Pelaksanaan penelitian Teknik Pengumpulan Data

28 i. Aklimatisasi stok kopepoda masing-masing pada suhu 24 ± 1 o C, 28±1 o C, dan 32±1 o C, dan diberi pakan mikroalga Tetraselmis sp., Chlorella, dan N. oculata. j. Stok Apocyclops sp. kemudian dikultur dalam tiga wadah stoples berbeda pada suhu yang berbeda 24 ± 1 C, 28 ± 1 C, dan 32 ± 1 C, salinitas 20 ppt, dan diberi pakan berupa mikroalga Tetraselmis sp., Chlorella spp., dan N. oculata sebanyak 1 x 10 5 sel ml. k. Untuk meminimalkan fluktuasi suhu, maka wadah dimasukkan dalam bak fiber yang diberi pemanas ’heater’ dengan pengatur suhu dan pompa air akuarium ‘submersible aquarium pump’.

4. Pelaksanaan penelitian

Penenelitian terhadap struktur dan pola reproduksi Apocyclops sp. pada prinsipnya mengikuti prosedur langkah-langkah penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sugeha, 1996; Regah, 1996; Midi, 1996; Asngadi, 1996; Mogea, 1996; Kumolontang, 1996; Wulur, 1997; Posumah, 1998; dan Mandik, 1999. Namun semua penelitian masih diarahkan hanya pada satu kondisi suhu saja yaitu 24±1 o C dan satu sumber pakan, yaitu mikroalga seperti Tetraselmis sp., N. oculata, Dunaliella dan atau Chlorella . Satu ekor induk betina dan dua ekor jantan diambil dari stok hewan uji yang siap bertelur dimasukkan ke dalam tabung tabung 1 – tabung 50 yang berisi 1 ml media kultur air laut dengan salinitas 20 ppt masing-masing pada suhu yang berbeda 24±1 o C, 28±1 o C, dan 32±1 o C. Tabung 1 – 45 adalah untuk pengamatan : fekunditas total, kemampuan menetas, kemampuan pelepasan telur, kemampuan kopulasi dan kisaran waktu aktivitas reproduksi, umur rentang waktu dan perkembangan stadia kopepoda, sedangkan tabung 46 - 50 adalah untuk pengamatan rasio seks gambar 13. Kopepoda Apocyclops sp. diberi pakan berupa mikroalga Tetraselmis sp., Chlorella sp. dan N. oculata dengan kepadatan 1 x 10 5 sel ml Asngadi, 1996; Wulur, 1997; dan Posumah, 1998. Selanjutnya diamati dan diukur sesuai dengan variabel yang ditentukan.

5. Variabel dan Pengukuran

Pada penelitian ini kopepoda dikultur secara individual kultur individu dalam kondisi laboratorium dan pengamatan diarahkan pada beberapa aspek pola biologi reproduksinya. Adapun variabel yang diamati dan diukur antara lain adalah : 29

a. Fekunditas total dan Kemampuan Telur Menetas

Fekunditas pada Apocyclops sp. adalah jumlah telur yang dihasilkan oleh induk betina dalam satu tahap fertilasi. Pengukuran fekunditas total dilakukan untuk mengetahui jumlah total telur yang dimiliki oleh kopepoda betina setelah kopulasi berlangsung. Nauplii yang berhasil menetas dan telur-telur yang tidak menetas infertil dari peristiwa penetasan dihitung. Jumlah naupli dan telur infertil tersebut dihitung secara langsung dengan bantuan mikroskop dan “hand counter”. Adapun periode pengamatan terhadap fekunditas total dan kemampuan menetas dilakukan setiap hari pada tiap kali penetasan. Pengukuran kemampuan menetas dilakukan dengan menghitung jumlah telur-telur yang berhasil menetas setelah dilepaskan oleh induk betina dan telur-telur yang tidak menetas. Adapun pengamatan terhadap variabel ini dilakukan setiap hari setiap kali terjadi penetasan.

b. Kemampuan Pelepasan Telur

Kemampuan pelepasan telur adalah kemampuan maksimal induk kopepoda betina dalam melepaskan kantung telur setelah melakukan kopulasi selama hidupnya. Pengamatan terhadap kemampuan pelepasan telur tersebut dilakukan setiap hari yang dimulai pada saat induk pertama kali melepaskan kantung telur. Adapun data yang dicatat adalah tanggal kopulasi dan tanggal pelepasan kantung telur. Kegiatan ini dihentikan setelah induk tidak lagi membawa kantung telur. Hal ini diasumsikan bahwa cadangan spermatofor dari induk jantan dalam tubuh induk betina telah habis.

c. Frekwensi Kopulasi dan Kisaran Waktu Aktivitas Reproduksi

Frekwensi kopulasi dilakukan untuk menghitung berapa kali kopepoda betina melakukan kopulasi selama hidupnya. Sedangkan pengukuran aktivitas reproduksi dimaksudkan untuk mengetahui kisaran waktu yang digunakan oleh kopepoda betina saat mulai reproduksi kopulasi - penetasan.

d. Rasio Seks

Pengukuran ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan rasio jumlah betina dan jantan kopepoda yang dikultur dari satu induk. Penghitungan rasio seks dilakukan mengikuti pola yang digunakan oleh Hagiwara 1995, yaitu pada saat kopepoda telah jelas antara jenis jantan dan betinanya. 30

e. Rentang Hidup ”lifespan

Rentang hidup ‘lifespan adalah waktu atau umur selama hidup Apocyclops sp. dimulai saat pertama kali menetas sampai mati. Pengamatan terhadap parameter ini dilakukan setiap hari dimulai sejak hewan uji ditetaskan sampai mati. Adapun data yang dicatat adalah tanggal penetasan dan tangal kematian hewan uji.

f. Waktu Perkembangan Perstadia

Waktu perkembangan perstadia kopepoda adalah lamanya umur dalam hari kopepoda Apocyclops sp. dalam melewati masing-masing satu siklus stadia hidupnya, yaitu dimulai saat kopepoda memasuki stadia na upli N 1 - N 6 mencapai stadia kopepodit C 1 – C 5 dan saat kopepoda mencapai stadia dewasa hingga siap melakukan kopulasi. Pengukuran ini meliputi hal-hal berikut ini, yaitu : a. Stadia nauplius N 1 – N 6 ; lama waktu hari yang dibutuhkan oleh kopepoda untuk berkembang masa nauplius I – nauplius VI. b. Stadia kopepodit C 1 – C 5 ; lama waktu hariyang dibutuhkan oleh kopepoda dari masa kopepodit I – kopepodit 5. c. Stadia dewasa; lama waktu hari yang dibutuhkan oleh kopepoda pada saat matang telur C 5 – siap kopulasi waktu pertama kali melepasakan telur.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan terhadap variabel yang diamati sampai satu siklus hidup kopepoda Apocyclops sp. ”lifespan”. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan terhadap variabel yang diamati adalah sebagai berikut : a. Fekunditas total dan kemampuan menetas diperoleh dari telur yang berhasil menetas naupli dan telur-telur yang tidak menetas. Hasil penjumlahan selanjutnya dibagi dengan jumlah unit percobaan untuk mendapatkan rata-rata fekunditas total dari tiap pelepasan. b. Rentang hidup ’lifespan’ dan kemampuan pelepasan telur dilakukan setiap terjadi kopulasi kemudian data dikumpulkan dan dikelompokkan menurut kemampuan pelepasan telurnya, serta dibuat distribusi frekuensinya. c. Frekwensi kopulasi dan kisaran waktu aktivitas diambil berdasarkan berapa kali kopepoda melakukan kopulasi sampai kopepoda betina tidak mampu melakukan kopulasi. Dibuat juga data kisaran waktu reproduksi dari setiap kopulasi. Kisaran 31 waktu reproduksi dibuat dengan menarik simpangan baku rata-rata saat bereproduksi. d. Rasio seks Apocyclops sp. diperoleh dengan cara menghitung jumlah banyaknya kopepoda betina betina dalam satu induk. Adapun data yang diambil adalah dengan cara membagi jumlah seluruh kopepoda betina dengan jumlah total kopepoda dalam satu induk kemudian dipersentasikan. e. Umur kopepoda per stadia diperoleh dengan menghitung jumlah banyaknya hari yang dilalui oleh tiap stadia perkembangannya.

7. Pengendalian dan Pengelolaan