Pembangunan Desa Martoba. DESKRIPSI SINGKAT OBJEK PENELITIAN

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sama deangan UU Nomor 22 tahun 1999. Pengaturan yang membedakan yakni pada kewengan desa, fungsi BPD, dibukanya kembali desa di bawah pemerintahan kota, dan pengisian sekretaris desa dari PNS.

B. Pembangunan Desa Martoba.

Telah dipahami bagaimana pembangunan desa dilihat dari kebijakan-kebijiakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat desa. Dinamika begitu kontras terasa dari kebijakan yang ingin menguasai kekayaan desa hingga kebijakan yang memberikan sepenuhnya kepadea pemerintahan desa untuk membangun desanya sendiri, dimana juga pemerintahan pusat memberikan bantuan dana dalam pembangunan desa. Dalam masalah ini, desa Martoba dilihat dari bagaimana pengelolaan anggaran dalam pembangunan desa di Desa Martoba. Dilihat dari kondisi fisik desa, fasilitas yang tersedia di Desa Martoba, masih dalam kadar kurang begitu baik. Dilihat ketika peneliti memasuki kawasan desa. Dalam 10 tahun terakhir ini, desa tidak begitu menunjukkan perkembangan dalam pembangunannya. Salah satu upaya pembangungan yang dilakukan oleh Desa Martoba adalah melakukan penggabunggan desa, dimana dahulu desa ini dikenal dengan nama Desa Tolping, sehingga pada tahun 1994 muncul keinginan untuk menyatukan tiga desa yang tentunya merupakan kawasan tetangga dari Desa Tolping. Dua desa tersebut adalah Desa Martahan dan Desa Batu-Batu. Kehidupan masyarakat di Desa Martoba umumnya sebagai petani, baik masyarakat yang memiliki lahan pertanian dan juga masyarakat yang bekerja bagi para pemilik lahan pekerja upahan. Berdasarkan data Profil Desa Martoba Kecamatan Simanindo Tahun 2012, menyebutkan bahwa dari 236 Kepala Keluarga yang memiliki lahan pertanian adalah berjumlah 192 Kepala Keluarga. Umumnya masyarakat Desa Martoba bekerja sebagai petani. Seperti yang dijelaskan oleh Kepela Desa Martoba Bpk. Nasib Sialalahi : “masyarakat yang tinggal di desa kami, memang banyak bekerja sebagai petani, mereka bercocok tanam di kawasan perbukitan desa. Mereka banyak menanam bawang, jagung, kacang, kemiri, dan coklat. Ada juga pada musim panen seperti buah mangga dan buah durian”. Tidak hanya sebagai petani, masyarakat Desa Martoba juga ada yang mengandalkan sumber daya pada danau yang terletak pada sisi utara desa. Dimana masyarakat sebagai nelayan, dimana jumlah nelayan tidak begitu banyak, mereka juga membuat keramba untuk meletakkan ikan hasil tangkapan mereka disana, biasa ditempatkan di keramaba untuk menunggu pagi, dimana pada pagi hari mereka dapat menjual ikan mereka di pasar yang terdapat di Kota Pangururan dan pasar di Kecamatan Ambarita. Desa Martoba, menerima Anggaran dari Kabupaten Simanindo, pada saat wawancara dengan mantan kepala desa, yakni Bapak Jaoloan Silalahi, dimana ia mengatakan bahwa : “ketika masa pemerintahan saya memimpin, desa menerima anggaran dari Kecamatan Simanindo sebanyak Rp. 113.000.000 seratus tiga belas juta Rupiah. Anggaran tersebut saya gunakan dalam pelaksanaan pemerintahan di desa, sebagian. Gaji para aparatur desa, diambil dari anggaran yang diterima oleh desa. Biaya operasional desa juga diambil dari anggaran desa. Setiap 5 lima tahun, pemerintahan desa melalui kepala desa membuat rancangan anggaran desa, dimana dikenal dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa. Merupakan pembiayan terhadap program pembangunan tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa. Program tersebut selama 5 tahun sebagai jangka menengah dalam program pembangunan. Disebut rancangan pembangunan jangka menengah RPJMDesa. Kepal desa bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan Desa merancang anggaran untuk APBDesa. Terkait dengan masa pemerintahan kepala desa baru, dimana Bpk. Nasib Silalahi mengatakan untuk persoalan anggaran yang diterima oleh Desa Martoba Tahun 2014 : “Tahun ini, di masa saya baru memimpin, anggaran desa akan kami terima sebanyak RP. 166.000.000 seratus enam puluh enam juta rupiah. Namun anggaran ini belum kami terima hingga kini. Kami masih menunggu pencairan dana dari pemerintah kabupaten”. Hal ini disampaikan oleh Bapak Nasib Silalahi pada 10 September 2014. Cukup lama bila di hitung dari masa dimana Bapak Nasib Silahahi di lantik. Namun yang terjadi demikian. Melihat kegiatan kepala desa, pada saat peneliti berada di Desa Martoba, kepala desa disibukkan dengan rapat kerja yang dilakukan di Kecamatan Simanindo dan Kota Pangururan. Pembangunan desa dapat dipahami sebagaimana pembangunan politik dipahami, bahwasanya keadaan desa Martoba secara keadaan lingkungannya dan pemerintahan masih dalam kondisi pembangunan. Pembangunan disini dipahami dengan beberapa aspek yang dilihat oleh peneliti, diantaranya pada sistem pemerintahan yang dilihat dari jenjang hierarki pemerintahan desa. Jenjang struktural pemerintahan desa yang menyangkut diferensiasi dan spesialisasi struktur, dimana setiap masing-masing struktur memiliki fungsi yang tersendiri dan terbatas dimana ada pembagian kerja dalam sistem pemerintahan desa 52 Pemerintahan Desa Martoba, telah memenuhi fungsi-fungsi struktural pemerintahan desanya, demikian dengan struktur pada Badan Permusyawaratan Desa BPD Martoba. Setiap orang mengisi strukturnya dengan diposisikan oleh satu orang. Dalam pelaksanaan tugasnya, masing-masing aparat Desa Martoba memengang dan melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Tidak ada terjadi disfungsi tugas, dilihat dari jumlah tiap aparat hanya satu orang yang mengisi setiap struktur jabatan tersebut. Kemungkinan untuk terjadi tumpang didih dan tidak maksimalnya aparat menangani tugasnya dengan baik, terkait dengan jumlah pastinya bisa saja terjadi. . Oleh karen itu, tentunya dalam mewujudkan pembanguna politik secara struktural pemerintahanan desa, hendaknya Desa Martoba memberdayakan masyarakat desanya yang 52 DR. Yahya Muhaimin, DR. Colin MacAndrews. 1988. Masalah-Masalah Pembangunan Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal: 17. berkompeten untuk melengkapi dan menambah jumlah dalam setiap posisi struktural tersebut, dimana bisa saja menghambat aktivitas Pemerintahan Desa Martoba. Dalam hal kekuasaan, bahwa proses bagaimana kekuasaan Kepala Desa Martoba diperoleh adalah dengan sistem demokrasi. Seperti umumnya desa-desa yang ada di Indonesia, bahwa pemilihan kepada desa dilakukan dengan pemilihan umum Pemilu. Oleh karena itu, kekuasaan yang diperoleh oleh kepala desa tentunya memiliki legalitas yang sangat tinggi dalam menjalankan kekuasaannya tersebut. Pembangunan politik dengan konsep sistem-sistem politik dapat dinilai dari sudut tingkat atau kadar kekuasaan yang dapat memobilisir oleh sistem itu. 53 Bagaimana pembangunan di desa, menjadi indikator penting dilihat dari bagaimana kepala desa menjalankan kekuasaannya. Apakah kekuasaan yang ia peroleh didasarkan kepada kepentingan masyarakatnya, atau hanya demi kepentingan pribadi semata. Melihat kekuasaan Kepala Desa Martoba oleh Bapak Nasib Silalahi, diawal pemerintahannya di tahun 2014 sebagai Kepala Desa Martoba yang terpilih, tentunya memiliki semangat baru untuk menjalankan kekuasaannya. Ketika peneliti di berada dilingkungan pemerintahan desa, Bapak Nasib Silalahi disibukkan dengan berbagai urusan-urusan dengan kecamatan, bahkan pada waktu itu, kepala desa langsung turun tangan dalam membantu masyarakatnya untuk pengurusan adminstrasi masyarakat yang bermasalah. Bahkan dalam jawaban wawancara yang dilakukan bersama kepala desa, ia menuturkan bahwa sesuai dengan visi misi nya ia akan melakukan beberapa hal dalam pembangunan di Desa Martoba, salah satunya adalah pengadaan Kantor Kepala Desa yang tetap. 53 Ibid.hal: 15. Terkait anggaran Desa Martoba terhitung masa jabatan kepala desa yang baru, sesuai penuturan Bapak Nasib Silalahi mengungkapkan bahwasanya anggaran yang telah direncanakan telah diserahkan kepada Kabupaten Samosir melalui kecamatan Simanindo. Hanya saja, ketika ditanyakan oleh peneliti terkait penerimaan anggaran tersebut, Bapak Nasib Silalahi mengungkapkan : “Pemerintahan desa belum menerima anggaran tersebut dari dari pemrintahan kabupaten, soal jumlah kami telah menganggarkan dana sebanyak Rp. 166.000.000,- dana tersebut untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa.” Penuturan tersebut disampaikan oleh Bapak Nasib Silahahi pada Senen, 15 September 2014. Sehingga, beberapa dari perencanaan yang telah ia buat, harus tertunda. Pada masa pemerintahan Kepala Desa sebelumnya, megungkapkan bahwa pengelolaan anggaran desa pada umumnya digunakan untuk seluruh pelaksanaan kegiatan- kegiatan pemerintahan desa, gaji para aparat-aparat desa, dan pengadaan-pengadaan kebutuhan di dalam kantor kepala desa. Hal ini disampaikan oleh Bapak Jaoloan Silalahi : “Dana pada saat saya menjadi kepala desa sebesar Rp. 113.000.000,-. Dana tersebut digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan pemerintahan desa, untuk gaji para aparat-aparat desa, dan pengadaan- pengadaan kebutuhan di kantor kepala desa. Dalam masalah laporan pertanggung jawaban anggaran, kami mengalami kesulitan. Karena disetiap pengeluaran yang dilakukan pemerintahan desa, harus memiliki bukti yang jelas, sementara ketika saya membeli bensin untuk kendaraan motor, karena disini penjual bensinnya enceran, pastinya tidak ada bukti pemebelian, begitu dengan ketika kami membeli makanan ketika melaksanakan rapat. Ini menyebabkan pernah saya bermasalah kepada tim pemeriksa, karena ketidaklengkapan bukti-bukti pembayaran. Pembangunan dalam rangka mengoptimalkan kekuasaan tentu saja membutuhkan semangat bersama di dalam masyarakat kehidupan masyarakat, tentunya dalam rangka mewujudkan pembangunan politik di pemerintahan desa. Melihat keterlibatan masyarakat dalam hal pembangunan seperti ide pemerintahan yang baik good governance, dimana memandang bahwa pemerintahan dan masyarakat berada dalam posisi sejajar yang secara bersama-sama dan belajar mengelola pemerintahan. Ide ini tentu menyangkut pembanguna di desa, dimana dipahami bahwa pembangunan politik memang meliputi perluasan partisipasi massamasyarakat, dalam hal ini masyarakat di desa yang notabene masih tidak begitu mengerti dengan politik, apalagi peran serta dalam kegiatan pemerintahan. Memahami bahwa urusan pembangunan politik di desa tidak harus sepenuhnya dilimpahkan kepada pemerintahan desa. Adanya hubungan dan kerja sama antara pemerintahan desa dan masyarakat desa dalam mewujudkan pembangunan. Pemerintahan desa mengusulkan rancangan anggaran dimana, pemerintahan desa bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan Desa menentukan anggaran. Hal ini melibatkan peran serta masyarakat desa. Melihat kondisi partisipasi yang ada di Desa Martoba, masyarakat desa, yang umumnya tingkat pendidikannya masih rendah. Menyebabkan tingkat partisipasi mereka terhadap aktivitas pembangunan desa dalam rangka pembangunan politik juga berdampak, sehingga partisipasinya pun menjadi rendah. Masyakat Desa Martoba yang sebagian besar sebagai petani, disibukkan dengan bekerja, yang dimana penghasilan mereka rendah. Tentunya ini dapat menjadi salah satu hambatan bagi pemerintahan desa dalam rangka mewujudkan pembagunan di Desa Martoba tersebut, dimana peran serta masyarakat desa hendaknya tinggi untuk melakukan pembangunan politik di desa.

C. Ketiadaan Kantor Kepala Desa Martoba.