Johann Gottfried Herder Meneguhkan Kembali Kebebasan Individu : Kritik Isaiah Berlin terhadap universalisme pencemaran

ada—tidak hanya diciptakan oleh Tuhan, melainkan juga berbicara kepada kita. Semua hal adalah wahyu. Segala sesuatu adalah keajaiban. 60 Oleh karena itu, segala pengetahuan tidak bisa diperlakukan secara umum. setiap entitas memiliki alasan keberadaan yang berbeda. Setiap sesuatu memiliki keunikannya masing-masing. Pengetahuan tentang kebenaran hanyalah persepsi langsung dari entitas individual. Semua konsep tidak akan pernah bisa merepreksikan semua pengalaman individual. Hamann menegaskan, sebagaimana yang dibahasakan oleh Berlin, “what is real is individual” yang riil adalah yang individual. 61 Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa setiap nilai memiliki keunikannya sendiri-sendiri, mereka berbeda dari bentuknya, peristiwanya, pemikirannya, dan tidak ada nilai yang berlaku umum. Hamann sedikit memberi perhatian terhadap pelbagai teori dan spekulasi tentang dunia eksternal, dia hanya peduli terhadap kehidupan personal individu, yaitu kesenian, pengalaman religius, perasaan dan hubungan personal. Bagi Hamann, Tuhan itu adalah penyair, bukan matematikawan yang bisa mereduksi dan membawa kita ke dalam satu konstruksi verbal tanpa makna, sesuatu yang sangat rapuh tapi dianggap seolah-olah pasti dalam bahasa Goenawan Mohamad: “sesuatu yang kelak retak dan kita membuatnya abadi”.

C. Johann Gottfried Herder

60 Berlin, Three Critics, h. 253. 61 Berlin, The Proper, h. 250. Jika pada Vico dan Hamann Berlin menemukan amunisi untuk menyerang Pencerahan pada fondasi konseptualnya, maka Herder menampilkan gugatan pada implikasi cara berpikir Pencerahan yang universalistik. Implikasi universalistik ala Cartesian itu tampak nyata dalam interaksi budaya dan peradaban manusia. Sebagaimana dua tokoh terdahulu, keseluruhan pemikira Herder bermuara pada serangan terhadap universalisme Pencerahan yang terrepresentasi dalam keunggulan budaya Barat. Doktrin Pencerahan yang datang dari para pemikir Perancis benar-benar telah memuakkan dan merangsang hasrat intelektual Herder menghancurkan pengandaian-pengandaian Pencerahan yang menurutnya rapuh itu. Herder dengan tegas menolak doktrin Pencerahan Perancis yang mengklaim diri memiliki kebenaran universal, tak lekang oleh waktu dan merupakan kebenaran yang tak perlu dipertanyakan serta berlaku bagi semua orang, di manapun dan kapanpun. Herder meyakini bahwa budaya-budaya yang berbeda memiliki jawaban yang berbeda terhadap persoalan utama yang mereka hadapi. 62 Herder begitu peduli terhadap aspek kemanusiaan, apa yang hidup dalam sebuah masyarakat, daripada mencari esensi dunia eksternal yang tidak jelas dan membingungkan. Herder percaya bahwa apa yang baik bagi orang Portugis, mungkin tidak begitu baik bagi orang Persia. Menurut Berlin, Montesquieu telah menyatakan hal yang mirip dengan menyatakan bahwa manusia dan kemanusiaan terbagi menurut lingkungannya. Dia menyebut istilah ‘climate’ untuk menggambarkan kematian universalisme budaya. 62 Lihat Isaiah Berlin, The Power of Ideas, London: Pimlico, 2000, h. 8. Tentu saja perbedaan budaya dan nilai secara umum harus membawa konsekuensi perpecahan dan benturan. Jauh sebelum Samuel P. Huntington meramalkan tentang akan terjadinya benturan antar-peradaban yang dilatarbelakangi, terutama, oleh budaya dan nilai kemanusiaan tertentu, Herder telah menegaskan perbeda-bedaan budaya yang tak mungkin disatukan. Kemungkinan terjadinya benturan memang ada, tapi itu bisa diatasi dengan toleransi. Kendati toleransi universal itu mungkin, tetapi unifikasi adalah destruksi. Dan sebenarnya, tidak ada yang lebih jelek daripada imperialisme. 63 Herder terus mempertahankan pendapatnya bahwa setiap periode sejarah, aktivitas, situasi dan peradaban memiliki karekter uniknya sendiri-sendiri. Oleh karenanya, percobaan untuk mereduksi fenomena itu ke dalam serangkaian elemen yang terpola, dan menggambarkan serta menganalisis mereka dalam term aturan universal, cenderung memberangus perbeda-bedaan krusial yang telah membangun kualitas spesifik dari objek yang dipelajari, baik itu alam maupun sejarah. 64 Lebih daripada itu, Herder juga menolak distingsi radikal antara metode yang diterapkan kepada ilmu pengetahuan fisik dan ilmu yang mempelajari sprit kemanusiaan, atau ilmu sosial. Baginya, segala sesuatu memiliki keunikan, kita harus menciptakan metode yang berbeda terhadap segala keunikan itu. Barangkali kita bisa mengajukan kesimpulan, tetapi jangan pernah bermimpi kesimpulan yang berhasil ditarik dari sebuah realitas yang unik benar-benar memotret realitas. 63 Berlin, The Power, h. 9. 64 Berlin, Three Critics, h. 168. Pada titik ini, dapat dipahami bahwa sebetulnya Herder adalah bapak nasionalisme budaya. Tentu Herder bukanlah seorang nasionalis yang politis, tetapi ia percaya dan meyakini pentingnya kemerdekaan budaya dan kebutuhan untuk menjaga keunikannya. Bagi Herder, kemanusiaan itu tidak satu, melainkan banyak. 65 Sumbangan paling besar yang diberikan ketiga tokoh di atas kepada Berlin adalah munculnya amunisi yang sangat jitu untuk menggugat klaim kebenaran universal yang diperjuangkan kaum Pencerahan. Keberserakan nilai kebenaran membuat konsep kebenaran tunggal menjadi tidak relevan. Demikian juga, setiap klaim kebenaran tidak bisa diabsolutkan, sebab selalu ada celah untuk dibantah dan dihancurkan. 65 Berlin, The Power, h. 9. BAB IV PENCERAHAN MINUS UNIVERSALISME Kendati begitu terpengaruh oleh tiga pengkritik Pencerahan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, Isaiah Berlin mengaku tidak total menjadi pengikutnya. Berlin mengambil jarak dengan tidak menjadi pluralis relativis sebagaimana ketiga gurunya tersebut. Dua konsep kebebasan yang dirumuskan oleh Berlin menjadi satu tanda bagaimana Berlin begitu berhati-hati menempatkan posisi. Berlin tidak pernah benar-benar meninggalkan Pencerahan kendati ia menegaskan tentang nilai yang berserak atau value pluralism. Akhirnya, Berlin, setidaknya menurut kebanyakan komentatornya, berdiri pada posisi liberalis pluralis. Artinya, Berlin tidak serta merta membuang keseluruhan universalisme. Berlin masih mengandaikan universalisme, hanya saja universalisme yang diandaikan itu bersifat pluralis. Mari kita bahas beberapa konsepsi yang sekaligus sebagai penegas posisi Berlin dalam perdebatan ini.

A. Dua Konsep Kebebasan