2. Lingkup Hak Cipta
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa lingkup hak cipta itu meliputi pengumuman dan perbanyakan. Maka berdasarkan
pengelompokan 3 tiga besar seni tari, maka menurut penulis berkaitan dengan adanya lingkup hak cipta yang meliputi
pengumuman dan perbanyakan. Maka di dalam karya cipta seni tari pun terkait dengan ketentuan hal tersebut, maka dapatlah dijelaskan
seperti berikut:
a Tari Tradisional Klasik Kraton
Tari Klasik Kraton yang sudah penulis identifikasi ke dalam 2 dua kelompok berdasarkan UUHC 2002, yaitu Tari Kalsik Kraton
yang masuk ke dalam kategori perlindungan Pasal 10 ayat 2 dan Tari Klasik Kraton yang masuk dalam perlindungan Pasal 12.
Maka jika dikaitkan dengan adanya lingkup hak menurut UUHC 2002 yang berkaitan dengan adanya hak untuk melakukan
pengumuman dan perbanyakan, maka untuk tari Klasik Kraton yang masuk ke dalam objek perlindungan Pasal 10 ayat 2
UUHC 2002 karena sudah menjadi milik umum atau public domain dan kepemilikannya sudah menjadi milik negara,
sehingga setiap orang yang merupakan warga negara Republik Indonesia berhak untuk melakukan pengumuman dan
perbanyakan terhadap tari Klasik Kraton dengan tetap memperhatikan hal – hal yang ditentukan dalam tari Klasik Kraton
tersebut dan tetap menyebutkan siapa penciptanya hal ini berkaitan dengan adanya hak moral dalam suatu karya cipta.
Disamping itu juga berlaku Pasal 10 ayat 3 UUHC 2002 yang menyebutkan: “Untuk mengumumkan dan memperbanyak ciptaan
tersebut pada ayat 2, orang yang bukan warga negara.Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari
instansi yang terkait dengan masalah tersebut”. Sedangkan untuk tari Klasik Kraton yang masuk ke dalam kategori perlindungan di
dalam Pasal 12 UUHC 2002, maka untuk yang berkaitan dengan pengumuman dan perbanyakannya sudah barang tentu bahwa
pencipta atau pemegang hak cipta karena adanya hak eksklusif berkaitan dengan pengumuman dan perbanyakan maka
pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak untuk melakukan pengumuman dan perbanyakan sesuai yang diatur di dalam
UUHC 2002 sehingga jika ada orang yang akan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengumuman dan perbanyakan
itu maka mereka harus mendapatkan izin dari si pencipta. Hal ini sejalan dengan ketentuan UUHC 2002 di dalam Pasal 45, Pasal
46, dan Pasal 47 yang berkaitan dengan Lisensi atau pemberian izin.
b Tari Tradisional Kerakyatan
Tari Tradisional Kerakyatan ini biasanya tidak diketahui siapa penciptanya dan biasanya hidup dan berkembang di dalam
suatu lingkungan masyarakat tertentu yang biasanya berpijak dari unsur – unsur budaya masyarakat setempat, maka dapat
dikategorikan sebagai folklore. UUHC 2002 di dalam penjelasan Pasal 10 ayat 2 dimaksudkan sebagai sekumpulan ciptaan
tradisional, baik yang dibuat oleh kelompok maupun perorangan dalam masyarakat, yang menunjukkan identitas sosial dan
budayanya berdasarkan standar dan nilai – nilai yang diucapkan atau diikuti secara turun temurun, termasuk:
a. Cerita rakyat, puisi rakyat; b. Lagu – lagu rakyat dan musik instrumen tradisional;
c. Tari – tarian rakyat, permainan tradisional; d. Hasil seni antaralain berupa: lukisan, gambar, ukir –
ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan, kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional.
Maka jika dikaitkan dengan adanya lingkup hak menurut UUHC 2002 yang berkaitan dengan adanya hak untuk melakukan
pengumuman dan perbanyakan, maka untuk tari Tradisonal Kerakyatan yang masuk ke dalam objek perlindungan Pasal 10
ayat 2 UUHC 2002 karena sudah menjadi milik umum atau public domain dan kepemilikannya sudah menjadi milik negara,
sehingga setiap orang yang merupakan warga negara Republik Indonesia berhak untuk melakukan pengumuman dan
perbanyakan terhadap tari Tradisonal Kerakyatan dengan tetap memperhatikan hal – hal yang ditentukan dalam tari Tradisonal
Kerakyatan tersebut. Disamping itu juga berlaku Pasal 10 ayat 3 UUHC 2002 yang menyebutkan: “Untuk mengumumkan dan
memperbanyak ciptaan tersebut pada ayat 2, orang yang bukan warga negara.Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari
instansi yang terkait dengan masalah tersebut”.
c Tari Kreasi Baru atau Kontemporer
Tari Kreasi Baru atau kontemporer yang bentuk perlindungannya masuk ke dalam Pasal 12 point e UUHC
2002. Karena tari ini murni hasil kreatifitas seorang seniman yang telah berwujd nyata yang diekspresikan lewat gerak tubuh,
dan tidak semua orang bisa membuatnya. Maka jika dikaitkan dengan lingkup hak cipta yang berkaitan dengan adanya
pengumuman dan perbanyakan, seorang pencipta tari atau koreografer yang biasanya adalah seniman tari, atau seorang
pemegang hak cipta dengan hak eksklusifnya bisa melakukan kegiatan pengumuman dan perbanyakan terhadap karya cipta
seni tarinya sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan di dalam UUHC 2002. Sehingga jika ada orang yang akan
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengumuman dan perbanyakan itu maka mereka harus mendapatkan izin dari si
pencipta. Hal ini sejalan dengan ketentuan UUHC 2002 di dalam
Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 yang berkaitan dengan Lisensi atau pemberian izin.
3. Jangka Waktu Perlindungan