Karakteristik Nanopartikel Ginsenosida HASIL DAN PEMBAHASAN

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.2 Karakteristik Nanopartikel Ginsenosida

Tabel 4.1 Karakteristik Nanopartikel Formula Ukuran Partikel nm Hari 0 Ukuran Partikel nm Hari 22 Indeks Polidispersitas Zeta Potensial mV I 2,5±0,9 14,9±8,1 0,284 -44,08 mV II 60,9±19,5 33,2±7,6 0,399 -36,93 mV III 1,5±0,3 43,4±13,4 0,431 -42,57 mV Distribusi ukuran partikel adalah karakteristik paling penting di dalam suatu sistem nanopartikel Jahanshahi dan Babaei, 2008. Untuk melihat suatu formula menjadi nanopartikel dapat diketahui dengan melihat distribusi ukuran partikel sampel tersebut. Hasil particle size analyzer PSA F1 dengan konsentrasi larutan kitosan 0,1 menunjukkan rerata distribusi ukuran partikel ± 2,2-2,8 nm dengan rata-rata ukuran partikel 2,5±0,9 nm. Hasil PSA F2 dengan konsentrasi larutan kitosan 0,2 menunjukkan rerata distribusi ukuran partikel ± 53,2-70,5 nm dengan rata-rata ukuran partikel 60,9±19,5 nm. Hasil PSA F3 dengan konsentrasi larutan kitosan 0,3 menunjukkan rerata distribusi ukuran partikel ± 1,4-1,6 nm dengan rata-rata ukuran partikel 1,5±0,3 nm. Grafik distribusi ukuran partikel dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel 4.2 pH larutan kitosan Konsentrasi Larutan Kitosan pH 0,1 4,412 0,2 4,155 0,3 4,030 Perbedaan ukuran partikel dalam masing-masing formula dapat disebabkan oleh adanya perbedaan konsentrasi larutan kitosan yang dipakai pada setiap masing-masing formula. Hal ini juga dapat dipengaruhi perbedaan pH pada masing-masing konsentrasi larutan kitosan apabila konsentrasi larutan kitosan semakin besar maka pH yang dihasilkan semakin kecil. Pada pH 4 sebagian besar gugus amino dari kitosan akan terprotonasi Nystrom et al., 1999. Dengan semakin menurunnya pH pada larutan kitosan maka makin banyaknya gugus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta amino yang terprotonasi. Semakin banyaknya gugus amino yang terprotonasi maka semakin banyak juga gugus fosfat yang dibutuhkan untuk membentuk ikatan secara ionik. Namun pada penelitian ini banyaknya gugus fosfat yang ditambahkan pada setiap konsentrasi larutan kitosan sama banyaknya sehingga kemampuan fosfat berikatan dengan masing-masing konsentrasi larutan kitosan tidak sama. Gugus amin yang terprotonasi pada larutan kitosan F1 sedikit sehingga untuk berikatan secara ionik dengan fosfat juga lebih sedikit sehingga partikel yang terbentuk memiliki ukuran partikel yang kecil. Gugus amin yang terprotonasi pada larutan kitosan F2 semakin banyak dibandingkan dengan larutan kitosan pada F1 sehingga untuk berikatan secara ionik dengan fosfat akan lebih banyak sehingga partikel yang terbentuk juga semakin besar dan akan menghasilkan struktur partikel yang lebih kompak rigid Liu Gao, 2008. Gugus amin yang terprotonasi pada larutan kitosan F3 lebih banyak dibandingkan pada F1 dan F2 tetapi partikel yang terbentuk semakin kecil hal tersebut dikarenakan jumlah gugus fosfat yang ditambahkan terlalu sedikit sehingga tidak cukup untuk berikatan silang dengan gugus amin dan membentuk partikel yang tidak stabil Liu Gao, 2008. Ukuran partikel akan semakin besar jika gugus amin pada kitosan dan gugus fosfat pada natrium tripolifosfat berinteraksi secara intermolekul dibandingkan jika berinteraksi secara intramolekul. Gambar 4.2 Hubungan ukuran partikel dengan formula nanopartikel ginsenosida 10 20 30 40 50 60 70 F1 F2 F3 Ukuran Partikel Nanopartikel Ginsenosida 0 Hari 22 Hari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Distribusi ukuran partikel dinyatakan dalam indeks polidispersitas. Rentang indeks polidespersitas berada di antara 0 sampai dengan 1. Nilai indeks polidispersitas mendekati 0 menunjukkan dispersi ukuran yang homogen. Sedangkan indeks polidespersitas dengan nilai lebih dari 0,5 menunjukkan heterogenitas yang tinggi Avadi et al., 2010. Hasil dari ketiga formula ini memiliki indeks polidispersitas sekitar 0,2-0,4 sehingga ketiga formula menunjukkan dispersi ukuran yang relatif homogen. Zeta potensial diukur untuk mengetahui kestabilan dari koloid. Zeta potensial merupakan ukuran kekuatan tolak menolak antarpartikel. Nanopartikel dengan nilai zeta potensial lebih dari +- 30 mV telah terbukti stabil dalam suspensi sebagai muatan permukaan yang mencegah agregasi Mohanraj Chen, 2006. Mengukur zeta potensial juga dapat menentukkan muatan permukaan pada nanopartikel. Gambar 4.3 Hubungan zeta potensial dengan formula nanopartikel ginsenosida Dari hasil pengukuran setiap formulasi memiliki muatan permukaan negatif. Apabila nilai zeta potensial semakin tinggi maka semakin stabil koloid nanopartikel yang terbentuk. Hal ini berhubungan dengan pengikatan gugus anionik oleh gugus amin yang panjang dari kitosan untuk menjaga elektrik yang tinggi sehingga dapat mencegah terjadinya agregasi Avadi et al., 2010. Penelitian ini menggunakan surfaktan non ionik sebagai bahan untuk mencegah terjadinya aglomerasi agregasi. Golongan surfaktan memiliki mekanisme kerja menurunkan tegangan permukaanantarpermukaan serta dapat membentuk lapisan film monomolekuler pada permukaan globul fase terdispersi. Dari hasil 10 20 30 40 50 Formula 1 Formula 2 Formula 3 Z e ta Po te n si a l - m V Zeta Potensial Nanopartikel Ginsenosida UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pengukuran zeta potensial maka F1 memiliki zeta potensial yang paling tinggi dibandingkan dengan zeta potensial pada F2 dan F3. Untuk mengetahui tingkat kekeruhan nanopartikel sambung silang kitosan yang mengandung ginsenosida digunakan metode spektrofotometri yakni mengukur penurunan intensitas cahaya yang diteruskan akibat adanya hamburan. Penurunan intensitas tersebut disebabkan karena koloid memiliki efek penghamburan cahaya yang disebut efek tyndal ini cocok untuk mengukur koloid yang memiliki konsentrasi besar atau ukuran partikel yang besar. Tingkat kekeruhan nanopartikel ginsenosida diukur dengan cara menentukan persen transmitan pada masing-masing formula yang telah dibuat. Gambar 4.4 Hubungan persentase transmitan terhadap waktu penyimpanan hari Jika dilihat secara fisik F1, F2, F3 memiliki tingkat kekeruhan yang berbeda. Tingkat kekeruhan semakin besar jika konsentrasi larutan kitosan semakin kecil, F1F2F3. Jika dilihat dari persentase transmitan F1 memiliki persentase transmitan paling kecil dibandingkan dengan F2 dan F3 pada hari ke-0. Persentase transmitan diukur pada hari ke-0, 5, 7,14, dan 18 pada masing-masing formula yang dibuat. Jika dilihat dari persentase transmitan terhadap waktu maka pada setiap formula mengalami penurunan persentase transmitan. Hal ini menunjukkan bahwa nanopartikel ginsenosida dengan pembawa kitosan-tripolifosfat semakin hari tingkat kekeruhan semakin besar. Tingkat kekeruhan nanopartikel 20 40 60 80 100 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 P er se n T ra n sm it an Waktu Hari Tingkat Kekeruhan Nanopartikel Formula 1 Formula 2 Formula 3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ginsenosida bisa dilihat pada lampiran 8. Dengan semakin keruhnya koloid nanopartikel ginsenosida maka semakin besar ukuran partikel yang terbentuk. Oleh karena tingkat kekeruhan nanopartikel semakin besar setelah 18 hari maka ukuran partikel nanopartikel ginsenosida diukur setelah 22 hari dengan menggunakan PSA Particle Size Analyzer. Setelah 22 hari nanopartikel F1 memiliki ukuran partikel ± 12,0-17,6 nm dengan rata-rata ukuran partikel 14,9±8,1 nm. Nanopartikel F2 memiliki ukuran partikel ± 30,5-34,9 nm dengan rata-rata ukuran partikel 33,2±7,6 nm, nanopartikel F3 memiliki ukuran partikel ± 41,5-45,3 nm dengan rata-rata ukuran partikel 43,4±13,4 nm. Pada F1 dan F3 ukuran partikel setelah 22 hari terjadi aglomerasi yang meyebabkan ukuran partikel F1 dan F3 semakin besar. Apabila dilihat dari besar zeta potensial yang diukur pada saat hari ke-0 F1 dan F3 memiliki zeta potensial yang baik. Zeta potensial yang baik dikarenakan penambahan surfaktan non ionik pada setiap formula sebagai bahan untuk mencegah aglomerasi dengan konsentrasi yang tinggi. Namun tidak memberikan kestabilan yang baik hal ini karena partikel- partikel yang memiliki ukuran partikel yang kecil memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami agregasi selama penyimpanan dan distribusi Mohanraj Chen, 2008. Pada F2 setelah 22 hari ukuran partikel semakin kecil dari ukuran partikel awal. Hal ini menunjukkan berkurangnya kekuatan ikatan antara gugus amin dan gugus fosfat Liu Gao, 2008. Pada ketiga formula menunjukkan ketidakstabilan. Keterangan: F1:Larutan Kitosan 0,1; F2:Larutan Kitosan 0,2; F3:Larutan Kitosan 0,3 Gambar 4.5 Hasil nanopartikel setelah 18 hari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3 Efisiensi Enkapsulasi