Masalah Hukum: Pengawasan

B. Masalah Hukum: Pengawasan

Meningkatnya transaksi-transaksi dagang melalui e-commerce ternyata juga telah melahirkan berbagai masalah lain dalam hukum perdagangan internasional. Masalah ini timbul mengingat transaksi secara e-commerce adalah praktik baru di bidang perdagangan dan berkembang progresif. Sedangkan aturan-aturan hukum dibuat untuk mengatur hal-hal atau hubungan-hubungan hukum yang sedang atau telah terjadi sehingga sifatnya agak statis.

Masalah utamanya adalah apakah ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan hukum yang ada dapat mengakomodasi lahirnya transaksi-transkasi yang dilahirkan melalui media e-commerce ini yang sifatnya transnasional ini.

Di samping itu masalah lain yang juga penting adalah apakah peraturan hukum perdagangan inernasional yang ada sekarang dapat memberi perlindungan atau keseimbangan pengaturan antara pengusaha, konsumen dan pemerintah.

Secara khusus masalah-masalah tersebut dapat diuraikan lebih lanjut menjadi masalah-maalah berikut:

(1) masalah pembuktian mengenai data-data yang terdapat dalam e- commerce;

(2) masalah keabsahan suatu kontrak dan bentuk kontrak e-commerce ini,

khususnya mengenai pembuktian orisinalitas data (originality); syarat tertulis (writing); dan masalah tanda tangan (signature);

(3) masalah kapan kata sepakat telah terjadi dalam transaksi- transaksi yang dilakukan secara e-commerce;

(4) masalah pengesahan, pengakuan penerimaan, penyimpanan data elektronik;

(5) masalah hilangnya wewenang bank sentral untuk mengawasi nilai tukar mata uang dan penerimaan pemerintah dari transaksi- transaksi dagang yang dikeluarkan secara elektronik; 9 dan

Sanson, op.cit., hlm. 143. 9 Rafiqul Islam, Op.cit., hlm. 426.

(6) masalah rintangan-rintangan

dari adanya kebijakan-kebijakan (perdagangan) negara yang mengakibatkan transaksi-transaksi e-commerce ini menjadi tidak lancar (terganggu).

(perdagangan)

Negara-negara di dunia menjadi semakin sadar tentang masalah-masalah yang lahir dari transaksi-transaksi e-commerce ini. Kekhawatiran ini tidak bisa tidak harus segera diantisipasi mengingat

menjadi semakin meningkat sehubungan dengan meningkatnya globalisasi ekonomi dan hubungan-hubungan dagang.

transaksi-transkasi

e-commerce

Menghadapi perkembangan ini, umumnya negara-negara di dunia mengeluarkan

nasionalnya untuk mengantisipasinya. Namun aturan hukum nasional tersebut yang cenderung berbeda dengan aturan hukum nasional negara lainnya dapat menjadi rintangan cukup serius terhadap perdagangan

Sebenarnya ada cara efektif yang dapat ditempuh negara- negara untuk membuat atau menciptakan aturan internasional di bidang e-commerce. Cara tersebut adalah membuat suatu perjanjian atau konvensi internasional yang berlaku bagi negara-negara di dunia. (Sudah barang tentu setelah menempuh cara-cara atau prosedur normal untuk terikatnya suatu perjanjian internasional terhadap suatu negara).

Badan atau organisasi internasional yang berkpentingan dengan aturan internasional antara lain adalah UNCITRAL. 11 Tetapi yang ditempuh UNCITRAL adalah justru menempuh cara yang tidak tersebut di atas, tetapi merumuskan suatu Model Law.

Sesuai dengan namanya, yaitu Model Law, aturan-aturannya tidak mengikat negara. Negara-negara bebas untuk mengikuti sepenuhnya mengikuti sebagian atau menolak Model Law tersebut.

10 Negara yang mula-mula berinisiatif menyusun aturan-aturan hukum di bidang e-commerce ini adalah Amerika Serikat yang kemudian diikuti

negara-negara Eropa Barat.

Pada tahun 1996,UNCITRAL berhasil merumuskan suatu aturan hukum cukup penting yakni UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce. 12 Tujuan dari Model Law ini adalah menggalakkan aturan- aturan hukum yang seragam dalam penggunaan jaringan komputer guna transaksi-transaksi komersial.

Alasan utama digunakannya instrumen Model Law tampak dalam resolusi No 51/162 tahun 1996 yang menyatakan sebagai berikut:

“Convinced that the establishment of a model law facilitating the use of electronic commerce that is acceptable to States with different legal, social and economic systems, could contribute significantly to the development of harmonious international economic relations,

Noting that the Model Law on Electronic Commerce was adopted by the Commission at its twenty-ninth session after consideration of the observations of Governments and interested organizations,

Believing that the adoption of the Model Law on Electronic Commerce by the Commission will assist all States significantly in enhancing their legislation governing the use of alternatives to paper-based methods of communication and storage of information and in formulating such legislation where none currently exists,...”.

Dari bunyi resolusi di atas, terdapat 3 (tujuan) alasan utama pemilihan Model Law ini, yaitu: (1) Model Law yang sifatnya dapat diterima oleh negara-negara

dengan sistem hukum, sosial dan ekonomi yang berbeda. Model Law dapat pula memberi perkembangan secara signifikan terhadap

hubungan-hubungan ekonomi internasional yang harmonis; (2) Model Law dipilih karena memang sebelumnya negara-negara (dan

perkembangan

berkepentingan) mengusulkan digunakannya instrumen hukum ini; dan (3) Digunakannya Model Law dapat membantu negara-negara di dalam membuat perundangan nasionalnya di bidang e-commerce.

11 Lihat Bab I di atas mengenai upaya UNCITRAL dalam mengupayakan harmonisasi (dan unifikasi) hukum perdagangan internasional.

12 UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce with Guide to Enactment, 1996, with additional article 5 bis as adopted in 1998. (Selanjutnya

disebut “Guide to Enactment”).

Sebenarnya organisasi internasional yang memperhatikan masalah hukum e-commerce ini tidak hanya UNCITRAL. Berbagai lembaga internasional yang juga menjadikan masalah (hukum) e- commerce ini dalam agendanya antara lain adalah WTO, International Telecommunication Union (ITU); World Intellectual Property Organization (WIPO); Kamar Dagang Internasional

(International Chamber of Commerce atau ICC), dll. 13