Kedua untuk karya cipta tari klasik Kraton yang diciptakan oleh penciptanya yang sudah meninggal dunia tetapi belum
berlangsung hingga 50 lima puluh tahun, dan tari klasik Kraton Yogyakarta yang penciptaannya merupakan wujud persembahan
dan pengabdian abdi dalem Kraton terhadap Sultan serta tari klasik Kraton Yogyakarta yang telah diadakan gubahan atau
kreasi atas perintah dan ijin Sultan yang masih baru, maka tari klasik Kraton tersebut perlindungan hukumnya dikategorikan
sebagai suatu karya cipta yang masuk ke dalam Pasal 12 UUHC
2002. Sehingga tari klasik Kraton yang masuk kategori di dalam
pasal tersebut, maka pencipta dalam hal ini adalah empu tari zaman dahulu dan abdi dalem adalah sebagai pemegang atas
hak cipta tersebut. Sebagai catatan, menurut pendapat penulis bahwa untuk tari
klasik Kraton yang merupakan hasil cipta empu tari pada zaman dahulu dan hasil cipta abdi dalem yang ide dasarnya berasal dari
empu dan abdi dalem
220
ini, jika kita merujuk pada UUHC 2002 yang menyebutkan tentang pengertian pencipta dan pemegang
hak cipta. Maka jika mendasarkan pada proses penciptaan suatu tari klasik Kraton di Yogyakarta seperti hal yang tersebut di atas,
menurut penulis bahwa Sultan adalah sebagai Pemegang hak cipta atas karya cipta tari yang diciptakan oleh empu dan abdi
220
Abdi dalem adalah orang yang dipercaya mengabdi pada Kraton, atas keinginan pribadi untuk mengabdi tanpa pamrih.
dalemnya, jika proses penciptannya itu murni yang ide dasarnya berasal dari si empu dan abdi dalem Kraton sehingga Pencipta
tetap ada pada empu dan abdi dalem tersebut. Namun adalah suatu pengecualian atas hak cipta yang jika
ide dasarnya sebuah tari itu berasal dari Sultan, dan proses pembuatan atau penciptaan tari dilakukan oleh empu dan abdi
dalemnya sebagai pegawainya maka karya cipta tari tersebut adalah milik Sultan. Mengingat bahwa Sultan adalah pimpinan
atau raja di dalam Kraton sedangkan para empu dan abdi dalem adalah bawahannya atau dapat juga dikatakan sebagai
bawahannya, sehingga jika kita merujuk pada UUHC 2002 di dalam Pasal 7 yang menyebutkan bahwa:
“Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan
orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu”.
Maka pencipta atas tari tersebut adalah raja atau Sultan sebagai pemilik hak atas ciptaan tari itu.
b Tari Tradisional Kerakyatan
Tari ini biasanya hidup dan berkembang di dalam suatu lingkungan masyarakat tertentu yang biasanya berpijak dari unsur
– unsur budaya masyarakat setempat, dan penciptanya tidak diketahui, sudah menjadi warisan masyarakat setempat yang
diajarkan secara turun temurun serta di lestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat setempat. Sehingga bentuk
perlindungannya masuk ke dalam kategori perlindungan Pasal 10 ayat 2 UUHC 2002.
Menurut penulis bahwa tari tradisional kerakyatan ini dapat disebut sebagai folklore. Sehingga jika kita merujuk pada
ketentuan Pasal 10 ayat 2 UUHC 2002, maka Negara adalah sebagai pemegang hak cipta atas tari tersebut. Adapaun redaksi
Pasal 10 ayat 2 adalah sebagai berikut: “ Negara memegang hak cipta atas folklore dan hasil
kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan
tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya ”.
Folklore biasanya disampaikan secara turun temurun dari generasi ke generasi di dalam sebuah komunitas suatu masyarakat
tertentu yang bisa dianggap sebagai suatu identitas dan tradisi masyarakat tersebut. Folklore dapat juga dikatakan sebagai semua
pekerjaan seni dan sastra yang umumnya diciptakan oleh pencipta yang tidak diketahui identitasnya dan dianggap sebagai milik
negara. Folklore sebagai suatu kebiasaan yang hidup dan berkembang di dalam suatu komunitas masyarakat biasanya
memiliki sifat – sifat seperti berikut ini: a Merupakan hak kolektif komunal,
b Merupakan karya seni, c Telah digunakan secara turun temurun,
d Merupakan hasil kebudayaan rakyat, e Belum berorientasi pasar,
f Negara pemegang hak cipta atas folklore g Penciptanya tidak diketahui,
h Belum dikenal secara luas di dalam forum perdagangan internasional.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tari Tradisional Kerakyatan ini perlindungan hukumnya dapat dimasukkan ke dalam Pasal
10 ayat 2 UUHC 2002. Sehingga jika kita merujuk kepada ketentuan Pasal 10 ayat 3 UUHC 2002, maka setiap orang
bisa menggunakan tarian kerakyatan tersebut. Namun patut dicatat bahwa tari Tradisional Kerakyatan yang termasuk
folklore dan hasil kebudayaan rakyat yang hak ciptanya dipegang oleh Negara sebagai maksud untuk mencegah
terjadinya praktik monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial oleh orang – orang
tertentu, dan upaya ini dimaksudkan untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai kebudayaan
tradisional Indonesia.
c Tari Kreasi Baru atau Kontemporer
Tari ini hidup dan berkembang di zaman modern sekarang ini, biasanya merupakan tari yang sudah tidak mengikuti
pakemnya atau sudah meninggalkan ketentuan yang menjadi aturan baku dalam tari terdahulu. Tari ini merupakan murni ide
pemikiran dari seorang seniman tari yang hendak mengekspresikan sesuatu lewat bahasa gerak tubuh atas
sesuatu yang ia lihat, rasakan dan proses perenungan terhadap sesuatu hal. Tidak dipungkuri bahwa tari kreasi baru ini ternyata
ada juga yang merupakan hasil kreasi terhadap tari tradisional baik klasik maupun kerakyatan dan masih mengikuti pakemnya
aturan yang ada namun dilakukan kreasi terhadap waktu, kostum dan iringan musiknya.
Karya cipta seni tari ini adalah suatu hasil kreatifitas dari seorang seniman tari yang murni hasil pemikirannya dan telah
berwujud nyata yang kemudian diekspresikan dalam bentuk gerakan tubuh, dan tidak semua orang bisa mencipta atau
membuatnya. Sebagai suatu karya cipta manusia di bidang seni, maka tari kreasi baru atau kontemporer ini keberadaannya
di atur di dalam UUHC 2002. Adapun wujud perlindungannya disebutkan di dalam Pasal 12 ayat 1 point e UUHC 2002.
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka untuk mempermudahkan pembacaannya, maka akan di buat tabel
perlindungan karya cipta seni tari berdasarkan lingkup objek perlindungannya adalah seperti berikut ini:
Tabel 2. Perlindungan karya cipta seni tari berdasarkan lingkup objek
perlindungannya
No Jenis Tari
Bentuk Perlindungannya
Menurut Undang – undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang
Hak Cipta 1 Tari Tradisional Klasik Kraton
Yogyakarta: ¾ Tari Klasik Kraton yang tidak
diketahui penciptanya dan tari klasik Kraton yang sudah
diketahui penciptanya dan penciptanya itu telah meninggal
dunia serta telah berlangsung hingga 50 lima puluh tahun
setelah si pencipta itu meninggal dunia
¾ Tari Klasik Kraton yang
diciptakan oleh penciptanya yang sudah meninggal dunia
tetapi belum berlangsung hingga 50 lima puluh tahun, dan tari
klasik Kraton yang penciptaannya merupakan
wujud persembahan dan pengabdian abdi dalem Kraton
terhadap Sultan serta tari klasik Kraton Yogyakarta yang telah
diadakan gubahan atau kreasi atas perintah dan ijin Sultan
yang masih baru
¾ Pasal 10 ayat 2 Negara sebagai pemegang
hak cipta atas foklore dan kebudayaan rakyat
¾ Pasal 12 Seorang pencipta tari
sebagai pemilik hak cipta atas karya ciptanya
2 Tari Tradisional Kerakyatan,
biasanya penciptanya tidak diketahui, dan merupakan folklore
¾ Pasal 10 ayat 2 Negara sebagai pemegang
hak cipta atas foklore dan kebudayaan rakyat
3 Tari Kreasi Baru atau Kontemporer,
merupakan murni ide pemikiran dari seorang seniman tari yang hendak
mengekspresikan sesuatu lewat bahasa gerak tubuh atas sesuatu
yang ia lihat, rasakan dan proses perenungan terhadap sesuatu hal
¾ Pasal 12 Seorang pencipta tari
sebagai pemilik hak cipta atas karya ciptanya
Sumber : Diolah dari hasil wawancara terhadap beberapa seniman tari di Yogyakarta
2. Lingkup Hak Cipta