TINJAUAN PUSTAKA 1. Pariwisata Pulau-Pulau Kecil

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pariwisata Pulau-Pulau Kecil

2.1.1. Konsep Wisata Bahari

Salah satu pemanfaatan pulau kecil yang berpotensi dikembangkan adalah pemanfaatan untuk pariwisata. Agar ekosistem pulau-pulau kecil dapat terjaga ekosistemnya sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, maka dikembangkan pula konsep ekowisata. Ekowisata sendiri pertama kali diperkenalkan pada tahun l990 oleh organisasi The ecotourism Society, sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat mengkonservasi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat Lingberg dan Hawkins l993, dalam Yulianda 2007. Ekowisata bahari merupakan ekowisata yang memanfaatkan karakter sumberdaya pesisir dan laut. Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu pada pemanfaatan wisata. Menurut Meta 2002 dalam Yulianda 2007, bahwa ekowisata Ecotourism, green tourism atau alternative tourism, merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alamlingkungan dan industri kepariwisataan. Berdasarkan paradigma lama, pariwisata yang lebih mengutamakan pariwisata massal mass tourism, yaitu yang bercirikan jumlah wisatawan yang besarberkelompok dan paket wisata yang seragam. Saat ini bentuk wisata bergerak menjadi pariwisata baru Baldwin dan Brodess 1993, yaitu wisatawan yang lebih moderen, berpengalaman dan mandiri, yang bertujuan tunggal mencari liburan fleksibel, keragaman dan minat khusus pada lingkungan alam dan pengalaman asli. Usaha pengembangannya wajib memperhatikan dampak-dampak yang ditimbulkan, sehingga yang paling tepat dikembangkan adalah sektor ekowisata dan pariwisata alternatif yang diartikan sebagai konsisten dengan nilai- nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan adanya interaksi positif diantara para pelakunya. Ekowisata eco-tourism disebutkan di UU Nomor 9 tahun 1990 pasal 16 sebagai kelompok-kelompok obyek dan daya tarik wisata, yang diperkuat oleh perpu No. 18 tahun 1994, sebagai perjalanan untuk menikmati gejala keunikan alam di taman nasional, hutan raya, dan taman wisata alam. Berbagai pendapat tentang ekowisata adalah lebih menekankan pada faktor daerah alami, sebagai suatu perjalanan bertanggungjawab ke lingkungan alami yang mendukung konservasi termasuk pendidikan lingkungan dan meningkatkan kesejateraan penduduk ekonomi setempat Brandon, 1996. Ziffer 1989 menekankan pada sektor sejarah dan budaya, pada faktor etnis Hudman and Donald, 1989. Silver 1997 memberikan batasan-batasan berikut: 1 Menginginkan pengalaman asli, 2 Layak dijalani secara pribadi maupun sosial, 3 Tak ada rencana perjalanan yang ketat, 4 Tantangan fisik dan mental, 5 Interaksi dengan budaya dan penduduk setempat, 6 Toleran pada ketidaknyamanan, 7 Bersikap aktif dan terlibat, 8 Lebih suka petualangan daripada pengalaman. Choy et al. 1996 memberikan batasan lima faktor pokok yang mendasar yaitu: lingkungan, masyarakat, pendidikan dan pengalaman, keberlanjutan dan manajemen. Ecoturism Research Group 1996 membatasi tentang wisata bertumpu pada lingkungan alam dan budaya yang terkait dengan : 1 mendidik tentang fungsi dan manfaat lingkungan, 2 meningkatkan kesadaran lingkungan, 3 bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi, 3 menyumbang langsung pada keberkelanjutan. Ekowisata tidak setara dengan wisata alam oleh karena tidak semua wisata alam akan dapat memberikan sumbangan positif kepada upaya pelestarian dan berwawasan lingkungan, jenis pariwisata tersebut yang memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang menjadi ekowisata dan memiliki pasar khusus Goodwin 1997; Wyasa 2001. Menurut The Ecotourism Society TES, ecotourism adalah perjalanan wisata ke wilayah-wilayah alami dalam rangka mengkonservasi atau menyelamatkan lingkungan dan memberi penghidupan penduduk lokal Sørensen et al., 2002. Wood 2002 mendefinisikan ecotourism sebagai bentuk usaha atau sektor ekonomi wisata alam yang dirumuskan sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan. Ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut Yulianda, 2007. Meta 2002, ekowisata merupakan wisata yang berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alamlingkungan dan industri kepariwisataan. Ekowisata bahari dengan kesan penuh makna bukan semata-mata memperoleh hiburan dari berbagai suguhan atraksi dan suguhan alami lingkungan pesisir dan lautan tetapi juga diharapkan wisatawan dapat berpartisipasi langsung untuk mengembangkan konservasi lingkungan sekaligus pemahaman yang mendalam tentang seluk beluk ekosistem pesisir sehingga membentuk kesadaran bagaimana harus bersikap untuk melestarikan wilayah pesisir dan dimasa kini dan masa yang akan datang. Jenis wisata yang memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan langsung diantaranya berperahu, berenang, snorkeling, diving, pancing. Kegiatan tidak langsung seperti kegiatan olahraga pantai, piknik menikmati atmosfer laut Nurisyah, 1998. Konsep wisata bahari didasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karaktersitik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. META 2002 merumuskan tujuh prinsip utama pengelolaan ekowisata bahari berkelanjutan, yaitu : 1. Partisipasi masyarakat lokal; ekotourism harus memberikan manfaat ekologi, social dan ekonomi langsung kepada masyarakat. 2. Proteksi lingkungan; ecotourism bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relative belum tercemar atau terganggu 3. Pendekatan keseimbangan; sub prinsipnya meliputi maksimum profit, bagaimana ekotourism memberikan manfaat, comitment industri pariwisata dan lainnya. 4. Pendidikan dan pengalaman; ekotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki 5. Pendekatan kolaboratif; ekotourism dapat memberikan sumbangan positip bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 6. Tanggungjawab pasar; diperlukan interdependent kegiatan, demand – supply side dan lain sebagainya. 7. Kontinuitas manajemen; ekotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasai mendatang.

2.1.2. Konsep Dasar Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata diartikan sebagai seluruh kegiatan orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan kesehariannya untuk jangka waktu tidak lebih dari setahun untuk bersantai leisure, bisnis dan berbagai maksud lain Agenda 21, 1992. Pariwisata di Indonesia menurut UU Kepariwisataan No. 9 tahun 1990 pasal 1 5 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidangnya. Indonesia memiliki sumber daya wisata yang amat kaya dengan aset alam, budaya, flora dan fauna dengan ciri khas Asia dan Australia di setiap wilayah perairan dan pulau di Indonesia Gunawan, 1997. Pariwisata merupakan industri dengan pertumbuhan tercepat didunia WTO, 2000, melibatkan 657 juta kunjungan wisata di tahun 1999 dengan penerimaan US 455 Milyar seluruh dunia. Apabila kondisi tetap stabil, pada tahun 2010 jumlah kunjungan antar negara ini diperkirakan meningkat mencapai 937 juta orang. Di Indonesia pariwisata merupakan penghasil devisa nomor tiga setelah minyak dan produk tekstil, Ini berarti sektor pariwisata mempunyai peranan yang cukup penting dalam perekonomian. Menurut data dari Departemen Pariwisata Seni dan Budaya perkembangan jumlah kunjungan wisatawan di Indonesia sejak lima tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2001 jumlah wisatawan sebanyak 5.153.260 orang dan terus menurun sampai tahun 2003 sebanyak 4.467.020 wisatawan. Namun pada tahun 2004 meningkat lagi menjadi 5.321.160 orang kemudian turun lagi menjadi 5.006.790 orang pada tahun 2005. Target dari pembangunan pariwisata pada tahun 2006 adalah dapat menghasilkan devisa US 5,5 juta dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 5,5 juta orang, serta dapat menciptakan lapangan kerja sebanyak 900 ribu pekerja. Untuk mengelola kegiatan kepariwisataan dan pembangunan kepariwasataan, berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, diantaranya dinyatakan bahwa penyelenggaraan pariwisata bertujuan untuk: memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta mendorong pendayagunaan produksi nasional. Dalam Program Pembangunan Nasional Propenas juga telah dijelaskan bahwa pembangunan pariwisata perlu ditingkatkan untuk memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan penerimaan devisa serta memperkenalkan alam dan kebudayaan Indonesia. Perlu pula diambil langkah- langkah dan peraturan yang lebih terarah berdasarkan kebijaksanaan terpadu. Pendekatan pariwisata berkelanjutan dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 2. Ekowisata sebagai suatu Strategi Wisata dan Pembangunan Berkelanjutan France, 1997 dalam Beeler, 2000 Pariwisata berkelanjutan adalah penyelenggaraan pariwisata bertanggung jawab yang memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini, tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang, dengan menerapkan prinsip-prinsip, layak secara ekonomi economically feasible dan lingkungan environmentally vi-able. cinema secara Memelihara ekologi Ekowisata Pembangunan Lingkungan Pembangunan Ekonomi Pembangunan Sosial Kepuasan wisatawan Masyarakat lokal social socially acceptable dan tepat guna secara teknologi technologically appropriate . Saling keterkaitan yang dijelaskan pada Gambar dapat diuraikan sebagai berikut France, 1997 dalam Beeler, 2000: 1 menunjukkan sejumlah wisatawan yang berkunjung pada suatu lingkungan alami. Agen perjalanan biasanya elit lokal atau multinasional, dimana profit usaha wisata rasanya sulit masuk ke masyarakat lokal. 2 Biasanya wisma tamu skala kecil setempat memberikan kenyamanan di bawah standar dalam. Pemukiman penduduk lokal biasanya memperoleh manfaat langsung dari dampak lingkungan yang buruk. 3 Banyak usaha wisata mempekerjakan penduduk lokal sebagai tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan khusus unskilled labor. Secara ekonomi dapat memberikan manfaat abgi masyarakat, akan tetapi selalu dengan dampak lingkungan yang tinggi. 4 Titik keseimbangan yang memungkinkan antara ketiga aspek yang secara lokal dapat dikelola dan manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan pariwisata berkelanjutan adalah pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan saat ini dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang. Pernbangunan pariwisata berkelanjutan dicitrakan menjadi patokan dalam pengaturan sumber daya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetik tercapai, dengan tetap menjaga integritas budaya, proses-proses dan keanekaragaman hayati. Prinsip pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil tidak dapat dilepaskan dari konsep pembangunan kepariwisataan nasional. Pada hakekatnya pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus berlandaskan pada agama dan budaya lokal, dengan memperhatikan dan menghormati hak-hak ulayat masyarakat di sekitarnya. Pulau untuk kepentingan kepariwisataan adalah pulau dengan luas kurang atau sama dengan 2000 km 2 Penyelenggaraan pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus menggunakan prinsip berkelanjutan di mana secara ekonomi memberikan keuntungan, memberikan kontribusi pada upaya pelestarian sumber daya alam, Departemen Kelautan dan Perikanan, 2002. serta sensitif terhadap budaya masyakat lokal. Oleh karena itu pengembangan pariwisata di pulau-pulau harus berpegang pada prinsip-prinsip dasar sebagai berikut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2004: - Prinsip Keseimbangan; Pengelolaan pariwisata dipulau-pulau kecil harus didasarkan pada komitmen pola keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial budaya dan konservasi. - Prinsip Partisipasi Masyarakat; proses pelibatan masyarakat, baik secara aktif maupun pasif, harus dimulai sejak tahap perencanaan hingga tahap pengelolaan dan pengembangan. Hal ini akan menumbuhkan tanggung jawab dan rasa memiliki yang akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil tersebut. - Prinsip Konservasi; Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan alam dan budaya. Pengembangan harus diselenggarakan secara bertanggung jawab dan mengikuti kaidah-kaidah ekologi serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. Dalam upaya meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan akibat pernbangunan pariwisata, beberapa langkah dapat ditempuh, sepertl: penentuan ambang batas carrying capacity, baik secara sosial tourism social carrying capacity dan ekologi tourism ecological carrying capacity. - Prinsip Keterpaduan; Pengelolaan pariwisata di pulau-pulau kecil harus direncanakan secara terpadu dengan memperhatikan ekosistem pulau dan disinerjikan dengan pembangunan berbagai sektor. Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus disesuaikan dengan dinamika sosial budaya masyarakat setempat, dinamika ekologi di pulau tersebut dan daerah sekitarnya. Disamping itu pengembangan pariwisata sebagai salah satu bagian dari pembangunan, harus disesuaikan dengan kerangka dan rencana pembangunan daerah. Dilihat dari daya tariknya, keanekaragaman daya tarik wisata di pulau- putau kecil dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, daya tarik wisata yang berbasis sumber daya alam daratan seperti hutan, gunung, sungai, danau maupun pantai dan sumber daya laut seperti: terumbu karang, gua dan gunung api bawah laut. Kedua, daya tarik wisata yang berbasis warisan maupun pusaka budaya cultural heritage baik yang bersifat nyata tangible seperti situs, makam, istana, maupun yang bersifat tidak nyata intangible seperti pertunjukan budaya atau tradisi budaya masyarakat. Selain kedua jenis pariwisata yang memanfaatkan langsung potensi sumber daya alam dan budaya diatas, juga terdapat wisata buatan yang pada intinya juga memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Wisata buatan pada hakikatnya merupakan hasil karya cipta manusia yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan tertentu yang secara langsung atau tidak langsung dapat menjadi objek dan daya tarik wisata tertentu seperti wisata belanja, pendidikan, olahraga, atau taman rekreasi theme park. Kegiatan wisata alam daratan diantaranya kegiatan menikmati bentang alam, olah raga pantai, pengamatan satwa, Jelajah hutan, mendaki gunung dan lain sebagainya. Sementara kegiatan wisata bahari mencakup snorkeling, menyelam diving. selancar angin parasalling, selancar surfing, memancing fishing, ski-air, berperahu canoewing, berperahu kayak sea kayaking dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatan wisata yang berbasis budaya seperti kegiatan menangkap ikan, mengolah ikan, mengamati kebiasaan hidup para nelayan sehari- hari, melihat adat istiadat yang berlaku di perkampungan nelayan, melihat bangunan rumah-rumah nelayan, melihat upacara adat yang biasa dilakukan para nelayan, dan lain sebagainya. Berdasarkan tujuannya kegiatan wisata dapat dibedakan menjadi wisata minat khusus dan wisata umum rekreasi. Wisata minat khusus merupakan suatu bentuk perialanan dimana wisatawan mengunjungi suatu tempat karena memiliki minat atau tujuan khusus mengenai suatu jenis objek atau kegiatan yang dapat ditemui atau dilakukan dilokasi atau daerah tujuan wisata tersebut. Dalam wisata minat khusus, wisatawan terlibat secara aktif pada berbagai kegiatan di lingkungan fisik atau komunitas yang dikunjunginya. Sementara itu kegiatan wisata umum atau kegiatan rekreasi dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dilaksanakan pada waktu luang secara bebas dan menyenangkan. Dalam kegiatan rekreasi tidak ada tujuan khusus yang ingin dicapai dan memang untuk bersenang- senang. Pengembangan kegiatan rekreasi saat ini diarahkan pada kegiatan rekreasi edukatif, yang juga bertujuan agar wisatawan mendapatkan tambahan pengataman atau pengetahuan yang bermanfaat. Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus memperhatikan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2004: a Terjaminnya keberlanjutan sumber daya pendukung pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil sebagai satu syarat penting bagi terciptanya manajemen pariwisata yang memadai dan handal. b Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan dan diintegrasikan dengan lingkungan alam, budaya, dan manusia. kegiatan pariwisata harus menjamin perubahan yang dapat diterima sehubungan dengan pengaruhnya terhadap sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan kapasitas untuk mengelola berbagai dampak dan residu yang ditimbulkan. Dalam upaya mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, maka pengelolaan lingkungan di pulau-pulau kecil dilakukan dengan langkah penerapan sebagai berikut : a Pengelolaan limbah: 1 melaksanakan pengelolaan limbah padat dan cair yang berasal dari kegiatan pariwisata agar tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, 2 Pengelolaan limbah padat dan cair dilakukan dengan menerapkan prinsip 3R yaitu Reduce reduksi, Reuse penggunaan kembati, dan Recycle daur ulang, 3 Pada daerah dengan kawasan gugusan pulau, dapat menetapkan satu pulau kosong yang memungkinkan untuk tempat pengolahan limbah, sesuai kapan AMDAL. b Air Tawar: 1 penggunaan air tawar dilakukan dengan memperhatikan konservasi air yang tersedia di pulau, serta akses masyarakat terhadap kebutuhan air tawar, 2 Dianjurkan agar mengembangkan sistem pengolahan air laut menjadi air tawar. c Pelestarian Flora dan Fauna: Melakukan upaya menjaga dan memelihara flora, fauna serta terumbu karang, disekitar pulau dengan: 1 Pengawasan dan pengamanan sumber daya kelautan sekitar pulau dari kegiatan yang dapat merusak dan mengurangi populasinya, 2 Merencanakan dan melaksanakan program perlindungan dan pemeliharaan flora, fauna dan terumbu karang, 3 Tidak memasukkan jenis flora dan fauna yang berasal dari luar pulau tanpa seijin instansi yang berwenang, 4 Tidak mengunakan karang, sebagai bahan bangunan untuk sarana dan prasarana di pulau. d Pelestarian Pesisir: 1 Tidak melakukan pengerukan, reklamasi dan atau melakukan kegiatan yang dapat merubah kondisi pantai dan pola arus laut, 2 Tidak melakukan pengambilan atau pengerukan pasir baik di daratan maupun di perairan pulau, 3 Semua pembangunan di pesisir harus didasarkan pada studi AMDALUPLUKL. Pengembangan pariwisata di pulau-pulau kecil harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal sekaligus melihatkan peran aktif masyarakat sejak awal prows pengembangan pariwisata. Hal ini sejalan dengan konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat Community Based Tourism Development. Peningkatan peran serta masyarakat dilakukan antara lain dengan: a Memprioritaskan petuang kerja dan usaha bagi masyarakat lokal. b Membantu peningkatan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat antara lain melalui program pelatihan untuk menunjang usaha par iwisata. c Membangun hubungan kemitraan antara pengusaha dan masyarakat dalam rangka pemanfaatan hasil-hasil produk lokal. d Mewujudkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara pengusaha dan masyarakat. e Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menanamkan modal melalui kepemilikan saham perusahaan. Agar supaya wisata bahari dapat berkelanjutan maka produk pariwisata bahari yang ditampilkan harus harmonis dengan lingkungan lokal spesifik. Dengan demikian masyarakat akan peduli terhadap sumberadaya wisata karena memberikan manfaat sehingga masyarakat merasakan kegiatan wisata sebagai suatu kesatuan dalam kehidupannya. Cernea 1991 dalam Lindberg and Hawkins 1995 mengemukakan bahwa partisipasi lokal memberikan banyak peluang secara efektif dalam kegiatan pembangunan dimana hal ini berarti bahwa memberi wewenang atau kekuasaan pada masyarakat sebagai pemeran social dan bukan subjek pasif untuk mengelola sumberdaya membuat keputusan dan melakukan control terhadap kegiatan-kegiatan yang mempengaruh kehidupan sesuai dengan kemampuan mereka.

2.1.3. Wisata Bahari di Kawasan Konservasi

Umumnya, penutupan suatu kawasan laut menjadi kawasan konservasi akan merugikan kegiatan ekonomi lainnya. Padahal, kawasan konservasi dapat juga dijadikan sebagai instrumen pengendalian kegiatan pariwisata dan kegiatan lain termasuk perikanan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan. Awal tahun 1990, mulai diperkenalkan suatu instrumen yang didesain langsung pada pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam, yaitu berupa penentuan suatu kawasan konservasi laut KKL atau marine reserve atau Marine Protected Area MPA. Tujuannya adalah agar input dan output produksi perikanan dan wisata bahari berbasis konservasi diatur dengan menutup sebagian kawasan untuk daerah perlindungan. Banyak dukungan empiris yang menyatakan KKL akan dapat meningkatkan dan memperbaiki ekologi yang mencakup peningkatan komposisi umur dan tingkat stok yang lebih tinggi untuk perbaikan habitat. Manfaat tambahan yang diperoleh dari adanya kawasan konservasi ini adalah untuk keperluan pariwisata, pendidikan, dan konservasi biodiversitas laut Bohnsack, 1993 dalam Sanchirico et al., 2002. Li 2000 menguraikan manfaat kawasan konservasi laut adalah sebagai biogeografi, keanekaragaman hayati, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa pertumbuhan, pengurangan mortalitas akibat penangkapan, peningkatan produksi di wilayah sekitarnya, perlindungan pemijahan, penelitian, ekowisata, pembatasan hasil sampingan ikan-ikan juvenil dan peningkatann produktivitas perairan. Pemanfaatan suatu kawasan konservasi menjadi kawasan wisata dan kegiatan perikanan harus dapat memberikan manfaat ekonomi yang tinggi. Cesar 1996, hasil studi White dan Cruz Trinidad di Apo Island Philipina menunjukkan bahwa KKL mampu memberikan nilai ekonomi hampir US 400 ribu dari sektor wisata bahari dan perikanan. Masalah utama dalam pengalokasian suatu kawasan konservasi adalah menetapkan batas ekologis yang dapat digunakan untuk mencapai suatu kawasan konservasi. Selama ini batas kawasan konservasi didasarkan pada karakteristik geologis kawasan batas daratan dan lautan, batas administrasi nasional, propinsi dan kabupaten, atau biaya lokasi yang lebih kecil akan memerlukan biaya yang kecil untuk melindungi atau mempertahankan keberadaannya. Kawasan konservasi yang berukuran kecil dapat mendukung kehidupan lebih banyak jenis biota dengan relung yang berbeda-beda serta tidak merusak semua kawasan konservasi secara bersamaan bila terjadi bencana. Kawasan konservasi yang berukuran besar menuntut adanya zonasi kawasan untuk dapat mendukung pengelolaan yang efektif bagi pemanfaatan secara berkelanjutan. Adanya zonasi maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dikontrol secara efektif untuk mencapai sasaran dan tujuan konservasi. Berdasarkan arah pengembangan pariwisata, kawasan PPK jenis-jenis zonasi yang umum digunakan dalam pengembangan pariwisata adalah Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2004:

1. Zona Intensif