Ketiadaan Kantor Kepala Desa Martoba.

Badan Permusyawaratan Desa menentukan anggaran. Hal ini melibatkan peran serta masyarakat desa. Melihat kondisi partisipasi yang ada di Desa Martoba, masyarakat desa, yang umumnya tingkat pendidikannya masih rendah. Menyebabkan tingkat partisipasi mereka terhadap aktivitas pembangunan desa dalam rangka pembangunan politik juga berdampak, sehingga partisipasinya pun menjadi rendah. Masyakat Desa Martoba yang sebagian besar sebagai petani, disibukkan dengan bekerja, yang dimana penghasilan mereka rendah. Tentunya ini dapat menjadi salah satu hambatan bagi pemerintahan desa dalam rangka mewujudkan pembagunan di Desa Martoba tersebut, dimana peran serta masyarakat desa hendaknya tinggi untuk melakukan pembangunan politik di desa.

C. Ketiadaan Kantor Kepala Desa Martoba.

Masalah yang begitu jelas dilihat dari Desa Martoba adalah, pemerintahan desa tidak memiliki Kantor Kepala Desa yang tetap, desa mengadakan kantor kepala desa dengan menyewa tanah dan mendirikan bangunan seadanya untuk penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini yang menjadi pertanyaan penelitian, mengapa desa ini tidak memiliki kantor kepala desa yang tetap. Berdasarkan penuturan mantan kepala desa bahwasanya, dahulu desa ini belum begitu mempersoalkan hak kepemilikan tanah, sehingga masyarakat dengan bebas mengelola tanahnya. Seperti ungakapnya : “Dulu tak ada yang mempersoalkan pemakaian tanah di desa ini, semua bisa mengelolanya. Namun, beriring berjalannya waktu, tanah mulai menjadi masalah penting bagi masyarakat desa, dan pada waktu bergabungnya tiga desa, Martahan, Tolping dan Batu-batu, dibuatlah kantor kepala desa, itupun kantornya merupakan rumah penduduk yang pakai”. Pada masa mulai harus jelas batas-batas kepemilikan tanah, maka masyarakat desa mulai benar-benar memperhatikan masalah tanah. Sehingga tanah menjadi lahan menjadi penting. Masyarakat yang memiliki tanah segera memperjelas ukuran luas tanahnya. Hal ini tidak begitu menjadi masalah oleh pemerintahan desa. Tetapi setelah tanah memiliki nilai, maka di waktu pemerintahan Bapak Silalahi, maka pemerintahan desa menyewakan lahan beserta bangunannuya untuk dijadikan kantor kepala desa. Hal ini seperti diutarakan oleh Bapak Jaoloan Silalahi : “Dulu diwaktu saya menjabat sebagai kepala desa, kami menyewa lahan dan bangunan. Dikarenakan pada saat desa ini belum bergabung, kepala desa menggunakan rumahnya sebagai kantor kepala desa. Saat menjadi satu, Desa Martoba maka karena masyarakat sudah menganggap penting dan sadar bahwa tanah memiliki nilai. Karena itu harga tanah sangat mahal, apalagi kalau posisi tanah tepat dipinggir jalan, bisa sangat mahal. Membuat desa dengan anggarannya yang sedikit tak mampu membeli tanah, maka kebijakan yang kami ambil adalah dengan menyewa bangunan untuk menjadi kantor kepala desa”. Hal ini tak begitu menjadi penting bagi Pemeritahan Desa Martoba. Namun tentunya pemerintahan desa harus menganggarkan dana sewa untuk kantor kepala desa setiap tahunnya. Namun ingin dilihat tentunya, sebagai instansi pemerintahan yang menjalankan tugas dan fungsinya, maka kantor sebagai markas pemerintahan desa harus jelas. Ketiadaan kantor tetap menyebabkan sebuah fenomena di kehidupan masyarakat Desa Martoba, yakni “ganti kepala desa, ganti tempat lokasi kantor kepala desa”. Menjadi suara yang begitu biasa, namun menjadi masalah. Hal yang seharusnya menjadi bagian penting bagi pemerintahan desa tentunya. Maka dari pengelolaan anggaran desa kemudian upaya kepala desa sebagai pemegang tampuk kekuasaan tertinggi di desa sejauh ini sudah bagaimana mengupayakannya. Melalui kebijakan yang dibuat dan sosialisasi ke masyarakat bisa digunakan kepala desa sebagai langkah untuk pengupayaan tersebut. Penuturan mantan kepala desa terkait upaya pemerintahan desa dalam mengupayakan lahan beserta bangunan yang tetap : “Sejauh ini kami masih mengupayakannya di tingkat pemerintahan daerah dan juga kepada masyarakat Desa Martoba ini. Desa Martoba secara langsung melalui saya pada tahun 2011 telah memerintahkan agar kami mencari lahan untuk didirikannya bangunan sebagai kantor kepala desa. Hal ini disampaikan langsung ketika rapat kerja di Kantor Kecamatan Simanindo”. Pemerintahan Daerah Kabupaten Samosir menyampaikan melalui Kecamatan, kemudian Kecamatan menyampaikan ke desa, bahwa mereka akan diberi anggaran terkait pembangunan gedung saja. Sementara, yang menjadi masalah bagi pemerintahan desa adalah masalah lahan yang akan didirikan bangunan kantor kepala desa. Lahan atau tanah di Desa Martoba, telah diungkapkan bahwa menjadi hal yang sangat bernilai tinggi. Dimana Pemerintahan Daerah sepakat untuk memberi dana bantuan untuk membangun hanya bangunan fisiknya saja, sementara tanahnya tidak. Untuk masalah tanah, kepala desa mengungkapkan bahawa : “Masyarakat menawarkan harga yang sangat tinggi, sementara pemerintahan daerah hanya menyanggupi dengan anggaran tertentu, itupun hanya dalam mendirikan bangunan fisik saja, tidak termasuk anggaran untuk membeli lahantanahnya juga”. Menyebabkan pemerintahan desa mengalami kesulitan dalam menjalankan pembangunan tersebut. Sejauh ini mantan kepala desa telah melakukan pendekatan kepada masyarakat yang memilik lahantanah. Agar mereka bersedia menghibahkan ataupun menjual lahantanah dengan harga yang tidak begitu mahal. Namun, hal itu tidak membuahkan hasil. Upaya dalam melakukan lobi ke pemerintahan daerah pun menjadi upayanya dalam memperoleh kesepakatan anggaran yang tidak hanya menganggarkan untuk pembagunan fisiknya saja, namun juga terkait pembelian lahantanah untuk mendirikan bangunan tersebut. Namun Bapak Jaoloan Silalahi tidak mendapat tanggapan dari pemerintahan daerah dengan cepat. Sehingga ia harus tetap memakai anggaran untuk tetap menyewa bangunan untuk menjadi kantor kepala desa. Hal ini diungkapkan oleh mantan kepala desa terkait anggaran yang dipakai untuk menyewa rumah : “Anggaran yang dipakai untuk menyewa gedung adalah sebesar Rp. 1.500.000,- untuk penyewaan selama satu tahun”. Sejauh kepemimpinan Bapak Jaoloan Silalahi, seperti yang ia ungkapkan bahwa kendala- kendala yang muncul ada dari dua aspek, yakni dari pemerintahan daerah yang mengusulkan mendirikan bangunan fisik saja, kemudian pada masyarakat yang masih sangat hitung-hitungan terkait untung dan rugi. Begitu sulitnya mereka melepaskan tanah milik mereka. Demikan juga disampaikan oleh Kepala Desa Bapak Nasib Silalahi, bahwa ia masih dalam upaya melakukan negoisasi dengan masyarakat yang memiliki tanah. Upaya tersebut dilakukan dengan swasembada, dengan melakukan pendekatan dengan masyarakat. sama hal seperti yang telah diupayakan oleh mantan kepala desa sebelumnya. “Saya akan mengupayakan dengan pendekatan kepada masyarakat yang memiliki tanah, terutama mereka yang memiliki tanah yang dekat dengan jalan raya. Saya sudah mendata beberapa masyarakat yang memiliki tanah-tanah yang akan kita usahakan untuk membujuk guna memberikan atau menjual tanahnya. Swasembada menjadi cara yang lain untuk mengupayakan mendapatkan tanah tersebut”. Upaya pemerintahan desa dalam pengadaan kantor kepala desa dimulai pada Tahun 2011, namun hingga kini belum memberikan hasil. Waktu masih cukup singkat untuk bisa menjelaskan bahwa pekerjaan pemerintahan Desa Martoba tidak baik, tentunya tahun ini masih dipahami sebagi tahun pemerintahan Desa Martoba melakukan proses pembangunan didesanya. Berikut kondisi Kantor Kepala Desa Martoba di masa Pemerintahan Bapak Silalahi dan kondisi kantor tersebut setelah pergantian kekuasaan ke Bapak Nasib Sialalahi. Gambar 3.1 Kantor Kepala Desa di masa Pemerintahan Bapak Silalahi Periode I Tahun 2004-2009, Periode II Tahun 2009-2014. Gambar 3.2 Kondisi Kantor Kepala Desa Martoba setelah tidak lagi dipakai sebagai kantor Berdasarkan dari hasil pemantauan, rumah yang dahulunya dijadilkan kantor Kepala Desa Martoba ini, telah ditempatkan oleh penduduk sebagai rumah. Sementara untuk lokasi Kantor Kepala Desa Martoba yang baru cukukup jauh dari lokasi sebelumnya. Berikut kondisi Kantor Kepala Desa Martoba disaat ini di masa pemerintahan Bapak Nasib Silalahi. Gambar 3.3 Kantor Kepala Desa Martoba saat ini, masa pemerintahan Bapak Nasib Silalahi Tahun 2014-2019. Kondisi Kantor Kepala Desa Martobaa saat ini berdiri di lahan seluas 10 x 7 m², dengan bangunan fisik yang terbuat dari kayu yang dibangun bersama masyarakat secara gotong royong. Kondisi dilihat begitu sederhana hanya terdiri dari beberapa bilik, ruang Kepala Desa yang sangat kecil, kamar kecil dan ruang untuk aparat desa yang disatukan dengan ruang Sektretari Desa dimana juga ruang bagi masyarakat yang memiliki urusan di Kantor Kepala Desa tersebut. BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN