Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten Tapanuli Utara Dengan Kabupaten Deli Serdang

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN

ANTAR KABUPATEN TAPANULI UTARA DENGAN

KABUPATEN DELI SERDANG

Skripsi

Diajukan oleh

050501087

LISNA PAKPAHAN

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

M e d a n

2009


(2)

ABSTRACT

Economic growth and development equity is main problem that faced by Less Development Countries (LDS) in their process to set the goal which it to increase peoples welfare now days, there are many arguments that talk about how the second province regions disparity happened. Seeing this argument, i’ts important for someone to make scientific literatur to analyze how the region disparity happened in North Tapanuli and Deli Serdang .

This research is aimed at analyzing regional disparity North Tapanuli and deli serdang in from 1993 up to 2007. Williamson’s index is used to measure the regional disparity in North Tapanuli and Deli serdang. Besides of regional disparity, analyze region’s potential on this region we can use Location Quotient model’s.analyze. The economic region potential in North Tapanuli and Deli Serdang from literature we could know that agriculture sector potential in Noth Tapanuli region and Manufactur sector potential in Deli Serdang .


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan kasih dan penyertaan serta berkatNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skipsi ini guna memenuhi satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi USU.

Adapun penulisan skipsi ini disusun dengan judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten Tapanuli Utara Dengan Kabupaten Deli Serdang”. Isi materi skipsi ini didasarkan pada penelitian kepustakaan serta perkembangan data sekunder yang berkaitan dengan topik yang dibahas.

Dalam penulisan skipsi ini banyak tantangan yang harus dihadapi oleh penulis baik secara materil maupun moril, oleh sebab itudalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak yang terkait sehingga skipsi ini dapat diselesaikan, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya terkhusus kepada : 1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, MM selaku Sekretaris Departemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Drs. Murbanto Sinaga, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan mengarahkan, memberi saran serta masukan dalam menyempurnakan skripsi ini, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Rahmat Sumanjaya, SE, Msi dan Syarief Fauzi,SE, Ak, M.Ak selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan yang mmbangun dalam penyusunan skipsi ini.

6. Bapak Drs Rahmat Sumanjaya selaku Dosen Wali serta seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonmi USU khususnya dosen departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik dan membuka wawasan penulis selama perkuliahan.

7. Seluruh Staf Pegawai dan Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis menyelesaikan urusan-urusan administrasi selama perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Ibu Dra. Fepty Aniar selaku Kasubag Akademik Fakulatas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

9. Dengan rasa hormat kepada yang terkasih Ayahanda A.Pakpahan dan Ibunda L.Simorangkir yang selalu mendukung baik secara moril dan materil, memberikan motivasi dan dukungan doa serta kasih sayang yang tiada ternilai dari mulai perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

10.Kakakku Sentosaria dan abang ipar serta keponakanku Syalomikha; Abangku Mangatas ; Adikku Alatas dan adik ipar Melly; adikku Andi yang memberikan dukungan moril dan materil, nasehat serta doa kepada penulis dari mulai perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.


(5)

11.Tante vera dan Uda; Tante ewin dan uda; Tante gilbert dan uda serta Oppung terkasih yang telah memberikan dukungan dan doa dari mulai perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

12.Yang terkasih B’Julwin yang telah banyak memberikan perhatian, dukungan moril dan materil dari mulai perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini. 13.Sahabat – sahabat trekasih Valentina siagian, Rastioma serta seluruh

teman-teman Ekonomi Pembangunan 2005.

14.KTBku K’Mawar, Nora, Putri, Dewi, dan B’Evan serta Adik kelompokku Corali dan Kartika yang telah memberikan dukungan dan doa dalam penyelesaian skripsi

15.Seluruh komponen pelayanan K.O Gloria, Teman-teman satu kost Paten 20, K’Nova, Saurma, Lasro, Peris dan Parulian serta semua teman terkasih yang tak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan ide dan masukan serta inspirasi juga dukungan doa dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini , untuk itulah penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk dapat meningkatkan kualitas dan menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Juni 2009 Penulis

Lisna Pakpahan


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 10

1.3 Hipotesis... 10

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 11

BAB II URAIAN TEORITIS... 12

2.1 Pengertian dan Teori Pembangunan Ekonomi... 12

2.2 Pengertian dan Teori Pertumbuhan Ekonomi... 14

2.2.1 Teori Klasik... 16

2.2.2 Teori Schumpeter... 17

2.2.3 Teori Pertumbuhan Kuznet... 18

2.3 Teori Pembangunan Regional... 21

2.3.1 Teori Basis Ekspor... 22

2.3.2 Teori Neo-Klasik... 23

2.3.3 Teori Kumulatif Kausatif... 24

2.3.4 Teori Pusat Lingkungan... 24


(7)

2.4 Ketimpangan Antardaerah... 26

2.5 Tinjauan Tentang Konsep Pembangunan... 28

2.5.1 Konsep Daerah Homogen... 30

2.5.2 Konsep Daerah Nodal... 30

2.5.3 Konsep Daerah Perencanaan Administratif... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... ... 32

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 32

3.2 Jenis dan Sumber Data... 32

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 32

3.4 Metode Pengolahan Data... 32

3.4.1 Indeks Williamson... 33

3.4.2 Locationat Quotient... 33

3.5 Defenisi Operasional... 35

BAB IV PEMBAHASAN... 36

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara... 36

4.1.1 Kondisi Georgafis... 36

4.1.2 Administrasi dan Kependudukan ... 38

4.1.3 Potensi Daerah Tapanuli Utara... 42

4.1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tapanuli Utara... 50

4.2 Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang... 51

4.2.1 Kondisi Georgafis... 51


(8)

4.2.3 Potensi Daerah Deli Serdang... 57

4.2.4 Arah Pembangunan Daerah... .... 65

4.3 Kondisi Perekonomian Sumatera Utara... 72

4.4 Analisis dan Pembahasan... 78

4.4.1 Indeks Williamson... 78

4.4.2 Location Quotient... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 83

5.1 Kesimpulan ... 83

5.2 Saran... 83 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Judul Halaman 1.1 Data Kondisi Wilayah Berdasarkan Ketinggian

Daerah Taput... 37

1.2 Data Kondisi Wilayah Berdasarkan Kemiringan Daerah Taput... 37

1.3 Penggunaan Lahan Tapanuli Utara... 38

1.4 Data Kecamatan dan Luas Daerah... 40

1.5 Produksi Hasi Pertanian tanaman makanan 2005... 43

1.6 Hasil Pertanian Tanaman Palawija 2004... 43

1.7 Data hasil produksi Hasil Perkebunan Tapanuli Utara... ... 46

1.8 Data Produksi peternakan Tapanuli Utara... 48

1.9 Penggunaan Lahan Deli Serdang... 53

2.0 Jumlah Unit Usaha Industri... 60

2.1 Jumlah Unit Komoditi Andalan Industri Kecil Deli Serdang... 60

2.2 Data Produksi Beras di Deli Serdang... 62

2.3 Produksi Tanaman Pangan dan Palawija... 62

2.4 Produksi Perikanan Deli Serdang... 62

2.5 Populasi Ternak dan Unggas... 63

2.6 Perkembangan PDRB Sumatera Utara Berdasarkan Harga Konstan Tahun 1997-2007... 77 2.7 PDRB Sumatera Utara Berdasarkan Harga Konstan


(10)

Menurut Sektor Ekonomi Tahun 1997-2007... 78

2.8 Indeks Williamson 1997-2007... 79

2.9 Location Quontient Taput... 81


(11)

ABSTRACT

Economic growth and development equity is main problem that faced by Less Development Countries (LDS) in their process to set the goal which it to increase peoples welfare now days, there are many arguments that talk about how the second province regions disparity happened. Seeing this argument, i’ts important for someone to make scientific literatur to analyze how the region disparity happened in North Tapanuli and Deli Serdang .

This research is aimed at analyzing regional disparity North Tapanuli and deli serdang in from 1993 up to 2007. Williamson’s index is used to measure the regional disparity in North Tapanuli and Deli serdang. Besides of regional disparity, analyze region’s potential on this region we can use Location Quotient model’s.analyze. The economic region potential in North Tapanuli and Deli Serdang from literature we could know that agriculture sector potential in Noth Tapanuli region and Manufactur sector potential in Deli Serdang .


(12)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan mutlak tidak naik dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang. Pembangunan nasional mempunyai beberapa tujuan, salah satu diantaranya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat agar menjadi manusia seutuhnya yang berdasarkan pancasila dan Undang-Undang 1945.

Pembangunan haruslah diartikan sebagai proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar, baik terhadap struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi (Todaro dalam Sirojuzilam : 2008).

Pembangunan ekonomi memiliki tiga sifat penting yaitu suatu proses yang berarti terjadinya perubahan terus menerus, adanya usaha untuk menaikkan pendapatan per kapita masyarakat dan kenaikan pendapatan per kapita masyarakat terjadi dalam jangka panjang. Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat kita lihat dari tingginya pertumbuhan ekonomi serta dapat dinikmati masyarakat paling bawah, baik sendirinya maupun dengan campur tangah pemerintah.


(13)

Perencanaan pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksaan pembangunan dilakukan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada. Namun, hasil pembangunan kadang belum dirasakan merata dan masih terdapat kesenjangan antar daerah.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad, Lincolin : 1999). Dimana dalam masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi SDM, kelembagaan dan sumber fisik secara lokal.

Pada tahap awal pembangunan, perbedaan laju pertumbuhan ekonomi regional yang cukup besar antar daerah telah mengakibatkan perbedaan dalam distribusi pendapatan antar daerah. Namun dalam jangka panjang, ketika faktor-faktor produksi di daerah semakin dioptimalkan dalam pembangunan, maka perbedaan laju pertumbuhan output akan cenderung menurun. Hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita rata-rata di setiap daerah seiring dengan waktu yang berjalan, tetapi untuk melaksanakan dan mencapai tujuan tersebut haruslah dipertimbangkan banyak faktor lain, seperti tersedianya


(14)

tenaga ahli, para pengusaha untuk melaksanakan proyek-proyek industri, keadaan prasarana yang ada, tersedianya pasar, dan sebagainya.

Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan merupakan masalah pokok yang dihadapi setiap negara yang sedang berkembang, dalam usaha pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya.Dalam konteks pembangunan daerah di indonesia, diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan kehidupan masyrakat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat daerah secara optimal dan terpadu dalam memperkuat persatuan dan kesatuan.

Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini sangat penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan di masa yang akan datang.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebar cukup merata akan diikuti dengan membaiknya taraf hidup masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Pada umumnya dalam pembangunan negara-negara berkembang, sasaran yang ingin dicapai ingin dicapai adalah untuk mencapai laju peningkatan Product Domestic Regional Bruto (PDRB) jauh lebih tinggi dibandingkan laju pertambahan penduduk (Robinson, 2004:18).


(15)

Pertumbuhan adalah ukuran utama keberhasilan pembangunan, dan hasil pertumbuhan ekonomi dapat pula dinikmati semua lapisan masyarakat. Pertumbuhan harus berjalan beriringan dan terencana mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan dan pembagian hasil-hasil pembangunan dengan lebih merata. Dengan demikian maka daerah yang tertinggal dan tidak produktif menjadi akan menjadi produktif, yang akhirnya akan mempercepat pertumbuhan itu sendiri.

Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini bertambah Pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah dapat dilihat melalui Product Domestic Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut. Dengan melihat angka PDRB suatu daerah, maka dapat memberikan gambaran pembangunan yang telah dicapai. Nilai tersebut dapat dihitung menurut harga berlaku dan menurut harga tetap.

Secara teoritis disebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan suatu masyarakat, semakin baik tingkat kesejahteraannya. Namun disisi lain jika tingginya pendapatan masyarakat tidak disertai dengan pemerataan distribusi pendapatan maka hal tersebut belum mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya secara keseluruhan. Sama seperti pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Utara yang relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi secara nasional, tetapi pertumbuhan tersebut juga diikuti oleh ketimpangan antar wilayah yang semakin besar sehingga tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan secara keseluruhan.


(16)

Setiap tahun perekonomian di Sumatera Utara diwarnai dengan berbagai perkembangan berdasarkan indikator ekonomi. Perkembangan ini dapat terlihat pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang melanda indonesia.

Laju Pertumbuhan Tahun Indonesia Sumatera utara Penduduk

1980-1990 1.98 2.06

1990-1995 1.66 1.62

1995-2000 1.35 1.17

PDRB

1997 5.23 5.70

1998 (14.22) (10.90)

1999 1.09 2.59

2000 5.24 4.83

Sumber : BPS Sumatera Utara

Pasca krisis ekonomi global dunia, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara

tahun 2009 secara perlahan mulai membaik. Hal itu ditandai dengan kinerja

perekonomian Sumut triwulan I 2009 berdasarkan Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) ADHK 2000 meningkat 1,73 persen bila dibandingkan dengan

triwulan IV 2008.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut peningkatan ini

didukung pertumbuhan positif semua sektor ekonomi kecuali sektor

pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor

pembangunan. Adapun sektor pertanian merupakan sektor yang berhasil mencapai

pertumbuhan tertinggi 6,70 persen dibandingkan dengan sektor perekonomian

lainnya, Sedangkan PDRB ADHK 2000 triwulan I tahun 2009 bila dibandingkan

dengan triwulan sama tahun 2008 ekonomi Sumut mencapai pertumbuhan 4,67

persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai sektor listrik, gas dan air bersih 8,89 persen

disusul sektor jasa-jasa 8,25 persen, sektor keuangan persewaan dan jasa


(17)

Sumber pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2009 antara lain sektor

pertanian memberikan sumbangan sebesar 1,55 persen, disusul sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan 0,17 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi

0,14 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 0,13 persen, sektor jasa-jasa

0,04 persen, sektor listrik, gas dan air bersih 0,02 persen. PDRB Sumut triwulan I

2009 ADHB mencapai Rp57,32 trilyun, sedangkan PDRB ADHK 2000 tercapai

sebesar Rp27,50 trilyun.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2008 sebesar 6,39 persen,

sektor pertanian memberi sumbangan sebesar 1,45 persen, disusul oleh sektor

perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 1,13 persen, sektor jasa-jasa 0,91 persen,

sektor pengangkutan dan komunikasi 0,81 persen, sektor keuangan, persewaan,

dan jasa perusahaan 0,76 persen, dan sisanya oleh keempat sektor lainnya.Hal ini

menunjukkan bahwa sektor pertanian masih memegang peranan penting dalam

perekonomian Sumatera Utara.

Laporan Bank Dunia (2005) bertajuk World Development Repot menyebutkan dalam pengantarnya bahwa keadilan (equity) adalah salah satu aspek fundamental dalam mencapai kemakmuran jangka panjang bagi masyarakat secara keseluruhan, meskipun begitu perdebatan mengenai pengaruh ketimpangan terhadap pembangunan ekonomi masih berlanjut dengan serius. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa ketimpangan berkaitan dengan distribusi hasil (outcomes) seperti pendapatan, kemakmuran, konsumsi, dan dimensi-dimensi lain dari yang apa disebut sebagai kesejahteraan (well being) sedangkan ketidakadilan (inequity) merujuk pada distribusi kesempatan (opportunity) yang mencakup aspek


(18)

ekonomi, politik dan sosial. Dua masalah besar yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pandapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Permasalahan dalam pembangunan adalah pendekatan dan pola pembangunan yang dipakai oleh suatu daerah dalam mencapai pemerataan. Studi yang dilakukan oleh ahli pendukung teori pertumbuhan lebih cenderung mengarah kepada pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki serta mengusahakan distribusi dari dana pembangunan dan investasi kepada sektor-sektor yang dominan dalam mencapai pemerataan pembangunan yang maksimal dalam sekup regional, pemerataan sumber daya alam secara efektif berdasarkan keuntungan lokasi yang dimiliki. Peningkatan pendapatan per kapita memang menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan per kapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan lebih merata.

Sering kali di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal dari pada penggunaan tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan.


(19)

Ketimpangan disebabkan oleh karena proses pembangunan dan ketidakseimbangan kebijakan, ketimpangan wilayah merupakan salah satu permasalahan yang pasti timbul dalam pembangunan. Ketimpangan wilayah menjadi signifikan ketika wilayah dalam suatu negara terdiri atas beragam potensi sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, ikatan etnis atau politik. Keberagaman ini selain dapat menjadi sebuah keunggulan, juga sangat berpotensi menggoncang stabilitas sosial dan politik nasional.

Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Deli Serdang adalah dua kabupaten dengan pola pengembangan wilayah yang berbeda, meskipun sektor ekonominya sama-sama dominan pada sektor pertanian, Namun Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Deli Serdang strategi pengembangan daerah yang berbeda sehingga membuat kedua daerah ini berbeda laju pertumbuhannya.

Kabupaten Tapanuli Utara adalah pertumbuhan ekonomi Tapanuli Utara tahun 2004-2006 mengalami peningkatan yaitu 4,74% tahun 2004, 5,04% tahun 2005 dan 5,44% tahun 2006. Namun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi secara nasional yaitu 6,3% tahun 2004, 6,4% tahun 2005 dan 6,8% tahun 2006 maka pertumbuhan ekonomi Taput masih di rendah. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2006 sebesar 5,44 persen dengan kontribusi tertinggi dari sektor pertanian dimana Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita mencapai Rp.9.430.734 dengan 262.642 jiwa jumlah penduduk dan luas wilayah 3.800,31 Km2.


(20)

Tahun 2006, peningkatan struktur perekonomian menurut lapangan usaha Taput dari 9 sektor mengalami fluktuasi bernilai positif dari tahun-tahun sebelumnya. PDRB di sektor pertanian tahun 2006 sebesar 55,16 persen, pertambangan dan penggalian 0,12 persen, industri pengolahan 1,86 persen, listrik, gas dan air bersih 0,86 persen, bangunan 6,00 persen, perdagangan, hotel dan restauran 13,76 persen, pengangkutan dan komunikasi 4,27 persen, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 4,47 persen dan jasa sebesar 13,52 persen. Jika melihat dari sudut pertumbuhan lapangan usaha ternyata untuk sektor jasa-jasa mengalami kenaikan yang cukup tinggi yakni dari 0,69 persen tahun 2005 menjadi 1,61 persen.

Sedangkan Kabupaten Deli Serdang Kabupaten yang memiliki

keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah

yang memiliki peluang investasi cukup menjanjikan. Dengan terjadinya

pemekaran daerah, maka Luas wilayahnya sekarang menjadi 2.394,62 KM2

terdiri dari 22 kecamatan dan 403 desa/kelurahan, yang terhampar mencapai 3.34

persen dari luas Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang memiliki total jumlah

penduduk berjumlah 1.526.763 jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduknya

(LPP) sebesar 2,74 persen dengan kepadatan rata-rata 616 jiwa perkilometer

persegi.

Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah yang sama-sama sudah mengalami pemekaran sehingga potensi daerah mengalami perubahan, jika kita perhatian data PDRB per kapita Tapanuli Utara tahun 2006 sebesar Rp.9.430.734, Deli Serdang Rp. 13.311.684, menunjukkan


(21)

adanya perbedaan pertumbuhan yang terjadi dan juga adanya perbedaan potensi daerah yang dimiliki oleh kedua kabupaten ini berbeda baik secara kualitas dan kuantitasnya sehingga mempengaruhi tingkat pertumbuhan kedua wilayah tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dan melihat mengenai sejauh mana ketimpangan yang terjadi antar Kabupaten Tapanuli Utara dengan Kabupaten Deli Serdang serta melihat sejauh mana potensi ekonomi yang dimiliki oleh kedua daerah tersebut, sehingga penelitian ini diberi judul “Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Kabupaten Tapanuli utara dengan Kabupaten Deli Serdang”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah yang menjadi dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan, yaitu sebagai berikut :

1. Sejauh mana ketimpangan pembangunan antar Kabupaten Tapanuli Utara dengan Kabupaten Deli Serdang ?

2. Bagaimana potensi ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Deli Serdang ?

1.3. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara atau pernyataan sementara terhadap permasalahan yang ada, yang kebenarannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang ada.


(22)

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Semakin kecil tingkat ketimpangan pembangunan suatu daerah maka akan semakin baik pembangunan daerah tersebut.

2. Daerah yang memiliki potensi yang lebih tinggi memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis ketimpangan pembangunan antar Kabupaten Tapanuli Utara dengan Kabupaten Deli Serdang.

2. Menganalisis sektor-sektor mana yang paling berpotensi dikembangkan di Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Deli Serdang.

Selain tujuan diatas, penelitian ini juga mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Dapat digunakan sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi terkhusus Departemen Ekonomi Pembangunan

2. Menambah dan melingkapi sekaligus sebagai pembangunan hasil penelitian yang sudah ada yang menyangkut topik yang sama.

3. Bagi wilayah yang bersangkutan, melalui penilitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan yang bermanfaat untuk wilayah


(23)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Pengertian dan Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan proses suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Taraf hidup masyarakat atau lebih dikenal dengan istilah kesejahteraan rakyat yang meningkat dapat dilihat dari naiknya pendapatan perkapita masyarakat yang dibarengi dengan perombakan dalam struktur ekonomi yang cukup baik pula. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa setiap peningkatan kegiatan ekonomi dan non ekonomi dilaksanakan untuk masyarakat.

Pembangunan ekonomi dipandang sebagai suatu proses yang menyebabkan naiknya pendapatan perkapita masyarakat dalam suatu masyrakat untuk jangka panjang, maka pembangunan ekonomi mempunyai 3 sifat penting yaitu :

a. Suatu proses , yang berarti terjadinya perubahan secara terus-menerus b. Adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat.

c. Kenaikan pendapatan masyarakat tersebut terjadi dalam jangka waktu yang panjang. (Sirojuzilam: 2005).

Menurut Gant (1971) ada dua tahap dalam tujuan pembangunan yaitu tahap pertama bertujuan untuk menghapuskan kemiskinan . Jika tujuan ini sudah tercapai maka tahap kedua adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk mencukupi segala kebutuhannya.


(24)

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai kebutuhan, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut :

 Mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pertumbuhan produksi nasional yang cepat secara bersamaan.

 Mencapai tingkat kestabilan harga yang mantap dengan kata lain mengendalikan tingkat inflasi yang terjadi diperekonomian.

 Mengatasi masalah-masalah pengangguran dan perluasan kesempatan kerja bagi seluruh angkatan kerja.

 Pendistribusian pendapatan yang lebih merata dan adil.

Pembangunan mengandung arti yang luas, peningkatan produksi memang merupakan salah satu ciri produk dalam proses pembangunan, selain segi peningkatan produksi secara kuantitaf, proses pembangunan mencakup perubahan komposisi produksi, perubahan pada pola pengggunaan (alokasi), sumber daya produksi (productive resources) diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola pembagian (distribusi), kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi, perubahan pada kerangka kelembagaan (institusional framework) dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan.

Definisi pembangunan tidak dapat dipisahkan dengan pengertian pembangunan ekonomi, karena pada dasarnya baik tujuan pembangunan maupun pembangunan ekonomi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bedanya, pembangunan ekonomi hanya meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan masyrakat, sedangkan pembangunan itu dalam pengertian yang paling mendasar.


(25)

Dalam melaksanakan pembangunan, sasaran yang ingin dicapai ada lima yaitu sebagai berikut :

a. Terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan serta peralatan sederhana dari berbagai kebutuhan yang secara luas dipandang perlu oleh masyarakat yang bersangkutan.

b. Terciptanya kesempatan yang luas untuk memperoleh berbagai jasa publik, pendidikan, kesehatan, pemukiman yang dilengkapi infrastuktur yang layak serta komunikasi.

c. Terjaminnya hak untuk memperoleh kesempatan kerja yang produktif yang memungkinkan adanya balas jasa yang setimpal untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

d. Terbinanya prasarana yang memungkinkan produksi barang dan jasa atau pedagang internasional yntuk memperoleh keuntungan dengan kemampuan untuk menyisihkan tabungan untuk pembiayaan usaha-usaha selanjutnya.

e. Terjaminnya partisipasi masyrakat dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek-proyek. (Suryana, 2000:29)

2.2. Pengertian dan Teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan oleh para ahli ekonomi diamana pandangan mereka banyak mereka arahkan kepada pembangunan di negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dibidang ekonomi.


(26)

Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Pertumbuhan ekonomi terjadi apabila terdapat banyak output yang dihasilkan. Sedangkan pembangunan ekonomi tidak hanya menekankan pada output semata, tetapi juga menekankan pada perusahaan-perusahaan dalam kebudayaan dan pengetahuan teknik dalam menghasilakan output yang lebih banyak, baik perubahan dalam stuktur sosial, kebudayaan dan kebiasaan yang tidak sesuai lagi dengan sasaran pembangunan.

Pembangunan ekonomi selalu diikuti pertumbuhan ekonomi tetapi tidak sebaliknya. Dengan kata lain, dapat diartikan bahwa pembangunan sebagai pertumbuhan ekonomi agregat atau pertumbuhan merupakan bahagian dari pembangunan ekonomi. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan ekonomi adalah lebih tinggi dari pada masa sebelumnya.

Menurut Samuelson (2001), Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan GNP yang bersumber dari hal-hal berikut :

1) Pertumbuhan dalam tenaga kerja 2) Pertumbuhan dalam Modal

3) Pertumbuhan inovasi dan Teknologi.

Pertumbuhan ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitaf yang menggambarkan perkembangan suatu perekonomian dalam suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan tersebut selalu dinyatakan dalam bentuk persentase perubahan pendapatan nasional pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.


(27)

Pengertian yang lain menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu kondisi terjadinya perkembangan GNP potensial yang mencerminkan adanya pertumbuhan output perkapita dan meningkatnya standard hidup masyarakat. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi nasional, nilai GNP yang digunakan adalah adalah GNP harga konstan, pengaruh perubahan harga (inflasi) tidak ada lagi atau sudah dihilangkan dan hanya menunjukkan perubahan kuantitas barang dan jasa.

2.2.1 Teori Klasik

Adam Smith adalah ahli ekonomi klasik pertama sekali mengemukakan mengenai pentingnya kebijaksanaan lisezfaire atas sistem mekanisme untuk memaksimalkan tingkat perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Adam Smith dalam bukunya “An Inquiry Into the Nature and Causes of The Wealth of Nation” mengemukakan faktor-faktor yang menimbulkan pembangunan ekonomi. Inti ajaran smith adalah agar masyarakat diberi kebebasan seluas-luasnya dalam menentukan kegiatan ekonomi apa yang dirasanya terbaik untuk dilakukan.

Menurut smith sistem ekonomi pasar bebas menciptakan efisiensi, membawa ekonomi kepada kondisi full employment, dan menjamin pertumbuhan ekonomi sampai tercapai posisi stationer (stationery state) yang terjadi apabila sumber daya alam telah seluruhnya dimanfaatkan, dan kalaupun ada penganguran itu bersifat sementara.

Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar ,dan perluasan pasar akan mendorong tingkat spesialisasi. Dengan adanya spesialisasi akan mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi atau mempercepat proses pembangunan


(28)

ekonomi, karena spesialisasi akan mendorong produktivitas tenaga kerja dan mendorong tingkat perkembangan teknologi. Pemerintah tidak perlu terlalu dalam mencampuri urusan perekonomian, Peranan pemerintah adalah menciptakan kondisi dan menyediakan fasilitas yang mendorong pihak swasta berperan secara optimal dalam perekonomian, pemerintah tidak perlu terjun langsung dalam kegiatan produksi dan jasa.

Teori yang menjelaskan hubungan antara pendapatan per kapita dengan jumlah penduduk disebut teori optimal penduduk. Menurut teori ini, Pada awalnya pertumbuhan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan per kapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaituproduksi marginal akan mengalami penurunan, dan mengubah keadaan pendapatan perkapita sama dengan produk marginal.

2.2.2 Teori Schumpeter

Teori ini menerangkan pentingnya peranan pengusaha dalam pembangunan dimana pengusaha sebagai pihak yang selalu mengadakan inovasi dalam kegiatan ekonomi. Dalam teori ini juga dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat kemajuan suatu perekonomian, semakin terbatas untuk melakukan inovasi sehingga pertumbuhan akan semakin lamban. Pada akhirnya akan terjadi keadaan stationery state.


(29)

2.2.3 Teori Pertumbuhan Kuznet

Menurut kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri akan dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian tehnologi, institusional (kelembagaan), dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Masing-masing dari ketiga komponen pokok dari defenisi itu sangat penting, yaitu :

1. Kenaikan output secara berkesinambungan adalah manifestasi atau perwujudan dari apa yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi sedangkan kemampuan menyediakamn berbagai jenis barang itu sendiri merupakan tanda kematangan ekonomi (economic maturity) disuatu negara yang bersangkutan.

2. Perkembangan teknologi merupakan dasar atau pra kondisi bagi berlangsungnya suatu pertumbuhan ekonomi secara berkesinangbungan, tetapi tidak cukup itu saja masih dibutuhkan faktor-faktor lain.

3. Guna mewujudkan potensi pertumbuhan yang terkandung didalam teknologi maka perlu diadakan serangkaian penyesuaian kelembagaan , sikap, dan ideologi (Todaro, 2000 : 144)


(30)

Ada tiga faktor atau komponen utama dalam dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa. Ketiganya adalah :

1. Akumulasi Modal

Akumulasi modal meliputi semua bentuk atau jenis investasi yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sunber daya manusia. Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian hari. Investasi produktif yang bersifat langsung tersebut harus dilengkapi dengan berbagai investasi penunjang yang disebut investasi infrastruktur ekonomi dan sosial.

2. Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagian salah satu faktor produksi yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah tenaga produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih lebih besar. Dimana positif atau negatifnya pertambahan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada sistem perekonomian yang bersangkutan , adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi ole tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor-faktor penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi.


(31)

3. Kemajuan Ekonomi

Kemajuan teknologi terbagi atas tiga kelompok, yaitu :

• Kemajuan teknologi yang netral, terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama, inovasi yang sederhana, seperti pengelompokan tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan output atau kenaikan output masyarakat.

• Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja, sebagian besar kemajuan teknologi pada abad kedua puluh adalah teknologi yang hemat tenaga kerja, jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam berbagai produksi mulai semakin sedikit.

• Kemajuan teknologi yang hemat modal, merupakan fenomena yang relatif langka, hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan menghemat modal.

Dalam tiga dasawarsa terakhir ada tiga pemikiran utama yang sering bertentangan yaitu :

a. Teori tahapan Linear dan tahapan pertumbuhan ekonomi; b. Model Neo-klasik tentang pendekatan stuktural; dan c. Model ketergantungan internasional.


(32)

2.3 Teori Pembangunan Regional

Pertumbuhan ekonomi daerah yang berbeda-beda intensitasnya akan menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar daerah.Myrdal (1968) dan Friedman (1976) menyebutkan bahwa pertumbuhan atau perkembangan daerah akan menuju kepada divergensi.

Pertumbuhan regional adalah produk dari banyak faktor yang bersifat intern dan ekstern serta sosio politik. Faktor intern meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal. Sedangkan salah satu penentu ekstern yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.

Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata-rantai proses industri dan distribusi.

Upaya ini dapat terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerjasama antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah. Rendahnya pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi pembangunan lintas sektor dan wilayah pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah saat ini masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya.


(33)

Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berkelebihan sehingga menurunkan kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi) sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu, seringkali pula terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor, contohnya adalah terjadinya konflik antar kehutanan dan pertambangan. Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut adalah karena pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum menggunakan Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah.

Ada beberapa teori pertumbuhan ekonomi regional yang lazim dikenal yaitu :

Teori Basis Ekspor (Export Base Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Douglas E.North (1955) ini merupakan model yang paling spesifik dari teori pertumbuhan ekonomi. Region yang ruang lingkup tinjauannya lebih berfokus kepada kemampuan untuk melakukan transaksi ekspor, sehingga pertumbuhan ekonomi daerah lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan dan tata lokasi kegiatan tersebut.

Model teori basis ekspor ini menekankan pada beberapa hal antara lain : a. Bahwa suatu daerah tidak harus menjadi daerah industri untuk dapat tumbuh

dengan cepat, sebab faktor penentu pertumbuhan daerah adalah keuntungan komparatif (keuntungan lokasi) yang dimiliki yang oleh daerah tersebut ;


(34)

b. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan dapat dimaksimalkan bila daerah yang bersangkutan memanfaatkan keuntungan komparatif yang dimiliki menjadi kekuatan basis ekspor ;

c. Ketimpangan antar daerah tetap sangat besar dipengaruhi oleh variasi potensi masing-masing daerah.

Ini berarti bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan suatu region, strategi pembangunan harus disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan pada tingkat nasional.

Teori Neo-Klasik (Neo Classic Theory)

Dalam negara yang sedang berkembang, pada saat proses pembangunan baru dimulai, tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung menjadi tinggi (divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah berjalan dalam waktu yang lama maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun (convergence). Hal ini disebabkan pada negara sedang berkembang lalu lintas modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian ke arah tingkat keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi (Sirojuzilam, 2005:9).

Teori ini mendasarkan analisanya pada komponen fungsi produksi. Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja, dan teknologi. Adapun kekhususan teori ini adalah dibahasnya secara mendalam pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan regional.


(35)

Masih belum lancarnya fasilitas perhubungan dan komunikasi serta kuatnya tradisi yang menghalangi mobilitas penduduk biasanya merupakan faktor utama yang menyebabkan belum lancarnya arus perpindahan orang dan modal antar daerah. Sedangkan pada negara-negara yang telah maju proses penyesuaian tersebut dapat terjadi dengan lancar karena telah sempurnanya fasiitas perhubungan dan komunikasi.

Teori Kumulatif Kausatif (Cummulative Causative Theory)

Teori ini dipelopori oleh Gunnar Myrnal (1957) yang mengatakan adanya suatu keadaan berdasarkan kekuatan relatif dari “Spread Effect” dan “Back Wash Effect”. Spread Effect adalah kekuatan yang menuju konvergensi antar daerah-daerah kaya dan daerah-daerah-daerah-daerah miskin. Dengan timbulnya daerah-daerah kaya, maka akan tumbuh pula permintaannya terhadap produk daerah-daerah miskin. Dengan demikian mendorong pertumbuhannya.

Akan tetapi Myrdal yakin bahwa dampak spread effect ini lebih kecil daripada back wash effect. Pertambahan permintaan terhadap produk daerah miskin tersebut terutama barang-barang hasil pertanian oleh daerah kaya tentu saja mempunyai nilai permintaan yang rendah, sementara konsumsi daerah miskin terhadap produk daerah kaya akan lebih mungkin terjadi. Para pelopor teori ini menekankan pentingnya campur tangan pemerintah untuk mengatasi perbedaan yang semakin menonjol.

Teori Pusat Lingkungan (Core Perpihery Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Friedman sejak tahun 1966, yang melihat hubungan antara pembangunan kota (core) dan desa (periphery) disekitarnya.


(36)

Friedman berusaha untuk merumuskan suatu keadaan yang akan menciptakan suatu suasana kota di areal pedesaan, misalnya adanya kelengkapan yang memadai sebagaimana halnya diperkotaan, atau sebaliknya bagaiman pula menciptakan kehidupan dan nuansa desa di daerah kota.

2.3.5. Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory)

Growth Poles Theory adalah salah satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.

Secara fungsional pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada dikota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-usaha tersebut.


(37)

Tidak semua kota generatif dapat dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri yaitu adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiflier effect (unsur pengganda), adanya konsentrasi goegrafis , dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah belangnya.(Robinson, 2004:115)

Ketimpangan Antardaerah

Myrdal (1957) menyatakan bahwa tingkat kemajuan ekonomi antardaerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan (backwash effect) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effect) terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini menyebabkan proses ketidakseimbangan.pelaku-pelaku yang memiliki kekuatan pasar secara normal akan meningkat bukannya menurun sehingga mengakibatkan ketimpagan antardaerah (Arsyad :1999).

Peningkatan pendapatan per kapita memang menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan per kapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan lebih merata. Sering kali di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal dari pada penggunaan tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan.


(38)

Dalam pembangunan ekonomi regional, Williamson (1965) meneliti hubungan antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan, ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan , disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan dan pembangunan terkonsentrasi didaerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih matang, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antardaerah dan disparitas berkurang dengan signifikan.

Ketimpangan antardaerah juga disebabkan oleh mobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh suatu daerah. Sumber-sumber daya yang dimiliki oleh suatu daerah. Sunber-sumber daya tersebut antara lain akumulasi modal, tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antardaerah dan antarsektor ekonomi suatu daerah. Melihat fakta ini dapat dikatakan bahwa disparitas regional merupakan konsekuensi dari pembangunan itu sendiri.

Pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah saat ini masih sering dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya. Keinginan untuk memperoleh keuntungan ekonomi jangka pendek seringkali menimbulkan keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan sehingga menurunkan kualitas (degradasi) dan kuantitas (deplesi) sumber daya alam dan lingkungan hidup. Selain itu, sering pula terjadi konflik pemanfaatan ruang antar sektor.


(39)

Salah satu penyebab terjadinya permasalahan tersebut karena pembangunan yang dilakukan dalam wilayah tersebut belum menggunakan Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah. Oleh karena itu, sangat penting untuk memanfaatkan rencana tata ruang sebagai landasan atau acuan kebijakan spasial bagi pembangunan lintas sektor maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hirarkis dari tingkat Kabupaten, Kecamatan, Kota dan Desa.

Pendapatan per kapita suatu daerah banyak digunakan tolak ukur untuk mengukur ketimpangan dalam suatu daerah. Pendapatan ini tidak dilihat dari tingginya melainkan apakah pendapatan itu terdistribusi secara merata atau tidak ke seluruh masyarakat.

Tinjauan Tentang Konsep Pembangunan Wilayah

Secara harafiah kita dapat mengartikan kata pembangunan itu sebagai suatu proses aktifitas yang dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan yang hasilnya harus lebih baik untuk masa yang akan datang dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Wilayah disini berarti Kabupaten, jadi pembangunan wilayah adalah suatu proses daerah untuk meningkatkan kondisi yang harus lebih baik pada saat ini dan dimasa yang masa datang dibandingkan dengan masa yang lalu ( Tarigan, 2004:28)

Pengertian region adalah wilayah atau daerah, walaupun demikian bukan berarti konsep “space” menjadi satu-satunya unsur yang paling dominan dalam studi ekonomi regional, karena dalam studi itu tidaklah mungkin mengabaikan


(40)

konsep-konsep tradisional ekonomi, seperti permintaan (demand), penawaran (supply), harga (price), struktur produksi (production structur), perhitungan tingkat pendapatan nasional (national income account), teori konsumsi (consumption theory), teori investasi (investement theory), dan lain-lain yang tidak mungkin dapat dipisahkan.

Pendefinisian suatu region bukanlah suatu hal yang mudah, bahkan dapat dikatakan sulit. Apakah definisi suatu region akan dilakukan berdasarkan kesatuan daerah ekonomi, daerah administrasi maupun berdasarkan kesatuan yang bersifat historis. Guna memberi kemudahan dalam analisisa, maka konsep region sering diformulasikan sesuai dengan apa yang diperlukan, yaiu sebagai cara yang sistematis dalam menampilkan unsur tempat ke dalam analisa yang ditentukan secara khusus sesuai dengan sifat dan struktur dari teori yang menggunakanya. Hal ini berarti, bahwa pengertian regional dapat berbeda-beda teregantung kepada kepada jenis teori yang diperlukan. (Syafrizal :2005)

Penyatuan pemahaman tentang sistem penataan ruang nasional sangat dpierlukan sehingga rencana tata ruang menjadi acuan kebijakan spacial bagi pembangunan lintas sektor maupun wilayah. Penyelenggaraan ernas dalam rangka mewujudkan pemahaman dan penyamaan visi serta paradigma terhadap aspek-aspek penataan ruang nasional yang menjadi dasar upaya pengambilan kebijakan di masa yang akan datang.

Perlu adanya pemantapkan kebijakan penataan ruang di pusat dan di daerah untuk mendukung dan mempercepat pelaksanaan pembangunan nasional serta kemantapan keamanan nasional. Dalam penyusunan penataan ruang


(41)

seharusnya tidak terjadi benturan dann tetap mengacu pada UU No. 24 tahun 1992 tentang tata ruang. Penataan ruang yang tepat akan menentukan keberhasilan pembangunan nasional. Akan tetapi, keberhasilan bukan semata-mata dari pembangunan ekonomi tapi juga dari aspek pertahanan keamanan dan integrasi. Jadi sangat perlu mengoperasikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah.

Dengan adanya kesepakatan mengenai region, maka akan memberikan suatu hasil akhir yang lebih baik dan maksimal. Dalam kesulitan membentuk definisi, akhirnya para ahli sepakat meninjau konsep ini oleh 3 bahagian besar yaitu :

Konsep Daerah Homogen (Homogeneus Region Concept)

Konsep ini didefenisikan atas kesamaan karakteristik dari berbagai daerah. Karakteristik ini dapat berupa pendapatan perkapita penduduk, jenis produksi utama, problem sosial, tingkat industri dan lain-lain. Dengan kata lain konsep daerah homogen didasarkan atas pendapat, adanya keseragaman baik itu ciri-ciri ekonominya, geografisnya maupun sistem sosial masyarakat yang berlaku. Jadi batasan suatu daerah dapat ditentukan oleh titik kesamaan, sifat-sifat atau ciri-ciri tersebut.

Konsep Daerah Nodal (Polarized Region Concept

Konsep ini lebih banyak menekankan pada tingkat keterkaitan antar satu daerah dengan daerah lainnya, baik diukur dalam lalu lintas barang , pendukung maupun penjumlahan modal. Batasan dari daerah model tersebut akan lebih banyak ditentukan oleh berkurangnya keterkaitan sesuatu terhadap pusat kegiatan


(42)

ekonomi yang mempengaruhinya, atau apabila pengaruh itu digantikan oleh pusat kegiatan ekonomi daerah lain.

Konsep Daerah Perencanaan Administratif (Planning Region Concept atau Administrasion Region Concept)

Konsep ini dinilai praktis serta banyak digunakan, merupakan pengelompokan daerah yang didasarkan atas kegiatan politik atau administratif. Konsep administatif apabila daerah tersebut memiliki suatu ekonomi ruang yang didasari administratif apabila daerah tersebut memiliki suatu ekonomi ruang yang didasarkan administrasi pendapatan seperti propinsi, kabupaten dan kota.

Permasalahan dalam pembangunan di suatu negara dalam masa-masa yang akan datang secara nyata masih akan tampak berkisar pada persoalan “Spasial”. Disinilah pentingnya usaha disuatu negara membuat prioritas pembangunan daerah dan wujud pengembangan wilayah disegala sektor, guna memperoleh pembangunan (Robinson, 2004:30).

Bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan untuk mengembangkan daerah yang menyelaraskan laju pertumbuhan antar daerah, antar kota dan antar desa, antar sektor. Kebutuhan dan strategi pembangunan wilayah adalah merupakan kebutuahan dan strategi pembangunan nasional yang dipresentasikan melalui variabel kewilayahan.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan dan pengolahan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan yang ada serta menguji hipotesis penelitian. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah melihat besarnya ketimpangan pembangunan antar Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Deli Serdang serta melihat potensi ekonomi yang terdapat dalam masing-masing kabupaten tersebut. 3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder dalam bentuk data berkala (time series) dengan kurun waktu 15 tahun dari 1993-2007 yang bersumber dari BPS Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

3.3 Metode dan Teknik pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik penelitian kepustakaan (library research) melalui jurnal-jurnal dan buku-buku pendukung. Teknik pengumpulan data dengan melakukan pencatatan langsung berupa data time series dari tahun 1993-2007 dari BPS Daerah Tingkat I Sumatera Utara.

3.4 Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan tiga model analisis untuk melihat dan menjelaskan bentuk ketimpangan serta potensi ekonomi daerah yang ada. Model tersebut adalah sebagai berikut :


(44)

(

)

Y

P

Pi

Y

Yi

Vw

n

i

=

1

2 3.4.1 Indeks Williamson (Vw)

Indeks Williamson ini dipakai untuk mengetahui besarnya ketimpangan suatu daerah yang pengukurannya berkisar antara 0-1. Jika Vw dari hasil pengukuran semakin besar (mendekati 1) maka ketimpangan akan semakin besar atau sangat tidak merata dan jika semakin kecil (Mendekati 0) maka semakin merata.

Rumus Indeks Williamson yang dipakai adalah sebagai berikut :

Nilai Vw antara 0 dan 1 Dimana :

Vw = Indeks Williamson

Yi = Pendapatan per kapita daerah i Y = Pendapatan per kapita provinsi Pi = Jumlah penduduk daerah i

P = Jumlah penduduk provinsi Sumatera Utara 3.4.2 Location Quotient (LQ)

Location Quotient (LQ) merupakan suatu metode analisis yang dipergunakan untuk melihat dan menghitung potensi ekonomi daerah, sektor basis setiap region.


(45)

Koefisien LQ dapat dirumuskan sebagai berikut (Bendavid-Val, 1991) :

Y

Yi

Yj

Yij

LQ

ij

=

Dimana :

LQij = Koefisien Location Quotient sektor i wilayah pembangunan j Yij = PDRB sektor i wilayah pembangunan j (rupiah)

Yj = PDRB wilayah pembangunan j (rupiah)

Yi = PDRB sektor i provinsi Sumatera Utara (rupiah) Y = PDRB Provinsi Sumatera Utara (rupiah)

Kriteria hasil perhitungan koefisien LQ adalah jika suatu sektor memiliki LQ > 1, maka sektor tersebut menguntungkan atau unggul dalam pendapatan. Namun bila suatu sektor memiliki koefisien LQ < 1, berarti sektor tersebut tidak menguntungkan atau unggul.


(46)

3.5 Defenisi Operasional

Sesuai dengan Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini , diberikan batasan penelitian yang memudahkan analisis, dijabarkan beberapa definisi operasional yakni :

1. Pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihitung berdasarkan pendapatan masyarakat yang besarnya dinyatakan dalam juta rupiah.

2. Pembangunan adalah suatu proses yang menyebabkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan disertai dengan pemerataan hasil-hasilnya yang dilihat berdasarkan peningkatan PDRB atas dasar harga konstan pada suatu tahun tertentu yang besarnya dinyatakan dalam juta rupiah.

3. Ketimpangan pembangunan adalah perbedaan pembangunan yang dilihat dari pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.


(47)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Tapanuli Utara 4.1.1 Kondisi Georgafis

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan salah satu dari 25 daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara terletak di wilayah pengembangan dataran tinggi Sumatera Utara berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Topografi dan kontur tanah Kabupaten Tapanuli Utara beraneka ragam yaitu yang tergolong datar (3,16 persen), landai (26,86 persen), miring (25,63 persen) dan terjal (44,35 persen. Secara astronomis Kabupaten Tapanuli Utara berada pada posisi 10º20’ - 20º41’ Lintang Utara dan 98º05’– 99º16’ Bujur Timur.

Sedangkan secara geografis letak Kabupaten Tapanuli Utara diapit atau berbatasan langsung dengan lima kabupaten yaitu :

 Disebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir  Di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu;  Disebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan;

 Disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah.

Letak geografis dan astronomis Kabupaten Tapanuli Utara ini sangat menguntungkan karena berada pada jalur lintas dari beberapa Kabupaten di


(48)

lebih dari 500 meter di atas permukaan laut sangat berpeluang memperoleh curah hujan yang banyak. Selama tahun 2006, rata-rata curah hujan tahunan tercatat 6.477 mm dan lama hari hujan 177 hari atau rata-rata curah hujan bulanan sebanyak 539,75 mm dan lama hari hujan 14,75 hari. Dari rata-rata curah hujan bulanan tahun 2006, terlihat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November yaitu 861 mm dan lama hari hujan 22 hari dancurah hujan terendah pada bulan Juli yaitu 152 mm dan lama hari hujan 7 hari.

Berdasarkan topografinya daerah ini berada dijajaran Bukit Barisan

dengan keadaan tanah umumnya berbukit dan bergelombang, hanya sekitar 9,66

% dari keseluruhan luas wilayah yang berbentuk datar dan berada pada ketinggian

300-2.000 m di atas permukaan laut.

Tabel 1.1 Data kondisi wilayah berdasarkan ketinggian daerah Tapanuli

1 300 - 500 m 13.784 Ha 3,63 %

2 500 - 1.000 m 148.072 Ha 39,03 %

3 1.000 - 1.500 m 216.919 Ha 57,18 %

4 1.500 m -keatas 596 Ha 0,16 %

Jumlah 379.371 Ha 100 %

Sumber : Bappeda Tapanuli Utara

Menurut kemiringan/kelerengan tanah

Tabel 1.2 Data kondisi wilayah berdasarkan kemiringan daerah Tapanuli Utara

1 Datar(0 s.d. 2 %) 11.976 Ha 3,16 %

2 Landai(2 s.d. 5 %) 101.903 Ha 26,86 %

3 Miring (15 s.d. 40 %) 97.230 Ha 25,63 %


(49)

Jumlah 379.371 Ha 100 %

Sumber : Bappeda Tapanuli Utara

Penggunaan sumber daya lahan di Kabupaten Tapanuli Utara terdiri dari

penggunaan lahan basah dan lahan kering, lahan basah terdiri dari pertanian

tanaman pangan, perikanan. Sedangkan lahan kering terdiri dari kehutanan,

peternakan dan perkebunan.

Tabel 1.3 Penggunaan Lahan Tapanuli Utara 2005

1 Pemukiman 18.482 ha 2 Sarana sosial ekonomi & budaya 2.45 ha 3 Pertanian dalam arti luas 79.159 ha 4 Pertambangan 43 ha 5 Ladang - Huma 18.180 ha 6 Alang-alang 68.606 ha 7 Kehutanan 102.117 ha 8 Kolam/Empang 978 ha 9 Rawa-rawa 3.463 ha 10 Lahan kritis 2.153 ha 11 Industri 39 ha

Sumber : Bappeda Tapanuli utara

4.1.2 Administratif dan Kependudukan

Kabupaten Tapanuli Utara secara wilayah administrasi terdiri dari 15 kecamatan. Kelima belas kecamatan ini terbagi dalam 232 desa dan 11 kelurahan. Kecamatan yang paling banyak jumlah desa/kelurahan yaitu Kecamatan Tarutung (24 desa dan 7 kelurahan) dan yang paling sedikit jumlah desanya yaitu Kecamatan Simangumban (8 desa). Keadaan desa/kelurahan ditinjau dari tingkat perkembangannya masih sangat memprihatinkan, dari 243 desa/kelurahan baru


(50)

1,23 persen desa/kelurahan swasembada sisanya 43,21 persen desa swakarya dan 55,56 persen desa swadaya.

Luas wilayah Kabupaten Tapanuli Utara sekitar 3.800,31 Km2 terdiri dari luas dataran 3.793,71 Km2 dan luas perairan Danau Toba 6,60 Km2. Dari 15 kecamatan yang ada, kecamatan yang paling luas di Kabupaten Tapanuli Utara adalah Kecamatan Garoga sekitar 567,58 Km2 atau 14,96 persen dari luas Kabupaten, dan kecamatan yang terkecil luasnya yaitu Kecamatan Muara sekitar 79,75 Km2 atau 2,10 persen.

Mengingat luasnya wilayah Kabupaten Tapanuli Utara meliputi Dairi pada waktu itu, maka untuk meningkatkan daya guna pemerintahan, pada tahun 1956 dibentuk Kabupaten Dairi yang terpisah dari Kabupaten Tapanuli Utara. Salah satu upaya untuk mempercepat laju pembangunan ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi daerah, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan stabilitas keamanan adalah dengan jalan pemekaran wilayah. Pada tahun 1998 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Toba Samosir sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1998 tentang Pembentukan Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal.

Kemudian pada tahun 2003 Kabupaten Tapanuli Utara dimekarkan kembali menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan sesuai dengan Undang-undang No. 9 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Humbang Hasundutan.


(51)

Setelah Kabupaten Tapanuli Utara berpisah dengan Kabupaten Humbang Hasundutan jumlah kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara menjadi 15 kecamatan. Kecamatan yang masih tetap dalam Kabupaten Tapanuli Utara yaitu Kecamatan Parmonangan, Kecamatan Adiankoting, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Tarutung, Kecamatan Siata Barita, Kecamatan Pahae Jae, Kecamatan Purbatua, Kecamatan Simangumban, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Garoga, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Siborong-Borong, Kecamatan Pagaran, Kecamatan Muara.

Tabel 1.4 Data Kecamatan dan luas area.

No Kecamatan Luas Area Rasio Terhadap total

1 Parmonangan 257,35 6,78

2 Adiankoting 502,90 13,26

3 Sipoholon 189,20 4,99

4 Tarutung 107,68 2,84

5 Siatas Barita 92,92 2,45

6 Pahae Julu 165,90 4,37

7 Pahae Jae 203,20 5,36

8 Purbatua 192,80 5,06

9 Simangumban 150,00 3,95

10 Pangaribuan 459,25 12,11

11 Garoga 567,58 14,96

12 Sipahutar 408,22 10,76


(52)

14 Pagaran 138,05 3,64

15 Muara 79,75 2,10

Total Tapanuli Utara 793,71 100,00

Danau Toba = 6,60 km²

Sumber : Bappeda Tapanuli Utara

Pada Tahun 2006, melalui Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Utara No. 04,05,06 dan 07 tahun 2006 dibentuk Desa Pemekaran sebanyak 10 Desa. Yaitu Desa Pertengahan, Hutajulu, Parbalik Hutatua dan Horisan Ranggitgit di Kecamatan Parmonangan, Desa Sitabo-tabo Toruan dan Silaitlait di Kecamatan Siborong-borong, Desa Parsorminan 1, Silantom Jae dan padang Parsadaan di Kecamatan Pangaribuan serta Desa Hutaraja Simanungkalit di Kecamatan Sipoholon..

Kesejahteraan penduduk merupakan sasaran utama dari pembangunan sebagaimana tertuang dalam GBHN.Untuk itu pemerintah telah melaksanakan berbagai usaha dalam rangka memecahkan masalah kependudukan. Usaha-usaha yang mengarah pada pemerataan penyebaran penduduk melalui transmigrasi telah dilakukan. Selain itu dengan mulai diberlakukannya otonomi daerah, diharapkan dapat mengurangi perpindahan penduduk. Usaha untuk menekan laju pertumbuhan penduduk juga telah dilakukan melalaui Program Keluarga Berencana yang dimulai awal tahun 1970-an.

Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara pada tahun 2006 berdasarkan angka proyeksi yang dihitung berdasarkan data jumlah penduduk hasil Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B) yang


(53)

dilaksanakan pada bulan April 2003 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2006 sebesar 262.642 jiwa yang terdiri dari 130.429 jiwa laki-laki dan 132.213 jiwa perempuan.

Rasio jenis kelamin Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2006 sebesar 98,65 ini berarti bahwa jumlah penduduk perempuan di Tapanuli Utara lebih banyak dari pada jumlah penduduk laki-laki. Sedang tingkat kepadatan penduduk relatif rendah, yaitu 69,23 penduduk per kilometer persegi. Banyaknya rumah tangga tahun 2006 sebesar 56.345, dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 4,66 orang.Dibandingkan dengan tahun 2005, rata-rata besarnya anggota rumah tangga tahun 2006 tidak terlalu berbeda, yaitu sebesar 4,67 orang.

4.1.3 Potensi Daerah Tapanuli Utara

Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian Kabupaten Tapanuli Utara didominasi oleh sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan dan perkebunan rakyat, menyusul sektor perdagangan, pemerintahan, perindustrian dan pariwisata. Pada era informasi dan globalisasi peranan pemerintah maupun pihak swasta semakin nyata dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah di berbagai sektor/bidang sehingga pendapatan masyarakat semakin meningkat.

Sektor pertanian, yang dari sub sektor tanaman bahan makanan,


(54)

Dalam hal ini sub sektor tanaman bahan makanan mencakup tanaman padi,

palawija dan hortikultura. Untuk tanaman padi dan palawija, padi memiliki luas

panen terbesar seluas 28.846 ha. Sedangkan untuk tanaman sayuran, cabe

memiliki luas panen terbesar yaitu sebesar 442 ha.

Daerah Tapanuli Utara tergolong beriklim sejuk dengan temperatur udara

berkisar 17º - 29º C serta curah hujan yang relatif tinggi membawa berkah

untuk berbagai jenis sayur-mayur yang dibudidayakan di daerah ini, seperti:

bawang merah, kentang, petsai/sawi, cabe, tomat, buncis, terong, bayam dan

lain-lain.

Tabel 1.5 Produksi hasil pertanian tanaman makanan 2005

Komoditi Luas area/panen (Ha)thn 2006 Produksi (Ton/Thn) 2005

Padi 27.365 143.418

Ubi Kayu 1.050 8.100

Ubi Jalar 2.119 14.234

Jagung 2.850 9.634

Kedelai 4 5

Kacang Tanah 2.596 4.565

Tabel 1.6 Hasil Pertanian Tanaman Palajiwa 2004

Komoditi Luas area/panen (Ha) Produksi (Ton/Thn) 2004

Cabe 345,0 1.696.0

Bawang merah 79,0 520,0

Bawang Daun 182,0 1.036,0

Buncis 54,0 358,0

Kentang 95,1 1.143,5


(55)

Sawi 287,0 3.377

Kacang panjang 61,0 122,0

Tomat 93,0 624,0

Terong 52,0 294,0

Bayam 58,0 174,0

Sumber : BPS Sumatera Utara

Tapanuli Utara dan merupakan komoditi andalan masyarakat, dimana pertanamannya tersebar di beberapa kecamatan, seperti: Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan, Siborongborong dan Tarutung dengan luas 1.031 Ha dan produksi pada Tahun 2005 sebesar 17.940 Ton dengan produktivitas 174 Kw/Ha. Namun pertanaman nenas yang paling dominan berada di Kecamatan Sipahutar, Pangaribuan dan Siborongborong, yang merupakan sentra produksi tanaman nenas di Kabupaten Tapanuli Utara.

Melalui upaya Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara yang memberikan subsidi 50 % dalam pengolahan lahan-lahan tidur dan dikaitkan dengan kebutuhan bahan baku Industri Pengolahan Nenas Terpadu (PT. Alami Agro Industry) di Kecamatan Siborongborong yang telah mulai beroperasi pada Tahun 2005, maka di tahun-tahun yang akan datang diperkirakan luas areal pertanaman nenas ini akan meningkat secara signifikan. Nenas merupakan salah satu komoditi tanaman hortikultura buah-buahan yang telah dikembangkan masyarakat secara turun-temurun di Kabupaten Tapanuli Utara.

Selain itu di Taput juga ditemukan Salah satu jenis rempah yang pemanfaatannya hingga sekarang masih sebatas komoditas primer adalah andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC ). Di Indonesia, tumbuhan rempah yang satu ini hanya terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara dan Toba Samosir,


(56)

Sumatera Utara, pada daerah berketinggian 1.500 m dpl. Selain di Sumatera Utara, andaliman yang masuk dalam famili Rutacea (keluarga jeruk-jerukan) terdapat di India, RRC, dan Tibet. Bentuknya mirip lada (merica) bulat kecil, berwarna hijau, tetapi jika sudah kering, agak kehitaman. Bila digigit tercium aroma minyak atsiri yang wangi dengan rasa yang khas-getir-sehingga merangsang produksi air liur.

Penanaman kacang tanah dilaksanakan hampir di setiap kecamatan, komoditi ini merupakan salah satu komoditi andalan masyarakat petani dalam upaya peningkatan pendapatan. Hal ini disebabkan di Kabupaten Tapanuli Utara telah dikembangkan sejenis industri yang mengolah kacang tanah menjadi kacang garing yakni Kacang Sihobuk yang terkenal gurih, enak dan berkualitas baik, sehingga telah berhasil dipasarkan sampai ke Pulau Jawa.

Pada umumnya perkebunan di Kabupaten Tapanuli Utara adalah perkebunan rakyat, belum terdapat usaha perkebunan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan. Walaupun demikian dimasa mendatang diharapkan perkebunan rakyat ini semakin berkembang sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, serta dapat berkembang menjadi perkebunan yang dikelola secara baik dan profesional oleh masyarakat.

Jenis komoditi unggulan yang dibudidayakan masyarakat Kabupaten Tapanuli Utara adalah tanaman kemenyan. Hal ini terlihat dari besarnya luas tanaman kemenyan yaitu seluas 16.282,50 Ha dan luas tanam terbesar ada di Kecamatan Pangaribuan seluas 5.084 Ha. Kemudian diikuti oleh tanaman kopi


(57)

dengan luas tanam sebesar 14.806,75 Ha dengan luas tanam terbesar juga terdapat di kecamatan Pangaribuan yaitu seluas 2.821,00 Ha. Berikut data hasil perkebunan masyarakat tapanuli Utara

Tabel 1.7 Data produksi hasil perkebunan Tapanuli Utara

Komoditi Luas area/panen

(Ha) Produksi (Ton/Thn)

2004 2005

Karet 8.031,25 4563,16 4.585,99

Kemenyaan 16.282,50 3.499,73 3.508,53

Kopi 14.693,25 8.223,22 8.249,68

Cengkeh 242,00 14,98 15,86

Kelapa 349,00 238,93 244,57

Tebu 172,00 - 109,50

Kulit Manis 680,50 1.167,14 1.189,51

Kemiri 451,50 180,13 181,49

Tembakau 10,00 4,00 4,25

Kelapa Sawit 69,00 0,00 0,00

Coklat 2.369,00 520,17 530,71

Jahe 88,00 1.265,00 1,725,87

Aren 374,00 78,10 81,73

Pinang 183,00 37,69 39,25

Vanili 1,00 - 0,22

Nilam 53,00 6,11 7,31

Andaliman 20,00 4,10 5,64

Sumber : Bappeda Tapanuli Utara

Daerah Kabupaten Tapanuli Utara selain memiliki Danau Toba juga terdapat kolam, rawa dan beberapa aliran sungai yang cukup panjang yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan perikanan. Namun usaha perikanan pada umumnya adalah usaha rumah tangga dalam skala kecil. Menurut sifat usahanya


(58)

ada yang sudah dikelola secara budidaya dan melalui penangkapan di perairan umum.

Rumah tangga budidaya ikan lokasi usahanya ada di kolam dan sawah sedangkan penangkapan ikan dilakukan di sungai, rawa dan danau. Jumlah rumah tangga budidaya ikan pada tahun 2006 sebanyak 4.289 rumah tangga dan penangkapan ikan ada sebanyak 856 rumah tangga. Dan hasil produksi budidaya sebanyak 5.178,7 ton dan hasil penangkapan sebanyak 563,8 ton. Jumlah rumah tangga dan hasil produksi ini menunjukkan kenaikan dari tahun 2005. Untuk pembudidayaan ikan, ada dibebarapa tempat dan daerah yaitu Kolam Air Deras 5 unit yang terdapat di Tarutung, Siborong-borong, Pahae Jae, Kolam Air Tenang 285 Ha yang terdapat di 15 Kecamatan, Jaring Apung 43 unit yang terdapat di Muara dan Mina Padi

Dari subsektor peternakan, pertambahan populasi ternak selama 3 tahun terakhir ini tidak terlalu menunjukkan perubahan besar. Misal pada tahun 2005 populasi kerbau sebanyak 15.777 ekor bertambah menjadi 15.935 ekor selama tahun 2006. Sedang untuk ternak kecil seperti babi, bertambah dari 30.791 ekor pada tahun 2005 menjadi 32.177 ekor pada tahun 2006 dan untuk ternak unggas seperti ayam contohnya, bertambah dari 509.354 ekor pada tahun 2005 menjadi 510.627 pada tahun 2006.


(59)

Tabel 1.8 Data Produksi peternakan Tapanuli Utara 2005 Jenis Ternak Populasi

(Ekor)

Produksi Danging

Lokasi Kecamatan

Babi

35.111 345.142 Tarutung, Pagaran, Muara & Siborongborong

Domba

2.060 1.850 Siborongborong, Muara, Pahae Julu

Kerbau

4.617 738.747 Siborongborong, Sipahutar, Sipoholon & Tarutung

Sumber : Bappeda Tapanuli Utara

Pembangunan sektor pertambangan dilakukan sejalan dengan pembangunan sektor ekonomi lainnya dengan memperhatikan kebutuhan konsumsi masa depan, kelestarian alam dan lingkungan serta akibat bencana alam yang disebabkan oleh faktor geologi. Sebagai penunjang bahan sektor industri, Tapanuli Utara menyimpan potensi cadangan yang cukup besar. Sebut saja kandungan tambang tanah diatomea sebesar 200 juta ton, batu gamping 100 juta ton, mika 20 juta ton, grafit 67,5 juta ton dan zeolit 1,5 juta ton.

Ada juga beberapa jenis tambang lain yang belum diketahui secara pasti jumlah cadangannya, seperti bijih besi, batu bara, emas dan perak. Seluruhnya berjumlah 26 jenis, belum termasuk panas bumi, yang terdapat di Kecamatan Pahae Jae yang dikelola Pertamina bekerja sama dengan Unocal. Pengelolaan


(60)

tambah secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat, karena secara umum usaha pertambangan yang ada masih merupakan pertambangan rakyat.

Potensi pertambangan ini sangat memungkinkan untuk pengembangannya melalui kegiatan penanaman modal baik oleh pemerintah maupun swasta, karena disadari cepat tidaknya suatu daerah berkembang sangat ditentukan oleh sejauh mana potensi yang dimiliki dapat dimanfaatkan.

Dilihat dari kelompok usaha industri, kelompok usaha industri sandang dan kulit paling banyak terdapat di Kabupaten Tapanuli Utara yaitu sebanyak 2.242 unit dengan jumlah tenaga kerja 4.225 orang, sementara kelompok industri kimia dan bahan bangunan paling sedikit jumlahnya yaitu 150 unit dengan jumlah tenaga kerja 463 orang.

Ulos identik dengan pakaian tradisional Batak. Ulos sebagai bahan utama, dilengkapai aksesori seperti tongkat Tunggal Panaluan dan tas (hajut) Setiap ulos memiliki nama dan fungsi yang berbeda, misalnya ; ulos parompa untuk menggendong bayi, ulos ragi hotang dikenakan untuk upacara perkawinan ulos ragi hidup untuk upacara orang meninggal (saurmatua). Adapun jumlah unit industri yaitu 2.100 Unit dengan produksi 8.400 buah ulos setiap hari yang ber lokasi di kecamatan Tarutung.

Selain itu tarutung juga dikenal dengn Kacang Sihobuk, Industri rumah tangga dan industri kecil di tarutung banyak menekuni pembuatan kacang ini, proses memasaknya masih sederhana, digongseng dengan wajan besar yang dicampur dengan pasir supaya kacang tergongseng merata.


(61)

4.1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tapanuli Utara

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2006 sebesar 5,44 persen dengan kontribusi tertinggi dari sektor pertanian dimana Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita mencapai Rp.9.430.734 Dengan 262.642 jiwa jumlah penduduk dan luas wilayah 3.800,31 Km2 Tahun 2006, peningkatan struktur perekonomian menurut lapangan usaha Taput dari 9 sektor mengalami fluktuasi bernilai positif dari tahun-tahun sebelumnya.

PDRB di sektor pertanian tahun 2006 sebesar 55,16 persen, pertambangan dan penggalian 0,12 persen, industri pengolahan 1,86 persen, listrik, gas dan air bersih 0,86 persen, bangunan 6,00 persen, perdagangan, hotel dan restauran 13,76 persen, pengangkutan dan komunikasi 4,27 persen, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 4,47 persen dan jasa sebesar 13,52 persen. Jika melihat dari sudut pertumbuhan lapangan usaha ternyata untuk sektor jasa-jasa mengalami kenaikan yang cukup tinggi yakni dari 0,69 persen tahun 2005 menjadi 1,61 persen

Analisis pertumbuhan perekonomian Taput tahun 2006 hasilnya bergrafik positif, Hal ini dapat dibuktikan melalui perkembangan PDRB Taput atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 6 tahun terakhir. PDRB Taput atas dasar harga berlaku tahun 2004 Rp1.746.626,37, tahun 2005 Rp2.155.279,12, namun tahun 2006 naik menjadi Rp2.418.155,22. Sedangkan PDRB Taput untuk harga dasar harga konstan tahun 2004 Rp1.173.212,21, tahun 2005


(62)

4.2 Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang 4.2.1 Kondisi Geografis.

Kabupaten Deli Serdang secara geografis, terletak diantara 2°57’ - 3°16’ Lintang Utara dan antara 98°33’ - 99°27’ Bujur Timur, merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 Km2 Dari luas Propinsi Sumatera Utara.

Batas wilayah adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatera.  Sebelah Selatan berbatasan dergan Kabupaten Karo.

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat. Daerah ini secara geografis terletak pada wilayah pengembangan Pantai Timur Sumatera Utara serta memiliki topografi, kountur dan iklim yang bervariasi. Kawasan hulu yang kounturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunungan, kawasan dataran rendah yang landai sementara kawasan pantai berhawa tropis pegunungan.

Sementara itu, dilihat dari kemiringan lahan, Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas :

 Dataran Pantai sebesar ± 63.002 Ha ( 26,30 %) terdiri dari 4 kecamatan (Hamparan Perak, Labuhan Deli, Percut Sei Tuan, dan Pantai Labu). Jumlah Desa sebanyak 64 Desa/Kelurahan dengan panjang pantai 65 km.Potensi


(63)

Utama adalah ; Pertanian Pangan, Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar, Perikanan Laut, Pertambakan, Peternakan Unggas, dan Pariwisata.

Dataran Rendah sebesar ± 68,965 Ha ( 28.80 % ) terdiri dari 11 kecamatan ( Sunggal, Pancur Batu, Namorambe, Deli Tua, Batang Kuis, Tanjung Morawa, Patumbak, Lubuk Pakam, Beringin, Pagar Merbau, dan Galang) dengan jumlah desa sebanyak 197 desa/kelurahan.Potensi Utama adalah : Pertanian Pangan, Perkebunan Besar, Perkebunan Rakyat, Peternakan, Industri, Perdagangan, dan Perikanan Darat.

 Dataran Pegunungan sebesar ± 111.970 Ha ( 44.90 %) terdiri dari 7 kecamatan (Kutalimbaru, Sibolangit, Biru-biru, STMHilir, STM Hulu, Gunung Meriah, Bangun Purba) dengan jumlah desa sebanyak 133 desa. Potensi Utama adalah : Pertanian Rakyat, Perkebunan, dan Peternakan.

Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 (lima) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Belawan, DAS Deli, DAS Belumai, DAS Percut, dan DAS Ular, dengan luas areal 378.841 HA, yang kesemuanya bermuara ke Selat Malaka dengan hulunya berada di Kabupaten Simalungun, dan Karo. Pada umumnya sub DAS ini dimanfaatkan untuk mengairi areal persawahan sebagai upaya peningkatan produksi pertanian.

Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari permukaan laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan iklim peralihan antara sub tropis dan tropis. Ketinggian 0 – 500 meter dari permukaan laut, Kabupaten Deli Serdang beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis, sedangkan ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim


(64)

sub tropis. Curah hujan rata-rata pertahun 1.936,3 mm, pada umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober, Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui daerah ini juga berbeda yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan 0,68 meter/detik, sedangkan temperatur rata-rata 26,7° dan kelembaban 84 %.

Luas Tanah 240.796 Ha dengan jenis tanah Kabupaten Deli Serdang dibedakan atas :

• Alluvial, Regosol, Organosol : 25.176 Ha

• Hidromorfik Kelabu, Gleihumus : 45.873 Ha

• Andosol Coklat : 44.488 Ha

• Latosol Coklat : 9.306 Ha

• Podsolik Coklat Kekuningan : 51.174 Ha

• Podsolik Merah Kekuningan : 51.982 Ha

• Litosol, Podsolik, Regosol : 10.624 Ha

Secara rinci, penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang dapat dibedakan sebagai berikut :

Tabel 1.9 Penggunaan Lahan Deli Serdang

- Perkampungan / Pemukiman : 12.907 Ha ( 5,39 % ) - Persawahan : 44.444 Ha ( 18.56 % ) - Tegalan / Kebun Campuran : 52.897 Ha ( 22.09 % ) - Perkebunan Besar : 54.286 Ha ( 22.67 % ) - Perkebunan Rakyat : 29.908 Ha ( 12,49 % ) - H u t a n : 40.157 Ha ( 16.77 %) - Semak / Alang-Alang : 670 Ha ( 3.28 % ) - Kolam / Tambak : 1.317 Ha ( 0,55 % ) - Rawa – Rawa : 792 Ha ( 0,33 % )


(1)

2. Potensi Tapanuli Utara dan Deli Serdang berbeda tingkat kuantiatas serta kualitasnya, hal ini juga membedakan tingkai pertumbuhan

3. Potensi keduanya kabupaten ini masih dominan pada sektor pertanian.

5.2 Saran

Sebagai penutup skripsi ini, penulis memberikan saran pada semua pihak yang terkait kepada penulisan skipsi ini :

1. Agar pemerintah daerah Tapanuli Utara lebih menggalakkan pembangunan di sektor pertanian mengingat bahwa sektor ini sangat berpotensi dalam pembangunan perekonomian Tapanuli Utara, serta dalam strategi pembangunan harus lebih diperhatikan agar ketimpangan tidak terjadi.

2. Agar pemerintah daerah Deli Serdang lebih menggalakkan pembangunan di sektor pertanian dan industri yang lebih mengarah ke Agroindustri mengingat bahwa sektor ini sangat berpotensi dalam pembangunan perekonomian Deli Serdang , serta dalam strategi pembangunan harus lebih diperhatikan agar ketimpangan tidak terjadi.

3. Agar masyarakat Taput dan Deli Serdang mengambil kesempatan berusaha dalam bidang ekonomi di sektor pertanian baik mengarah ke agroindustri dan agribisnis untuk meningkatkan produksi dan daya saing produk pertanian agar pertumbuhan ekonomi semakin meningkat.


(2)

4. Agar menjadi masukan bagi penyusun kebijakan pemerintahan daerah dalam rangka pengembangan sektor rill untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Sritua. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. Jakarta: UI Press

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE

Badan Pusat Statistik. Taput Dalam Angka.1998-2007

Badan Pusat Statistik. Deli Serdang Dalam Angka.1998-2007 Badan Pusat Statistik. Sumatera Utara Dalam Angka.1998-2007


(3)

Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kamaluddin, Rustian. 2000. Kondisi Hasil Pembangunan dan terjadinya Ketimpangan Antardaerah.Jakarta: Universitas Trisakti.

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta : Erlangga

Sirojuzilam. 2005. Ekonomi Regional. Medan : USU Press.

Sirojuzilam. 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional. Medan: Pustaka Bangsa Press.

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan ,Proses, Masalah, danDasar Kebijakan. Edisi kedua.Jakarta: Kencana.

Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Jakarta: Salemba Empat.

Susetyo, Benny. 2006. Teologi Ekonomi, Partisipasi Kaum Awan dalam Pembangunan Menuju Kemandirian Ekonomi. Malang: Averroes Press. Tarigan, Robinson. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi

Aksara

Todaro M.P, 2000. Pembangunan di Dunia Ketiga Jilid I. Terjemahan Haris Munandar. Jakarta: Erlangga.


(4)

LAMPIRAN

Lampiran I

PDRB Per Kapita ADHK

Tahun Tapanuli Utara Deli Serdang

1993 1.226.093 1.177.291

1994 1.427.551 1.389.684

1994 1.415.295 1.483.766

1995 1.550.360 1.555.262

1996 1.595.204 1.643778

1997 1.557.455 1.499.523


(5)

2001 1.680.176 1.789.561

2002 1.499.523 1.754.917

2003 1.516.548 1.829.043

2004 1.571.417 1.843.074

2005 1.610.036 1.906.445

2006 1.642.775 1.966.672

2007 1.687.150 1.904.227

Lampiran II

PDRB Sektor Tapanuli Utara

Tahun Agriculture Manufactur Services

1993 432 932,96 137 090,11 293 033,50

1994 473 619,46 145 531,07 309 677,22

1995 531 540,40 164 918,71 333 916,10

1996 579 033,35 197 882,87 363 891,38

1997 603 572,12 172 033,98 381 929,49

1998 643 223,23 150 330,27 335 257,42

1999 677 495,20 86 709,69 769 674,80

2000 710 222,87 91 789,89 293 033,50

2001 570 2 00,78 101 573,22 367 742,22

2002 636 254,13 102 707,85 384 048,46

2003 623 772,23 112 736,21 402 767,96

2004 674.563,14 114 377,51 335 254,43

2005 678 222,45 123 553,72 337 744,42

2006 637 212,32 122 854,11 754 433,82

2007 727 340,50 121 534,16 591 329,11

Lampiran III

PDRB Sektor Deli Serdang

Tahun Agriculture Manufactur Services

1993 661 869,89 795 537,95 525 337,50

1994 727 484,59 919 951,31 6446 381,98

1995 831 540,70 1 115 704,09 698 902,80

1996 907 804,97 1 282 612,62 771 458,51

1997 972 578,05 1 252 407,21 825 210.74

1998 1 013 383,30 1 047 626,81 757 657,70 1999 1 075 389,40 1 076 325,40 758 881,22 2000 1 216 913,50 1 093 081,31 769 177,11 2001 1 313 336,38 1 116 573,22 782 228,72 2002 1 305 549,43 1 128 778,85 817 431,65


(6)

2006 1 347 339,12 1 232 854,11 845 089,11 2007 1 452 329,11 1 284 651,46 844.225,90