Hubungan Nilai Kurs, Tingkat Harga Relatif Inflasi, dan Paritas Daya

2.2.2. Hubungan Nilai Kurs, Tingkat Harga Relatif Inflasi, dan Paritas Daya

Beli PPP Negara-negara dengan inflasi tinggi tidak dapat mentapkan nilai mata uang karena kerugian pada persaingan eksternal external competitiveness yang akan membawa kepada satu defisit-defisit eksternal eksesif excessive external deficits dan pengangguran besar large unemployment. Jika kurs berfluktuasi dibiarkan secara bebas, ini juga dapat dianggap tidak stabil, jawaban kebijakan yang selalu digunakan dalam memperbaiki pengaruh disperitas daya beli seperti disebutkan diatas adalah satu crawling peg sandaran tetap. Pada satu sistem crawling peg, depresiasi nilai kurs mengikut satu garis edar PPP hingga nilai kurs pertukaran konstan selamanya lihat Williamson, 1965, 1982. Kebijakan tersebut adalah instrument yang dapat bersaing jika dibandingkan dengan menggunakan instrument lain yang ditujukan untuk satu devaluasi bertahap, namun bukan merupakan kebijakan yang tanpa mempunyai resiko, yakni karena dua alasan. Pertama, penetapan nilai mata uang mungkin menjadi satu kebijakan yang buruk ketika gangguan-gangguan menyebabkan depresiasi. Kedua, terdapat satu tradeofftukar-ganti diantara stabilitas nilai kurs pertukaran dengan kestabilan harga. Satu kebijakan yang diakomodasikan untuk memperbaiki gangguan biaya cost disturbance dan gangguan harga price disturbance dengan satu instrumen untuk mengimbangi depresiasi mungkin dapat mengeser kestabilan harga Dornbusch, 1982. Isu-isu paritas daya beli juga termasuk pada pembahasan kebijakan nilai mat uang ketika satu negara berusaha memperoleh manfaat dan keuntungan-keuntungan M. Roza Aulia Lubis : Analisis Pengujian Penerapan Purchasing Power Parity Pada Mata Uang Rupiah…, 2007 USU e-Repository © 2008 makroekonomi dengan melaksanakan satu kebijakan yang ditujukan untuk mengeluarkan nilai mata uang dari PPP. Perhatikan uraian berikut. Satu depresiasi menggambarkan tanggapan untuk mendapatan keuntungan persaingan internasional dan mengalihkan atau mengerakkan tingkat pekerjaan ke negara yang mengalami depresiasi itu. Pada dekade 1930an, ia dikenal dengan satu istilah kebijakan “beggar- thy-neighbour”, dan pasca PD II, ia menjadi “export-led growth”. Sebaliknya, satu kebijakan apresiasi, memperlihatkan cara-cara untuk mengurangkan tekanan-tekanan inflasi ketika tingkat kenaikan harga barang-dagangan industri sengaja didorong di bawah tingkat inflasi yang berlaku. Pengaruh disparitas daya beli tersebut dapat dilihat melalui dana segar easy money, pada jangka pendek dan menengah. Digunakan untuk mendepresiasikan nilai kurs mata uang dan oleh karena itu, dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Kebijaksanaan ini lebih efektif dan lebih tahan lama; semakin kaku sticky terhadap upah dan semakin kecil hubungan antara upah, harga, dan kurs pertukaran. Sebaliknya, dalam satu ekonomi yang kuat—dan khususnya, dengan mengandaikan ujudnya pengaruh nilai kurs pertukaran pada indeksasi—satu cobaan untuk memberi peluang pekerjaan melalui dana segar akan gagal karena depresiasi pertukaran mempercepat neraca upah dan inflasi harga. Deviasi PPP juga telah digunakan sebagai satu disinflation policy Fisher, 1984. Penetapan nilai mata uang atau kurs pra-umum depresiasi preannounced rates of depreciation dibawah tingkat inflasi yang berlaku telah diberlakukan di beberapa M. Roza Aulia Lubis : Analisis Pengujian Penerapan Purchasing Power Parity Pada Mata Uang Rupiah…, 2007 USU e-Repository © 2008 negara untuk menghentikan inflasi. Pengalaman yang ada hampir secara keseluruhan sangat mengecewakan dan buruk. Depresiasi nilai tukar akan menyebabkan harga relatif meningkat. Nilai Kurs mata uang mengukur harga satu mata uang dalam bentuk mata uang lain. Dan sebagai satu bagian dari proses ekonomi, kurs mata uang mengintegrasikan diri ke dalam ekonomi perdagangan internasional. Artinya kurs mata uang mempunyai peranan danatau menjadi jembatan antara satu negara dengan negara lain dalam perdagangan dunia. Hallwood dan MacDonald 2000 menyatakan bahwa “the foreign exchange rate acts as a bridge between a convertible currency and another convertible currency at a rate of exchange”. Tambahan lagi, sering disebutkan bahwa fungsi dan aktivitas perdagangan internasional yang tepat dan efektif memerlukan kurs yang stabil. Bahkan, otoritas keuangan di berbagai negara sering kali mencoba untuk mempengaruhi nilai relatif mata uang-mata uang mereka melalui intervensi nilai tukar dalam pasar uang. Posisi competitiveness ekspor sesuatu negara mempengaruhi kebijakan mata uangnya. Jika otoritas keuangan suatu negara merasa perlu untuk menaikkan penerimaan mata uang asing, maka satu pertanyaan bagaimana untuk dapat meningkatkan volume ekspor harus diteliti untuk menjawabnya. Jika suatu negara berkeinginan untuk menjadikan barang dan jasa buatan dalam negeri lebih kompetitif dalam pasar dunia, maka otoritas negara itu harus misalnya permintaan mata uang asing adalah bersifat elastik terhadap harga mengambil tindakan-tindakan untuk menetapkan satu kurs mata uangnya lebih rendah dibandingkan dengan mata uang M. Roza Aulia Lubis : Analisis Pengujian Penerapan Purchasing Power Parity Pada Mata Uang Rupiah…, 2007 USU e-Repository © 2008 lain atau setidak-tidaknya membuat nilai mata uangnya terdepresiasi dalam pasar valuta asing. Untuk memperbaiki pengaruh-pengaruh buruk inflasi dan untuk menaikkan daya saing competitiveness produk lokal, maka sesuatu negara dapat mencoba cara yakni dengan menurunkan harga barang di pasar luar negeri dan pada waktu yang sama menurunkan pada tingkat tertentu nilai mata uangnya sendiri. Cara tersebut mungkin dapat dilaksanakan melalui kebijakan kurs mata uang yang efektif dan kebijakan-kebijakan lain misalnya melalui kebijakan perdagangan, pajak, subsidi dan insentif-insentif lain yang ditujukan untuk menciptakan industri dalam negeri yang mampu berdaya saing dan lebih mapan. Pada pembahasan sebelumnya kita melihat kebijakan moneter dan kebijakan nilai kurs adalah bersifat komprehensif dan saling menyatu dalam menggerakkan roda perekonomian secara makro didalam negeri. Dari aspek perdagangan internasional, interaksi kebijakan moneter dan kebijakan nilai kurs akan menyebabkan satu hubungan diantara permintaan dan penawaran uang yang menyebabkan satu perubahan pada kurs mata uang dalam negeri dan mata uang negara lain. Satu kewajiban pada otoritas keuangan dalam negeri melalui bank sentral akan berusaha mempengaruhi dan memperbaiki nilai mata uang dalam negeri, yang pada akhirnya akan mempengaruhi secara keseluruhan masalah ketidak-seimbangan internal dan eksternal negara. M. Roza Aulia Lubis : Analisis Pengujian Penerapan Purchasing Power Parity Pada Mata Uang Rupiah…, 2007 USU e-Repository © 2008

2.3. Penawaran Uang