26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berbentuk padat dengan ukuran sekitar 1-1000 nm Singh Deep, 2011. Teknologi pembuatan
nanopartikel ini sangat bergantung pada metode preparasi yang dilakukan, baik dalam bentuk nanopartikel, nanosphere, atau nanokapsul. Dalam sistem
penghantaran obat, nanopartikel berperan sebagai pembawa carrier dengan cara melarutkan, menjebak, mengenkapsulasi obat di dalam matriksnya atau
pembawanya. Tujuan utama dalam melakukan rancangan nanopartikel sebagai sistem penghantaran obat adalah untuk mengatur ukuran partikel, sifat-sifat
permukaan, dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran pengobatan. Kelebihan menggunakan nanopartikel sebagai sistem
penghantaran obat antara lain adalah ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat dengan mudah dimanipulasi sesuai dengan target pengobatan,
nanopartikel mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor obat ke sasaran, obat dapat dimasukkan ke dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi
kimia, dan sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan, karena nanopartikel masuk ke dalam sistem peredaran darah dan
dibawa oleh darah menuju target pengobatan Mohanraj Chen, 2006. Pada akhir-akhir dekade ini penelitian mengenai nanopartikel kitosan telah banyak
dikembangkan. Nanopartikel bisa dibentuk secara top-down dan bottom up Raval Patel,
2011. Pada penelitian ini pembentukan nanopartikel secara bottom up yaitu dengan cara merangkai atom atau molekul dengan menggabungkannya melalui
reaksi kimia untuk membentuk nanopartikel Raval Patel, 2011.
4.1 Preparasi Nanopartikel
Tahap pertama pada penelitian ini yaitu pembuatan nanopartikel dengan menggunakan metode gelasi ionik. Pencampuran polimer kitosan dan natrium
tripolifosfat akan menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dengan muatan negatif dari tripolifosfat. Penambahan natrium tripolifosfat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bertujuan untuk membentuk ikatan silang ionik antarmolekul kitosan sehingga dapat digunakan sebagai bahan penjerap. Natrium tripolifosfat dianggap sebagai
zat pengikat silang yang paling baik Mohanraj Chen, 2006. Muatan yang berlawanan antara kitosan dan tripolifosfat dapat menyebabkan pembentukan
partikel secara spontan Boonsongrit, Ampol, dan Bernd, 2006. Penambahan surfaktan berfungsi untuk menstabilkan suspensi partikel dalam larutan dengan
cara mencegah timbulnya penggumpalan aglomerasi antarpartikel. Dengan adanya surfaktan, partikel-partikel kitosan di dalam larutan akan terselimuti dan
terstabilkan satu dengan yang lain sehingga proses pembentukan nanopartikel akan semakin efektif.
Bahan yang digunakan pada preparasi nanopartikel adalah kitosan larut air, natrium tripolifosfat, dan tween 80 sebagai surfaktan. Pada tahap awal penentuan
dari konsentrasi larutan kitosan yang dipakai dalam formula adalah dengan melakukan studi pendahuluan dengan membuat suatu formula nanopartikel
kosong tanpa ginsenosida dengan konsentrasi kitosan 0,1, 0,2, dan 0,3 dengan konsentrasi tripoliposfat 0,1 dan penambahan surfaktan tween 80 0,5
mL dengan volume larutan kitosan sebanyak 50 mL. Larutan kitosan yang dilarutkan di dalam aquades menghasilkan larutan yang jernih. Adapun hasil yang
didapat bahwa larutan yang jernih menjadi larutan yang transparan translusen karena tidak terlihat mikropartikel yang terbentuk secara kasat mata karena
terbentuk larutan koloidal dengan partikel yang sangat halus setelah tripolifosfat ditetesi ke dalam larutan kitosan dengan menggunakan spuit.
Setelah itu dilakukan juga studi pendahuluan pada perbandingan ginsenosida yang akan dipakai dalam preparasi nanopartikel sambung silang kitosan yang
mengandung ginsenosida. Apabila banyaknya ginsenosida yang dimasukkan pada proses preparasi nanopartikel sebanyak 5:1 sesuai dosis terapi ginsenosida, maka
larutan yang terbentuk menjadi keruh sehingga terlihat mikropartikel dengan kasat mata dan larutan yang terbentuk akan cepat teraglomerasi atau terjadinya
agregasi karena ketidakmampuan konsentrasi kitosan untuk mengenkapsulasi ginsenosida yang memiliki konsentrasi lebih besar dibandingkan konsentrasi
larutan kitosan. Nanopartikel yang terbentuk dengan perbandingan ginsenosida dan larutan kitosan 1:2 menghasilkan larutan yang transparan tranlusen namun
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nanopartikel yang terbentuk cepat mengalami aglomerasi pada saat beberapa jam setelah proses pembuatan. Namun perbandingan ginsenosida dan kitosan 1:5
menghasilkan nanopartikel tidak cepat teraglomerasi. Perbandingan konsentrasi ginsenosida yang dipakai adalah 1:5. Menurut penelitian Singh Deep 2011
pada perbandingan zat aktif dan kitosan 1:5 memiliki persen penjerapan efisiensi enkapsulasi yang baik.
Dari hasil uji pendahuluan ini diperoleh kondisi yang optimum untuk pembentukan ikatan sambung silang sehingga dihasilkan nanopartikel dengan
kondisi larutan yang transparan tranlusen. Kondisi optimum tersebut yaitu konsentrasi larutan kitosan 0,1, 0,2, dan 0,3 dan larutan tripolifosfat 0,1,
dan perbandingan ginsenosida dengan kitosan yang dipakai yaitu 1:5. Perubahan larutan dari jernih menjadi transparan translusen pada setiap
formula berbeda-beda. Apabila dilihat dari tingkat kekeruhan F1 lebih keruh daripada F2 dan F3. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi larutan
kitosan yang dipakai pada setiap formula dan kemampuan antara amin pada kitosan dan ion fosfat pada tripolifosfat untuk berikatan dan berinteraksi secara
ionik.
Keterangan: F1: Larutan Kitosan 0,1; F2: Larutan Kitosan 0,2; F3: Larutan Kitosan 0,3
Gambar 4.1 Hasil Preparasi Nanopartikel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Karakteristik Nanopartikel Ginsenosida