Teologi Neo-Modernisme Bentuk-Bentuk Berteologi di Indonesia

menyelesaikan permasalahan zaman yang dihadapi ummat Islam dalam segala aspek, seperti sosiol ekonomi, politik dan budaya. Dalam paham tentang al-kasb perbuatan, teologi rasional memiliki pandangan berbeda dengan teologi tradisional yang menganut paham fatalisme. Teologi rasional menganut paham Qadariyyah, yakni dalam menentukan kehendak berbuat apapun, manusia dengan kemampuan akalnya dapat memilih. Petunjuk Tuhan hanya dapat diperoleh setelah manusia melakukan usaha yang maksimal, tanpa usaha apapun, petunjuk Tuhan tidak akan pernah diberikan. 107 Manusia dalam paham teologi ini dipandang sebagai makhluk Tuhan yang memiliki kebebasan dalam melakukan aktifitasnya. Dengan kebebasannya itu manusia bertanggung jawab terhadap Tuhan.

3. Teologi Neo-Modernisme

Neo-modernisme 108 awalnya diidentifikasi sebagai gerakan pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia pada tahun 1970-an yang muncul sebagai tanggapan pemikiran Islam terhadap tekanan, tantangan serta peluang-peluang modernitas. 109 Berbeda dengan semangat gerakan modernis yang masih menuntut tentang 107 Jamhari, “Teologi,” h. 350 108 Kelahiran kelompok teologi neo-modernisme tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Fazlur Rahman, seorang ilmuwan agama Amerika asal Pakistan, sebagai orang yang pertama kali mencetuskan paham neo-modernisme Islam. Menurut Rahman, neo-modernisme merupakan respon terhadap kemunculan neo-revivalisme yang diakibatkan oleh kelemahan modernisme klasik yang sangat berorientasi kepada Barat. Neo-revivalis dianggap gagal oleh Rahman dalam melakukan interpretasi yang sistematis dan menyeluruh terhadap Islam, mereka hanya berusaha untuk membedakan Islam dari Barat, tetapi tetap menggunakan metodologi Barat secara menyeluruh, baca Taufik Adnan Amal, ed., Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur Rahman , Bandung: Mizan, 1994, cet. Vi., h.19-20 109 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal, h. 5. keterlibatan partai politik Islam di dalam negara, neo-modernisme mengusung semangat pemisahan antara agama dan negara. 110 Kemunculan neo-modernisme juga diyakini dilatarbelakangi salah satunya oleh gerakan modernisme Islam yang lahir di awal abad ke-20 yang menurut gerakan ini gagal dalam mempertahankan kesegaran pemikiran pembaharuannya, karena terlalu sibuk dalam mengurusi lembaga-lembaga pembaharuan yang bersifat sektarian, sehingga mengikis potensi intelektual. 111 Sementara di pihak lain tradisionalisme Islam yang amat kaya pemikiran klasik sangat berorientasi kepada masa lalu dan sangat selektif dalam menerima gagasan-gagasan modernisasi. Akibatnya dinamika pemikiran di kalangan ini berjalan sangat lambat dalam merespon peradaban modern. 112 Dengan latar belakang yang semacam inilah, pola pemikiran neo- modernisme muncul, yakni untuk menjembatani kedua aliran konvensional tersebut atau untuk mengakomodasikan dua kutub pemikiran sekaligus: tradisonalisme dan modernisme 113 rasional. Neo-modernisme Islam merupakan orientasi teologis yang memahami teks-teks dan tradisi Islam dalam perspektif ganda etika sosial dan kesalehan personal dan pada saat yang sama pemikiran mereka tidak menonjolkan perbedaan-perbedaan sektarian dalam masyarakat Islam dan konsep negara Islam, dengan kata lain usaha-usaha kelompok noe-modernisme Islam Indonesia terhadap pembaharuan pemikiran keislaman adalah sebuah gerakan kultural. 114 110 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 5 111 Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 175. 112 Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 176. 113 Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h 176-177. 114 Mark R. Woodward, “Pendahuluan: Indonesia, Islam, dan Orientalisme: Sebuah Wacana yang Melintas, dalam Mark R. Woodward, ed., Jalan Baru Islam, h. 16. Komunitas neo-modernisme ini mencoba menawarkan pendekatan baru pada konsep ijtihâd. Dalam usaha ijtihâd mereka, kelompok ini memadukan antara ilmu kesarjanaan Islam klasik bahasa Arab, tafsir, Hadîst, ushul fiqh dan lain-lain dengan metode-metode analitik modern Barat. 115 Secara umum, teologi neo-modernisme dapat disebut sebagai suatu gerakan pemikiran yang mengombinasikan keyakinan yang progresif dan liberal dengan keimanan yang kokoh. 116 Adapun tokoh-tokoh yang masuk ke dalam kelompok neo-modernisme yang dikenal bersifat moderat, liberal dan progresif, seperti yang dipaparkan dalam buku Greg Barton adalah Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, Djohan Effendi, dan Ahmad Wahib. Kendati demikian, beberapa tokoh lainnya dapat juga dimasukkan ke dalam kelompok ini, seperti Jalaluddin Rakhmat, Masdar F Mas‘udi, namun mereka tidak menggunakan istilah tersebut untuk menamakan arus pemikiran yang mereka kembangkan. 117 Ciri pemikiran utama yang dibawa oleh teologi ini adalah atas dasar watak inklusifisme Islam di mana pada hakikatnya Islam selalu sejalan dengan semangat kemanusiaan yang universal. Islam adalah sistem yang menguntungkan semua orang termasuk mereka yang bukan Muslim. Inklusifisme Islam merupakan fitrah bagi manusia itu sendiri. 118 Pandangan teologi neo-modernisme hanya meyakini pemutlakan trasendensi semata-mata kepada Tuhan. Hal ini yang kemudian melahirkan desakraliasi pandangan terhadap selain Tuhan, yaitu dunia dan masalah serta nilai 115 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 12 116 Fauzan Saleh, Teologi Pembaharun, h. 324. 117 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, h. 11 118 Fachry Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, h. 180. yang bersangkutan kepadanya: bahwa selain Tuhan yang Esa tidak ada yang tidak bisa disentuh lewat pemikiran manusia. 119 Ini sangat relevan dengan sebuah kesimpulan yang menegaskan bahwa Islam adalah ajaran kemanusiaan yang universal. Pada konteks manusia teologi neo-modernisme berpandangan bahwa manusia sebagai yang diciptakan dalam keadaan fitrah suci dan benar. Manusia senantiasa merindukan kebenaran, karena manusia diciptakan dalam fitrah yang tidak bisa berubah. Dalam diri manusia ada sesuatu yang bersifat perenial abadi, yakni kerinduan pada kebenaran abadi yang tidak lain adalah agama yang lurus. Dari kesadaran itu timbul, bahwa semua manusia yang ada di muka bumi ini terlepas dari beragama apapun, pada hakikatnya ia adalah terlahir secara suci dan benar. Dengan sifat primordial manusia yang demikian universal ini maka terlahir sikap yang inklusif terhadap realitas kehidupan. 120

4. Teologi Substansialis