Filosofi Pemidanaan dalam Hukum Pidana Indonesia

terpidana dan juga nama baik terpidana tercemar atau menjadi tidak baik. 16

3. Filosofi Pemidanaan dalam Hukum Pidana Indonesia

Dalam uraian tentang filosofi pemidanaan ini akan diketengahkan mengenai teori – teori hukum pidana Strafrechtstheorien dan aliran – aliran dalam hukum pidana Strafrechtscholen kemudian barulah tentang tujuan dari pemidanaan itu sendiri. Para penulis Jerman membagi pemidanaan ke dalam tiga golongan pokok, yaitu teori pembalasan, teori tujuan dan teori gabungan. 1. Teori Pembalasan Absolut, Vergelding Teori pembalasan membenarkan pemidanaan karena seseorang telah melakukan suatu tindak pidana, sehingga pelakunya mutlak dijatuhkan pidana yang merupakan pembalasan terhadap tindakan tadi. Tidak dipersoalkan akibat dari pemidanaan bagi terpidana. Bahkan pertimbangan untuk pemidanaan hanyalah masa lampau, maksudnya masa terjadinya tindak pidana itu. Masa datang bermaksud memperbaiki penjahat tidak dipersoalkan. Jadi seorang penjahat mutlak harus dipidana. 17 16 Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1994, cet.2, h. 175 17 S.R. Sianturi dan Mompang L. Pengabean, Hukum Penitensia di Indonesia, Jakarta: Alumni Ahaem-petehaem, 1996, h. 27 2. Teori Tujuan Relatif Teori ini bertujuan untuk melindungi masyarakat atau mencegah terjadinya kejahatan, supaya orang jangan melakukan kejahatan ne peccetur. Sebenarnya teori ini lebih tepat disebut Teori PerbaikanPerlindungan. Perbedaan dari beberapa teori yang termasuk dalam kelompok teori tujuan ini, terletak pada cara untuk mencapai tujuan dan penilaian terhadap kegunaan pidana. Diancamkannya dan dijatuhkannya suatu pidana dimaksudkan untuk menakut-nakuti calon penjahat atau penjahat bersangkutan, untuk memperbaiki penjahat, untuk menyingkirkan penjahat. 18 Jadi teori ini bisa dikatakan menentang teori absolute, dimana teori ini mendasarkan pidana bukan kepada balas dendam melainkan menekankan kepada tujuan atau maksud dari setiap pemidanaan. 3. Teori Gabungan vereeningings-theorie Teori ini muncul dengan mendasarkan pemidanaan kepada perpaduan teori pembalasan dengan teori tujuan, yang disebut sebagai teori gabungan. Penganut dari teori ini Binding, beliau mengatakan bahwa teori pembalasan dan teori tujuan masing – masing mempunyai kelemahan – kelemahan. Pada teori pembalasan vegelding sama sekali tidak memberi rasa kepuasan terhadap masyarakat, dimana pidana dijadikan sifatnya sebagai pembalasan. Sedang hukum pidana diadakan untuk masyarakat. 18 Ibid., h. 29 - 30 Adapun di dalam teori relatif, Binding merasa keberatan, karena melihat kepada siapa pidana berat itu harus dijatuhkan , jika pidana itu hanya untuk menakut – nakuti saja, baik kepada umum ataupun perseorangan. Jadi teori gabungan mengajarkan tujuan pidana itu untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dengan memepertimbangkan rasa keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang telah dilakukan. 19 Setelah melihat penjelasan tentang teori pemidanaan, penulis akan menjelaskan tentang aliran-aliran dalam hukum pidana, dimana penulis mencoba menemukan sinkronisasi antara teori pemidanaan dengan aliran dalam hukum pidana. Aliran-aliran tersebut antara lain: 1. Aliran Klasik Deklassieke School Aliran ini timbul pada abad ke-18 di Perancis, dimana pada waktu itu sering terjadi ketidak-pastian hukum, ketidak-samaan dalam hukum dan ketidak-adilan. Tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi individu dari kekuasaan penguasa atau negara. Maka aliran ini memberikan pendapat tentang tujuan pemidanaan, yaitu untuk memperjuangkan hukum pidana yang lebih adil, objektif dengan penjatuhan pidana yang lebih menghormati individu. 20 Dalam artian pemidanaan dilihat dari perbuatan daadstrafrecht yang dilakukan bukan terhadap subjek yang melakukan. 19 Ibid., h. 58 - 62 20 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, h. 14 Dalam hal pidana dan pemidanaan, aliran ini pada awal timbulnya sangat membatasi kebebasan hakim untuk menetapkan jenis pidana dan ukuran pemidanaan. Dikenallah pada waktu itu sistem “the definite sentence” yang sangat kaku rigid seperti terlihat di dalam Code Perancis 1791. Aliran klasik ini berpijak pada tiga tiang: a. Azas legalitas, yang menyatakan bahwa tiada pidana tanpa undang-undang, tiada tindak pidana tanpa undang-undang dan tiada penuntutan tanpa undang-undang; b. Azas kesalahan, berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang disengaja atau karena kealpaan; c. Azas pengimbalan pembalasan yang sekuler, yang mana pidana secara konkret tidak dikenakan dengan maksud untuk mencapai sesuatu hasil yang bermanfaaat, melainkan setimpal dengan berat- ringannya perbuatan yang dilakukan Dua tokoh utama dari aliran klasik adalah Cesare Beccaria 1738 – 1794 dan Jeremy Betham 1748 – 1832. Ide dari Beccaria tentang pemidanaan adalah Let the punishment fit the crime biarkan hukuman sesuai dengan kejahatannya. Alasannya adalah Beccaria menilai bahwa pemidanaan untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat dan untuk mengcegah orang dari melakukan kejahatan. Untuk itu Beccaria tidak yakin terhadap pidana yang berat atau kejam. Pencegahan akan datang, tiada dari pidana yang berat, tetapi dari pidana yang patut appropriate, yang tepat promp, dan pasti inevitable. Kemudian seorang filosof Inggris yang ahli dalam hukum Jeremy Betham, memberikan pendapatnya tentang pemidanaan. “ Pidana bukan suatu bentuk balas dendam tetapi sebagai sarana untuk mencegah kejahatan atau kerugian yang lebih besar”. Jadi Betham lebih menekankan kepada tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pemidanaan. 21 Jika melihat pemaparan diatas, penulis menganalisis tentang konsep pemidanaan dari aliran ini. Aliran ini lebih menekankan bahwa pidana yang dijatuhkan harus sesuai dengan kejahatan yang dilakukan artinya adalah perbuatannya, dengan tujuan pidana tersebut tidak memihak pada individu ataupun golongan tertentu. Karena perbuatan tersebut merupakan tindak pidana yang oleh hukum undang-undang dilarang atau dinyatakan salah. Sinkronisasi yang terlihat dalam aliran modern ini dengan teori pemidanaan ialah, bisa dianggap aliran ini memakai teori pembalasan sebagai bentuk pemidanaan. Ini diakibatkan karena pada masa tersebut sering terjadi ketidak-pastian hukum dan pada akhirnya perampasan keadilan dan kesamaan hak dimata hukum. Dimana teori pembalasan lebih menekankan kepada perbuatan dilakukan bukan kepada subjek yang melakukan. Walaupun teori pembalasan lebih keras lagi menyatakan tentang 21 Muladi dan Barda Nawawi Arief, , Teori-teori dan Kebijakan Pidana, h. 27-32 berat yang ditanggung korban harus setimpal dengan pidana yang akan dijatuhkan kepada si pembuat. 2. Aliran Moderen Modern School Alran ini timbul pada abad ke-19 dan yang menjadi pusat perhatiannya adalah si pembuat. Aliran ini sering disebut aliran positif. Menurut aliran ini, perbuatan seseorang tidak dapat dilihat secara abstrak dari sudut yurudis semata-mata terlepas dari orang yang melakukannya, tetapi harus dilihat secara konkret bahwa perbuatan seseorang itu dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor biologis, dan faktor lingkungan kemasyarakatannya. Perkembangan ilmu kemasyarakatan telah juga turut memperkembangkan ilmu pengetahuan hukum pidana. Kriminologi yang objek penelitiannya antara lain adalah tingkah laku orang perseorangan dan atau masyarakat adalah salah satu ilmu yang memperkaya IPHP Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana. Pengaruh kriminologi sebagai bagian dari “Social Science” menimbulkan satu aliran baru yang menganggap bahwa tujuan peraturan hukum pidana adalah untuk memberantas kejahatan agar terlindung kepentingan hukum dan masyarakat. 22 Tokoh aliran ini antara lain Lombroso, Lacassagne dan Ferri. 22 S.R. Sianturi, Asas – asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Alumni Ahaem-petehaem, 1989, h. 55 Jadi poin penting dalam aliran ini adalah bahwa kejahatan yang dilakukan pertanggungjawabannya bukan kepada perbuatannya tetapi kepada sifat berbahaya atau tidakkah si pembuat etat dangereux. 23 Hal-hal yang telah dijelaskan diatas menjadi suatu penerangan tentang teori pemidanaan yang digunakan dalam aliran ini. Dimana poin penting seperti subjektifitas keadaan si pembuat dan masa yang akan datang proses rehabilitasi merupakan bagian penting dalam aliran ini. Untuk itu penulis melakukan sinkronisasi antara aliran modern dengan teori pemidanaan. Bahwa aliran ini bisa dianggap memakai teori pemidanaan yang berdasarkan dengan tujuan atau biasa disebut dengan teori relatif. Teori relatif ini lebih menekankan kepada perbaikan si pembuat dan perlindungan terhadap masyarakat. Akan tetapi, menurut penulis aliran ini tidak hanya didasarkan kepada teori tujuan relatif, melainkan aliran ini juga mengadopsi teori gabungan. Dimana tujuan pemidanaan tidak harus mengurangi nilai dari pidana yang dijatuhkan terhadap si pembuat. Setelah melihat pemaparan tentang teori pemidanaan dan aliran-aliran dalam hukum pidana. Sampailah kepada penjelasan tentang tujuan pemidanaan. Dimana tujuan pemidanaan merupakan bagian penting dari jatuhkannya sebuah pidana dan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana. Salah satu tujuan pemidanaan terhadap 23 Muladi dan Barda Nawawi Arief, , Teori-teori dan Kebijakan Pidana, h. 32 pelaku tindak pidana adalah mencegah atau menghalangi pelaku tindak pidana dan orang-orang yang mempunyai maksud melakukan kejahatan. Yang mana pencegahan ini mempunyai aspek ganda, yaitu: 1. Pencegahan individual; bilamana penjahat dapat dicegah melakukan suatu kejahatan di kemudian hari apabila ia sudah mengalami dan sudah meyakini bahwa kejahatan itu membawa penderitaan baginya. pada bagian ini pidana dianggap mempunyai daya untuk memperbaiki diri 2. Pencegahan khusus; pencegahan ini memiliki beberapa segi faktor yang harus dilihat, yaitu: a. Faktor tipologi kejahatan jenis tekanan emosional dan kelainan jiwa. b. Faktor karakteristik dan personalitas pelaku kejahatan kedudukan ekonomi, sosial, latarbelakang keluarga pelaku c. Faktor kepastian dan kecepatan penjatuhan pidana resiko ditangkap dan penanganan perkaranya secara cepat. 24 Jika kita menilik pada KUHP yang merupakan warisan Belanda, yang berlaku sampai sekarang, tidaklah diatur sama sekali mengenai tujuan pemidanaan ini. Namun dalam naskah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana WvS Konsep 2004 untuk selanjutnya disebut RUU KUHP, tujuan pemidanaan 24 Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: PT. Alumni, 2004, h. 81 -82 atau hukuman ini ditentukan dengan tegas. Yang tercantum dalam Bab III pasal 54 RUU KUHP 25 : 1 Pemidanaan bertujuan: a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat; b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna; c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;dan d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 2 Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia. Jadi, pidana hendaknya dipertahankan sebagai salah satu sarana social defence dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memperbaiki atau memulihkan kembali rehabilitate si pembuat tanpa mengurangi keseimbangan perorangan pembuat dan masyarakat. Melihat dari uraian diatas bisa dikatakan tujuan yang akan dicapai melalui adanya pemidanaan, yaitu:  Memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri. 25 http:anggara.org20060726ruu-kuhp , diakses hari Rabu, tanggal 3 Desember 2008  Untuk membuat orang menjadi jera untuk melakukan kejahatan.  Untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat – penjahat yang sudah tidak dapat diperbaiki lagi dengan cara lain.

B. Pidana dan Pemidanaan Menurut Hukum Pidana Islam 1.

Kategorisasi Tindak Pidana Sebelum memaparkan permasalahan tentang macam – macam pidana atau hukuman uqubah, penulis mencoba menjelaskan macam-macam tindak pidana jarimah dalam hukum pidana Islam yang didasarkan pada berat-ringannya hukuman atau pidana yamg diancamkan. Yaitu sebagai berikut:

a. Jarimah Hudud

Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancamkan hukuman hudud atau had, yaitu hukuman yang telah ditentukan jenis dan jumlahnya dan menjadi hak Allah SWT. 26 Dimana hukuman had tidak memiliki batas terendah dan batas tertinggi. Jarimah hudud ini ada tujuh macam, yaitu: 1. Zina, adalah memasukan zakar kedalam faraj secara melawan hukum syar’I. Para ulama dalam memberikan definisi zina ini berbeda redaksinya, namun dalam substansinya sama. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa zina, adalah hubungan kelamin laki- 26 Hak Allah SWT disini berarti bahwa hukuman tersebut tidak dapat dihapuskan oleh perseorangan individu atau masyarakat.