Sejarah Partai Politik di Indonesia

24 Java disamping Jong Islamieten Bond, Taman Siswa, Mohamadiah dan NU, Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia PPPKI dan Gabungan Politik Indonesia GAPI, MIAI, serta Jawa Hokokai disamping Masyumi. 45 Berbeda dengan masa penjajahan Belanda, kegiatan politik pada masa Jepang dilarang, hanya golongan orang-orang Islam diakomodasi dengan dibentuknya MIAI pada 5 september 1942 dan berubah menjadi partai Masyumi 1943. Akan tetapi satu bulan sesudah Proklamasi kemerdekaan, kesempatan dibuka lebar-lebar untuk mendirikan partai politik, anjuran mana mendapatkan antusias. 46 Keadaan seperti ini tidak banyak berubah hingga tahun 1950-an karena Indonesia mengalami masa transisi kemerdekan, itusebabnya para cendekiawan lebih berfokus pada pembentukan dan ideologi negara. Pada kurun waktu antara 1950-1959, ketika Indonesia menjalankan prinsip demokrasi parlementer, ketegangan Islam dan negara kembali memanas dalam bentuk perseteruan partai politik berasaskan Islam, seperti partai Masyumi dan partai NU, dengan partai politik sekuler: partai Komunis Indonesia, Partai Nasionalis Indonesia dan sebagainya. Perseteruan ideologi Islam versus Sekuler kembali dalam persidangan kunstituante hasil pemilu demokratis yang pertama pada tahun 45 Muhamad IQbal dakk, Pemikiran Politik Islam Jakareta: Kencana, 2010 hal. 254 46 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal. 171 25 1955. 47 Pada masa ini yang paling dekat dan dilindungi oleh presiden serta mengejar berbagai kepentingan melalui Presiden adalah, PNI, PKI, dan kadang-kadang NU. 48 b. Partai Politik Berasas Islam Masa Demokrasi Liberal Sebagaimana diharapkan tokoh-tokoh Islam, pemilu sebenarnya hendak dilaksanakan secepatnya setelah kemerdekaan Indonesia. Namun karena awal kemerdekaan Indonesia mengalami revolusi mempertahankan kemerdekaan, pemilu yang diimpikan umat Islam belum terlaksana. Barulah pada 29 september 1955, pemilu pertama di Indonesia dapat dilaksanakan. Dari pemilu itu setidaknya ada tiga ideologi yang meraih suara terbesar dan akan bersaing di konstituante nantinya. Ketiganya adalah: Islam, Nasionalis dan Komunis. 49 Dari sekian banyak partai politik yang ada, yang paling dominan dengan banyaknya dukungan masa adalah partai berasaskan Islam Masyumi dan NU, serta partai ideologi PNI dan PKI. Keempat partai ini memiliki wilayah dukungan sendiri- sendiri. Masyumi Majelis Syura Muslim Indonesia memperoleh suara banyak dari Masyarakat Muslim baik yang bertempat tinggal di Jawa maupun di luar jawa, sementara NU Nahdlatul Ulama memperoleh banyak suara hanya di Jawa. 47 A. Ubaedilah, Pendidikan Kewarganegaraan,cet.4 Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009 hal. 99 48 R. William liddle, Partisipasi dan Partai Politik, Indonesia Pada Awal Orde Baru, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hal. 186 49 Muhamad IQbal, Pemikiran Politik Islam dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer, hal. 261-262 26 PNI Partai Nasional Indonesia memperoleh banyak dukungan dari Masyarakat Muslim di pulau Jawa. PNI Partai Nasional Indonesia memperoleh banyak dukungan dari para pamong praja Pegawai Pemerintah terutama di pulau Jawa, sedangkan PKI Partai Komunis Indonesia menarik masa buruh termasuk buruh tani didaerah pedesaan di Jawa. 50 Budaya politik masyarakat yang menjadikan pemimpin pada posisi yang tinggi telah memudahkan para elit politik menghimpun masa kepada partai politik yang dibentuknya.Dengan demikian terdapat partai politik dalam jumlah yang besar baik yang mendasarkan diri pada ikatan primordial maupun ideologi yang terbawa masuk sejalan dengan pendidikan yang di peroleh oleh para elit terdidik. Jumlah partai politik terjadi semakin banyak dan begitu mudah terjadi perpecahan dalam tubuh partai. Tak jarang perbedaan pendapat terjadi pada tubuh partai mendorong perpecahan yang berahir dengan partai baru oleh partai yang berkonflik itu. Partai baru mudah dibentuk karena adanya keterikatan masa yang kuat terhadap pemimpin. Dengan demikian setiap partai politik sesungguhnya memiliki dukungan sendiri-sendiri. 51 50 Carlton Clymer Rodee dkk, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008 hal. 482-483 51 Carlton Clymer Rodee dkk, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008 hal.482 27 c. Partai Politik BerasasIslam Masa Demokrasi Orde Baru Kegagalan percobaan kudeta PKI pada 30 september 1965 membawa konsekuense pemerintah Orde Lama tumbang dan muncul pemerintah Orde Baru. Banyak tokoh Islam berfikir bahwa hancurnya PKI akan member arti penting Islam dalam masyarakat, dan Islam akan menjadi kekuatan politik sebagaimana terjadi pada masa demokrasi parlementer namun yang terjadi sebaliknya. 52 Di tengah keterpurukan partai berasaskan Islam Masa Orde Baru PBB tampil sebagai partai berasaskan Islam yang menghidupkan lagi nama besar partai berasaskan Islam Masyumi. Partaiberasaskan Islam lain yang tegas membawa nama partai Masyumi adalah partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia Masyumi. Di masa Orde Lama Masyumi dikenal sebagai partai kelompok modernis Islam, sedangkan NU dikategorikan sebagai partai tradisionalis Islam. Masyumi telah bubar pada tahun 1960, sehingga kelompok modernis Islam telah kehilangan partai. Pada masa Orde Baru masih ada partai berasaskan Islam yaitu, PPP yang merupakan fusi empat partai, yakni NU, Paratai Muslimin Indonesia, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Persatuan Tarbiyah Islamiah. Tetapi kelihatanya kalangan modernis tidak cukup tertampung oleh partai ini, karena kelompok ini lebih 52 Nanang Tahqiq, Politik Islam, Jakarta: Kencana, 2004 hal.191 28 suka politik yang tidak mengatasnamakan Islam, tetapi memiliki komitmen yang jelas pada Islam yaitu Golkar 53 Dalam masa Orde Baru partai politik diberi kesempatan lebih luas. Akan tetapi, setelah diadakan pemilihan umum pada 1971, di mana Golkar menjadi partai pemenang utama dengan disusul tiga partai besar NU, Permusi dan PNI, agaknya partai-parrtai harus menerima kenyataan bahwa peranan mereka dalam proses akan tetap terbatas. Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai. Empat partai Islam yaitu Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partrai Sarikat Indonesia dan Perti bergabung dengan PPP. Selain dari itu lima partai yaitu: Partai Nasional Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik dan Partai Murba dan Partai Pendukung Kemerdekaan Indonesia, IPKI bergabung menjadi Partai Demokrat Pembangunan. Dengan demikian, dengan pemilihan umum yang akan diadakan pada tahun 1977 akan diikutsertakan dua partai dan Golkar. 54 Penyederhanaan partai politik merupakan bagian dari birokratisasi politik Orde Baru, yang berkaitan erat dengan formasi negara yang sedang dibangun. 53 Sudirman Tebba, Islam Pasca Orde Baru Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001 hal.13 54 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, hal. 172 29 Menurut Richard Robison, ada beberapa asumsi mengenai formasi Negara Orde Baru, antara lain Orde Baru dilihat sebagai negara teknokratis dan politik birokratis. 55 Selama Orde Baru 1971-1997 Golkar menguasai secara mutlak perolehan suara di seluruh propinsi, sehingga membawa partai beringin ini menjadi partai pemenang, bahkan mendapatkan legitimasi untuk memerintah karena ia menguasai perangkat eksekutif dan legiselatif sekaligus. 56 Kebiasaan partai-partai politik di jaman Orde Baru yang membentuk organisasi-organisasi underbouw harus pula dilarang. Bukan organisasinya dilarang tapi sifat underbouw nya. Kalo organisasi itu dimasukan ke dalam bagian dari partai maka sekaligus saja dari para anggotanya “masuk menjadi anggota partai”, dan organisasinya melebur menyatu dengan partai politik. 57 Adanya pembatasan-pembatasan tertentu yang mengarahkan pemikiran- pemikiran keagamaan sehingga tidak memunculkan dan terbentuknya partai politik keagamaan. Hal ini sangat terlihat dengan usaha yang dilakukan pemerintahan Soeharto untuk menyederhanakan partai politik berasaskan Islam ke dalam partai politik tunggal. Pemerintahpun menekankan agar partai ini tidak secara ekplisit 55 Sudirman Teba, Islam Orde Baru, Perubahan Politik dan Keagamaan Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993 hal. 101-102 56 Daniel Dhkidae, Peta Politik Pemilihan Umum 1999-2004, Jakarta: Kompas Gramedia, 2004 hal.3 pemilu 57 Sri-bintang Pamungkas, Dari Orde Baru ke Indonesia Baru lewat Reformasi Total, “Jakarta: Erlangga, 2001” hal. 303 30 menampilkan Islam. Nama PPP Partai Persatuan Pembangunan, merupakan seterilisasi usaha pemerintah untuk menghilangkan warna ke-Islaman. Bahkan pada tahap yang lebih lanjut kemudian lambang Ka’bah sebagai symbol Ke-Islaman pun kemudian dilorotkan,dan berahir dengan dipaksakan dan ditekankan pemakaian asas tunggalpada setiap parpol dan ormas. Langkah- langkah demikian yang dilakukan pemerintahan Soeharto, jelas merupakan usaha-usaha yang sistematis, baik langsung maupun tidak langsung untuk meminggirkan dan bahkan menghilanggkan simbol-simbol Islam dalam kancah perpolitikan Nasional Indonesia. 58 d. Partai Politik Berasas Islam Masa Demokrasi Reformasi Seiring dengan kejatuhan Orba yang ditandai jatuhnyanya Soeharto dan digantikan Habibi umat Islam memanfaatkan momentum euforia reformmasi untuk menyusun kembali format perjuangan penegakan syariah Islam di jalur politik. Hal yang dilakukan Habibi adalah mempercepat pemilihan umum dan memberikan kesempatan yang luas untuk membentuk partai. Hal ini ditandai dengan kenyataan banyaknya partai tidak kurang dari 150 partai politik baru hanya dalam kurun waktu enam bulan. Dari jumlah tersebut, yang memperoleh pengesahan dari departemen 58 M. Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999 hal.xii 31 kehakiman dan KPU sebagai peserta pemilu berjumlah 48 partai termasuk PPP, yang berganti asas menjadi partai berasasIslam dan kembalinya lambing kabah. 59 Ketua umum dewan Pimpinan Pusat PPP Hamzah Haz pun dalam Tablig Akbar disilang Monas Jakarta pada 7 Januari 2000 mengajak partai-partai politik Islam untuk menghadapi pemilu 2004. Ajakan ini disambut baik oleh para pemimpin politik Islam. 60

C. Dinamika Partai Politik Berasas Islam di Indonesia

Sepanjang perjalanan sejarah Indonesia, umat Islam mengalami pasang surut dalam perjuangan politiknya. Pada masa kerajaan nusantara, politik Islam cenderung menyatu dengan agama. Dalam hal ini para ulama mempunyai peranan penting dalam kerajaan dan cenderung menjadi alat justifikasi oleh sultan. Lalu ketika Belanda masuk ke wilayah Indonesia, Islam juga mempunyai peranan penting dalam perlawanan terhadap kolonial. 61 Ada 11 partai yang jelas-jelas berasas Islam yaitu PUI Partai Umat Islam, PKU Patai Kebangkitan Umat, Partai Masyumi Baru, PPP, dan PSII Partai Syarikat Islam, PSII 1905 Partai Syarikat Islam 1905, Mayumi Partai Politik Islam Masyumi, PBB, PK, PNU Partai Nahdlatul Umat, dan PP Partai Persatuan 62 59 Muhamad IQbal dkk, Pemikiran Politik Islam, Jakareta: Kencana, 2010, hal. 298 60 Sudirman Teba, Islam Pasca Orde Baru, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2001 hal. 17 61 Muhamad IQbal dkk, Pemikiran politik Islam hal. 237 62 Deliar Noer, Mengapa Partai Islam Kalah, hal.89 32 1. Periode Pemilu 1955 Pada pemilihan umum tahun 1955 perolehan suara partai berasas Islam secara bersama-sama menerima hampir 45 suara. 63 Tapia ada yang menyebutkanperolehan suara NU, Masyumi PSII, Perti, PPTI, dan AKUI hanya 45,2, masih di bawah partai nasional ditambah partai non Islam yang memperoleh 54,8. Fenomena ini terulang lagi pada pemilu 1971: NU memperoleh suara 18,67, Parmusi 7,36, PSII 2,39 persen, dan perti 0,70 persen. Padahal Golkar mendapatkan suara 62,8 persen, PNI 6,94 persen, Parkindo 1,34 persen dan partai Katolik 1,11. Bahkan dalam pemilu 1977 setelah fusi 1973 perolehan suara kelompok Islam lewat partai PPP merosot: 29,3 perolehan ini terus berlanjut hingga pemilu-pemilu selanjutnya: 1982 27,8 dan 1987 16,0. 64 Secara faktual aktual, bangkitnya politik Islam yang sangat menjanjikan, tidak sepenuhnya berjalan mulus, karena masih banyaknya problem mendasar yang membayangi politik Islam. Kondisi politik pada masa ini diperparah dengan agitasi dan propaganda PKI yang memang bersiap melancarkan pemberontakan untuk merebut kekuasaan, setelah gagal dalam pemberontakan madiun 1948. Oleh karena itu Aidit mencari tokoh PKI dan membentuk CC PKI dan biro kusus untuk menyiapkan PKI menjadi alat politik dan propaganda ideologi refolusioner. PKI ini, menurut DN Aidit, kelak bisa berkiprah diforum nasional. Faktor Bung Karno yang 63 R. William liddle, Islam Politik dan Modernisasi, hal. 42 64 Deliar Noer, Mengapa Partai Islam Kalah, hal.97 33 ingin menonjolkan diri sebagai pemimpin. Setelah konferensi Asia Afrika juga memberikan peluang bagi Aidit dan PKI untuk membonceng pada setiap kebijakan politik dan kepemimpnan Bung Karno. 65 2. Periode Pemilu 1955-1999 Pemilu 1955 disebut-sebut pemilu paling demokratis di Indonesia ternyata partai-partai berasas Islam kalah. 66 Dalam pemilu 1955 gabungan seluruh partai berasas Islam lima partai dari, 29 parpol dan golongan yang berkontes mengantungi hampir 45 suara. Sedangkan pemilu 1999 partai berasas Islam hanya meraih suara tidak lebih dari separuh persentase itu. Fakta menarik pada pemilu yang pertama muncul empat besar yaitu Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdhatul Ulama, dan Partai Komunis Indonesia. Bahkan Masyumi dan PNI menjadi “juara bersama” dengan masing masing mengantungi 57 kursi. Empat puluh lima tahun kemudian, jurang perbedaan di antara mereka menganga sangat lebar. PDIP yang bisa dikatakana reinkarnasi PNI kalaupun tidak disertai unsur-unsur lain menduduki 153 kursi, bahkan ia terbelah menjadi partai lain yaitu PNI Front Marhaen, PNI Masa Marhaen, PNI Supeni, Partai Nasional Demokrat dan PDIP. Sementara PBB, yang mengklaim diri atau bisa 65 Aco Manafe, Mengungkap Penghianatan PKI Tahun 1965 Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007 hal. 8 66 Deliar Noer, Mengapa Partai Islam Kalah, hal.97 34 disebut reingkarnasi dari Masyumi dan meminjam bulan bintang untuk nama partai hanya menempati 13 kursi. 67 Pemilihan umum yang dianggap demokratis daripada pemilu sebelumnya, perolehan partai berasas Islam pada pemilu yang baru lalu itu merosot jauh. Dalam pemilu 1955 yang diikuti 172 kontestan, PNI muncul sebagai pemenang dengan perolehan suara 22,3 persen. PNI setidaknya menguasai Jawa Tengah. Pada posisi berikutnya tampil Masyumi dengan 20,9 persen yang menjadi pemegang di Jawa Barat dan Jakarta. Nahdlatul Ulama NU menempati posisi ketiga 18,4 persen dengan merebut jawa Timur, serta PKI di tempat berikut 15,4 persen.Singkatnya tidak ada partai yang menang dengan meyakinkan. 68 Kemudian dilingkungan partai primordialisme masih mengental unsur-unsur dalam PPP begitu pula PDIP. Kongres III PDIP tahun 1986 dan pemilu 1987 menghasilkan dominasi unsure agama tertentu dalam partai ini. Juga PDIP keliatamnya masih mengandalkan kharisma keluarga. 69 Di sisi lain timbul asumsi adanya kesan masyarakat bahwa Golkar adalah partai pemerintah, sedangkan yang lain, yaitu PPP dan PDIP adalah partai rakyat. 70 67 Deliar Noer, Mengapa Partai Islam Kalah, hal. iv 68 Daniel Dhakidae, Peta Politik Pemilihan Umum 1999-2004, Jakarta: Kompas Gramedia, 2004 hal.3 69 Sudirman Teba, Islam Orde Baru,” Perubahan Politik dan Keagamaan” Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1993 hal . 110 70 Imam Suprayogi, Kyai dan Politik, cet.2 Malang: UIN Malang press, 2009 hal.161