49.49 40.37 Kadar Air Contoh Uji

Contoh uji yang diserang oleh kedua jenis jamur tersebut menghasilkan bau yang tidak sedap dan cukup menyengat dibandingkan dengan contoh uji yang tidak terserang jamur. Bau tersebut diduga berasal dari reaksi enzimatik yang terjadi pada saat jamur merusak contoh uji.

3. Kadar Air Contoh Uji

Data hasil pengukuran kadar air contoh uji sebelum dan setelah pengumpanan dapat dilihat pada Lampiran 9, sedangkan nilai rata-ratanya disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kadar air contoh uji sebelum dan setelah pengumpanan Jamur Pengawet Waktu KA Sebelum Setelah Penambahan D. concentrica Tuba Kontrol 16.66 67.30 50.64 2 hari 16.66 49.93 33.27 8 hari 16.60 46.04 29.43 14 hari 16.15 51.31 35.17 Belerang Kontrol 16.66 67.30 50.64 2 hari 16.58 81.27 64.69 8 hari 16.29 82.55 66.26 14 hari 16.45 85.43 68.98 Kapur Kontrol 16.66 67.30 50.64 2 hari 16.53 69.34 52.81 8 hari 16.63 69.86 53.23 14 hari 16.68 54.76 38.08 Rata-rata 16.55

66.03 49.49

S. commune Tuba Kontrol 16.95 38.53 21.58 2 hari 17.01 45.82 28.81 8 hari 16.87 44.18 27.32 14 hari 17.10 42.83 25.72 Belerang Kontrol 16.95 38.53 21.58 2 hari 16.18 70.61 54.43 8 hari 15.86 70.35 54.49 14 hari 15.74 65.84 50.10 kapur Kontrol 16.95 38.53 21.58 2 hari 15.84 75.92 60.08 8 hari 15.81 78.00 62.19 14 hari 16.77 73.29 56.52 Rata-rata 16.50

56.87 40.37

Berdasarkan Tabel 2 terlihat rata-rata kadar air contoh uji sebelum diumpankan pada D. concentrica adalah 16,55, sedangkan untuk contoh uji yang telah mengalami pengumpanan kadar air rata-ratanya menjadi 66,03. Nilai kadar air contoh uji tersebut mengalami peningkatan sekitar empat kali lebih besar dibanding nilai kadar air sebelumnya. Tingginya kadar air pada botol uji yang berasal dari hasil samping proses respirasi jamur, menyebabkan air masuk pada contoh uji sehingga kadar air contoh uji meningkat dari sebelumnya. Hal yang sama juga dialami oleh contoh uji yang diumpankan pada S. commune. Rata-rata kadar air sebelum diumpankan adalah 16,50 dan setelah diumpankan menjadi 56,87. Meski demikian, rata-rata peningkatan kadar air pada serangan S. commune sedikit lebih rendah dibanding D. concentrica. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Ko nt ro l Tu ba- 2 Tub a- 8 Tu ba -1 4 Be le ran g-2 Be le ra ng- 8 Be ler ang -1 4 Ka pu r-2 Ka pu r-8 Ka pu r-1 4 Perlakuan Pengawetan KA KA awal KA akhir Gambar 9. Kadar air contoh uji sebelum dan setelah diumpankan pada D. concentrica Setelah pengumpanan selama 8 minggu pada D. concentrica, kadar air contoh uji kontrol meningkat menjadi 67,30. Peningkatan kadar air tertinggi dialami oleh contoh uji yang diberi bahan pengawet belerang, diikuti oleh kapur, dan tuba. Perbedaan waktu rendaman tidak terlalu berpengaruh pada peningkatan kadar air Gambar 9. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Kont rol Tuba-2 Tuba-8 Tuba-14 Be le ra ng- 2 Bel er ang- 8 Belerang-14 Kapur- 2 Kapur-8 Kapu r-14 Perlakuan Pengawetan KA KA awal KA akhir Gambar 10. Kadar air contoh uji sebelum dan setelah diumpankan pada S. commune Pada pengumpanan dengan S. commune, peningkatan kadar air tertinggi dialami oleh contoh uji yang diberi bahan pengawet kapur, diikuti oleh belerang dan tuba. Lamanya rendaman tidak menghasilkan perbedaan yang nyata dalam peningkatan kadar air. Kadar air yang dihasilkan oleh contoh uji setelah diserang S. commune nilainya lebih rendah dibanding D. concentrica, terutama pada contoh uji kontrolnya. Besarnya peningkatan kadar air dari contoh uji yang diserang S. commune dapat dilihat pada Gambar 10. Kayu bersifat adsorptif dan mempunyai kemampuan untuk menyerap air dari lingkungan sekitar. Berdasarkan kemampuan kayu tersebut maka kadar air kayu akan menyesuaikan diri dengan keadaan sekitar yang disebut kadar air kesetimbangan. Kadar air kesetimbangan kayu berada dibawah titik jenuh serat TJS dan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dimana kayu akan digunakan Haygreen Bowyer 1989. Uap air yang ada di dalam botol uji lebih tinggi dari pada contoh uji. Karena, menurut Tambunan dan Nandika 1989 dalam kehidupannya, jamur sangat membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi. Hasil dari proses respirasi adalah karbon dioksida CO 2 dan air H 2 O. Air yang dihasilkan tersebut akan menyebabkan kadar air dan kelembaban udara dalam botol uji meningkat. Dengan demikian, contoh uji akan menyerap uap air dari udara sekitarnya sehingga kandungan air di dalam contoh uji juga meningkat. Dan hal ini sangat mendukung pertumbuhan jamur serta memudahkan jamur untuk menyerang contoh uji. Menurut Buro 1954 diacu dalam Cartwright dan Findlay 1958, pada kelembaban relatif yang tinggi, kayu dengan kelapukan besar akan menyerap cairan lebih banyak dari pada kayu sehat. Tetapi, pada lingkungan dengan kelembaban relatif yang rendah, kandungan airnya akan lebih sedikit dibanding kayu sehat. Pada umumnya, contoh uji dengan pengawet tuba memiliki penurunan bobot yang lebih tinggi dibanding contoh uji dengan pengawet belerang. Jika peningkatan kadar air sebanding dengan kerusakan yang dialami kayu, maka seharusnya kadar air akhir dari contoh uji dengan pengawet tuba lebih besar dibanding belerang. Namun, peningkatan kadar air contoh uji dengan pengawet tuba pada serangan kedua jenis jamur ternyata lebih rendah dibanding contoh uji dengan pengawet belerang. Hal ini diduga terjadi karena kelembaban relatif yang rendah pada botol uji sehingga contoh uji dengan kerusakan besar justru memiliki kadar air yang lebih rendah dibanding contoh uji dengan kerusakan kecil. Selain itu ada kemungkinan pengawet belerang dan kapur memiliki kemampuan mengikat air yang lebih baik dibanding pengawet tuba. Dugaan reaksi yang terjadi pada pengawet belerang : S + O 2 SO 2 2H 2 S + SO 2 3S + 2H 2 O Dan reaksi yang terjadi pada pada pengawet kapur diduga berupa : CaCO 3 + H 2 O CaO + H 2 CO 3 H 2 CO 3 CO 2 + H 2 O Jika selama pengumpanan terjadi reaksi-reaksi tersebut, maka kemungkinan besar kandungan air yang tinggi pada dua jenis pengawet ini berasal dari air H 2 O sebagai hasil samping dari reaksi yang berlangsung.

C. Penggunaan Tuba, Belerang, dan Kapur sebagai Pengawet Kayu

Ketiga bahan pengawet alami yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki keunggulan dibandingkan dengan pengawet sintetis. Keuntungan yang diberikannya antara lain yaitu, ramah lingkungan, mudah didapat dengan harga relatif murah, dan tidak merusak kayu. Dari hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa akar tuba, belerang, dan kapur memiliki potensi untuk mencegah serangan jamur pelapuk kayu, terutama pada D. concentrica. Diantara ketiga jenis bahan pengawet alami tersebut, belerang memiliki khasiat yang paling baik untuk mencegah serangan jamur pelapuk dibandingkan dengan kapur dan tuba, terutama pada D. concentrica. Waktu rendaman 2 hari sudah memberikan hasil yang baik untuk mencegah serangan D. concentrica. Pengawet kapur juga efektif untuk mencegah serangan D. concentrica, dengan waktu rendaman minimal selama 8 hari. Peningkatan lama waktu rendaman pada kapur diduga dapat meningkatkan ketahanan kayu dari serangan D. concentrica. Keefektifan kapur diduga disebabkan oleh sifat basa yang dimiliki oleh kapur, sedangkan jamur pada umumnya menyukai media yang asam