BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Perkembangan disektor industri dengan berbagai proses  produksi yang dilaksanakan menggunakan teknologi modern dapat  menimbulkan dampak yang
kurang baik bagi lingkungan, keselamatan, kesehatan dan produktivitas masyarakat khususnya tenaga kerja.
Garis-Garis Besar Haluan Negara 1993, menegaskan bahwa perlindungan tenaga kerja meliputi hak keselamatan dan kesehatan kerja K3, serta jaminan sosial
tenaga kerja yang mencakup jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan terhadap kecelakaan, jaminan kematian, serta syarat-syarat kerja lainnya.
Amanat GBHN ini menuntut dukungan dan komitmen untuk perwujudannya melalui penerapan K3 yang disebabkan sebagai landasannya, disamping Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Upaya K3 telah dimantapkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan, yang menyatakan
kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya yang dihadapinya.
Pemakaian mesin sebagai alat kerja dan mekanisasi dalam industri dapat menimbulkan kebisingan ditempat kerja. Dimana proses industri dipercepat untuk
mendapatkan produksi semaksimal mungkin, dengan begitu dampak  akibat bising juga meningkat Depnaker RI, 1995. Kebisingan ditempat kerja dapat mengganggu
Universitas Sumatera Utara
daya dengar pekerja, mulai  dari  gangguan konsentrasi, komunikasi sampai kenikmatan bekerja Budiono, 2003. Kebisingan ditempat kerja dapat
mengakibatkan penyakit akibat kerja berupa penurunan daya dengar  kepada tenaga kerja Depnaker RI, 1994.  Penurunan daya dengar  merupakan salah satu jenis
penyakit yang timbul karena hubungan kerja Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul akibat Hubungan Kerja.
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-  alat  pada  proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran  Kepmennaker nomor : KEP- 51MEN1999.  Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh
getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Kwalitas bunyi  terutama
ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik atau disebut Hertz Hz, yaitu jumlah dari golongan-golongan yang
sampai di telinga setiap detiknya. Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya dinyatakan dalam satuan logaritmis yang disebut desibel dB dengan
memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dynecm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat didengar oleh telinga normal
Suma’mur P, 1996. Frekuensi bunyi yang dapat didengar telinga manusia terletak antara 16 hingga 20.000 Hz, sedangkan frekuensi bicara terdapat pada rentang 250-
4000 Hz. Bunyi frekuensi tinggi adalah yang paling berbahaya Suyono, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Proses pendengaran ditimbulkan oleh getaran atmosfer yang dikenal sebagai gelombang suara dimana kecepatan volumenya berbeda-beda. Gelombang  suara
bergerak melalui rongga telinga luar auris eksterna yang menyebabkan  membran tympani  bergetar. Getaran-getaran tersebut diteruskan menuju incus  dan  stapes
melalu malleus yang menempel pada membran itu. Karena getaran yang timbul pada setiap tulang itu,  maka tulang akan memperbesar getaran yang kemudian disalurkan
ke  fenestra vestibuler menuju  perilimfe. Getaran  perilimfe  dialihkan melalui membran menuju endolimfe dalam saluran kokhlea dan rangsangan mencapai ujung-
ujung akhir syaraf dalam organ  korti,  selanjutnya  dihantarkan menuju otak  oleh nervus auditorius Pearce, 2002. Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai
suara yang enak atau tidak enak, hingar bingar atau musikal. Gelombang suara yang tidak teratur menghasilkan  keributan atau hingarbingar, sementara gelombang suara
berirama teratur menghasilkan bunyi musikal enak Suyono, 1995. Getaran sumber bunyi dihantarkan melalui media udara menggetarkan
gendang  telinga  dan tulang-tulang kecil yang terletak dalam rongga telinga bagian tengah. Getaran  masuk  ke dalam suatu sistem cairan yang terletak dalam putaran
rongga bangunan menyerupai rumah siput atau lebih dikenal sebagai kokhlea yang terletak    di dalam tulang temporalis. Di dalam telinga bagian tengah juga terdapat
sebuah otot terkecil dalam tubuh manusia yaitu tensor timpani. Otot ini  bertugas membuat tegang rangkaian tulang pendengaran pada saat bunyi yang mencapai
sistem pendengaran kita berkekuatan lebih dari 70 dB, untuk meredam getaran yang mencapai sel-sel rambut reseptor pendengaran manusia. Namun, otot ini tidak mampu
Universitas Sumatera Utara
bekerja terus menerus  pada keadaan bising yang terlalu kuat dan kontinu.Akibatnya terjadilah stimulasi berlebihan yang dapat merusak fungsi sel-sel rambut. Kerusakan
sel rambut dapat bersifat sementara  sehingga dapat terjadi ketulian sementara. Akan tetapi,    bila terjadi rangsangan terus menerus, terjadi kerusakan permanen,yang
menyebabkan sel rambut berkurang sampai menghilang dan terjadi ketulian menetap Pearce, 2002.
Ketulian akan terjadi pada kedua telinga secara simetris yang mengenai nada tinggi terlebih dahulu, terutama dalam frekuensi 3000 sampai 6000 Hz. Sering kali
juga terjadi penurunan tajam dip  pada frekuensi 4000 Hz, yang sangat khas untuk gangguan pendengaran akibat bising. Karena yang terkena  adalah nada yang lebih
tinggi dari nada percakapan manusia, sering kali pada awalnya sama sekali tidak dirasakan oleh penderitanya karena belum begitu jelas gangguan pada saat
berkomunikasi dengan sesama Suyanto, 2006 . Bising dapat merusak kokhlea  di telinga dalam sehingga menganggu
pendengaran, sedang kerusakan yang ditimbulkan pada saraf vestibuler di telinga dalam dapat menyebabkan gangguan keseimbangan. Gangguan pendengaran dan
keseimbangan akibat kerja belum mendapat perhatian penuh, padahal gangguan ini menempati urutan pertama dalam daftar penyakit akibat kerja di Amerika dan Eropa
dengan proporsi 35. Badan kesehatan dunia WHO melaporkan tahun 1988 terdapat 8-12  penduduk dunia menderita dampak kebisingan dalam berbagai
bentuk. Angka ini diperkirakan akan terus meningkat Annie, 2000.  Data survey Multi Center Study di Asia Tenggara, Indonesia termasuk 4 negara dengan prevalensi
Universitas Sumatera Utara
ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6, sedangkan 3 negara lainnya yakni Sri Langka 8,8, Myanmar 8,4 dan India 6,3. Walaupun bukan yang tertinggi tetapi
prevalensi 4,6 tergolong cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat.
Tuli akibat bising adalah tuli saraf yang terjadi akibat terpajan bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang lama. Sataloff 1987 mendapati sebanyak 35
juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang diantaranya merupakan tuli akibat kerja Depkes, 2004. The Enviromental Protection Agency  EPA
memperkirakan bahwa lebih 9 juta pekerja di industri manufaktur terpapar bising diatas 85 dB A Nugroho, 2009.
Kebisingan yang tinggi memberikan efek yang merugikan pada tenaga kerja, terutama akan memengaruhi indera pendengaran. Tenaga kerja memiliki risiko
mengalami penurunan daya pendengaran yang terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu lama dan tanpa mereka sadari. Besarnya penurunan daya pendengaran ini
tergantung dari lamanya pemaparan serta tingkat kebisingan. Oleh sebab itu  faktor- faktor yang menimbulkan gangguan pendengaran harus dikurangi atau dihindari
sedapat mungkin Sasongko, 2000. Berkurangnya pendengaran akibat  kebisingan terjadi secara perlahan-lahan
dalam waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Hal ini sering tidak disadari oleh penderitanya,  sehingga pada saat penderita mulai mengeluh  berkurang
pendengarannya biasanya sudah dalam  stadium  irreversible.  Dalam hubungan ini, jalan  yang paling baik adalah mencegah terjadinya  ketulian sedini mungkin
Universitas Sumatera Utara
Grantham, 1992.  Kecepatan penurunan  pendengaran tergantung pada tingkat kebisingan,  lamanya pemajanan  dan kepekaan individu.  Beberapa kondisi lain ikut
berperan pada  gangguan pendengaran adalah  intoksikasi, trauma  dan pada usia 40 tahun ke atas disebut  presbyacusis Suyono, 1995,
Faktor-faktor  yang dapat memengaruhi penurunan ambang dengar  adalah intensitas bising, frekuensi kebisingan, lama pemajanan, masa kerja, alat pelindung
diri serta faktor umur Sasongko, 2000. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Suyanto 2006, menunjukan adanya
pengaruh intensitas bising, frekuensi bising, masa  kerja, dan umur terhadap penurunan  daya dengar. Makin tinggi intensitas dan frekwensi kebisingan
lingkungan kerja makin tinggi risiko gangguan telinga. Makin lama waktu pemaparan makin berisiko terjadi gangguan telinga. Makin lama bekerja masa kerja makin
tinggi  risiko  terjadinya gangguan telinga serta makin tinggi usia manula secara normal kemampuan pendengaran akan menurun. Alat pelindung diri APD telinga
berfungsi sebagai penyerap intensitas bising yang didengar telinga Sasongko, 2000. Telinga kita hanya dapat menerima bising atau suara gaduh pada batas-batas
tertentu. Jika batas nilai ambang batas NAB ini dilampaui dan waktu paparan cukup lama,  dapat mengakibatkan daya pendengaran seseorang menjadi berkurang. Nilai
NAB  kebisingan yang diperkenankan di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja no. Kep. 51MEN1999 tentang NAB faktor fisika di lingkungan kerja
adalah 85 dB A untuk waktu pemaparan 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
Universitas Sumatera Utara
PT. Atmindo  adalah sebuah perusahaan swasta penanaman  modal  asing PMA, berlokasi  di  jalan K.L. Yos Sudarso, nomor 100, Glugur Kota  yang
memproduksi boiler. Pabrik ini memiliki 58 karyawan terpajan bising, dan berproduksi selama 24 jam yang menerapkan sistem shift. Pekerja dikelompokkan
dalam 2 shift yaitu shift pagi, dimulai dari jam 08.00 – 20.00 WIB dan shift malam, dimulai dari jam 20.00 – 08.00 WIB. Total jam istirahat pada setiap shift adalah 90
menit, yaitu jam 12.00-13.00 WIB dan jam 17.00-17.30 WIB untuk shift pagi dan jam 24.00-01.00 WIB dan 05.00-05.30 WIB untuk shift malam.
Pada survey pendahuluan di PT. Atmindo  di temui potensial hazard kebisingan yang tinggi terhadap pekerja yang mempunyai masa kerja yang bervariasi.
Ada 7 lokasi bagian proses di pabrik boiler tersebut yang memiliki nilai ambang batas kebisingan diatas 85 dB, berkisar diantara 86-90 dB yaitu bagian membrane, drum
boiler,    rool, press, bubut, pipa dan maintenance.  Dari  observasi karyawan di lingkungan  kerja PT. Atmindo,    peneliti mendapatkan informasi  keluhan subjektif
gangguan pendengaran  yang sering terjadi pada  tenaga kerja berupa  gangguan pada komunikasi, gangguan  tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak senang
atau mudah marah. Berdasarkan gambaran di atas, penulis tertarik melakukan penelitian
mengenai “Pengaruh Terpajan Kebisingan terhadap  Daya Dengar   pada Pekerja  di PT. Atmindo Tahun 2010”
Universitas Sumatera Utara
1.2.  Permasalahan