a. Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni hanya merupakan
hubungan antara hamba dengan sang pencipta secara langsung. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip, yaitu:
1 Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah.
2 Tata caranya harus berpola kepada Rasulullah.
3 Bersifat supra rasional diatas jangkauan akal.
4 Azaznya taat
b. Ibadah Ghairu Mahdhah, artinya ibadah yang disamping sebagai hubungan
hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini ada 4,
yaitu 1
Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. 2
Tata pelaksanaannya tidak perlu berpola kepada contoh Rasulullah. 3
Bersifat rasional. 4
Azaznya manfaat, selama itu bermanfaat maka selama itu boleh dilakukan.
55
Di dalam Islam nilai ibadah tidak hanya sebatas ritual pada hari atau tempat- tempat tertentu saja, akan tetapi lebih luas lagi. Karena pemahaman nilai Ibadah
dalam Islam adalah juga mencakup segala perkataan dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari yang dikerjakan secara ikhlas semata hanya ingin mendapat
ridha dari Allah SWT. Menuntut ilmu, mendidik membesarkan anak, bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga, bahkan menyingkirkan duri dari jalanan-
pun bisa mempunyai nilai ibadah jika perbuatan-perbuatan tersebut didasari keikhlasan hanya untuk mencari keridhaan Allah.
Ibnu Taimiyah dalam bukunya yang berjudul al-‘Ubudiyah, menjelaskan cakupan dan bentuk-bentuk ibadah, antara lain menulis; “Ibadah adalah sebutan
yang mencakup segala sesuatu yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT. dalam bentuk ucapan dan perbuatan batin dan lahir, seperti shalat, puasa, haji, kebenaran
dalam berucap, kebaktian kepada orang tua, silaturahim, dan lain-lain.”
56
3. Nilai-nilai Akhlak
55
Umay M. Dja’far Shiddieq, Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah, http:umayonline.wordpress.com
, diakses pada tanggal 12 juli 2014.
56
Shihab, op. cit., h. 177
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arabyang berarti perangai, tabiat, adat yang diambil dari kata dasar khuluqun atau kejadian, buatan, ciptaan
diambil dari kata dasar khalqun.
57
Adapun pengertian akhlak secara terminologi, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Imam al-Ghazali dalam
kitabnya Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
58
Sedangkan akhlak menurut konsep Ibnu Maskawaih dalam bukunya Tahdzibul Akhlak adalah sikap yang tertanam dalam jiwa yang mendorong untuk
melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi.
59
Akhlak adalah merupakan salah satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara historis dan teologis
akhlak tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat.
Akhlak terbagi menjadi dua macam; yaitu akhlak mahmudah akhlak terpuji dan akhlak madzmumah akhlak tercela.
a. Akhlak Mahmudah terpuji
Akhlak mahmudah terpuji amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang
terpuji tersebut dapat dibagi kepada empat bagian. 1
Akhlak terhadap Allah Titik tolak Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa
tiada tuhan melainkan Allah swt. Dia memiliki sifat-sifat terpuji yang manusia tidak mampu menjangkau hakikat-Nya.
60
2 Akhlak terhadap orang tua
57
Moh. Ardani, Akhlak – Tasawuf “Nilai-nilai Akhlak atau Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf “, Jakarta: CV Karya Mulia, 2005, h. 25
58
Alim, op. cit., h. 151
59
Ardani, op. cit., h. 27
60
M. Quraish Shihab, Wawasan Al Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizzan, 1996, cet. ke-1, h. 261
Sebagai anak diwajibkan untuk patuh dan menurut terhadap perintah orang tua dan tidak durhaka kepada mereka. Dalam hal ini terutama
kepada ibu, karena jasa seorang ibu kepada anaknya tidak bisa dihitung dan tidak bisa ditimbang dengan ukuran. Sampai ada peribahasa kasih ibu
sepanjang jalan, kasih anak sepanjang ingatan.
61
3 Akhlak terhadap diri sendiri
Selaku individu, manusia di ciptakan oleh Allah swt. Dengan segala kelengkapan jasmaniah dan rohaniah, seperti akal pikiran, hati, nurani,
perasaan dan kecakapan batin dan bakat. Berakhlak baik pada diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri
sendiri dengan sebaik-baiknya. 4
Akhlak terhadap sesama Manusia adalah makhluk sosial yang berkelanjutan eksistensinya secara
fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain. Untuk itu, manusia perlu bekerja sama dan saling tolong menolong dengan orang
lain, oleh karena itu ia perlu menciptakan suasana yang baik antar yang satu dengan yang lainnya dan berakhlak baik.
62
b. Akhlak Madzmumah tercela
Yang dimaksud dengan akhlak madzmumah tercela adalah perbuatan buruk atau jelek terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk lainnya antara lain;
musyrik, munafik, kikir, boros atau berfoyafoya dan masih banyak lagi.
D. Konsep Novel
1. Pengertian Novel
Karya sastra dapat digolongkan sebagai salah satu sarana pendidikan dalam arti luas. Pendidikan dalam arti ini tidak terbatas pada buku-buku teks text book
pelajaran dan kurikulum yang diajarkan di sekolah, namun dapat berupa apa saja,
61
Ardani, op. cit., h. 80
62
Ibid., h. 49
termasuk karya sastra, baik yang berbentuk novel, cerpen, puisi, pantun, gurindam, dan bentuk karya sastra lainnya.
Dunia kesusastraan secara garis besar mengenal tiga jenis teks sastra, yaitu: a.
Teks monolog puisi, adalah Adalah tulisan atau salah satu hasil karya sastra yang berisi pesan yang memiliki arti yang luas. Untuk mengetahui
makna yang terkandung di dalam sebuah puisi, seseorang perlu mengartikan dan memahami betul secara detail maksud kata-kata yang ada
dalam bait-bait puisi.
b. Teks dialog drama, adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog,
yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action di hadapan penonton audience
c. Teks naratif prosa adalah suatu jenis tulisan yang berbeda dengan puisi
karena variasi ritme rhythm yang dimilikinya lebih besar, sertabahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa
Latin prosa yang artinya terus terang. Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide.Salah satu dari
ragam prosa adalah novel.
63
Kata novel berasal dari bahasa latin, novus baru. Sedangkan dalam bahasa italia novel disebut novella, kemudian masuk ke Indonesia menjadi novel, yaitu
suatu proses naratif yang lebih panjang dari pada cerita pendek cerpen, yang biasanya memamerkan tokoh-tokoh atau pristiwa imajiner. Novel merupakan
karangan sastra prosa panjang dan mengundang rangkaiaan cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitar dengan cara menonjolkan sifat dan watak
tokoh-tokoh itu.
64
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai “karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang
dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
65
Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan, diri sendiri, serta dengan Tuhan. Novel merupakan hasil
dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap lingkungan dan kehidupannya. Walau berupa khayalan, tidak benar jika novel dianggap sebagai
63
Guru Basindomd, jenis-karya-sastra-indonesia, http:basindomd.blogspot.com
, diakses pada tanggal 28 Mei 2015.
64
Bitstream, Pengertian Novel, http:repository.usu.ac.id
, diakses pada tanggal 14 Juli 2014.
65
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., h. 1079
hasil kerja lamunan belaka, melainkan penuh penghayatan dan perenungan secara intens terhadap hakikat hidup dan kehidupan, serta dilakukan dengan penuh
kesadaran dan tanggung jawab.
66
Bagi pembaca, kegiatan membaca karya fiksi seperti novel berarti menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. “Melalui sarana
cerita inilah pembaca secara tidak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang secara sengaja ditawarkan
oleh pengarang”.
67
Oleh karena itu, cerita, fiksi, atau karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi lebih arif, atau dapat dikatakan
sebagai memanusiakan manusia. 2.
Macam-Macam Novel Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia. Bentuk
sastra ini paling banyak beredar, lantaran daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Novel mampu menghadirkan perkembangan satu karakter, situasi
sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit karakter, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam secara lebih
mendetail.
68
Adapun menurut jenisnya, novel digolongkan kedalam beberapa jenis diantaranya sebagai berikut:
a. Novel Populer, merupakan jenis sastra populer yang menyuguhkan
problematika kehidupan yang berkisar pada cinta, asmara yang bertujuan untuk menghibur.
b. Novel Literer, merupakan jenis sastra yang menyajikan persoalan-
persoalan kehiduan manusia. c.
Novel Picisan, merupakan jenis karya sastra yang menyuguhkan cerita tentang percintaan yang terkadang tidak sedikit menjurus ke pornografi.
Jenis karya sastra ini bernilai rendah, ceritanya cendrung cabul, alurnya datar.
66
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta Gadjah Mada University Press, 2010, Cet. VII,h. 3
67
Ibid., h. 4
68
Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Terj. dari An Introduction to Fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, h. 90
d. Novel Absurd, merupakan jenis karya sastra yang ceritanya menyimang
dari logika, irasional, realitas bercampur angan-angan atau mimpi. Tokoh- tokoh ceritanya “ anti tokoh “ seperti orang mati bisa hidup kembali,
mayat bisa bicara, dsb. Secara nalar logika hal tersebut tidak akan terjadi. Inilah jenis novel yang dalam cerita pengarang membungkus dengan hal
yang diluar nalar manusia.
69
3. Unsur-unsur Novel
Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-
unsur, yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan. Adapun Unsur-unsur yang terkandung di dalam novel antara
lain sebagai berikut: a.
Unsur Instrinsik Unsur Instrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan novel hadir sebagai karya sastra. Unsur instrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara
langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan unsur instrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari
sudut pandang pembaca, unsur-unsur cerita inilah yang akan dijumpai jika membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud adalah:tema, alurplot, tokoh,
latarsetting dan sudut pandang.
70
1 Tema
Tema dipahami sebagai gagasan ide utama atau makna utama sebuah tulisan. Tema adalah sesuatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis
melalui karangannya
71
. Ia selalu berkaitan dengan berbagai pengalaman
69
Anne Ahira, Berkenalan Dengan Jenis-Jenis Novel, http:anneahira.com, diakses pada tanggal 14 Juli 2014.
70
Nurgiyantoro, op. cit., h. 23
71
Nini Ibrahim, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Depok: UHAMKA PRESS, 2009, cet.ke-2, h.136
kehidupan, seperti masalah cinta, kasih, rindu, maut, relegius dan sebagainya.
2 AlurPlot
Secara umum, alurplot merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah novel.
72
Alur dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu alur maju progresif yaitu apabila pristiwa bergerak secara bertahap berdasarkan
urutan kronologis menuju alur cerita. Sedangkan alur mundur yaitu terjadi kaitannya dengan pristiwa yang sedang berlangsung.
3 Tokoh
Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh pembaca memiliki kualitas moral dan memiliki
kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari tindakan. Menurut Abrams yang dikutip oleh Burhan
Nurgiyantoro dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi, Tokoh cerita adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang oleh
pembaca memiliki kualitas moral dan memiliki kecendrungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari
tindakan.
73
Secara lebih mudahnya, istilah tokoh menunjukkan pada orangya atau pelaku cerita.
4 LatarSetting
Latar atau setting adalah penggambaran suatu tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Latar tidak hanya sebagai background saja,
tetapi juga dimaksudkan mendukung unsur cerita lainya. Dalam bukunya Burhan Nurgiyantoro dijelaskan bahwa latar atau setting disebut juga
sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu
72
Stanton, op. cit., h. 26
73
Nurgiyantoro, op. cit., h. 165
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
74
Unsur latar dibedakan kedalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. Ketiga unsur tersebut meskipun masing-masing maenawarkan
permasalahan yang berbeda dan dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya.
75
Penggambaran tempat, waktu, situasi, akan membuat cerita lebih hidup dan logis, juga untuk menciptakan suasana tertentu yang dapat
menggerakkan perasaan dan emosi pembaca.
5 Sudut Pandang
Yang dimaksud dengan sudut pandang adalah dimana ‘pembaca’ memiliki posisi yang berbeda, memiliki hubungan yang berbeda dengan
setiap peristiwa dalam tiap cerita. ‘Posisi’ ini, pusat kesadaran tempat pembaca dapat memahami setiap peristiwa dalam cerita, dinamakan sudut
pandang.
76
Tempat dan sifat sudut pandang tidak muncul semerta-merta. Pengarang harus memilih sudut pandangnya dengan hati-hati agar cerita
yang diutarakannya menimbulkan efek yang pas bagi pembaca.
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur Ekstrinsik adalah unsur-unsur di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra.
Namun ia sendiri tidak ikut menjadi bagian didalamnnya. Walau demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh untuk dikatakan: cukup menentukan
terhadap totalitas terhadap bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu unsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai suatu yang
penting.
74
Ibid.,h. 217
75
Ibid., h. 227
76
Stanton, op. cit., h. 53