Tema Rumusan Masalah PENDAHULUAN
                                                                                Ompu i |14
dalam menaungi bius-bius yang lain. Mulai dari silsilah atau asal usul Raja Batak hingga tondi sahala atau kharisma yang dimiliki Singamangaraja.
Dalam  kaitannya  dengan  sistem  lembaga  ini,  Sitor  mencoba  menjelaskan lembaga  tersebut bukan hanya  sebagai mengatur  sistem sosial dan politik belaka
tetapi  juga  sistem  agama  tradisional  dalam  masyarakat  Batak.  Tampaknya  Sitor sangat  konsisten  dalam  melihat  sistem  lembaga  ini  mengalami  pasang  surut  di
dalam  perjalanan  sejarahnya,  serta  selalu  menyorot  sistem  lembaga  tersebut  di dalam  hubungan  atau  mempertahankan  wilayah  geografisnya  dari  pihak  asing.
Paling tidak buku Sitor ini memandang sejarah dalam sudut pandang dari kacamata pribumi. Namun bagi saya kelemahan buku ini adalah pertama, ketika Sitor sendiri
tidak  memberikan  perbandingan  dari  sudut  pandang  luar.  Ketika  sejarah  yang dihadirkan pada lingkup lembaga sosial, yakni bius Bangkara maka kecenderungan
yang terjadi Sitor terjebak dalam etnografis yang bercerita dari kesaksiannya tanpa mencoba membandingkan data-data sejarah yang lain. Kedua yang menjadi sorotan
saya adalah dalam buku tersebut tidak dilengkapi referensi kutipan sumber. Hal ini menandakan bahwa di dalam bukunya, Sitor banyak menyorot dari lingkup marga
Situmorang, yang adalah merupakan garis keturunan marganya. Dan sesuatu yang sangat  disayangkan  pula  bahwa  Sitor  tidak  menyertakan  sumber  itu  berasal
walaupun sumber tersebut merupakan cerita yang bersifat turun temurun. Namun bagi  saya  buku  ini  dapat  menjadi  sumber  pembanding  dalam  melihat  sumber-
sumber lainnya. Kedua adalah peralihan kekuasaan dari Singamangaraja XII ke Nommensen
pada  masa  kolonial.    Pada  bagian  ini  banyak  sekali  wacana  tentang  perjumpaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ompu i |15
antara Nommensen dengan Singamangaraja XII. Namun wacana tersebut berusaha mendamaikan  kedua  belah  pihak  dalam  sudut  pandang  historisnya  dengan
mengabaikan  data-data  yang  dianggap  sebagai  kebenaran  yang  valid.  Dengan banyaknya wacana tersebut maka  saya merasa perlu lebih selektif dalam melihat
buku-buku tersebut. Untuk  bagian  ini  saya  melihat  buku  Telah  Kudengar  dari  Ayahku:
Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen  di Tanah Batak 1978, karangan Lothar Schreiner, seorang pendeta, dapat digunakan untuk melihat strategi yang diterapkan
RMG  dalam  melaksanakan  misinya  di  Tanah  Batak.  Pada  masa  Raja Singamangaraja XII telah muncul ketidakpercayaan masyarakat Batak kepada Raja
Singamangaraja  XII  sehingga  wilayah  kekuasaannya  tampak  semakin  samar, terlebih  di  wilayah  Silindung  akibat  dari  perang  Padri  1820-an.  Dan  hal  ini
semakin  diperjelas  setelah  masuknya  misionaris  ke  wilayah  Silindung  seturut dengan banyaknya masyarakat Batak di Silindung yang masuk ke agama Kristen.
Buku, Lothar Schreiner ini sangat mencermati dan bersikap netral dalam melihat dasar-dasar  pertama  Kekristenan  di  lembah  Silindung,  di  sebelah  selatan  danau
Toba  pada  tahun  1861-1881.
27
Misalkan  saja  dalam  buku  ini  diterangkan bagaimana  RMG  sendiri  menggunakan  sistem  struktur  sosial  masyarakat  yang
berdasarkan Dalihan Na Tolu dalam mendirikan gereja-gereja, yang diikuti dengan pendekatan terhadap raja-raja Batak.
27
Lothar Schreiner, Telah Kudengar dari Ayahku: Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen di Tanah Batak Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978, hl. 18.
                                            
                