Urgensi Kewenangan Ombudsman Dalam Bentuk Pengawasan

C. Urgensi Kewenangan Ombudsman Dalam Bentuk Pengawasan

Penyelenggaraan Pelayanan Publik Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kewenangan adalah hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu. Kewenangan yang biasanya terdiri atas beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang- orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang bulat, sedangkan wewenang hanya mengenai sesuatu onderdil tertentu saja. 45 Sedangkan pengawasan, Secara harfiah dari segi tata bahasa, kata “kontrol” berarti pengawasan, pemeriksaan dan pengendalian. 46 George R.Terry memberi arti dari pengawasan control adalah menentukan apa yang telah dicapai, mengevaluasi dan menerapkan tindakan korektif, jika perlu, memastikan hasil yang sesuai dengan rencana. 47 Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang 45 Prajudi Atmosudirdja, Hukum Administrasi Negara, Seri Pustaka Ilmu Administrasi VII edisi revisi cet. Ke-10, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, h. 78. 46 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet. Ke-4, Perum dan Percetakan, Jakarta: Balai Pustaka, 1955, h. 523 dan 1134. 47 Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Bandung: PT.Alumni, 2004, h.89. berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi seluas apa kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung makna pula sebagai: “pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan peraturan.” atau “suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikannya.” Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan. Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang bercirikan good governance tata kelola pemerintahan yang baik, pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnyadengan penerapan good governance itu sendiri. Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif, baik pengawasan intern internal control maupun pengawasan ekstern external control. Di samping mendorong adanya pengawasan masyarakat social control. Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah: a. Mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan; b. Menyarankan agar ditekan adanya pemborosan; c. Mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana. Selama ini kita memang telah memiliki lembaga pengawas baik yang bersifat struktural maupun fungsional. Bahkan terdapat lembaga pengawas yang secara eksplisit dicantumkan dalam Undang-undang Dasar 1945 yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan dan ataupun Bank Indonesia. Selain itu juga terdapat Organisasi Non Pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang sekarang ini banyak tumbuh serta turut beraktifitas melakukan pengawasan atas pelaksanaan penyelenggaraan negara. Berbagai lembaga negara, Aparatur Pengawas Struktural, Pengawas Fungsional serta Organisasi Non Pemerintah tersebut dapat diberikan beberapa catatan sebagai berikut: 48 1. Lembaga Pengawas Struktural sebagaimana selama ini dilakukan oleh Inspektorat Jenderal jelas tidak mandiri karena secara organisatoris merupakan bagian dari kelembagaan terkait. Dalam menghadapi dan ataupun menindaklanjuti laporan sangat ditentukan oleh atasan. Lagi pula pengawasan yang dilakukan bersifat intern artinya kewenangan yang dimiliki dalam melakukan pengawasan hanya mencakup urusan institusi itu sendiri. 2. Lembaga Pengawas Fungsional meskipun tidak bersifat intern namun substansisasaran pengawasan terbatas pada aspek tertentu terutama masalah keuangan. Lagi pula aparat pengawas fungsional pada umumnya tidak menangani keluhan-keluhan yang bersifat individual, mereka melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan secara rutin baik yang merupakan anggaran rutin maupun pembangunan. Dengan kata lain Aparat Pengawas Fungsional selain cakupannya sangat sempit juga kurang memperhatikan penyimpangan-penyimpangan yang sering menjadi 48 Antonius Sujata dkk. Ombudsman Indonesia Masa Lalu, Sekarang dan Masa Mendatang, Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, 2002, h. 70. keluhan langsung masyarakat kerena pengawasan yang dilakukan merupakan kegiatan rutin. 3. Lembaga Pengawas yang secara eksplisit dicantumkan dalam konstitusi memang melakukan pengawasan namun pada satu sisi substansi yang diawasi terlalu luas dan bersifat politis karena memang secara kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan Lembaga Politik serta mewakili kelompok-kelompok politik sehingga pengawasannya juga tidak terlepas dari kepentingan-kepentingan kelompok yang mereka wakili. Sedangkan Badan Pemeriksa Keuangan pada satu sisi substansi yang diawasi cukup luas yaitu mengenai Keuangan Negara yang mencakup kebijakan ataupun pengelolaannya, namun dari sisi lain juga dapat dikatakan terlalu sempit karena hanya mengenai segi keuangannya saja, sementara aspek-aspek lain dalam penyelenggaraan negara belum disentuh, apalagi kepentingan- kepentingan warga yang bersifat individual dan bukan merupakan penyimpangan sistem ataupun kebijakan jelas belum terakomodasikan. 4. Pengawasan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat sekarang ini telah menjadi trend dan berkembang pesat. Namun karena sifatnya swasta dan ku rang terfokus maka lebih banyak ditanggapi dengan sikap “acuh tak acuh”. Terlebih lagi pengawasan yang dilakukan sering kurang data dan lebih mengarah pada publikasi sehingga faktor akurasi dan keseimbangan fakta perlu lebih memperoleh perhatian. Terdapat jarak ataupu n “jurang” yang cukup jauh dan dalam antara aparat pemerintah dengan organisasi non pemerintah yang disebabkan perbedaan landasan keberadaan mereka masing-masing. Lembaga Swadaya Masyarakat eksistensinya berasal dari masyarakat itu sendiri sementara lembaga negara secara formal dilandasi oleh perundang-undangan yang berlaku sehingga dengan bertitik tolak dari landasan yang berbeda tersebut muncul sikap resistensi satu sama lain. Resistensi tersebut makin dalam manakala menghadapi suatu permasalahan konkrit di mana Lembaga Pemerintah menggunakan parameter pranata yang bersifat formil serta prosedur yang struktural hierarkis sementara Organisasi Non Pemerintah mendekati permasalahan berdasarkan kenyataan-kenyataan yang dihadapi dengan prosedur yang tidak hierarkis karena LSM memang bukan merupakan institusi struktural. Memperhatikan kenyataan-kenyataan di atas kiranya dapat dikemukakan bahwa ternyata masih terdapat celah-celah secara mendasar yang belum merupakan sasaran pengawasan dari Ombudsman Republik Indonesia. Dari aspek kelembagaan juga belum ada lembaga yang secara optimal memperoleh pengakuan dan diterima sebagai pengawas. Bahkan juga belum ada prosedur yang dapat menjembatani antara mekanisme yang bersifat kaku sebagai akibat sistem struktural hierarkis di satu pihak dengan mekanisme pendek dari suatu organisasi yang tidak struktural hierarkis. Dengan demikian diperlukan suatu jalan keluar yang diharapkan pada satu sisi merupakan jalan tengah bagi kepentingan pengemban sistem struktural hierarkis serta kepentingan pengemban sistem non struktural, namun pada sisi lain mampu menampung seluruh aspirasi warga masyarakat tanpa harus melewati sistem prosedur atau mekanisme yang berliku-liku. Oleh karena itu, Ombudsman merupakan lembaga negara yang bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Dilandasi oleh kondisi baik yang mencakup substansi pengawasan, prosedur maupun kelembagaan maka Ombudsman Republik Indonesia merupakan salah satu alternatif. Tentu di dunia ini tidak ada satu lembagapun yang dapat merupakan obat ajaib dalam arti menyembuhkan segala macam penyakit dengan seketika. Tetapi setidak-tidaknya sekarang ini sudah kurang lebih 130 negara memiliki Ombudsman dengan sebutan bermacam-macam baik Ombudsman Nasional maupun Ombudsman Daerah dan lebih dari 50 negara telah mencantumkannya dalam konstitusi. Apabila banyak negara telah memiliki Ombudsman tentunya mereka merasakan perlunya institusi ini dalam penyelenggaraan negara demi kesejahteraan masyarakat. 49 Sekarang ini Ombudsman Republik Indonesia telah menjadi salah satu ciri dari suatu negara yang ingin menegakkan demokrasi, menyelenggarakan pemerintahan yang baik, menghormati Hak Asasi Manusia serta memberantas praktek-praktek korupsi. 49 Antonius Sujata dkk. Ombudsman Indonesia Masa Lalu, Sekarang dan Masa Mendatang, h. 72. Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kewenangan Ombudsman Republik Indonesia memiliki kapasitas dalam bentuk pengawasan terhadap pelayanan publik oleh penyelenggara Negara. Karena pengawasan merupakan indikator pelayanan publik yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sejatinya seperti apa. Dalam pasal 6 dan 7 Undang-undang No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia selain melakukan pengawasan juga memiliki kewenangan sebagai berikut: - Memanggil dan meminta keterangan secara lisan dan atau tertulis dari pihak pelapor, terlapor dan atau pihak lain yang terkait dengan suatu laporan, keluhan, atau informasi yang disampaikan kepada Ombudsman Daerah. - Memeriksa semua keputusan dan atau dokumen-dokumen lainnya yang ada pada pihak pelapor, terlapor dan atau pihak lain yang terkait, untuk mendpatkan kebenaran dari laporan, keluhan, dan atau informasi. - Atas inisiatif sendiri memanggil dan meminta keterangan secara lisan atau tertulis, kepada penyelengggara negara, pemerintah daerah atau penegak hukum berkaitan dengan dugaan pelanggaran asas-asas penyelenggaraan negara, pemerintah daerah atau penegak hukum yang bersih dan bebas dari KKN, penyalahgunaan kekuasaan, dan tindakan yang sewenang-wenang. - Membuat rekomendasi atas usul-usul dalam rangka penyelesaian masalah antara pihak pelapor dan pihak terlapor serta pihak-pihak lainnya yang terkait. - Mengumumkan hasil temuan dan rekomendasi untuk diketahui oleh masyarakat. Kemudian kewenangan Ombudsman Republik Indonesia relevan dengan konsep Islam yang menjelaskan tentang kewenangan yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia yang dengan kata lain dikatakan sebagai aparatur penyelenggaraan Negara yang seharusnya melihat rencana apa yang akan dilakukan dikemudian hari, agar tidak menyalahgunakan kewenangannya, sebagaimana Firman-Nya dalam Al- Qur’an Surat Al Hasyr 59: 18 yang berbunyi:                     Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat; dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[Q.S. Al-Hasyr59: 18] 44 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Ombudsman Istilah Ombudsman pertamakali dikenalkan dalam konstitusi Swedia pada tahun 1718 dengan sebutan O mbudsman yang berarti “perwakilan”, yaitu menunjuk seorang pejabat atau badan yang independen bertugas menampung keluhan warga negara atas penyimpangan atau pekerjaan buruk yang dilakukan pejabat atau lembaga pemerintahan. Sebelumnya, fungsi pengawasan atas tindakan penyelenggara negara dan perlindungan terhadap hak-hak warga juga telah diperkenalkan dalam sistem tata negara kekaisaran Romawi dengan Tribunal Plebis melindungi hak-hak masyarakat lemah dari penyalahgunaan kekuasaan oleh para bangsawan. 50 Model seperti ini terjadi pula pada Kekaisaran China 221 SM dengan membentuk Control Yuan bertugas melakukan pengawasan terhadap pejabat-pejabat kekaisaran pemerintahan dan bertindak sebagi perantara bagi masyarakat yang ingin melaporkan keluhan dan aspirasi kepada Kaisar, kekhalifahan Umar Bin Khathab 634-644 M yang memposisikan diri sebagai muhtasib orang yang menerima keluhan kemudian membentuk Qadi al Quadat Ketua Hakim 50 Jeremi Pope, Pengembangan Sistem Integritas Nasional Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999 h. 115. Agung dengan mandat khusus melindungi masyarakat dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan. 51 Pada mulanya institusi Ombudsman dikenal di Swedia, dan baru setengah abad belakangan ini sistem Ombudsman menyebar ke seluruh penjuru dunia. 52 Ombudsman parlementer kedua dibentuk 1919 di Finlandia, dan tahun 1955 di Denmark. Sistem Ombudsman telah mencantumkan institusi Ombudsman kedalam konstitusinya. 53 Berdasarkan beberapa aspek Ombudsman dapat dibagi menjadi beberapa jenis. 54 Dari kurun waktu pembentukannya, dapat dibedakan menjadi Ombudsman klasik dan Ombudsman modern. Ombudsman klasik dapat ditelusuri sejak pertama kali Raja Charles XII membentuk Highest Ombudsman, Chief Justice di Turki dan Qadi Al Qudat di zaman Umar Bin Khattab. Ombudsman modern berdiri sejak 1953 di Denmark dan 1962 di New Zealand. Ombudsman di Swedia di kategorikan sebagai Ombudsman modern. Apabila dilihat dari mandat dan mekanisme pertanggungjawabannya, dibedakan menjadi dua jenis, yakni pertama Ombudsman parlementer, yakni 51 Budhi Masthuri, Mengenal Ombudsman Indonesia Jakarta: Pradnya Paramita, 2005, h. 45. 52 Antonius Sujata dan Surachman, Ombudsman Indonesia ditengah Ombudsman Internasional Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, 2007, h. 29. 53 Budi Masthuri, Urgensi Pengaturan Ombudsman dalam Konstitusi, diakses pada tanggal 15 Januari 2014 melalui www.hukumonline.com. 54 Budhi Masthuri, Mengenal Ombudsman Indonesia, h. 6-8. Ombudsman yang dipilih oleh parlemen, dan bertanggungjawab laporan kepada parlemen. Contohnya Swedia, Finlandia, dan Denmark. Dan kedua, Ombudsman eksekutif, yakni yang dipilih oleh Presiden, Perdana Menteri atau Kepala Daerah. Contohnya Indonesia dan Australia. Sekarang ini institusi Ombudsman di seluruh dunia telah diakui sebagai ciri negara yang penuh semangat untuk memberantas korupsi, sebagai ciri negara yang ingin menegakkan demokrasi serta sebagai ciri negara yang bertekad menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Dengan demikian, bukan hanya perbuatan administrasi pemerintahan yang bertentangan dengan hukum dan undang- undang yang merupakan tindakanperilaku “mal-administrasi” tetapi juga perilaku, yang sekalipun berdasarkan dan sesuai dengan undang- undang, namun yang menimbulkan akibat ketidakadilan injustice atau hardship kesulitan yang sangat besar danatau tidak seimbang. Intinya, setiap negara yang memiliki Ombudsman, ingin melindungi hak rakyatnya. Sebagaimana dikatakan oleh Dennis Pearce, Ombudsman Australia: 55 the Ombudsman is undoubtedly the most valuable institution from the viewpoint of both citizen and bureaucrat that has evolved during this century Ombudsman tanpa ragu-ragu merupakan lembaga yang paling berharga yang berkembang di abad ini; baik dari sudut pandang warga negara, amupun dari sudut pandang birokrat. Sebabnya ialah karena : 55 Linda C. Reif, The International Ombudsman Anthology Netherlands: International Ombudsman Institute, 1999, h. 97. The office of Ombudsman is Lembaga Ombudsman adalah: 1. Quick by comparison with other review bodies; Cepat pelayanannya dibanding lain-lainnya lembaga pengawasan. 2. Informal and therefore more accessible to complainants. Informal, dan karena itu lebih mudah terjangkau oleh pelapor. 3. Cheap for both complainant and decision maker; and Murah untuk pelapor maupun terlapor; dan 4. Not threatening to decision makers-or not as threatening as other review mechanism. Tidak mengancam pengambil keputusanaparat negara, atau Tidak sebegitu mengancam dibanding dengan lain-lain mekanisme pengawasan. Jadi, sebab mengapa di lain-lain negara lembaga Ombudsman segera diterima sebagai lembaga pengawas, adalah karena Ombudsman: 1. Lebih cepat hasilnya dari pada penyelidikan atau investigasi oleh lain- lain lembaga yang ada; 2. Caranya tidak berbelit-belit, tidak formal dan lebih mudah dicapaididatangi oleh para pelapor; 3. Murah gratis, baik bagi pelapor maupun pengambil keputusan; 4. Tidak mengancam, tetapi menghimbau merekomendasi alat atau aparat negarapemerintah; sehingga aparat tidak merasakan campur tangan Ombudsman sebagai ancaman, tetapi justru sebagai bantuan bagi birokrasi untuk memperbaiki kinerja para penyelenggara negara pemerintahan.

B. Sejarah Berdirinya Ombudsman Republik Indonesia