30
e. Rentang Hidup ”lifespan
Rentang hidup ‘lifespan adalah waktu atau umur selama hidup Apocyclops sp. dimulai saat pertama kali menetas sampai mati. Pengamatan terhadap parameter
ini dilakukan setiap hari dimulai sejak hewan uji ditetaskan sampai mati. Adapun data yang dicatat adalah tanggal penetasan dan tangal kematian hewan uji.
f. Waktu Perkembangan Perstadia
Waktu perkembangan perstadia kopepoda adalah lamanya umur dalam hari kopepoda Apocyclops sp. dalam melewati masing-masing satu siklus stadia
hidupnya, yaitu dimulai saat kopepoda memasuki stadia na upli N
1
- N
6
mencapai stadia kopepodit C
1
– C
5
dan saat kopepoda mencapai stadia dewasa hingga siap melakukan kopulasi. Pengukuran ini meliputi hal-hal berikut ini, yaitu :
a. Stadia nauplius N
1
– N
6
; lama waktu hari yang dibutuhkan oleh kopepoda untuk berkembang masa nauplius I – nauplius VI.
b. Stadia kopepodit C
1
– C
5
; lama waktu hariyang dibutuhkan oleh kopepoda dari masa kopepodit I – kopepodit 5.
c. Stadia dewasa; lama waktu hari yang dibutuhkan oleh kopepoda pada saat matang telur C
5
– siap kopulasi waktu pertama kali melepasakan telur.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan terhadap variabel yang diamati sampai satu siklus hidup kopepoda Apocyclops sp. ”lifespan”. Adapun teknik pengumpulan data
yang dilakukan terhadap variabel yang diamati adalah sebagai berikut : a.
Fekunditas total dan kemampuan menetas diperoleh dari telur yang berhasil menetas naupli dan telur-telur yang tidak menetas. Hasil penjumlahan
selanjutnya dibagi dengan jumlah unit percobaan untuk mendapatkan rata-rata fekunditas total dari tiap pelepasan.
b. Rentang hidup ’lifespan’ dan kemampuan pelepasan telur dilakukan setiap
terjadi kopulasi kemudian data dikumpulkan dan dikelompokkan menurut kemampuan pelepasan telurnya, serta dibuat distribusi frekuensinya.
c. Frekwensi kopulasi dan kisaran waktu aktivitas diambil berdasarkan berapa kali
kopepoda melakukan kopulasi sampai kopepoda betina tidak mampu melakukan kopulasi. Dibuat juga data kisaran waktu reproduksi dari setiap kopulasi. Kisaran
31 waktu reproduksi dibuat dengan menarik simpangan baku rata-rata saat
bereproduksi. d.
Rasio seks Apocyclops sp. diperoleh dengan cara menghitung jumlah banyaknya kopepoda betina betina dalam satu induk. Adapun data yang diambil adalah
dengan cara membagi jumlah seluruh kopepoda betina dengan jumlah total kopepoda dalam satu induk kemudian dipersentasikan.
e. Umur kopepoda per stadia diperoleh dengan menghitung jumlah banyaknya hari
yang dilalui oleh tiap stadia perkembangannya.
7. Pengendalian dan Pengelolaan
Sebelum digunakan, medium kultur terlebih dahulu diaerasi minimal selama 24 jam. Hal ini dimaksud untuk mengeluarkan gas-gas yang mungkin masih terikat dalam
volume air. Temperatur pada penelitian ini dipertahankan dengan mesin AC untuk suhu 24±1
o
C, sedangkan untuk suhu 28±1
o
C, dan 32 ±1
o
C menggunakan pemanas ’heater’ yang dilengkapi dengan sensor pengatur suhu. Untuk mempertahankan kelarutan
oksigen DO pada media kultur setiap labu kultur diberi aerasi. Untuk mencegah kotoran sebagai kontaminan, maka wadah kultur disimpan dalam rak-rak dan diberi
penutup berupa plastik PVC transparan. Selama penelitian berlangsung, unit pengamatan diberi penerangan lampu TL neon dengan kekuatan 20 watt.
Analisis Data
Data hasil pengamatan diolah dengan menggunakan analisis sidik ragam Steel Torrie 1980. Jika produksi kopepoda menunjukkan adanya interaksi antara
perbedaan antar perlakuan suhu dan sumber pakan terdapat perbedaan yang nyata, akan dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan yang dimaksud untuk melihat
perbandingan pasangan-pasangan nilai tengah perlakuan dengan mempertimbangkan jumlah perlakuan yang terlibat dalam susunan terurut nilai tengah dari seluruh
perlakuan yang diberikan.