Pencegahan Sekunder Pencegahan Bronkitis 1. Pencegahan Primer

akan berdampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya berbagai kasus penyakit, termasuk bronchitis. 25 2.10. Pencegahan Bronkitis 2.10.1. Pencegahan Primer Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. 30 Menurut Soegito 2007, untuk mengurangi gangguan tersebut perlu diusahakan agar batuk tidak bertambah parah. a. Membatasi aktifitaskegiatan yang memerlukan tenaga yang banyak b. Tidak tidur di kamar yang ber AC dan menggunakan baju hangat kalau bisa hingga sampe leher c. Hindari makanan yang merangsang batuk seperti: gorengan, minuman dingin es, dll. d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan memandikan anak dengan air hangat e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi

2.10.2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan. 30 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan: Universitas Sumatera Utara a. Diagnosis 32 Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah. Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut: a.1. Denyut jantung 100 kali per menit a.2. Frekuensi napas 24 kali per menit a.3. Suhu badan 38 C a.4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan suara napas. b. Pemeriksaan fisik 33 b.1. Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat dan kemungkinan ada nasofaringitis. b.2. Keadaan paru : ronki basah kasar yang tidak tetap dapat hilang atau pindah setelah batuk, wheezing dan krepitasi Universitas Sumatera Utara c. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti nanah. 29 Untuk pasien anak yang diopname, dilakukan dengan tes C-reactive protein, kultur pernapasan, kultur darah, kultur sputum, dan tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus. Jumlah leukositnya berada 17.500 dan pemeriksaan lainnya dilakukan dengan cara tes fungsi paru-paru dan gas darah arteri. 32 d. Pengobatan 34 d.1. Antibiotika d.1.1. Penisilin Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada protein pengikat penisilin yang spesifik PBPs yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri, penghambat sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan, dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan adalah amoksisilin. d.1.2. Quinolon Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi Universitas Sumatera Utara berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lemofloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparatparenteral yang memungkinkan penggunaanya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain. d.2. Mukolitik dan Ekspektoran Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini menyebabkan peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus sukar dikeluarkan secara alamiah, sehingga diperlukan obat yang dapat memudahkan pengeluaran mukus. Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairaneksudat infeksi. Mukolitik bekerja dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekul- molekul yang lebih kecil sehingga menjadi encer. Mukus yang encer akan mendesak dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein. d.2.1. Ekspektoran Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan muku dalam bronkus sehingga mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan. Universitas Sumatera Utara

2.10.3. Pencegahan Tersier