Latar Belakang integrasi sapi jagung

1 I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lahan suboptimal di Provinsi Bengkulu cukup luas dan belum sepenuhnya dimanfaatkan untuk pertanian. Lahan suboptimal tersebut diantaranya adalah lahan kering masam dan lahan rawa, lahan kering mencapai 4,57 juta ha yang tediri dari 3,44 juta ha lahan masam dan 1,13 juta ha lahan tidak masam. Luas lahan kering yang memiliki potensi untuk sektor pertanian seluas 796.800 ha BPS Provinsi Bengkulu 2013. Provinsi Bengkulu memiliki potensi yang besar untuk pengembangan usaha ternak sapi karena didukung oleh sumberdaya alam lahan dan pakan, sumber daya manusia dan peluang pasar yang memadai. Tanaman jagung merupakan tanaman yang dapat ditanam di lahan suboptimal dengan berbagai macam penanganan. Di Provinsi Bengkulu luas tanaman tanaman jagung 22.653 ha dengan produksi 103.770 ton, sedangkan di Bengkulu Utara seluas 2.904 ha dengan produksi 13.346 ton BPS Bengkulu, 2013. Produktivitas jerami jagung adalah sekitar dua kali lipat dari produktivitas jagung, jadi seandainya jagung pipil kering diperoleh 3,5 ton ha maka bahan kering jerami adalah sekitar 7 ton ha PAAT, 2000. Usahatani terpadu merupakan pilihan tepat karena semakin terbatasnya kemampuan sumberdaya pertanian. Sehubungan dengan itu sistem integrasi jagung-sapi SI JS adalah salah satu model sistem usahatani terpadu alternatif pada pertanian lahan kering.Pengembangan SI JS merupakan program yang strategis untuk menundukung swasembada jagung I ndonesia. SI JS merupakan sistem usahatani tanpa limbah zero waste sehingga limbah tanaman menjadi input pakan ternak, sebaliknya limbah ternak digunakan untuk pupuk tanaman jagung. Keunggulan model usahatani terpadu ini adalah terjadinya interaksi posistif antar kedua atau lebih komoditas yang dipadukan Taroreh,2003. Setiap kombinasi yang berinteraksi positif menunjukkan bahwa keduanya saling mendukung dalam satu sistem produksi usahatani. Usahatani pada lahan kering marginal yang hanya bertumpu pada tanaman pangan semusim saja tidak akan mampu memenuhi kebutuhan keluarga tani dan juga tidak akan menjamin kelestariannya. I ni disebabkan kompleknya interaksi faktor-faktor pembatas sumberdaya lahan dan lingkungan antara lain rendahnya 2 produktivitas lahan, rendahnya efisiensi pemupukan, tingginya serangan penyakit, serta rendahnya efisiensi pemasaran hasil pertanian. Sistem integrasi tanaman-ternak dengan pendekatan zero waste merupakan penyempurnaan dari sistem intensifikasi padi yang telah berkembang di kalangan masyarakat pedesaan. Ada tiga komponen teknologi utama yaitu: 1. Teknologi budidaya ternak, terdiri atas sistem perkandangan ternak secara berkelompok, teknologi peningkatan frekuensi kelahiran anak melalui aplikasi teknologi inseminasi buatan I B dan teknologi pemberian pakan. 2. Teknologi budidaya jagung melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu PTT. 3. Teknologi pengolahan pakan ternak dan kompos serta teknologi penyimpanan dan peningkatan mutu gizi pakan. Populasi ternak sapi di Provinsi Bengkulu pada tahun 2012 berjumlah 105.550 ekor dengan produksi daging 3.759,88 ton tahun. Sedangkan populasi sapi potong di Kabupaten Bengkulu Utara adalah 36.206 ekor dengan produksi daging sebesar 471,08 ton BPS 2013. Sistem pemberian pakan cukup beragam di masing-masing kawasan. Ternak sapi mempunyai prospek dan potensi pasar yang cerah. Selain memberikan tambahan pendapatan bagi petani peternak, usaha ternak sapi juga merupakan sumber pendapatan daerah melalui perdagangan antarprovinsi, antara lain ke Sumatera Barat, Sumatera Selatan, dan Jambi. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu telah melakukan berbagai langkah untuk mengembangkan peternakan di wilayah tersebut. Salah satu kebijakan tersebut adalah memberikan bantuan ternak sapi maupun modal kepada kelompok petani-peternak. Di Bengkulu, sapi dipelihara secara terpadu dengan tanaman, yang dikenal dengan sistem integrasi tanaman ternak integrated farming system. Menurut Priyanti 2007, usaha ternak sapi tanaman dapat memberikan dampak budidaya, sosial, dan ekonomi yang positif. Potensi ketersediaan pakan dari limbah tanaman cukup besar sepanjang tahun. Guna mewujudkan pembangunan pertanian yang maju, efisien dan berkelanjutan diperlukan dukungan teknologi pertanian yang telah teruji sesuai dengan kebutuhan pengguna dan kemampuan wilayah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah banyak melakukan kegiatan penelitian yang hasilnya sebagian besar telah diterapkan oleh pengguna secara luas. Namun 3 disadari bahwa masih banyak informasi teknologi hasil penelitian yang belum diketahui oleh para pengguna dan pembuat kebijakan. Hal ini terlihat dari cukup tingginya senjang hasil yang dicapai oleh pengguna dengan hasil yang dicapai oleh lembaga penelitian, bahkan tingkat teknologi yang diterapkan oleh pengguna masih relatif rendah. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa informasi teknologi dari sumber inovasi ke pengguna belum berjalan lancar. Peluang integrasi jagung dan sapi didukung oleh beberapa faktor internal sebagai berikut: 1 pertanian jagung menghasilkan pakan limbah pertanian yang cukup besar, sebagai contoh total biomasa segar jagung varietas bima-1 sebesar 100,68 ton ha, varietas semar-10 sebesar 99,15 ton ha Puslitbangtan, 2003, 2. Perumpasan daun jagung untuk pakan sapi dapat dilakukan sejak pertumbuhan vegetasi sebagaimana yang sering dilakukan di Blora Puslitbangtan, 2003. 3. Sapi mampu memanfaatkan limbah jagung sebagai pakan, 4. Tenaga kerja sapi dibutuhkan dalam sistem produksi jagung, 5. Peternakan sapi mensuplai kotoran sebagai bahan baku pupuk organik, disatu sisi jagung membutuhkan pupuk organik dalam pertumbuhannya. Pengembangan kelembagaan merupakan salah satu komponen pokok dalam keseluruhan rancangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan RPPK tahun 2005 – 2025. Selama ini pendekatan kelembagaan baik formal maupun informal telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian di perdesaan terutama dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi. Kelembagaan formal yang sudah terbentuk diant aranya adalah BP4K Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, BPP Badan Pelaksana Penyuluhan dan Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan. Di Provinsi Bengkulu nama kelembagaan formal ini berbeda pada beberapa kabupaten seperti di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Kepahiang. Permasalahan kelembagaan tetap merupakan bagian yang esensial, baik kelembagaan formal maupun kelembagaan informal. Pada kelembagaan formal telah dibentuk kelembagaan baru yaitu Badan Koordinasi Penyuluhan sebagai lembaga pemerintah non departemen, yang akan merumuskan secara terperinci tentang metode penyuluhan, strategi penyuluhan, dan kebijakan penyuluhan. Di tingkat kelembagaan informal telah dibentuk beberapa lembaga baru, misalnya Pos Penyuluhan Desa dan gabungan kelompok tani gapoktan. Kementerian Pertanian menargetkan akan membentuk satu gapoktan di setiap 4 desa khususnya yang berbasis pertanian. I ni merupakan satu lembaga andalan baru, meskipun semenjak awal 1990-an gapoktan telah dikenal. Saat ini gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang gateway institution yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya.Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemsaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani Astut i, 2010.

1.2. Dasar Pertimbangan