20
padahal biaya kesejahteraan itu diambil dari pajak penghasilan masyarakat Jepang, namun berkurangnya tenaga muda yang bekerja menyebabkan berkurangnya
pajak penghasilan yang didapat. Selain itu menurut lembaga survei diwilayah metropolitan Tokyo saja lansia yang hidup sendiri yang awalnya sebanyak 11,1
1,87 juta pada 1990 meningkat menjadi 24,8 4,76 juta pada 2010 Thang, 2001: 177. Sedangkan angka kelahiran di Jepang saat ini adalah yang terendah
yaitu sekitar 1,3 per pasangan, sementara itu jumlah penduduk lansia mencapai 23,3 pada 2011 dan diprediksi akan mencapai 38,5 pada tahun 2050.
httpwww.anthropoetics.ucla.eduap18011801taylor.pdf. Hal tersebut menunjukkan kurangnya tenaga muda produktif yang akan
menanggung biaya hidup para lansia. Pada tahun 1990, dalam setiap enam orang tenaga kerja produktif terdapat satu lansia, angka ini terus menurun setiap
tahunnya menjadi empat orang tenaga produktif yang harus menanggung satu lansia pada tahun 2000. Tahun 2010 menjadi tiga tenaga produktif membiayai
satu lansia. pada 2025 diperkirakan tinggal dua tenaga produktif menanggung satu lansia.
2.1.2. Pelaku Kodokushi
Kodokushi atau mati dalam kesepian dapat menimpa siapa saja baik kaum muda maupun tua. Namun di Jepang fenomena ini banyak dialami oleh kaum
lansia mengingat saat ini Jepang merupakan negara dengan jumlah penduduk senior tertinggi didunia.
Pada lansia kasus kodokushi banyak terjadi pada laki-laki yang hidup sendiri, terasing, dan berada dibawah garis kemiskinan menurut standar Jepang.
Biasanya menimpa kaum pria yang memasuki masa pensiun. Mayoritas
Universitas Sumatera Utara
21
masyarakat Jepang, terutama kaum pria, lebih mementingkan pekerjaan sehingga mereka akan merasa terbuang apabila memasuki masa pensiun atau kehilangan
pekerjaan. Hal ini dikarenakan kehidupan sosial mereka hanya seputar pekerjaan dan hanya bergaul dengan kerja mereka, ini bukan hal yang mengherankan
mengingat mereka bekerja seharian sampai kira-kira jam 19.30 dan sebelum pulang biasanya minum-minum dengan teman kantor hingga jam 21.00. Mereka
tidak memiliki waktu untuk berinteraksi dengan tetangga disekitar lingkungannya, bahkan mereka jarang bercengkrama dengan anak istrinya. Dihari minggu pun
mereka jarang di rumah, terkadang bermain golf dengan atasan di kantor. Hampir setiap hari anak mereka jarang bertatap muka dengan ayahnya, kondisi ini
menyebabkan lemahnya ikatan kekeluargaan. Karena hal tersebut ketika memasuki masa pensiun atau kehilangan pekerjaan, mereka tidak lagi memiliki
teman untuk menghabiskan waktu dan berbagi hingga akhirnya merasa kesepian dan tidak lagi memiliki tujuan hidup.
Jumlah kasus kodokushi yang dialami laki-laki dua kali lebih banyak jika dibandingkan perempuan. Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Doshisha
pada tahun 1997 menemukan bahwa sebagian besar orang yang meninggal kesepian adalah mereka yang berusia diatas 50 tahun, sedangkan wanita pada usia
diatas 70 tahun. Kasus kodokushi pada laki-laki berusia 50-an dan 60-an tahun terhitung hampir setengah dari total kasus kodokushi.
Universitas Sumatera Utara
22
2.2. Penyebab Terjadinya Kodokushi