebelum hasil simulasi model dapat dipergunakan untuk membantu dalam menentukan kebijakan, terlebih dahulu perlu dilakukan validasi struktur model dan validasi perilaku tanggap (respon) yang dihasilkan dari struktur model yang telah dibuat. Lebih lanjut Sushil (1993) menyatakan dalam kasus-kasus tertentu validasi model secara kuantitatif bukan satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk menguji apakah model yang dibuat sudah baik. Sushil (1993) kemudian menjelaskan bahwa validasi struktur model


(36)

2. Uji konsistensi dimensi (ukuran). Uji ini dimaksudkan untuk menelaah apakah satuan dimensi yang dipergunakan dalam persamaan di sebelah kiri sudah sama dengan dimensi yang ada di sebelah kanan.

3. Uji kondisi ektrim. Uji ini untuk menelaah jika masukannya bernilai nol, maka hasil simulasinya juga harus nol.

2.2. Bahan Bakar Minyak dan Gas

Peradaban manusia membutuhkan bahan bakar minyak yang diperoleh dari minyak bumi. Fraksi minyak bumi setelah didestilasi berdasarkan titik didihnya dapat dibedakan menjadi bahan bakar minyak dan gas seperti terlihat pada Tabel 6. Bahan bakar khususnya untuk transportasi di Kota Bogor adalah bensin dan solar. Pada awalnya, komponen utama bensin adalah iso-oktana (C8H18) dan heptana (C7H16), sedangkan komponen utama solar adalah setana (C16H34) dan α-metil naftalena (C10H7-CH3).

Tabel 6. Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi

Titik Didih Jumlah Atom Karbon Jenis Bahan Bakar

< 20 C1 - C4 Gas alam

20 – 60 C5 – C6 Petroleum eter

60 – 100 C6 – C7 Nafta ringan

40 – 200 C5 – C10 Bensin

175 – 325 C12 – C18 Minyak tanah dan solar

250 – 400 C > 12 Minyak diesel

Sumber: Holum 1975 (dalam Holum 1977) 2.2.1. Bahan Bakar Konvensional

Bahan bakar konvensional yang banyak dipergunakan saat ini adalah bensin, solar, minyak tanah dan LPG. Khusus untuk keperluan transportasi di Kota Bogor bahan bakar minyak yang umum dipergunakan adalah bensin dan solar. Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam bensin dan solar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.


(37)

Tabel 7. Kandungan kimia dalam solar dan bensin

Komponen Rumus Kimia Kelas Hidrokarbon Persentase

Bensin

Alifatik-rantai lurus C7H16 Heptana 30 %

Alifatik-bercabang C8H18 Iso oktana 30 %

Alifatik-siklik C5H12 Siklo pentana 20 %

Aromatik C6H6 – CH5 Etil bensena 20 %

Solar

Antrasen C14H10 Aromatik 3 %

1-Pentilnaptalen C15H18 Aromatik 15 %

n-nonilsikloheksan C15H30 Naftalen 32 %

n-desilsikloheksan C15H30 Naftalen 11 %

n-Pentadekan C15H32 n-Parafin 23 %

2-Metiltetradekan C15H32 Iso parafin 16 %

Sumber : Yuliani (2004).

Selain solar juga digunakan minyak diesel. Solar biasa digunakan untuk mesin dengan putaran tinggi, sedangkan minyak diesel digunakan untuk mesin dengan putaran rendah (Karyanto 2000 dan PT Pertamina 2006a). Lebih lanjut Karyanto (2000) menyatakan bahwa solar digunakan untuk motor putaran tinggi (di atas 1000 rpm), sedangkan minyak diesel digunakan untuk mesin stasioner yang bekerja dengan putaran rendah sampai sedang antara 300 – 1.000 rpm (PT Pertamina 2006b).

Minyak tanah banyak dipergunakan untuk masak di dapur, khususnya pada golongan masyarakat menengah ke bawah. Bahan bakar ini mempunyai titik didih antara 150 °C - 300 °C (PT Pertamina 2006c). Pada saat ini untuk keperluan masak-memasak selain minyak tanah banyak juga dipergunakan LPG (liquid petroleum gas). Di Indonesia bahan bakar ini lebih dikenal dengan nama Elpiji. Bahan bakar ini terdiri dari propana (C H ) dan butana (C H ). Komposisi


(38)

2.2.2. Bahan Bakar Nir-konvensional

Bahan bakar minyak nir-konvensional yang kini mulai marak mendapat perhatian adalah gasohol dan biodisel. Gasohol merupakan campuran bensin dengan alkohol. Gasohol 10 adalah campuran 90% bensin dan 10% etanol, sedangkan gasohol 3 adalah campuran 97% bensin dengan 3% metanol.

Bahan bakar lainnya yang prospektif adalah biodiesel. Biodiesel di Amerika umumnya berasal dari minyak kedelai dan minyak jelantah (used frying oil), sedangkan biodisel di Indonesia berasal dari minyak sawit yang diubah melalui proses esterifikasi dan trans-esterifikasi. Esterifikasi adalah proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis asam sulfat. Sedangkan trans-esterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ketil atau etil ester dengan mereaksikan ester karboksilat yang berupa trigliserida dengan metanol dengan katalis KOH (Mariana 2005 dan Hambali et al., 2007).

2.3. Emisi Gas CO2

Emisi gas CO2 di kota sebagian besar berasal dari kegiatan transportasi. Kota Bogor yang terkenal dengan ”Kota Sejuta Angkot” terancam oleh polutan udara dan gas CO2. Syakuroh (2004) telah melakukan penelitian di Kabupaten Bogor. Ternyata emisi gas CO2 di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun terus meningkat. Data selengkapnya dari penelitian yang dilakukan oleh Syakuroh (2004) dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8. Emisi gas CO2 dari kegiatan transportasi dan proyeksi perkiraannya di Kabupaten Bogor (x 106 ton)

No Tahun Emisi Gas CO2

1. 2000 4,35

2. 2001 4,60

3. 2002 5,29

4. 2003 6,42

5. 2004 7,99

6. 2005 10,01

7. 2006 12,46

8. 2007 15,36


(39)

Kota Bogor yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Bogor, kondisi lingkungannya sama-sama terancam seperti halnya Kabupaten Bogor. Penggunaan bahan bakar berupa bensin dan solar serta LPG menghasilkan gas CO2 yang akan meningkat terus sejalan dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak dan gas. Jika terjadi penambahan 2,13 GT C setara dengan 7,81 GT CO2 akan mengakibatkan kandungan CO2 ambien meningkat sebesar 1 ppm (Trenbeth 1981 dalam CDIAC 2005). Perhitungan ini diperoleh dengan menghitung nilai massa udara sebesar 5,137 x 106 Gt.

2.4. Karakteristik Gas CO2

Gas CO2 adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa (Holum 1977). Karakteristik fisik-kimiawi gas ini adalah sebagai berikut:

Tabel 9. Karakteristik fisik-kimiawi gas CO2 Karakteristik Fisik-kimiawi

Nama Karbon dioksida

Rumus Kimia CO2

Berat molekul 44

Kenampakan Tak berwarna dan tidak berasa

Titik cair 216 oK(-570C)

Titik Sublimasi 195 oK (-780C)

Densitas 1,98 kg/m3 (gas pada 298 oK)

Kelarutan 1,45 mg per kg air

Sumber: CDIAC (2005)

Secara alami gas ini dihasilkan dari letusan gunung berapi, perombakan bahan organik dan respirasi tumbuhan serta hasil pernapasan manusia. Selain dari itu, gas ini juga dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar minyak dan gas yang banyak dipergunakan di kota. Setiap jenis bahan bakar yang dipergunakan menghasilkan jumlah emisi gas CO2 yang berbeda-beda. Rincian emisi gas yang


(40)

Tabel 10. Emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar No Jenis Bahan Bakar Jumlah Emisi Satuan

1 Bensin 2,31 kg/lt

2 Solar 2,68 kg/lt

3 Minyak tanah 2,52 kg/lt

4 LPG 1,51 kg/kg

5 LNG 1,78 kg/m3

6 Minyak Diesel 3,09 kg/lt *)

7 Gas pipa 1,89 kg/m3 *)

Sumber: DEFRA (2005) dan The National Energy Foundation (2005) *) Jaques (1992).

Walaupun tidak dimasukkan dalam sistem, sesungguhnya manusia yang hidup juga menghasilkan gas CO2. Komposisi gas yang dihirup maupun yang dihembuskan dari pernapasan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.

Tabel 11. Komposisi gas CO2 dan uap air pada hirupan dan hembusan napas (%)

No Jenis Gas Hirupan Hembusan

1 O2 20,71 14,6

2 CO2 0,04 4,0

3 H2O 1,25 5,9

Sumber: http://www.sirinet.net/~jgjohnso/respiratory.html, 2005.

Rerata manusia bernapas dalam keadaan sehat dan tidak banyak bergerak sebanyak 12 - 18 kali per menit yang banyaknya sekitar 500 ml udara pada setiap tarikan napas (Http://www/msnencarta/respiratorysystem.mh1 2005). Jadi manu-sia membutuhkan sebanyak 6 – 9 liter udara dalam waktu 1 menit atau 360 - 540 liter dalam waktu 1 jam. Jumlah gas CO2 yang dihasilkan dari pernapasan manusia dalam satu jam sebanyak 39,6 g CO2 (Goth 2005).

2.5. Dampak Negatif Gas CO2

2.5.1. Dampak Negatif Gas CO2 terhadapManusia

Udara mengandung 20,95% oksigen. Ketika paru menghirupnya, oksigen akan diserap masuk ke dalam darah dan membentuk oksi-hemoglobin sebanyak 98,5% dan sebanyak 1,5 % larut dalam plasma darah. Selain oksigen udara juga mengandung gas CO2. Ketika udara dihirup gas CO2 akan larut ke dalam plasma


(41)

darah dan sebagian lagi diikat oleh hemoglobin membentuk Hb-CO2 (karbamino-hemoglobin). Gas CO2 di dalam darah terdapat dalam tiga bentuk (Http://www.niehs.nih.gov/oc/factsheets/ozone/ithurts. htm 2005):

• CO2 terlarut (10% dari seluruh gas CO2 yang masuk dalam sel darah).

• CO2 + Hb Æ Hb-CO2 : karbamino-hemoglobin yang merupakan ikatan hemoglobin dengan molekul CO2 (30%).

• CO2 + H2O Æ HCO3- : larut dalam plasma darah yang membentuk asam bikarbonat, atas bantuan enzim karbonik anhidrase (60%).

Pada lingkungan yang konsentrasi gas CO2-nya tinggi gas ini dapat mengancam kesehatan manusia (http://people.eku.edu/ritchisong/301notes6.htm dan http://www.cdli.ca/~dpower/resp/exchange.htm#Cellular 2005 dan Aerias 2005). Lebih lanjut Aerias (2005) menyatakan bahwa kadar gas CO2 yang dapat mengancam kesehatan manusia lebih dari 1,5%. Jika kadar gas ini melebihi 3% dapat mengakibatkan gejala sakit kepala dan kelelahan yang disertai dengan napas cepat, hilang kesadaran, bahkan kematian (http://www.health.state.mn.us/divs/eh/ air 2004) dan http://www.ccohs.ca/oshanwers/chemicals/chem_profiles/carbon-dioxide/health_cd.html 2004). Oleh sebab itu, konsentrasinya di udara ambien diusahakan tidak lebih dari 0,5%.

Dengan adanya kontaminan gas CO2, maka jumlah yang terlarut yang dibawa oleh plasma darah menjadi semakin tinggi yang akan menggeser gas oksigen, karena kelarutan gas ini 20 kali lebih kuat dari pada kelarutan gas oksigen (Http://www.niehs.nih.gov/oc/factsheets/ozone/ithurts.htm 2005).

2.5.2. Dampak Negatif Gas CO2 terhadap Lingkungan Hidup

Selain gas ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia, meningkatnya kandungan gas ini beserta gas rumah kaca lainnya seperti: CH4, CFC, N O dan O yang terdapat di udara ambien akan menahan radiasi balik


(42)

Gas CO2 merupakan gas penyusun atmosfer yang konsentrasi di ling-kungan yang tidak tercemar sebesar 0,03%. Oleh karena gas ini di lingling-kungan yang tidak tercemar sekalipun ada namun konsentrasinya rendah, maka sebagian ahli menyatakan gas ini bukan sebagai pencemar udara. Keberadaan gas ini di alam selain untuk bahan baku fotosintesis juga gas ini dapat menahan radiasi balik dalam bentuk gelombang panjang yang kemudian akan mengakibatkan suhu udara bumi menjadi lebih hangat. Suhu rerata udara bumi sekitar 15oC (Stuart dan Costa 1998). Lain halnya jika di atmosfer bumi tidak ada gas CO2, maka suhu udara bumi -18oC (Sinclair dan Gardner 1998). Keberadaan gas ini di atmosfer sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Masalah ini akan dibahas kemudian pada Bab 2.6.

Walaupun kadar gas ini semula sangat rendah, namun konsentrasinya dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1860 konsentrasinya 280 ppm, kemudian pada tahun 1950 menjadi 306 ppm, tahun 1960 sebesar 313 ppm, tahun 1971 menjadi 321 ppm, tahun 1999 sebesar 345 ppm dan tahun 2004 menjadi 378 ppm. Lebih jauh Stuart dan Costa (1998) menyatakan bahwa 75% pertambahan berasal dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas (Gambar 2).

Gambar 2. Emisi gas CO2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen. Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Carbon_dioxide.

Diperkirakan nanti pada tahun 2100 konsentrasinya akan menjadi dua kali lipat dari yang ada sekarang ini. Jika prediksi itu benar-benar terjadi, maka suhu udara akan meningkat sebesar 1,0 – 5,5oC (Sinclair dan Gardner 1998). Pengaruh dari pemanasan global antara lain: cuaca menjadi lebih ekstrim, evapotranspirasi meningkat, suhu udara meningkat, permukaan air laut meningkat, kebakaran

Emisi Karbon Global Juta


(43)

hutan bertambah, migrasi satwa dan kelangkaan air (http://en.wikipedia. org/wiki/Effects of global warming 2006).

Suhu udara memang berfluktuasi, namun mempunyai kecenderungan terus meningkat, apalagi pada dua dasawarsa belakangan ini, seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini.

Gambar 3 . Fluktuasi suhu udara dari tahun 1860 – 2000. Sumber: Http://data.giss.nasa.gov/gistemp/2005.

Dengan memperhatikan Gambar tersebut di atas para ahli lingkungan dan iklim sepakat telah terjadi peningkatan suhu udara yang mengkhawatirkan, namun tidak semua sepakat bahwa penyebabnya hanya karena gas-gas rumah kaca. Jika dikaji secara menyeluruh naiknya suhu udara bumi selain akibat efek rumah kaca, juga dapat diakibatkan karena bahang (heat, kalor) yang dihasilkan oleh beberapa macam kegiatan manusia yang dapat mengakibatkan semakin hangatnya udara. Beberapa kegiatan manusia modern yang menghasilkan kalor antara lain: penggunaan AC di daerah tropika dan penghangat ruangan di daerah dingin (heater dan tungku pemanas ruangan), kebakaran hutan, gas yang sengaja dibakar

Rerata tahunan Rerata 5 tahunan


(44)

udara yang sangat dingin sampai dengan ketinggian 3.000 m. Kapal laut akan memanaskan udara yang ada di permukaan laut. Kegiatan masak-memasak juga akan menghasilkan bahang. Jadi kesemuanya itu menghasilkan bahang (kalor) yang dapat memanaskan udara yang ada di permukaan bumi. Bahang (heat) yang dihasilkan itu tidak dapat menembus ke luar atmosfer, karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi. Maka suhu udara bumi akan semakin hangat.

Akibat dari menghangatnya suhu udara bumi, es di kedua kutub akan mencair sehingga banyak kota yang terletak di pesisir akan tenggelam. Akibatnya, ekosistem mangrove dapat terganggu, demikian juga dengan kota-kota yang terletak di tepi pantai dapat terendam air laut. Dampak negatif lainnya berupa bergesernya satwa liar yang sensitif terhadap pemanasan global. Meningkatnya suhu udara mengakibatkan habitat satwa liar yang semula nyaman menjadi lebih panas, sehingga mereka akan berpindah mencari tempat baru yang lebih nyaman. Peningkatan suhu udara sebesar 1 oC akan mengakibatkan satwa akan berpindah sejauh 100-150 km mendekati kutub atau ke tempat 150 m lebih tinggi dari tempat hidupnya semula (http://www.cook.utgers.edu/~humeco/courses/gm class-es/global/classnotes/possible_consequences_of_global_.htm 2006 dan http:// mason.gmu.edu/~klargen/111lectclimatechange.htm 2006).

2.6. Fotosintesis dan Respirasi

Fotosintesis adalah proses metabolisme pengubahan CO2 dan H2O menjadi karbohidrat dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari. Proses ini berlangsung di dalam butir kloroplas, yang terdiri dari dua bagian yakni: (1) Tilakoid yang tersusun dari grana yang memungkinkan terjadinya pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia (foto-fosforilasi) dan (2) Bagian cair (kurang padat) yang disebut lamela yang merupakan tempat terjadinya reduksi CO2 pada reaksi gelap. Gas CO2 sebagai bahan utama fotosintesis masuk melalui stomata.

Laju fotosintesis daun tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor (Bildwell (1974), Kramer dan Kozlowski (1979), Smith (1981), Schulze dan Caldwell (1995), Taiz dan Zeiger (1991), Bell dan Treshow (2002) serta Lakitan (2004):


(45)

a. Perbedaan jenis tumbuhan

Tumbuhan berdasarkan fotosintesisnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yakni jenis C-3, C-4 dan CAM. Tanaman C-4 antara lain: jagung, tebu dan sorgum. Tanaman kehutanan umumnya tergolong ke dalam C-3. Nenas dan kaktus termasuk golongan CAM (Crassulacean Acid Metabolism). Setiap jenis tumbuhan mempunyai laju fotosintesis yang berlainan. Ada tanaman yang memiliki laju sink gas CO2 yang tinggi dan ada juga yang memiliki laju sink yang rendah.

b. Umur daun

Laju fotosintesis dipengaruhi oleh umur daun. Daun muda umumnya mempunyai kemampuan fotosintesis yang masih rendah yang kemudian akan meningkat dengan bertambahnya umur dan luasan daun. Setelah ukuran daun mencapai maksimum, maka daun akan menjadi tua dan berubah warna menjadi kuning karena klorofil mulai rusak. Kemampuan fotosintesis daun dengan klorofil yang mulai rusak akan menurun bahkan akan terhenti jika klorofilnya sudah sangat rusak.

c. Letak daun

Daun yang terletak di bagian dalam tajuk kurang cukup mendapat cahaya matahari. Akibatnya laju fotosintesis daun yang terletak di bagian dalam tajuk umumnya lebih rendah daripada daun yang terletak di tepi luar tajuk yang mendapat cahaya matahari yang cukup.

d.Fase pertumbuhan

Tumbuhan yang sedang tumbuh, sedang berbunga dan berbuah memiliki laju fotosintesis yang tinggi dan laju translokasi fotosintat yang tinggi pula. Sebaliknya tumbuhan yang sedang istirahat laju fotosintesisnya rendah.


(46)

f. Konsentrasi gas CO2

Gas CO2 merupakanbahan yang dibutuhkan untuk fotosintesis. Oleh sebab itu, jika konsentrasi gas ini semakin meningkat, maka hasil fotosintesis akan meningkat pula. Walaupun demikian secara umum konsentrasi gas yang melebihi 1.000 – 2.000 ppm akan berpengaruh buruk pada fotosintesis.

g. Suhu udara

Laju fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya suhu udara, karena proses biokimia menjadi lebih cepat. Namun pada suhu yang sangat tinggi enzim yang berperan dalam fotosintesis menjadi rusak, sehingga fotosintesis akan terganggu.

h. Ketersediaan air tanah dan kelembaban udara

Bahan yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis selain gas CO2 juga air. Oleh sebab itu, jika tumbuhan kekurangan air, maka translokasi air dari akar ke daun berkurang. Untuk mengurangi daun kehilangan air, terlebih lagi pada keadaan kelembaban udara sangat rendah, maka bukaan stomata daun akan mengecil bahkan menutup. Dengan demikian masuknya gas CO2 ke dalam daun lewat stomata akan berkurang. Akibatnya proses fotosintesis juga akan menurun. i. Kesehatan daun

Daun yang terserang penyakit menyebabkan tidak bisa melakukan foto-sintesis secara baik. Tab-toksin yang dihasilkan oleh Pseudomonas syringae atau ten-toksin yang dihasilkan oleh Alternaria tenuis dapat mempengaruhi fotosintesis tumbuhan (Agrios 1997).

j. Polutan udara

Beberapa polutan dapat mempengaruhi fotosintesis. Gas SOx, NOx, ozon dan hujan asam dapat mempengaruhi proses fotosintesis, baik melalui proses terbentuknya kloroplas maupun dalam mempengaruhi umur kloroplas serta proses biokimia yang terjadi dalam daun.

2.7. Tumbuhan sebagai Penyerap gas CO2

Gas CO2 yang dihasilkan oleh berbagai proses di alam ketika manusia belum mencemari lingkungan akan dapat diserap kembali oleh mikrofita (tumbuhan renik) dan makrofita (tumbuhan) baik yang terdapat di perairan


(47)

maupun di daratan. Tumbuhan dapat menyerap gas CO2 melalui proses fotosintesis berdasarkan rumus:

6 mol CO2 + 12 mol H2O + 675 cal Æ 1 mol C6H12O6 + 6 mol O2 + 6 mol H2O 264 g 216 g 180 g 192 g 108 g

Kemampuan tanaman dalam menyerap gas CO2 bermacam-macam. Menurut Purnama (2003), pertambahan tanaman kehutanan sekitar 8 - 25 ton C/ha/tahun setara dengan 29,36 - 91,75 ton CO2/ha/tahun. Umur rotasi tanaman 7- 40 tahun. Sedangkan menurut Gordinho et al., (2003), tanaman mahoni yang berumur 11 tahun dengan kepadatan 940 pohon/ha mempunyai daya serap sebesar 25,40 ton CO2/ha/tahun; sedangkan tanaman mangium dengan umur yang sama namun kepadatannya 912 pohon/ha mempunyai daya serap 23,64 ton CO2/ha/tahun; sementara tanaman sungkai yang berumur 8 tahun dengan kepadatan 1.016 pohon/ha mempunyai daya serap 18,06 kg CO2/ha/tahun. Sedangkan menurut Urban Forestry Administration District of Columbia (2004) pohon hutan kota dapat menyerap gas CO2 sebanyak 6,42 ton/ha/tahun. Simpson dan McPherson (2001) memperkirakan kemampuan tanaman yang berumur 35 tahun yang tumbuh di Barat laut Pasifik mampu menyerap CO2 sebanyak 50-100 kg CO2/pohon/tahun. Metro TV pada tanggal 10 Juni pukul 14.30-15.00 dalam siaran yang berjudul Earth Report is a Carbon Neutral Program dari National

Geographic menyatakan satu pohon dapat menyerap gas CO2 sebanyak 20

kg/tahun.

Kemampuan sink gas CO2 juga pernah diteliti oleh Moerdiyarso et al. (1999) yang melaporkan bahwa tanaman Acacia mangium dan Gmelina arborea

yang berumur antara 2 – 8 tahun di Parung Panjang, Jasinga Bogor mempunyai laju fiksasi masing-masing sebesar 0,64 – 3,98 ton CO2/ha dan 1,14 – 1,62 ton CO2/ha pada lingkungan yang konsentrasi ambien gas ini antara 300 – 351 ppm.


(48)

Mg C/ha/tahun atau setara 16,52 ton CO2/ha/tahun. Sementara tanaman perke-bunan (kopi) 2,2 Mg C/ha/tahun yang setara dengan 8,07 ton CO2/ha/tahun. IPCC (2000) serta Pretty dan Ball (2001) dalam Niles et al., (2001) menyatakan tanaman semusim (padi) menyerap gas CO2 sebanyak 0,37 ton/ha/tahun, sedangkan daya serap kebun campuran sebanyak 2,94 ton CO2/ha/tahun sementara semak dan rumput sebanyak 3,30 ton CO2/ha/tahun.

Menurut Nobel (1991), penyerapan gas CO2 oleh hutan sebesar 2,76 ton/ha/tahun, sedangkan menurut Bernatzky (1978), 1 pohon Beach menyerap gas CO2 2,35 kg/jam dan menghasilkan gas O2 sebanyak 1,71 kg/jam. Air yang dibutuhkan sebanyak 0,96 kg/jam dan karbohidrat yang dihasilkan sebanyak 1,6 kg/jam. Lebih lanjut Bernatzky (1978) menyatakan hutan dengan pepohonan, semak, perdu dan rumput membutuhkan 900 kg gas CO2 per hari atau 328,5 ton CO2/ha/tahun dan menghasilkan 0,60 ton O2/ha/tahun atau 219,0 ton O2/ha/tahun. Sedangkan menurut Iverson et al. (1993) nilai sink gas CO2 untuk hutan 58,26 ton/ha, kebun 52,40 ton/ha serta semak dan rumput 3,30 ton/ha. Daya sink gas CO2 dari beberapa varietas tanaman padi berlainan menurut varietasnya antara 25 – 65 mg CO2 per dm2 lembar daun per jam (Indradewa dan Putra 2007). IPCC (2006) menyatakan daya sink beberapa tipe penutupan lahan adalah sebagai berikut :

Tabel 12. Daya sink gas CO2 di beberapa tipe penutupan lahan

Tipe Penutupan Lahan Daya Sink Gas CO2

(t CO2/ha/jam) (t CO2/ha/tahun)

Ladang 0,15 657,00

Sawah 0,04 175,20

Agroforestry : - Multi jenis

- Sederhana dengan kerapatan tinggi

0,84 - 1,68 2,93 - 3,77

3.679,20 – 7358,40 12.833,40 – 16.512,60

Semak dan Rumput 0,34 1.489,20

Hutan 0,13 569,40

Kebun 0,13 569,40

Sumber : Http://www.159.226.205.101/climatechange2/IPCC/report/land/ch9910/ report%5Csinksch4 : 110 (data telah diolah).


(1)

131 JL.Bangka Kelas lereng 0-2% (datar)

Akalipa (Acalypha sp), Kemboja

(Plumeria sp), Bungur

(Lagerstromia speciosa), Jambu

batu (Psidium guajava), Mahoni

(Swietenia mahagoni), Bambu

jepang (Arundinaria pumila).

Kembang kertas (Bougainvillea sp), Hanjuang merah (Cordelyne sp), Puring (Codieaum variegatum),

Lidah mertua (Sansiviera sp)

132 JL.Pengadilan Kelas lereng 0-2% (datar)

Kenari (Canarium communae), Krei Payung (Felicim decipiens), Beringin (Ficus benjamina), Bunga Kupu2 (Bauhinia

purpurea), Kersen (Muntingia

calabura, Jambu air (Eugenia

aquea), Pinang (Areca catechu).

Kembang kertas (Bougainvillea sp)

133 Jl.Kantin Kelas lereng 0-2% (datar)

Cemara kipas (Araucaria

columnaris), Mangga (Mangifera

indica) 134 JL.Gedong

Sawah

Kelas lereng 0-2% (datar)

Bunga kupu-kupu (Bauhinia

purpurea), Angsana (Pterocarpus

indicus), Manggis (Garcinia

mangostana)

Hanjuang (Cordelyne terminalis)

135 Jl.Dewi Sartika Kelas lereng 0-2% (datar)

Bunga kupu-kupu (Bauhinia

purpurea), Kemboja, Cemara

gembel (Cupressus papuana), Jambu air (Eugenia aquea), Ketapang (Terminalia catappa), Palm Waregu (Raphis exelca)

Soka jepang (Ixora javanica), Puring

(Codieaum variegatum).

Lantana (lantana camara), Taiwan beauty (Cuphea sp),

136 Jl.Kejaksaan Kelas lereng

0-Bunga kupu-kupu (Bauhinia

purpurea), Kelapa (Cocos


(2)

2% (datar) nucifera), Krei Payung (Felicium

decipiens), Kenari (Canarium

communae) 137 Jl.Telepon Kelas

lereng 0-2% (datar)

Ketapang (Terminalia catappa), Pinus (Pinus mercusii), Bambu, 138 JL.Sawo Jajar Kelas

lereng 0-2% (datar)

Krei payung (felicium decipiens), Beringin (Ficus benjamina), Jambu air (Eugenia aquea), Flamboyan (Delonix regia), Kenari (Canarium communae), Kana (Canna indica), Waru, Sukun (Arthocarpus fragans), Kemboja (Plumeria sp), Pinang

(Areca catechu), Beringin Karet

(Ficus elastica), Palm raja

(Roystonea regia), Lengkeng

(Dimocarpus longan)

Sri rejeki (Aglaonema sp), Pisang

hias (Heliconia sp), Nanas merah

(Cryptanthus sp), Tri color

(Dracaena tricolor), Kembang kertas

(Bougainvillea spectabilis),Puring

(Codieaum variegatum), Dracaena

Lidah mertua (Sansiviera trifasciata), Suplir (Nephrolepis exaltata)

139 JL.Kantin Kelas lereng 0-2% (datar)

Jambu air (Eugenia aquea), Flamboyan (Delonix regia), Angsana (Pterocarpus indicus)

Teh2an (Acalypha macrophylla), Iler

(Coleus scutellarioides), Alamanda

(Alamanda cathartica), Soka Jepang

(Ixora javanica), Kaktus, Puring

(Codieaum variegatum), Kembang

kertas (Bougainvillea sp). 140 BNI

46-Mantarena

Kelas lereng 0-2% (datar)

Bungur (Lagerstromia speciosa), Beringin (Ficus benjamina), Flamboyan (Delonix regia), Bunga Kupu2 (Bauhinia

Hanjuang merah (Codelyne terminalis), Sri rejeki (Aglaonema sp),


(3)

purpurea), Krei payung (Felicium decipiens)

141 Mantarena - PLN

Kelas lereng 0-2% (datar)

Bungur (Lagerstromia speciosa), Kenari (Canarium commune), Kemboja (Plumeria sp), Bunga kupu-kupu (Bauhinia sp), jambu bol (Eugenia malaccensis), Palm raja (Roystonea regia), Kayu manis (Cinnamomum burmanii), Palm putri (Veitchia merillii), Sengon (Albizia falcata), Flamboyan (Delonix regia).

Teh2an (Acalypha macrophylla), Yuca (Yucca aloifolia), Hanjuang merah (Cordelyne terminalis), Kembang kertas (Bougainnvillea, sp)

Adam hawa (Rhoeo discolor),

142 JL.Sempur Kaler

Kelas lereng 0-2% (datar)

Ki Hujan (Samanea saman), Palm raja (Roystonea regia), Nangka (Artocarpus sp), Beringin (Ficus

benjamina), Bungur

(Lagerstromia speciosa), Randu

(Ceiba petandra), Pinang (Areca

catechu), sempur (Dillenia sp), Angsana (Pterocarpus indicus), Bambu, Akasia (Acacia

mangium), Ketapang (Terminalia

catappa), Mangga (Mangifera

indica), Kembang sepatu

(Hibiscus rosa sinensis),

Flamboyan (Delonix regia), Kayu manis (Cinnamommum burmanii)

Balancing (Dieffenbachia amoena), Kembang kertas (Bougainvillea sp), Teh2an (Acalypha macrophylla), Pisang hias (Heliconia sp), Pisang (Musa paradisiaca), Sri rejeki (Aglaonema sp), Iris (Iris tectorum), Hanjuang merah (Cordelyne

terminalis), Mengkudu (Morinda


(4)

143 Lapangan pemukiman sempur kaler

Kelas lereng 0-2% (datar)

Asam kranji (Tamarindus sp), Flamboyan (Delonix regia),

Pisang hias (Heliconia sp),

Kembang kertas (Bougainvillea sp) 144 JL.Cidangiang Kelas

lereng 0-2% (datar)

Angsana (Pterocarpus indicus), Palm raja (Roystonea regia), Bambu (Bambusa sp), Waru (Hibiscus tiliaceus L.), Palm ekor ikan (Caryota mitis), Pinang (Areca catechu), Pinus (Pinus mercusii),

145 Median Jagorawi

Kelas lereng 0-2% (datar)

Palm raja (Roystonea regia), Johar (Cassia siamea), Pinus (Pinus

mercusii), Akasia (Acacia

mangium), Pangkas kuning

(Duranta repens), Beringin karet

(Ficus elastica), Sengon (Albizzia falcata)

Teh2an (Acalypha macrophylla), Kana (Canna indica), Pisang hias (Heliconia sp), Batavia (Jatropha

pandurifolia), Soka jepang (Ixora

javanica) Kembang kertas

(Bougainvillea sp), Alamanda

(alamanda chatartica), Kaca piring

(Gardenia augusta)

146 Ojek Vila Duta-Belokan Ciheuleut

Kelas lereng 2-15% (landai)

Pete Cina (Leucana glauca), Mahoni (Swietiana mahagoni), Nangka (Areca catechu), Bunga Kupu2 (Bauhinia purpurea), Palm raja (Roystonea regia), Akasia

(Acacia mangium), Angsana

(Pterocarpus indicus), Tanjung

(Mimusops elengi), Palm Kuning

(Crysalidocarpus lutescens),

Cemara Kipas, Kelapa (Cocos

Kembang kertas (Bougainvillea sp), Agave (Agave americana), Sri rejeki (Aglaonema sp), Sente (Alocosia

macrorhiza), Pisang (Musa


(5)

nucifera), Jacaranda (Jacaranda

acutifolia), Kenari (Canarium

commune), Ketapang (Terminalia

catappa), Pala, Beringin (Ficus

benjamina) 147 Sukasari 3 Kelas

lereng 2-15% (landai)

Bungur (Lagerstromia speciosa), Bunga Kupu2 (Bauhinia

purpurea), Palm raja (Roystonea

regia), Palm putri (Veitchia merillii)

Bunga mentega (Nerium Oleander),

148 Pulau Jalan Sukasari3

Kelas lereng 0-2% (datar)

Cemara lilin (Cupressus

sempervirens), Sawo manila

(Manilkara kauki), Palm putri (Veitchia merillii)

Puring (Codieaum variegatum), Lolipop (Pachystachys lutea),

149 SD PERTIWI Kelas lereng 0-40% (datar-curam)

Pinus (Pinus mercusii), Belimbing

(Averhoa carambola), Mangga

(Mangifera indica), Kembang

sepatu (Hibiscus rosa sinensis), Palm putri (Vietchia merillii), Palm botol (Mascarena

lagenicaulis), Palm Kuning

(Crysalidocarpus lutescens),

Jambu air (Eugenia aquea), Krei payung (Felicium decipiens),

Tricolor (Dracaena tricolor), Nanas merah, Nusa indah (Mussaenda

philipica), Pangkas Kuning (Duranta

repens), Soka jepang (Ixora

javanica), Calatea, Kembang kertas

(Bougainvillea sp), Sri rejeki

(Aglaonema sp),

Bayam merah (Althernantera

ficoides), Adam hawa (Rhoeo

discolor), Sutra bombay

(Portulaca oleraceae),

150 Komplek Ciomas Indah JL. Pasir Mulya Raya (Lap

Kelas lereng 2-15% (landai)

Bunga Kupu-kupu (Bauhinia

purpurea), Beringin (Ficus

benjamina), Glodokan tiang

(Polyalthia longifolia), Kecrutan

Batavia (Jatropha pandurifolia), Air mata pengantin , Kembang kertas

(Bougainvillea sp), Bunga mentega

(Nerium oleander), Melati

Bayam merah (Althernantera ficoides),


(6)

tennis) (Spatodea campanulata), Flamboyan (Delonix regia), Angsana (Pterocarpus indicus).

(Jasminum sambac), teh2an

(Acalypha macrophylla) 151 Segitiga

pemukiman belakang Lap. Tenis

Kelas lereng 2-15% (landai)

Palm Kuning (Crysalidocarpus

lutescens), Bunga kupu-kupu

(Bauhinia purpurea), Palm

Waregu (Raphis exelca),

Bayam merah (Althernantera

ficoides),

152 Lapangan OR & TAMAN Komplek Kehutanan

Kelas lereng 0-2% (datar)

Matoa (Pometia pinnata), Sawo kecik (Manilkara kauki), Mangga (Mangifera indica), Akasia (Acacia mangium), Waru (Hibiscus tiliaceus L.) 153 Taman Jl.

Lodaya, Komplek Ciomas

Kelas lereng 0-2% (datar)

Pinang (Areca catechu), Bambu (Bambusa vulgaris) , Jati (Tectona

grandis), palm raja (Roystonea

regia), Angsana (Pterocarpus

indicus), Palm merah

(Cyrtostachys laka) 154 Taman sudut

Cibalok

Kelas lereng 0-2% (datar)

Flamboyan (Delonix regia), Glodokan tiang (Polyalthia longifolia),

Pisang hias (Heliconia sp),

155 Taman Topi Kelas lereng 0-2% (datar)

Bungur (Lagerstromia speciosa). Teh-tehan (Acalypha macrophylla), Kembang kertas (Bougainvillea sp)

Bayam merah (Althernantera ficoides),