dijelaskan. Jumlah reseptor insulin dan dan aktifitas tirosin kinase memang berkurang, tetapi perubahan ini merupakan akibat dari keadaan hiperinsulinemia
dan bukan merupakan kelainan awal. Untuk itu, kelainan pada pos reseptor insulin dalam mengatur fosforilasi dan defosforilasi kemungkinan memainkan peranan
penting Powers, 2010.
2.1.5.2. Kegagalan Sekresi Insulin
Sekresi insulin berhubungan dengan sensitifitasnya. Pada DM tipe 2, mulanya sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin
untuk mempertahankan glukosa normal. Pada awalnya, kelain sekresi insulin berada pada tingkat sedang dan secara selektif melibatkan sekresi insulin oleh
stimulasi glukosa. Penyebab terjadinya pengurangan dari banyaknya sekresi insulin pada DM tipe 2 masih belum jelas. Diperkirakan bahwa ada kelainan pada
gen kedua – resistensi insulin – yang akhirnya mengakibatkan kegagalan sel beta pankreas. Konsisi metabolisme pada pasien DM tipe 2 seperti hiperglikemia
toksisitas glukosa, semakin berefek buruk terhadap pulau langerhans pankreas dan semakin memperparah kondisi hiperglikemia. Massa sel beta pankreas lama
kelamaan akan berkurang pada pasien DM tipe 2 jangka panjang. Powers, 2010. 2.1.5.3.Peningkatan Produksi Glukosa dan Lemak oleh Hati
Pada DM tipe 2, resistensi insulin megakibatkan kegagalan penghambatan proses glukoneogenesis oleh hati, yang mana menghasilkan terjadinya
hiperglikemia puasa dan penurunan penyim panan glikogen oleh hati pada saat pos prandial. Peningkatan produksi glukosa terjadi pada awal diabetes, yaitu saat
sudah terdapat sekresi insulin yang abnormal dan resistensi insulin pada otot rangka. Sebagai akibat dari resistensi insulin pada jaringan lemak , asam lemak
bebas dikeluarkan dari jaringan lemak dan mengakibatkan peningkatan sintesis lemak pada sel-sel hati Powers, 2010.
2.1.6. Diagnosis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti berikut
ini. 1.
Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita PERKENI, 2011. Diagnosis DM menurut ADA 2012 dapat ditegakkan melalui salah satu
cara berikut ini. 1.
HbA1c ≥6,5. Tes ini harus dilakukan di laboratorium yang menggunakan metode bersertifikat serta sudah distandarisasi.
2. Glukosa plasma puasa Fasting Plasma Glucose = FPG ≥ 126 mgdl 7,0
mmoll. Puasa didefinisikan sebagai tidak adanya asupan kalori selama minimal 8 jam.
3. Glukosa plasma 2 jam ≥ 200 mgdl 11.1mmoll selama tes toleransi glukosa
oral TTGO. Tes harus dilakukan seperti yang dijelaskan oleh WHO yaitu menggunakan glukosa dengan beban 75 g dilarutkan dalam air.
4. Pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia,
plasma acak glukosa ≥200 mgdl 11,1 mmoll.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT.
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan
glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mgdL 7,8-11,0 mmolL.
2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma
puasa didapatkan antara 100 – 125 mgdL 5,6 – 6,9 mmolL dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam 140 mgdL PERKENI, 2011.
2.1.7. Komplikasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1.7.1. Komplikasi Akut Diabetic Ketoacidosis
DKA dan Hyperglicemic Hyperosmolar State HHS adalah komplikasi akut DM. DKA lebih sering terjadi pada DM tipe 1,
namun juga dapat ditemukan pada penderita DM tipe 1 yang tidak memiliki gejala imunologi . HHS lebih sering ditemukan pada DM tipe 2. Kedua kelainan ini
berhubungan dengan defisiensi insulin relatif atau absolut, penurunan volume, serta ketidakseimbangan asam-basa.
2.1.7.2. Komplikasi Kronik Komplikasi kronik pada DM mempengaruhi banyak sistem organ dan
bertanggung jawab terhadap tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit. Komplikasi kronik dapat dibagi menjadi komplikasi mikrovaskular,
makrovaskular dan lainnya. Komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, edema makula, neuropati, dan nefropati. Komplikasi makrovaskular yaitu, penyakit
arteri koroner, penyakit arteri perifer, dan penyakit serebrovaskular. Komplikasi lain yang juga dapat disebabkan oleh DM tipe 2 adalah penyakit gastrointestinal
gastroparesis, diare, penyakit genitourinary uropati, disfungsi seksual, penyakit kulit, infeksi katarak, glukoma, penyakit periodontis Powers, 2010.
2.1.8. Pencegahan
Menurut PERKENI 2011, pencegahan DM tipe 2 terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
2.1.8.1. Pencegahan Primer Pencegahan primer terdiri dari tindakan penyuluhan serta pengelolaan
yang ditujukan untuk kelompok masyarakat terutama yang memiliki risiko tinggi dan mengalami intoleransi glukosa. Materi penyuluhan antara lain sebagai berikut.
1. Program penurunan berat badan
Jika seseorang mempunyai risiko diabetes dan berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan risiko terjadinya DM
tipe 2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan berat badan 5-10 dapat mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe 2.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Diet sehat
Diet sehat meliputi: 1.
Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai risiko. 2.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal. 3.
Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak peak glukosa darah yang
tinggi setelah makan. Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
3. Latihan jasmani
1. Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL.
2. Latihan jasmani yang dianjurkan, yaikerjakan sedikitnya selama 150
menitminggu dengan latihan aerobik sedang mencapai 50-70 denyut jantung maksimal, atau 90 menitminggu dengan latihan aerobic berat
mencapai denyutjantung70 maksimal. Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitasminggu.
4. Menghentikan merokok
Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun merokok tidak berkaitan secara langsung dengan timbulnya
intoleransi glukosa, tetapi merokok dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe2.
2.1.8.2. Pencegahan sekunder Ditujukan pada orang yang sudah positif menderita DM terutama pasien
baru sebagai upaya penghambatan terjadinya penyulit penyakit. Penyulit penyakit yang paling sering adalah masalah kardiovaskular. Pencegahan dilakukan
dengan cara pemberian pengobatan serta deteksi dini terhadap penyulit tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Peran penyuluhan sangat besar terhadap suksesnya pencegahan di tahap ini karena berpengaruh terhadap kepatuhan pasien kepada program pengobatan.
2.1.8.3. Pencegahan tersier Ditujukan kepada pasien DM yang sudah menderita penyulit penyakit
dalam upaya untuk melakukan penghambatan terhadap terjadinya kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi dilakukan secepat mungkin untuk mencegah kecatatan
tersebut menetap. 2.1.9.
Penatalaksanaan DM tipe 2 Penyakit DM tipe 2 adalah penyakit seumur hidup Yunir dan Soebardi,
2009 . Oleh karena itu, terapi pada penyakit ini tentu dilakukan seumur hidup pula untuk menjaga agar KGD tetap stabil sehingga pasien dapat terhindar dari
komplikasi. Penatalaksanaan DM tipe 2 meliputi terapi non farmakologis dan farmakologis.
2.1.9.1. Non Farmakologis Terapi ini berupa edukasi kepada pasien untuk melakukan perubahan pola
hidup. Perubahan tersebut dilakukan dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani. Terapi gizi medis dilksanakan dengan pengaturan pola makan pada pasien dibates
yang berdasar pada status gizi serta kebutuhan individual. Latihan jasmani yang dapat dilakukan seperti jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, dan sepak bola
perkeni 2011, Yunir dan Soebardi, 2009. 2.1.9.2. Farmakologis
Terapi farnakologis dilakukan jika pengendalian glikemia masih gagal setelah dilakukan perubahan pola hidup Soegondo, 2009. Terapi farmakologis
dilakukan dengan dua cara, yaitu obat hioglikemik oral serta suntikan.
1. Obat Hipoglikemik Oral OHO
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi lima golongan, yaitu: pemicu sekresi insulin insulin secretagogue, seperti, sulfonilurea dan glinid,
peningkat sensitivitas terhadap insulin, seperti metformin dan tiazolidindion, penghambat glukoneogenesis metformin, penghambat absorpsi glukosa,
penghambat glukosidase alfa, dan DPP-IV inhibitor. 2.
Suntikan Suntikan yang diberikan pada pasien diabetes ada dua jenis, yaitu, insulin dan
analog inkretin. Keduanya berfungsi untuk menurunkan KGD. Insulin bekerja dengan menekan produksi glukosa hati serta menstimulasi pemanfaatan
glukosa. Analog inkretin meningkatkan sekresi insulin dan menghambat sekresi glukagon PERKENI, 2011.
2.2. Pengetahuan