Model Keberlanjutan Pengelolaan Wisata Bahari Pulau-Pulau Kecil

Sektor kepariwisataan menunjukkan perkembangan dan kontribusi ekonomi yang cukup menarik dibandingkan dengan sektor lain disaat Indonesia menghadapi masa krisis yang berkepanjangan. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 4.606.416 rata-rata hari kunjungan 9.18 hariorang di tahun 1998 meningkat menjadi 5.064.217 orang dengan jumlah hari kunjungan 12,26 hariorang pada tahun 2000 sebesar 5.75 milyar US. Hal ini menunjukkan bahwa kepariwisataan sangat potensial untuk dikembangkan. Pembangunan pariwisata bahari yang optimal dan berkelanjutan dapat tercapai jika memperhatikan empat aspek, yaitu: 1 mempertahankan kelestarian dan keindahan lingkungan, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan tersebut, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya Gunn, 1994. Pariwisata adalah industri yang sangat penting di dunia. Hal ini terbukti dari jumlah pekerja yang bergerak di sektor ini di seluruh dunia lebih dari 10 dan memiliki 11 dari jumlah GDP dunia. Jumlah ini diprediksikan akan terus meningkat menjadi 1,6 milyar US di tahun 2020. WWF International, 2001. Pembangunan pariwisata ke arah pembangunan berkelanjutan adalah hal yang paling penting dalam penanganan sektor pariwisata. Hal ini disebabkan oleh permintaan pariwisata yang terus meningkat seiring dengan peningkatan penduduk, tetapi sebaliknya kondisi alam mengalami penurunan. Agar penanganan pariwisata bisa memenuhi kebutuhan generasi mendatang, maka pengembangan pariwisata diharapkan dapat meningkat secara berkelanjutan. Hardinoto 1996, berpendapat bahwa pengembangan pariwisata bisa mengentaskan kemiskinan daerah. Hal ini dapat terjadi karena pariwisata menyangkut banyak bidang seperti pertanian, perikanan, peternakan, dan lain sebagainya yang dapat dihasilkan masyarakat di daerah tujuan wisata. Perbaikan pendapatan dapat seiring dengan perbaikan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

2.10. Model Keberlanjutan Pengelolaan Wisata Bahari Pulau-Pulau Kecil

Pemanfaatan sumberdaya yang ada di pulau-pulau kecil selama ini belum dirasakan optimal, sebab banyak kendala yang harus dihadapi. Kendala tersebut menyangkut jarak, transportasi yang mahal, terbatasnya diversifikasi usaha yang berbasis sumberdaya alam, kurangnya skill sumberdaya manusia yang ada, vulnerable terhadap bencana alam ketergantungan pada daratan dan lainnya. Selain menghadapi kendala struktural dan alamiah, pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil juga harus menghadapi tekanan akibat multiple demand dari pertumbuhan penduduk, wisata, industri dan sebagainya. Pertumbuhan multiple demand dari waktu ke waktu menyebabkan kompetisi terhadap sumberdaya yang langka, seperti lahan, air menjadi semakin meningkat Fauzi dan Anna, 2005. Konsep coastal tourism meliputi hal-hal yang terkait dengan kegiatan wisata, leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairannya Hall, 2001. Dengan demikian perkembangan wisata pesisir dan pulau-pulau kecil sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan dan ekosistem di mana di wilayah ini banyak ditemukan pantai berpasir, terumbu karang, pulau- pulau kecil hingga cagar budaya sebagai komplemen dari coastal tourism. Selain itu, dalam pengembangannya diperlukan aksesibilitas ke lokasi wisata guna mengoptimalkan potensi sumberdaya wisata dan peluang pasar wisata. Permasalahannya adalah Perkembangan coastal tourism di SEA banyak dilakukan tanpa perencanaan, sekedar untuk memenuhi permintaan turisme. Hal ini ditambah dengan perilaku rente pelaku usaha turisme, respons yang lambat dari pemerintah dan lack of enforcement walaupun peraturan dibuat. Konsekuensi dari perkembangan coastal tourism tanpa perencanaan ini bagi wilayah pesisir cukup banyak, misalnya pemanfaatan lahan pantai beachfront land utilized, polusi perairan pesisir akibat kurang optimalnya pengolahan limbah, dredging yang menyebabkan rusaknya terumbu karang, dan lainnya. Patong Thailand, Kuta Indonesia dan Batu Ferringi Malaysia adalah contoh unplanned development of coastal tourism Wong, 1998. Gunn 1994, suatu kawasan wisata dinyatakan sebagai kawasan wisata yang berhasil bila secara optimal dapat mempertemukan empat aspek yakni:1 mempertahankan kelestarian lingkungannya, 2 meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut, 3 menjamin kepuasan pengunjung, dan 4 meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Sistem wisata yang dibangun dapat menggunakan kerangka berpikir secara tersistem, dimana ditunjukkan hubungan yang saling mendukung tanda positif dan saling bertentangan tanda negatif antara komponen aspek baik lingkungan, sosial dan ekonomi. Model Casagrandi dan Rinaldi menggunakan kerangka berpikir yang mengintegrasikan tiga aspek tersebut yakni lingkungan environment, sosial tourism dan ekonomi capital. Model ini juga merupakan suatu sistem yang saling terkait baik hubungan yang positif maupun hubungan negatif. Hubungan tersebut digunakan untuk membangun dan menganalisis model wisata yang optimal.

2.11. Pendekatan Sistem Dinamik