Hukum Kontrak Internasional Huala Adolf

BAB I PENGANTAR HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A. Pengantar dan Definisi

Hukum perdagangan internasional adalah bidang hukum yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum ini pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya. Dari bentuknya yang sederhana, yaitu dari barter, jual beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan, dan sejenisnya), hingga hubungan atau transaksi dagang yang kompleks.

Kompleksnya hubungan atau transaksi dagang internasional ini sedikit banyak disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi). Sehingga, transaksi-transaksi dagang semakin berlangsung dengan cepat. Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-transaksi yang disebut dengan e-commerce.

Ada berbagai motif atau alasan mengapa negara atau subyek hukum (pelaku dalam perdagangan) melakukan transaksi dagang internasional. Yang menjadi fakta adalah bahwa perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat. Hal ini sudah banyak terbukti dalam sejarah perkembangan dunia.

Besar dan jayanya negara-negara di dunia tidak terlepas dari keberhasilan dan aktivitas negara-negara tersebut di dalam perdagangan internasional. Sebagai satu contoh, kejayaan Cina masa lalu tidak terlepas dari kebijakan dagang yang terkenal dengan nama ‘Silk Route’ atau jalan suteranya. Silk Route tidak lain adalah rute-rute perjalanan yang ditempuh oleh saudagar- Besar dan jayanya negara-negara di dunia tidak terlepas dari keberhasilan dan aktivitas negara-negara tersebut di dalam perdagangan internasional. Sebagai satu contoh, kejayaan Cina masa lalu tidak terlepas dari kebijakan dagang yang terkenal dengan nama ‘Silk Route’ atau jalan suteranya. Silk Route tidak lain adalah rute-rute perjalanan yang ditempuh oleh saudagar-

Setelah kejayaan Cina, menyusul negara-negara lain seperti Spanyol dengan Spanish Conquistadors-nya, Inggris dengan The British Empire-nya (beserta perusahaan multinasionalnya yang pertama di dunia, yakni ‘the East-India Company’, Belanda dengan VOC-nya, dll. Kejayaan negara-negara ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintahnya untuk melakukan transaksi dagang internasional.

Kesadaran untuk melakukan transaksi dagang internasional ini juga telah cukup lama disadari oleh para pelaku pedagang di tanah air sejak. Adalah Amanna Gappa, seorang kepala suku Bugis yang sadar akan pentingnya dagang (dan pelayaran) bagi kesejahteraan sukunya. Keunggulan suku bugis dalam berlayar dengan hanya menggunakan perahu-perahu bugis yang kecil telah mengarungi lautan luas hingga ke Malaya (sekarang menjadi wilayah

Singapura dan Malaysia). 2

Yang menjadi esensi untuk bertransaksi dagang ini adalah dasar filosofinya. Telah dikemukakan bahwa berdagang ini adalah

1 Jonathan Reuvid, (ed.), The Strategic Guide to International Trade, London: Kogan Page, 1997, para. xv.

2 PH.O.L. Tobing, Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa, Ujung Pandang: Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, 1977, hlm. 154. Di

Singapura, misalnya, ada suatu daerah yang khusus untuk menghormati suku Bugis ini karena keunggulan mereka sebagai pelaut dan pedagang. Pemerintah Singapura memberi nama pada suatu daerah di tengah Singapura dengan nama Bugis (di wilayah Bugis Junction). Di Bugis Junction ini kita dapat melihat replika perahu kecil suku Bugis yang berlayar ke Malaka (sekarang Singapura). Bahkan pernah ada data yang mengungkapkan bahwa perahu Bugis telah juga mengunjungi wilayah utara benua Australia. Prestasi ini telah membuat kagum banyak bangsa di dunia. Bahkan banyak ahli hukum dari berbagai dunia, khususnya Inggris dan Belanda, yang mempelajari hukum-hukum bangsa Bugis ini yang disalin oleh Amanna Gappa. Mereka mempelajari hukum-hukum pelayaran dan hukum dagang bangsa Bugis untuk kemungkinan diterapkan pada keadaan dewasa ini. Menurut hemat penulis, sesungguhnya, apa yang diperbuat oleh ahli- ahli hukum Belanda dan ahli hukum Inggris tersebut merupakan pukulan telak pada ahli hukum di tanah air. Kenapa justru ahli hukum asing yang mempelajari dan menggali hukum dagang (internasional) Bugis, bukannya bangsa kita sendiri.

suatu “kebebasan fundamental” (fundamental freedom). 3 Dengan kebebasan ini siapa saja harus memiliki kebebasan untuk berdagang. Kebebasan ini tidak boleh dibatasi oleh adanya perbedaan agama, suku, kepercayaan, politik, sistem hukum, dll.

Piagam Hak-hak dan Kewajiban Negara (Charter of Economic Rights and Duties of States) juga mengakui bahwa setiap negara memiliki hak untuk melakukan perdagangan internasional. (“Every State has the right to engage in international trade”) (Pasal 4).

3 Lihat buku penulis, Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Pers, cet. 3, 2002, Bab I.

1 . Definisi

Cepatnya perkembangan bidang hukum ini ternyata masih belum ada kesepakatan tentang definisi untuk bidang hukum ini. Hingga dewasa ini terdapat berbagai definisi yang satu sama lain berbeda.

a. Definisi Schmitthoff Definisi pertama adalah definisi yang dikeluarkan oleh

Sekretaris Jenderal PBB dalam laporannya tahun 1966. 4 Definisi ini sebenarnya adalah definisi buatan seorang guru besar ternama dalam hukum dagang internasional dari City of London College, yaitu Professor Clive M. Schmitthoff. Sehingga dapat dikatakan bahwa definisi yang tercakup dalam Laporan Sekretaris Jenderal tersebut tidak lain adalah laporan Schmitthoff.

Schmitthoff mendefinisikan hukum perdagangan internasional sebagai: “... the body of rules governing commercial relationship

of a private law nature involving different nations”. 5

Dari definisi tersebut dapat tampak unsur-unsur berikut:

1) Hukum perdagangan internasional adalah sekumpulan aturan yang mengatur hubungan-hubungan komersial yang sifatnya hukum perdata,

2) Aturan-aturan hukum tersebut mengatur transaksi-transaksi yang berbeda negara.

Definisi di atas menunjukkan dengan jelas bahwa aturan- aturan tersebut bersifat komersial. Artinya, Schmitthoff dengan tegas membedakan antara hukum perdata (“private law nature”) dan hukum publik.

Dalam definisinya itu, Schmitthoff menegaskan bahwa ruang lingkup bidang hukum ini tidak termasuk hubungan-hubungan komersial internasional dengan ciri hukum publik. Termasuk dalam

4 United Nations, Progressive Development of the Law of International Trade: Report of the Secretary General of the United Nations 1966, New

York: United Nations, 1966, hlm. 1. (Selanjutnya disebut Secreatry General Report).

5 Secretary General Report, op.cit., para. 10.

bidang hukum publik ini yakni aturan-aturan yang mengatur tingkah laku atau perilaku negara-negara dalam mengatur perilaku

perdagangan yang mempengaruhi wilayahnya. 6

Dengan kata lain, Schmitthoff menegaskan wilayah hukum perdagangan internasional tidak termasuk atau terlepas dari aturan-aturan hukum internasional publik yang mengatur hubungan- hubungan komersial. Misalnya, aturan-aturan hukum internasional yang mengatur hubungan dagang dalam kerangka GATT atau aturan- aturan yang mengatur blok-blok perdagangan regional, aturan-

aturan yang mengatur komoditi, dsb. 7 Dalam salah satu tulisannya Schmitthoff dengan jelas menegaskan sebagai berikut:

“First, the modern law of international trade is not a branch of international law; it does not form part of the jus gentium, but it is applied in every national jurisdiction by tolerance of the national sovereign whose public policy may override or qualify a particular rule of

that law.” 8

Dari latar belakang definisi tersebut pun berdampak pada ruang lingkup cakupan hukum dagang internasional. Schmitthoff menguraikan bidang-bidang berikut sebagai bidang cakupan bidang hukum ini:

1) Jual beli dagang internasional: (i) pembentukan kontrak; (ii) perwakilan-perwakilan dagang (agency); (iii) Pengaturan penjualan eksklusif;

6 Secretary General Report, op.cit., para. 11. 7 Secretary General Report, op.cit., para. 11.

8 Schmitthoff, “The Unification of the Law of International Trade,” (1968) JBL 109 (pendapat Schmitthoff ini juga adalah pendapat sarjana

terkemuka hukum

Profesor Aleksander Goldštajn). Menurut hemat penulis salah satu kelemahan dari definisi ini adalah sulitnya diterima bahwa berlakunya hukum perdagangan internasional ke dalam jurisdiksi nasional negara-negara di dunia adalah berdasarkan apa yang beliau sebut “tolerance of the national sovereign.” Dalam hukum, sulit diterima adanya toleransi ini. Yang ada adalah penundukan diri baik secara diam-diam maupun tegas seperti dalam ratifikasi atau aksesi suatu perjanjian internasional (dalam hal ini hukum perdagangan internasional) oleh suatu negara. Seperti kita ketahui, masalah ratifikasi atau aksesi terhadap suatu perjanjian internasional (tidak terkecuali perjanjian di bidang hukum perdagangan

perdagangan

internasional

2) Surat-surat berharga

3) Hukum mengenai kegiatan-kegiatan tentang tingkah laku mengenai perdagangan internasional

4) Asuransi

5) Pengangkutan melalui darat dan kereta api, laut, udara, perairan pedalaman

6) Hak milik industri

7) Arbitrase komersial. 9

b. Definisi M. Rafiqul Islam Dalam upayanya memberi batasan atau definisi hukum

perdagangan internasional, Rafiqul Islam menekankan keterkaitan erat antara perdagangan internasional dan hubungan keuangan (financial relations). Dalam hal ini Rafiqul Islam memberi batasan perdagangan internasional sebagai "... a wide ranging, transnational, commercial exchange of goods and services between

individual business persons, trading bodies and States". 10 Hubungan

finansial terkait erat dengan perdagangan internasional. keterkaitan erat ini tampak karena hubungan- hubungan keuangan ini mendampingi transaksi perdagangan antara para pedagang (dengan pengecualian transaksi barter atau counter-

trade). 11

internasional) tunduk pada prinsip-prinsip hukum internasional publik, dalam hal ini prinsip hukum perjanjian internasional.

9 Secretary General Report, op.cit., para. 10. 10 Rafiqul Islam, International Trade Law, NSW: LBC, 1999, hlm. 1. Sarjana-sarjana dewasa ini cenderung untuk membagi ruang lingkup

perdagangan internasional ke dalam dua bagian:perdagangan barang dan jasa (sebagaimana halnya dengan Rafiqul Islam di atas). Lihat misalnya, Pablo Vilanueva, "Patterns and Trends in World Trade," dalam: Jonathan Reuvid (ed.), The Strategic Guide to International Trade, Kogan page (tt), hlm 3. (Villanueva menggambarkan bidang perdagangan internasional ke dalam dua bidang: (1) Perdagangan barang (merchandise trade) yang mencakup mineral, produk pertanian, barang industri; dan (2) jasa komersial (commercial services) yang mencakup perbankan, konsultasi dan pariwisata).

11 Pengecualian terhadap kedua bentuk transaksi tersebut karena memang untuk kedua transasi tersebut tidak terkait dengan adanya hubungan

keuangan. (Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 1).

antara perdagangan internasional dan keuangan, Rafiqul Islam mendefinisikan "hukum perdagangan dan keuangan ("international trade and finance law") sebagai suatu kumpulan aturan, prinsip, norma dan praktek yang menciptakan suatu pengaturan (regulatory regime) untuk transaksi- transaksi perdagangan transnasional dan sistem pembayarannya, yang memiliki dampak terhadap perilaku komersial lembaga-lembaga

Dengan adanya

keterkaitan

erat

perdagangan. 12 Kegiatan-kegiatan komersial tersebut dapat dibagi ke dalam kegiatan "komersial" yang berada dalam ruang lingkup hukum perdata internasional atau Conflict of Laws; perdagangan antar pemerintah atau antar negara, yang diatur oleh hukum

internasional publik. 13

Dari batasan tersebut tampak bahwa ruang lingkup hukum perdagangan internasional sangat luas. 14 Karena ruang lingkup kajian bidang hukum ini sifatnya adalah lintas batas atau transnasional, konsekuensinya adalah terkaitnya lebih dari satu sistem hukum yang berbeda.

c. Definisi Michelle Sanson Sarjana lainnya yang mencoba memberi batasan bidang hukum

ini adalah sarjana Australia Sanson. Sanson memberi batasan bidang ini sesuai dengan pengeritan kata-kata dari bidang hukum ini, yaitu hukum, dagang dan internasional (dengan kata dasar nasion atau negara).

Hukum perdagangan internasional menurut definisi Sanson ‘can be defined as the regulation of the conduct of parties

12 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 1. 13 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 1. Selengkapanya Rafiqul Islam menulis sebagai berikut: "international trade and finance law is a body of

rules, principles, norms and their associated payments systems, with a controlling impact on the commercial behaviour of the trading entities").

14 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 1.

involved in the exchange of goods, services and technology

between nations.’ 15

Definisi di atas sederhana. Ia tidak menyebut secara jelas bidang hukum ini jatuh ke bidang hukum yang mana: hukum privat, publik, atau hukum internasional. Sanson hanya menyebut bidang hukum ini adalah the regulation of the conduct of parties. Para pihaknya pun dibuat samar, hanya disebut parties. Sedangkan obyek kajiannya, Sanson agak jelas: yaitu jual beli barang, jasa dan teknologi.

Meskipun memberi definisi yang mengambang tersebut, Sanson membagi hukum perdagangan internasional ini ke dalam dua bagian utama, yaitu hukum perdagangan internasional publik (public interntional trade law) dan hukum perdagangan internasional

privat (private international trade law). 16

Yang pertama, public international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang antar negara. Sedangkan yang kedua,

private international trade law adalah hukum yang mengatur perilaku dagang secara orang perorangan (private traders) di

negara-negara yang berbeda. 17

Meskipun ada pembedaan ini, namun para sarjana mengakui bahwa batas-batas kedua istilah ini pun sangat sulit untuk dibuat garis batasnya. Sanson menyatakan bahwa ‘the modern development is that the distinction between publik and privat international

trade law has less meaning.’ 18

15 M. Sanson, Essential International Trade Law, Sydney: Cavendish, 2002, hlm. 3.

16 M. Sanson, op.cit., hlm. 4. Lihat pula pendekatan Rafiqul Islam, supra, dan Schmitthoff, supra..

17 M. Sanson, op.cit., hlm. 4. 18 M. Sanson, op.cit., hlm. 4. Sanson dengan benar memberi contoh tentang hukum WTO. Perjanjian WTO adalah bidang hukum perdagangan

internasional publik. Tetapi aturan hukumnya terjewantahkan ke dalam bidang-bidang privat,

tarif, dumping, perpajakan. (Ibid).

misalnya saja

dalam hal

Mirip dengan Sanson, Rafiqul Islam melihat hubungan atau keterkaitan ini juga sulit untuk tidak bersentuhan dan saling mempengaruhi. Beliau menulis:

‘The effect of public international law on private transactons is indirect but can be very profound in certain aspects. Some such aspects of private transactions will be considered merely because public international law has shaped, or is in the process of reshaping, their legal

order.’ 19

d. Definisi Hercules Booysen Booysen sarjana Afrika Selatan tidak memberi definisi

secara tegas. Beliau menyadari bahwa ilmu hukum sangatlah kompleks. Karena itu, upaya untuk membuat definisi bidang hukum, termasuk hukum perdagangan internasional, sangatlah sulit dan

jarang tepat. 20 Karena itu dalam upayanya memberi definisi tersebut, beliau

hanya mengungkapkan unsur-unsur dari definisi hukum perdagangan internasional. Menurut beliau ada tiga unsur, yakni:

(1) Hukum perdagangan internasional dapat dipandang sebagai suatu cabang khusus dari hukum internasional (international trade

law may also be regarded as a specialised branch of international law).

(2) Hukum perdagangan internasional adalah aturan-aturan hukum internasional yang berlaku terhadap perdagangan barang, jasa dan perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI). (International trade law can be described as those rules of international law which are applicable to trade in goods, services and the protection of intellectual property). Bentuk-bentuk hukum perdagangan internasional seperti ini

19 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 1. 20 Interlegal's Definitions (http://home.yebro.co.za/~interlegal/

definitions.htm). Bandingkan dengan pendapat Reuvid, bahwa istilah ‘Perdagangan internasional’ mencakup bidang dan teknik dagang yang sangat luas (‘internasional trade covers a bewildering mumber of activities and procedures’ (Jonathan Reuvid, (ed.), hlm. xv).) definitions.htm). Bandingkan dengan pendapat Reuvid, bahwa istilah ‘Perdagangan internasional’ mencakup bidang dan teknik dagang yang sangat luas (‘internasional trade covers a bewildering mumber of activities and procedures’ (Jonathan Reuvid, (ed.), hlm. xv).)

WTO, perjanjian multilateral mengenai perdagnagan mengenai barang seperti GATT, perjanjian mengenai perdagangan di bidang jasa (GATS/WTO, dan perjanjia mengenai aspek-aspek yang terkait

dengan HAKI (TRIPS). 21

Dalam lingkup definisi ini diakui bahwa negara bukanlah semata-mata

bidang perdagangan internasional. Negara lebih berperan sebagai regulator (pengatur). Karena itu hukum perdagangan internasional juga mencakup aturan-aturan internasional mengenai transaksi- transaksi nyata yang bersifat internasional dari para pedagang

merchants). Karenanya, international law merchants ini adalah bagian dari hukum

(international

law

perdagangan internasional. 22

(3) Hukum perdagangan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum nasional yang memiliki atau pengaruh langsung terhadap perdagangan internasional secara umum. Karena sifat aturan- aturan hukum nasional tersebut, maka atura-aturan tersebut merupakan bagian dari hukum perdagangan internasional. contoh dari aturan hukum nasional seperti itu adalah perundang- undangan

Dari 4 (empat) definisi di atas tampak semuanya ada benarnya. Tetapi penulis lebih pro kepada definisi Rafiqul Islam. Dari batasan Rafiqul Islam di atas, tampak adanya keterkaitan erat antara hukum perdagangan internasional dengan hukum internasional publik. Memang sekilas tampak bahwa dampak dan pengaruh hukum internasional publik ini tidak langsung. Namun demikian pengaruh ini dapat berdampak cukup luas terhadap

21 Interlegal's Definitions (http://home.yebro.co.za/~interlegal/ definitions.htm).

22 Interlegal's Definitions (http://home.yebro.co.za/~interlegal/ definitions.htm).

23 Interlegal's Definitions (http://home.yebro.co.za/~interlegal/ definitions.htm).

beberapa aspek dari hukum perdagangan internasional. Hal ini disebabkan karena hukum internasional publik dalam beberapa hal telah membentuk dan sedang dalam proses pembentukan ketentuan- ketentuan yang mengatur aspek-aspek perdata dari transaksi

perdagangan internasional. 24

24 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 1.

2. Pendekatan Hukum Perdagangan Internasional

a. Hubungan antara Hukum Perdagangan Internasional dan Bidang

Hukum lainnya Satu catatan lain yang juga penting adalah hubungan antara

hukum perdagangan internasional dan hukum lainnya yang terkait dengan perdagangan internasional. Di bagian awal tulisan ini tampak luasnya bidang cakupan hukum perdagangan internasional ini. Luasnya bidang cakupan membuat cakupan yang dikajinya sulit untuk tidak tumpang tindih dengan bidang-bidang lainnya. Misalnya dengan hukum ekonomi internasional, hukum transaksi bisnis

internasional, hukum komersial internasional, dll. 25 Catatan di atas menunjukkan kedudukan penulis yang mengakui

adanya keterkaitan antara hukum perdagangan internasional dengan hukum internasional. Di sisi lain, penulis berpendirian bahwa hukum ekonomi internasional adalah juga bagian atau cabang dari

hukum internasional. 26

Masalahnya adalah di mana letak atau garis batas di antara hukum perdagangan dengan bidang-bidang hukum lain disebut di atas, khususnya hukum ekonomi internasional. Ada bidang-bidang yang sama-sama tunduk pada dua bidang hukum ini. Misalnya saja, pembahasan mengenai subyek-subyek dan sumber-sumber dari kedua

bidang hukum sedikit banyak hampir sama. 27

Sementara ini pendekatan yang ditempuh untuk membedakan kedua bidang hukum ini adalah melihat subyek hukum yang tunduk kepada kedua bidang hukum tersebut. Hukum ekonomi internasonal lebih banyak mengatur subyek hukum yang bersifat publik (policy), seperti misalnya hubungan-hubungan di bidang ekonomi yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional. Sedangkan

25 Cf., M. Sanson, op.cit., hlm. 2. 26 Lihat buku penulis, Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta: Rajagrafindo, cet. 3, 2003, Bab I.

27 Lihat lebih lanjut mengenai hukum ekonomi internasional ini, buku penulis, Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta:

Rajagrafindo, cet. 3, 2003, Bab I dst.

hukum perdagangan internasional lebih menekankan kepada hubungan- hubungan hukum yang dilakukan oleh badan-badan hukum privat.

Dalam kenyataannya pendirian tersebut tidak begitu valid. Hukum ekonomi internasional dalam kenyataannya juga mengatur kegiatan-kegiatan atau transaksi-transaksi badan hukum privat atau yang terkait dengan kepentingan privat, misalnya mengenai perlindungan dan nasionalisasi atau ekspropriasi perusahaan asing. Selain itu, meskipun hukum ekonomi internasional mengatur subyek-subyek hukum publik atau negara, namun aturan-aturan tersebut bagaimana pun juga akan berdampak pada individu atau subyek-subyek hukum lainnya di dalam wilayah suatu negara.

b. Hukum Perdagangan Internasional Bersifat Interdisipliner

Karakteristik lain dari hukum perdagangan internasional ini adalah pendekatannya yang interdisipliner. Untuk dapat memahami bidang hukum ini secara komprehensif, dibutuhkan sedikit banyak bantuan disiplin-disiplin (ilmu) lain. Dalam bidang hukum ini terkait dengan bidang pengangkutan (darat, udara dan khususnya laut). Hal ini membutuhkan bantuan dan pemahaman disiplin ilmu pelayaran.

perdagangan internasional akan terkait dengan praktik perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Hal ini membutuhkan bantuan dan pemahaman disiplin ilmu perbankan dan keuangan.

Keterkaitan dengan perdagangan itu sendiri akan terkait dengan praktik dan teknik-teknik perdagangan. Hal ini membutuhkan bantuan dan pemahaman ilmu praktik perdagangan.

Disiplin-disiplin ilmu lainnya yang terkait lainnya misalnya adalah teknologi, ekonomi. Yang juga penting adalah ilmu politik, yaitu bagaimana kebijakan politik suatu negara yang berpengaruh terhadap kebijakan dagang suatu negara.

B. Prinsip-prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional

Prinsip-prinsip dasar (fundamental principles) yang dikenal dalam hukum perdagangan internasional diperkenalkan oleh sarjana hukum perdagangan internasional Profesor Aleksancer Goldštajn. Beliau memperkenalkan 3 (tiga) prinsip dasar tersebut, yaitu (1) prinsip kebebasan para pihak dalam berkontrak (the principle of

the freedom of contract); (2) prinsip pacta sunt servanda; dan

(3) prinsip penggunaan arbitrase. 28

1. Prinsip Dasar Kebebasan Berkontrak

Prinsip pertama, kebebasan berkontrak, sebenarnya adalah prinsip universal dalam hukum perdagangan internasional. Setiap sistem hukum pada bidang hukum dagang mengakui kebebasan para pihak ini untuk membuat kontrak-kontrak dagang (internasional).

Schmitthoff menanggapi secara positif kebebasan pertama ini. Beliau menyatakan:

“The autonomy of the parties’ will in the law of contract is the foundation on which an autonomous law of international trade can be built. The national sovereign has,..., no objection that in that area an autonomous law of international trade is developed by the parties, provided always that that law respects in every national

jurisdiction the limitations imposed by public policy.” 29 Kebebasan tersebut mencakup bidang hukum yang cukup luas.

Ia meliputi kebebasan untuk melakukan jenis-jenis kontrak yang para pihak sepakati. Ia termasuk pula kebebasan untuk memilih forum penyelesaian sengketa dagangnya. Ia mencakup pula kebebasan untuk memilih hukum yang akan berlaku terhadap kontrak, dll.

Kebebasan ini sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan UU, kepentingan umum, kesusilaan, kesopanan, dan lain-lain persyaratan yang ditetapkan oleh masing-masing sistem hukum.

2. Prinsip Dasar Pacta Sunt Servanda

28 Aleksander Goldštajn, “The New Law of Merchant,” (1961) JBL 12. 29 Clive M. Schmitthoff, Commercial Law in a Changing Economic Climate, London: Sweet and Maxwell, 1981, hlm. 22. (Selanjutnya disebut

“Commercial Law”).

Prinsip kedua, pacta sunt servanda adalah prinsip yang mensyaratkan bahwa kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (dengan itikad baik). Prinsip ini pun sifatnya universal. Setiap sistem hukum di dunia menghormati prinsip ini.

3. Prinsip Dasar Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase

Prinsip ketiga, prinsip penggunaan arbitrase tampaknya terdengar agak ganjil. Namun demikian pengakuan Goldštajn menyebut prinsip ini bukan tanpa alasan yang kuat. Arbitrase dalam perdagangan internasional adalah forum penyelesaian sengketa yang semakin umum digunakan. Klausul arbitrase sudah

semakin banyak dicantumkan dalam kontrak-kontrak dagang. 30 Oleh karena itulah prinsip ketiga ini memang relevan.

Goldštajn menguraikan kelebihan dan alasan mengapa penggunaan arbitrase ini beliau jadikan prinsip dasar dalam hukum perdagangan internasional:

“Moreover, to the extent that the settlement of differences is referred to arbitration, a uniform legal order is being created. Arbitration tribunals often apply criteria other than those applied in courts. Arbitrators appear more ready to interpret rules freely, taking into account customs, usage and business practice. Further, the fact that the enforcement of foreign arbitral awards is generally more easy than the enforcement of foreign court decisions is

conducive to a preference for arbitration.” 31

4. Prinsip Dasar Kebebasan Komunikasi (Navigasi)

Di samping tiga prinsip dasar tersebut, prinsip dasar lainnya yang menurut penulis relevan adalah prinsip dasar yang dikenal dalam hukum ekonomi internasonal, yaitu prinsip kebebasan untuk berkomunikasi (dalam pengertian luas, termasuk di dalamnya kebebasan bernavigasi). Komunikasi atau navigasi adalah kebebasan para pihak untuk berkomunikasi untuk keperluan dagang dengan siapa pun juga dengan melalui berbagai sarana navigasi atau

30 Lihat secara khusus, Rene David, Arbitration in International Trade, The Hague: Kluwer, 1985 (membahas panjang lebar tentang peran arbitrase

dalam perdagangan internasional). 31 Aleksander Goldštajn, “The New Law of Merchant,” (1961) JBL 12.

komunikasi, baik darat, laut, udara, atau melalui sarana elektronik. Kebebasan ini sangat esensial bagi terlaksananya perdagangan internasional. Aturan-aturan hukum (internasional)

memfasilitasi kebebasan ini. 32

Dalam berkomunikasi untuk maksud berdagang ini kebebasan para pihak tidak boleh dibatasi oleh sistem ekonomi, sistem politik, atau sistem hukum. Bandingkan dengan pendapat profesor Goldštajn di bawah ini ketika beliau membahas hubungan antara sistem ekonomi dan politik dalam kaitannya dengan hukum perdagangan internasional:

“The law governing trade transactions is neither capitalist nor socialist; it is a means to an end, and therefore, the fact that the beneficiaries of such transactions are different in this or that country is no obstacle to the development

The law of international trade is based on the general principles accepted in the entire world.” 33 (Huruf miring oleh penulis).

Pernyataan terakhir Goldštajn di atas, yaitu bahwa hukum perdagangan internasional didasarkan pada prinsip-prinsip umum yang diterima di seluruh dunia menyatakan seolah-seolah hukum perdagangan internasional dapat diterima oleh sistem hukum di dunia. Pendapat ini benar. Sarjana terkemuka lainnya, Profesor Tammer, memperkuat pernyataan tersebut:

“The law of external trade of the countries of planned economy does not differ in its fundamental principles from the law of external trade of other countries, such as, e.g., Austria or Switzerland. Consequently, international trade law specialists of all countries have found without

difficulty that they speak a ‘common language.” 34

32 Lihat lebih lanjut, Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali pers, cet. 3, 2003, hlm. 29.

33 Schmitthoff, op.cit., (Commercial Law), hlm. 19. 34 Schmitthoff, ‘The Unification of the Law of Internatioal Trade,’ (1968) JBL 109 (mengutip Tammer, The Sources of the Law International

Trade, 1964, hlm. 42).

C. Eksistensi dan Tujuan Hukum Perdagangan Internasional

Hubungan-hubungan perdagangan internasional antar negara sudah ada sejak lama. Hubungan-hubungan ini sudah ada sejak adanya negara-negara dalam arti negara kebangsaan, yaitu bentuk- bentuk awal negara dalam arti modern. Perjuangan negara-negara ini untuk memperoleh kemandirian dan pengawasan (kontrol) terhadap ekonomi internasional telah memaksa negara-negara ini untuk mengadakan hubungan-hubungan perdagangan yang mapan dengan negara-negara lainnya. Mereka menyadari bahwa perdagangan adalah

satu-satunya cara untuk pembangunan ekonomi mereka. 35 Seperti telah dikemukakan di awal tulisan ini, sejak dulu

dan bahkan dewasa ini semakin banyak negara sadar bahwa kebijakan menutup diri sudah jauh-jauh ditinggalkan. Pendirian ini semakin

mendorong negara untuk memperluas aktivitas perdagangannya. 36 Cara pandang ini sedikit banyak dilatarbelakangi dan

dipengaruhi oleh beberapa aliran atau teori ekonomi. Pada awal perkembangannya, terutama abad ke 15 dan 16, teori atau aliran yang mula lahir adalah teori merkantilisme. Para merkantilis berpendirian

sebagai instrumen kebijakan nasional. Mereka menekankan pentingnya ekspor sebesar- besarnya dan menekan impor serendah-rendahnya. Keuntungan dari selisih ekspor - impor merupakan keuntungan bagi negara (yang waktu itu diwujudkan dalam bentuk emas).

perdagangan

internasional

Reaksi dari aliran itu adalah teori keunggulan komparatif yang diperkenalkan oleh David Ricardo (1772-1823). Ricardo menekankan spesialisasi dari hasil suatu produk. Smith menganggap perdagangan internasional sebagai salah satu bagian dari keunggulan komparatif (principle of comparative advantage). Teori beliau menyatakan bahwa untuk menjadi pemain utama dalam

35 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 1. 36 Lihat antara lain: Ademuni-Odeke, The Law of International Trade, London: Blackstone, 1999, hlm. 3-4.

perdagangan, faktor yang penting bukanlah ukuran, tetapi

bagaimana memaksimalkan potensi. 37

Contoh klasik adalah Jepang. Dari segi geografis, kekayaan alam dan luas wilayah, Jepang relatif kurang beruntung. Tetapi dengan kekuatan manajemen dalam perdagangan internasionalnya, negeri ini berhasil menjadikannya sebuah negara yang paling penting di dunia dewasa ini.

Semakin luasnya aktivitas perdagangan ini yang dewasa ini dikenal dengan "liberalisasi perdagangan", sistem keuangan atau pasar internasional yang stabil untuk memberikan modal untuk melaksanakan perdagangan internasional tersebut. Karena itu, keterkaitan antara perdagangan internasional dan sistem keuangan

atau moneter internasional menjadi semakin penting. 38 Tidak terlalu mengherankan apabila masyarakat internasional

kemudian menyelenggarakan

Bretton Woods guna mendirikan Bank Dunia - IMF untuk maksud ini. Berdirinya ke-2 lembaga keuangan ini semata-mata untuk menjaga agar sistem moneter internasional dapat terpelihara (stabil) dan juga memberi pinjaman jangka pendek guna menanggulangi kesulitan neraca pembayaran yang disebabkan oleh adanya defisit perdagangan

konperensi

ekspor-impor negara-negara. 39 Krisis keuangan internasional pada tahun 1970-an juga telah mempertegas pentingnya hubungan erat ini.

Dalam upaya negara-negara ini meningkatkan pertumbuhan ekonomi mereka, dewasa ini mereka cenderung membentuk blok-blok perdagangan baik bilateral, regional maupun multilateral. Dalam kecenderungan ini pun peran perjanjian internasional menjadi

semakin penting. 40

37 Lihat misalnya, Ademuni-Odeke, Ibid., hlm. 3-4, M. Sanson, op.cit., hlm. 3; Jonathan Reuvid, op.cit., para. xv.

38 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 2. 39 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 2. 40 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 2.

Semakin pentingnya peran perjanjian-perjanjian di bidang ekonomi atau perdagangan ini pun telah melahirkan aturan-aturan yang mengatur perdagangan internasional di bidang barang, jasa

dan penamaman modal di antara negara-negara. 41

Tujuan hukum perdagangan internasional sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan GATT (General Agreement on Tariffs and

Trade, 1947) yang termuat dalam Preambule-nya. Tujuan tersebut adalah:

(a) untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil dan menghindari

praktek-praktek perdagangan nasional yang merugikan negara lainnya.

kebijakan-kebijakan

dan

(b) untuk meningkatkan volume perdaganan dunia dengan menciptakan perdagangan yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi semua negara;

(c) meningkatkan standar hidup umat manusia; dan (d) meningkatkan lapangan tenaga kerja.

Tujuan lainnya yang juga relevan adalah: (e) untuk mengembangkan sistem perdagangan multilateral, bukan

sepihak suatu negara tertentu, yang akan mengimplementasikan kebijakan perdagangan terbuka dan adil yang bermanfaat bagi

semua negara; 42 dan

(f) meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dunia dan meningkatkan produk dan transaksi jual beli barang. 43

Ada pula yang menyatakan bahwa aturan-aturan perdagangan internasional juga pada analisis akhirnya akan menciptakan perdamaian dan keamanan internasional. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Menteri Luar Negeri AS, Hull. Tesis ini tampaknya

41 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 2. 42 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 2. Lihat pula tujuan menurut Aleksander Goldštajn yang

deliberate regulation on the international level will make it possible to do justice, on the basis of equality, to the interests and general welfare of all members of the international community.” (Aleksander Goldštajn, “The New Law of Merchant,” (1961) JBL 12.

menyatakan: “only menyatakan: “only

Sebenarnya tesis Hull tersebut sudah lama dikumandangkan oleh Immanuel Kant, yang selama ini dikenal juga sebagi bapak hukum internasional. Dalam tulisannya berjudul ‘On Eternal Peace,’ Kant menyatakan bahwa ‘spirit of trade could not co-exist

with war.’ 44 Yang juga cukup menarik adalah tesis Hull di atas juga

telah cukup lama disadari di tanah air. Salah seorang kepala suku Bugis ternama, yaitu Amanna Gappa, juga menyadari bahwa tujuan (unifikasi) hukum dagang adalah untuk mencegah persaingan di antara suku bangsanya dan juga memajukan kerjasama di antara

mereka guna kesejahteraan di antara mereka. 45 Terjemahan saduran hasil penelitian terhadap suku terkenal Bugis ini yang terkenal dengan hukum pelayaran dan dagangnya tergambarkan sebagai berikut:

“One of thse chiefs was Amanna Gappa (=father of Gappa) who headed his countrymen at Makassar. Most probably he was a very intelligent and energetic man and he may have been the first to realize the great importance of navigation and trade for his people as the only fields of endeavour in which they could earn a living. We may assume that this was the bacground of his taking initiative in inviting his colleagues from other parts of Indonesia in order to collect the different rules which were in force in their respective regions and to compile a uniform navigation and trade law. By doing so he tried to prevent heavy competition among his countrymen and to stimulate co-

operation for their own welfare.” 46 (Huruf miring oleh kami).

43 Cf., Preamble GATT dan Preamble Perjanjian WTO (Marrakesh Agreement Establishing The World Trade Organization).

44 Lihat, Lew and Stanbrook, Interational Trade: Law and Practice, Bath: Euromoney, 1983, hlm. Xxi.

45 Lihat lebih lanjut, PH. O.L. Tobing, op.cit., hlm. 154. 46 Lihat lebih lanjut, PH. O.L. Tobing, op.cit., hlm. 154.

Meskipun adanya tujuan bagus tersebut di atas, hukum perdagangan internasional masih memiliki cukup banyak kelemahan. Kelemahan tersebut tampaknya juga dapat ditemui dalam bidang- bidang hukum lainnya, yakni terdapatnya pengecualian-pengecualian atau klausul-klausul 'penyelamat' yang bersifat memperlonggar kewajiban-kewajiban hukum. Kelemahan spesifik tersebut yaitu:

(a) hukum perdagangan internasional sebagian besar bersifat pragmatis dan permisif. Hal ini mengakibatkan aturan-aturan hukum perdagangan internasional kurang obyektif di dalam 'memaksakan' negara-negara untuk tunduk pada hukum. Dalam kenyataannya, negara-negara yang memiliki kekuatan politis dan ekonomi memanfaatkan perdagangan sebagai sarana kebijakan politisnya.

(b) Aturan-aturan

internasional bersifat mendamaikan dan persuasif (tidak memaksa). Kelemahan ini sekaligus juga kekuatan bagi perkembangan hukum perdagangan internasional yang menyebabkan atau memungkinkan perkembangan

hukum perdagangan

hukum ini di tengah krisis. 47

47 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 2-3.

D. Perkembangan Hukum Perdagangan Internasional

Dari uraian di atas tampak bahwa hukum perdagangan internasional telah ada sejak lahirnya negara dalam arti modern. Sejak saat itu, hukum perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang cukup pesat sesuai dengan perkembangan hubungan-hubungan perdagangan.

Dilihat dari perkembangan sumber hukumnya (dalam arti materil), maka perkembangan hukum perdagangan internasional dapat dikelompokkan ke dalam 3 tahap, yakni:

(1) Hukum perdagangan internasional dalam masa awal pertumbuhan.

Hukum perdagangan internasional lahir pada awalnya dari praktek para pedagang. Hukum yang diciptakan oleh para pedagang

ini lazim disebut pula sebagai lex mercatoria (law of merchant). 48 Pada awal perkembangannya ini Lex Mercatoria tumbuh dari

adanya 4 faktor berikut: (a) lahirnya aturan-aturan yang timbul dari kebiasaan dalam

berbagai pekan raya (the law of the fairs); (b) lahirnya kebiasaan-kebiasaan dalam hukum laut; (c) lahirnya kebiasaan-kebiasaan yang timbul dari praktek

penyelesaian sengketa-sengketa di bidang perdagangan; dan (d) berperannya notaris (public notary) dalam memberi pelayanan

jasa-jasa hukum(dagang). 49

(2) Hukum perdagangan internasional yang dicantumkan dalam hukum nasional

Dalam tahap perkembangan ini, negara-negara mulai sadar perlunya pengaturan hukum perdagangan internasional. Mereka lalu mencantumkan aturan-aturan perdagangan internasional dalam kitab

48 United Nations, Progressive Development of the Law of Internatoinal Trade: Report of the Secretary-General of the United Nations, 1966,

para. 20; Chia-Jui Cheng (ed.), Clive M. Schmitthoff's Select Essay on International Trade Law, Doredrecht/Boston/London: Martinus Nijhoff & Graham & Trotman, 1988, hlm. 21.

49 Schmitthoff, “The Unification of the Law of International Trade,” (1968) JBL 106.

undang-undang hukum (perdagangan internasional) mereka. Aturan- aturan tersebut sedikit banyak adalah aturan-aturan yang mereka adopsi dari lex mercatoria. Misalnya saja Perancis membuat Kitab Undang-undang Hukum Dagang-nya (code de commerce) tahun 1807,

Jerman menerbitkan Allgemeine Handelsgezetbuch tahun 1861, dll. 50 (3) Lahirnya aturan-aturan hukum perdagangan internasional dan Munculnya

yang mengurusi Perdagangan Internasional.

Lembaga-lembaga

Internasional

Dalam perkembangan ketiga ini, aturan-aturan hukum perdagangan internasional lahir sebagian besar karena dipengaruhi oleh semakin banyaknya berbagai perjanjian internasional yang ditandatangani

regional, maupun multilateral. 51

Secara khusus tahap ketiga ini muncul secara signifikan setelah berakhirnya Perang Dunia II. Salah satu perjanjian multilateral yang ditandangani pada masa ini adalah disepakati lahirnya GATT tahun 1947. Tahap ketiga ini disebut juga dengan tahap “internationalism”. Schmitthoff menyatakan sebagai berikut:

“We are beginning to rediscover the international character of commercial law and the circle now contemplates itself: the general trend of commercial law everywhere is to move away from the restrictions of national law to a universal, international conception of the law of international

trade.” 52 Sejak berdiri hingga dewasa ini aturan-aturan perdagangan

GATT telah berkembang dan mengalami pembangunan yang cukup penting. Bahkan dalam putaran perundingan tahun 1986-1994, negara-negara anggota GATT telah sepakat untuk membentuk suatu badan atau lembaga internasional baru, yaitu WTO.

Perubahan dari GATT ke WTO berdampak luas terhadap bidang hukum perdagangan internasional. Alasannya, bidang pengaturan

50 United Nations, op.cit., para. 20; Chia-Jui Cheng (ed.), op.cit., hlm. 48.

51 United Nations, op.cit., para. 20. 52 Schmitthoff, “The Unification of the Law of International Trade,” (1968) JBL 108.

yang tercakup di dalam WTO sekarang ini adalah kompleks. Ia tidak semata-mata lagi mengatur tarif dan barang, tetapi juga mengatur jasa, hak kekayaan intelektual, penanaman modal, lingkungan,

dll. 53 Ciri kedua dalam perkembangan tahap ketiga ini yakni

munculnya organisasi internasional. Salah satu badan yang menonjol adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebetulnya peran PBB di bidang perdagangan internasional tidaklah langsung. Peran PBB di bidang ekonomi dan perdagangan ini termuat dalam pasal 1:3 Piagam PBB, yakni aturan tentang tujuan PBB yakni mencapai

antara lain menyelesaikan masalah-masalah ekonomi internasional.

kerjasama

internasional

di dalam

Tujuan-tujuan PBB di atas diupayakan pemenuhannya melalui berbagai langkah berikut:

i. Negara-negara anggota PBB mendirikan the United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) pada tahun 1964. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesempatan yang lebih besar kepada negara sedang berkembang untuk ikut serta dalam merumuskan kebijakan-kebijakan perdagangan, dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan khusus negara-negara sedang berkembang

ini. 54

ii. negara-negara anggota PBB mengesahkan the Charter of Economic Rights and Duties of States pada tahun 1974 (serta disahkannya the Declaration and Programme of Action on the Establishment of the New International Economic Order). Pembentukan Piagam ini diawali dengan langkah Majelis Umum PBB mengesahkan the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights pada tahun 1966.

53 Uraian tentang perkembangan dari GATT ke WTO, lihat antara lain: Ray August, Internatoinal Business Law: Text, Cases and Readings, New

Jersey: Prentice Hall, 3 rd .ed., 2000, hlm. 355-360. 54 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 6.

Dokumen-dokumen penting ini pada pokoknya mengakui dan memberi perlakuan khusus kepada negara-negara sedang berkembang di bidang perdagangan, keuangan dan penanaman modal. 55

Ciri ketiga yang juga menonjol adalah disepakatinya pendirian badan-badan ekonomi regional di suatu kawasan region tertentu. Blok perdagangan regional yang mula-mula membawa pengaaruh cukup luas adalah the European Single Market (1992) dan segera diikuti oleh blok perdagangan Amerika Utara (The North American Free Trade Agreeement atau NAFTA) (1994).

Di kawasan Asia Tenggara, negara-negara ASEAN mengikuti langkah serupa dengan membentuk Asean Free Trade Area (AFTA).

AFTA berlaku efektif sejak 1 Januari 2003. 56

Kecenderungan pembentukan kelompok-kelompok regional ini di satu sisi positif. Namun di sisi lain organisasi-organisasi regional tersebut menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat internasional karena terdapatnya blok-blok perdagangan tersebut melahirkan peraturan-peraturan regional eksklusif yang ternyata menyimpangi ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam GATT/WTO.

55 Rafiqul Islam, op.cit., hlm. 6. 56 Uraian lebih lanjut mengenai AFTA ini lihat: Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional ..., op.cit., hlm. 110-124.

E. Unifikasi dan Harmonisasi Hukum Perdagangan Internasional

1. Perlunya Unifikasi dan Harmonisasi Hukum

Di atas dikemukakan bahwa negara-negara mencantumkan atuaran-aturan hukum perdagangan internasional dalam hukum nasionalnya. Aturan-aturan hukum nasional di bidang perdagangan internasional ini karenanya menjadi sumber hukum yang cukup penting dalam hukum perdagangan internasional.

Tetapi adanya berbagai aturan hukum nasional ini sedikit banyak kemungkinan dapat berbeda antara satu sama lainnya. Perbedaan ini kemudian dikhawatirkan akan juga mempengaruhi kelancaran transaksi perdagangan itu sendiri.

Masalah ini sebelumnya sudah cukup lama disadari oleh bangsa-bangsa di dunia, termasuk organisasi dunia PBB. Dalam resolusi Majelis Umum PBB No 2102 (XX), PBB menyatakan bahwa: "Conflicts and divergencies arising from the laws of different states in matters relating to international trade constitute an

obstacle to the development of world trade." 57 Untuk menghadapi masalah ini, sebenarnya ada 3 teknik yang

dapat dilakukan. Pertama, negara-negara sepakat untuk tidak menerapkan hukum nasionalnya. Sebaliknya mereka menerapkan hukum perdagangan internasional untuk mengatur hubungan-hubungan hukum perdagangan mereka.

Kedua, apabila aturan hukum perdagangan internasional tidak ada dan atau tidak disepakati oleh salah satu pihak, maka hukum nasional suatu negara tertentu dapat digunakan. Cara penentuan hukum nasional yang akan berlaku dapat digunakan melalui penerapan prinsip choice of laws. Choice of Laws adalah klausul pilihan hukum yang disepakati oleh para pihak yang dituangkan

dalam kontrak (internasional) yang mereka buat. 58

57 United Nations, op.cit., para. 14. 58 Klausul choice of law tidak wajib sifatnya untuk harus ada dalam kontrak-kontrak internasional. Tetapi keberadaan klausul ini akan

sedikit banyak membantu para pihak dalam penyelesaian sengketanya (apabila sengketa memang timbul) di kemudian hari (Lihat Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Bandung: Alumni, 1977, hlm. 26.

Ketiga, teknik yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan unifikasi dan harmonisasi hukum aturan-aturan substantif hukum perdagangan internasional. 59 Teknik ketiga ini dipandang cukup efisien. Cara ini memungkinkan terhindarnya konflik di antara sistem-sistem hukum yang dianut oleh masing-masing negara.

Kedua kata ini hampir sama maksudnya, namun ada nuansa atau perbedaan yang perlu untuk dicatat. Kedua kata sama-sama berarti upaya atau proses menyeragamkan substansi pengaturan sistem- sistem

Penyeragaman tersebut mencakup pengintegrasian sistem hukum yang sebelumnya berbeda.

hukum yang

ada.