Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sekarang ini pemujaan terhadap makhluk dan kekuatan supranatural seperti roh leluhur, dewa-dewa dan dewi-dewi yang dapat menangani masalah-masalah penting yang tidak dapat dipecahkan dengan mengunakan teknologi dan teknik organisasi merupakan sebagai bagian dari suatu kepercayaan yang masih hidup diantara sejumlah bangsa. Dan bangsa-bangsa ini tidak selalu bangsa primitif, bangsa yang lebih maju peradabannya pun masih mempercayainya. Bangsa Cina merupakan suatu bangsa yang memiliki sejarah yang cukup panjang konon, dimulai sekitar tahun 2.700 SM. Pada saat itu tradisi dan lembaga- lembaga sudah terbentuk, sudah membudaya dan tersusun secara rapi. 1 Kebudayaan, kepercayaan, dan tradisi tetap mereka pelihara. Kegiatan agama orang Cina didasarkan atas fondasi yang berakar pada kepercayaan yang sama, yaitu tentang hakikat alam semesta, pusat hubungan keluarga patrilineal, dan sangat mengagungkan kepercayaan terhadap hal-hal gaib, roh-roh. Dalam perwujudannya yang khas, pada umumnya memiliki kegiatan meliputi pemujaan leluhur, kekuatan alam, penggunaan perantara dan bentuk hubungan lain dengan dunia roh, pengusiran setan dan berbagai usaha penyembuhan, perayaan musiman, serta pemujaan dewa-dewa setempat. 2 Hal-hal tersebut bahkan dapat kita lihat pada orang-orang Cina yang telah menetap di Indonesia pada saat ini. 1 Romdhon, dkk., Agama-agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988, h. 217. 2 Benjamin Penny, “Agama dan Upacara”, Agama Orang Cina, Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002, h. 54. 1 Salah satu aspek dari kebudayaan orang Cina di Indonesia yang masih bertahan dan merupakan suatu ciri yang menunjukan kecinaan mereka ialah dalam agama Cina tradisional, yaitu tentang kepercayaan terhadap dewa-dewa dan roh para leluhur atau nenek moyang. Dalam agama Cina tradisional pemujaan terhadap arwah nenek moyang merupakan hal yang mendasar bagi pandangan hidupnya. Hubungan negeri Cina dengan Indonesia sudah sejak lama. Demikian juga budaya Cina di Indonesia diterima dengan tangan terbuka, maka orang-orang Cina datang ke Indonesia dengan membawa serta kebudayaan dan agama. Mereka dengan demikian, kebudayaan Cina menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. Masyarakat Cina banyak dipengaruhi oleh sistem kepercayaan masyarakat Cina pada umumnya, yakni kepercayaan terhadap agama Budha, Taoisme dan Konfusianisme. Demikian juga perkumpulan Sam Kauw Hwee perkumpulan tiga agama. Adakalanya kepercayaan ketiga agama itu dipuja bersama-sama atau yang di kenal dengan ajaran Tridharma. 3 Tempat pemujaan atau ibadah orang Cina bernama klenteng. Klenteng merupakan istilah paling umum yang digunakan di Indonesia saat ini untuk menyebut Kuil Tionghoa. Istilah lain, seperti Vihara untuk kuil Budha dan lithang untuk tempat suci Konghucu, dan sebagai istilah Cina, Seperti Bio dan Kong, juga biasa dipakai. Istilah klenteng berasal dari frasa Guan-yin ting, ‘Kuil Guan-yin’, yaitu sebuah kuil yang didirikan untuk menghormati dewa di Batavia tahun 1650. 4 Di Indonesia baik di kota-kota besar maupun kota-kota kecil terdapat satu atau dua klenteng yang khas dan kaya dengan budaya Cina, yang digunakan sebagai tempat orang-orang untuk meminta berkah, tempat untuk mengucapkan sukur. Untuk itu mereka membakar hio dupa kepada dewa yang melindunginya. Besar kecilnya sebuah klenteng tergantung pada 3 D. S. Marga Singgih, Tridharma Suatu Pengantar, Jakarta: Yayasan Samarotungga, 1987, h. 1. 4 James J. Fox, “Agama dan Upacara”, Klenteng, Jakarta: Buku Antar Bangsa, 2002, h. 56. kekuatan dari umatnya untuk membiayai pembangunan dan memeliharanya. kenyataan ini menunjukan bahwa dengan merantaunya orang-orang Cina ke negeri kita ini, tidak dilupakan kepercayaan kepada leluhur. Klenteng Cina dapat dibagi dalam tiga golongan: klenteng Budha, klenteng Tao, dan klenteng yang dibangun untuk menghormati dan memperingati orang-orang yang pada masa hidupnya telah berbuat banyak jasa bagi masyarakat. 5 Klenteng merupakan tempat pemujaan atau ibadah orang-orang Cina yang menganut ajaran Tridharma yang terdiri dari tiga unsur yaitu, Budha Budhisme, Laocu Taoisme, dan Konghucu Konfusius. 6 Klenteng Sam Po Kong yang berada di Gedung Batu, Simongan, Semarang merupakan klenteng yang terbuka bagi segala umat. Didalamnya terdapat bermacam-macam pemujaan diantaranya Dewa Bumi, Kyai Jurumudi atau Ong King Hong, Kyai Jangkar, Nabi Konghucu, Arwah Ho Ping, Kyai Cundrik, dan Nyai Tumpeng, dan juga yang menjadi topik utama dalam pembahasan skripsi ini yakni Cheng Ho atau Sam Po Kong. Sedangkan pada masyarakat Islam Jawa mereka percaya kepada suatu kekuatan yang melebihi segala kekuatan dimana saja yang mereka kenal, arwah nenek moyang atau roh leluhur, guru-guru agama, tokoh-tokoh historis maupun setengah historis, tokoh-tokoh pahlawan dari cerita mitologi yang dikenal karena suatu kejadian. Menurut kepercayaan mereka itu dapat mendatangkan kesuksesan, kebahagiaan, ketentraman ataupun keselamatan. Bilamana mereka berbuat sesuatu misalnya berpuasa, berpantang melakukan perbuatan serta makan makanan tertentu, dan mendatangi tempat-tempat yang kramat dengan melakukan pemujaan. 5 Puspa Vasanty, Kebudayaan Orang Tionghoa di Indonesia, dalam Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Djambatan, 2002, cet. 19, h. 361-362. 6 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, h. 445. Kultus terhadap seorang tokoh atau pemujaan terhadap tempat-tempat kramat merupakan fenomena yang hampir tersebar di Indonesia, termasuk di Semarang yaitu klenteng Sam Po Kong, Gedung Batu, Simongan. Setiap tanggal 1 dan 15 Imlek klenteng ini didatangi peranakan Cina dari Semarang dan daerah lainnya. Sedangkan setiap malam Jumat Kliwon klenteng ini dikunjungi orang Islam Jawa di sekitar Semarang dan daerah lainnya. Bagi kalangan peranakan Cina dan Islam Jawa di Indonesia, khususnya Semarang Cheng Ho diyakini bukan saja sebagai seorang bahariwan muslim dari Tiongkok yang datang sekitar abad ke-14, tetapi sudah menjadi mitologi yang dianggap sebagai manusia suci, dewa, sakti, bijak, dan dapat mendatangkan manfaat bagi semua orang. Menurut pengamatan penulis, masih banyak peranakan Cina yang kurang memahami siapa sebenarnya Laksamana Cheng Ho, bagaimana kehidupannya dan apa jasa-jasanya. walaupun dalam kehidupannya mereka memujanya. Selain itu tujuan penulis untuk mengkaji Cheng Ho ialah karena ia seorang bahariwan dan pedagang muslim tetapi di puja oleh peranakan Cina Umat Tridharma dan umat Islam Jawa, maka penulis ingin mengungkap pandangan dan keyakinan mereka tantang Cheng Ho. Adapun alasan saya memilih Klenteng Sam Po Kong yang berada di Gedung Batu Simongan Semarang tersebut sebagai tempat penelitian, adalah karena penulis ingin mengetahui secara mendalam tentang keberadaan klenteng tersebut. Selain itu, saya juga ingin mengetahui perjalanan klenteng tersebut dalam mempertahankan keberadaannya. Dengan alasan seperti tersebut diatas penulis ingin mengungkap mengenai Cheng Ho dan Klenteng Sam Po Kong dalam sebuah skripsi yang berjudul PEMUJAAN TERHADAP LAKSAMANA CHENG HO Studi Kasus di Klenteng Sam Po Kong, Gedung Batu, Simongan, Semarang.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah