Manfaat Hasil Penelitian Tinjauan Pustaka

1.6.1 Pengertian Idiom

Idiom disebut pula ungkapan Badudu 1981. Chaer 1990: 76 meng emukakan, “idiom adalah satuan-satuan bahasa bisa berupa kata, frase dan kalimat yang maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur- unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut .” Idiom yang berupa kata majemuk dan frasa oleh Chaer 1984: 8 dibedakan menjadi dua jenis, yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsur pembentuknya sudah merupakan satu kesatuan yang makna; setiap unsur sudah kehilangan makna leksikalnya, sehingga yang ada adalah makna dari keseluruhan bentuk tersebut. Idiom sebagian adalah idiom yang unsurnya masih ada yang mempertahankan makna leksikalnya. Idiom adalah ungkapan bahasa yang berupa gabungan kata atau frase yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan makna unsur yang membentuknya. Soedjito juga menjelaskan idiom menurut kata yang digunakan untuk gabungan kata yang akan membentuk idiom Soedjito 1998:101. Idiom sebagai ungkapan bahasa yang artinya tidak dapat dijabarkan dari jumlah arti tiap unsur-unsurnya Badudu 1994: 29. Batasan idiom dari Badudu ini terlalu luas karena semua ungkapan yang pemakaian unsurnya tidak dapat diterangkan secara logis juga dianggap sebagai idiom. Supardjo 1988:162 mengemukakan bahwa idiom merupakan ungkapan khas dalam suatu bahasa, yang maknanya tidak dapat dijabarkan secara langsung dari makna unsur-unsurnya, namun makna itu timbul dalam satu kesatuan atau kebersamaan. Unsur-unsu penggabungannya kehilangan makna pribadinya, namun secara berkelompok memiliki arti kiasan yang tetap. Supardjo juga memaparkan tentang ciri-ciri idiom, bagaimana timbulnya idiom, dan macam- macam idiom yang ditinjau dari segi segmentalnya unsur-unsur linguistik. Idiom sebagai ungkapan bahasa yang artinya tidak secara langsung dapat dijabarkan dari arti unsur-unsurnya. Di sini tidak dijelaskan arti unsur-unsur makna leksikal atau makna gramatikalnya. Dalam suatu idiom tidak ada alasan logis antara bentuk dengan makna idiomnya. Oleh karena itu, idiom idiom itu harus dipelajari dan dihafalkan Moelino 1989: 177. Suyanto 1983: 207-209 menyebut adanya idiom itu karena adanya proses pensubstansian peranan, yaitu apabila hubungan antara lambang satuan lingual dengan yang terlambang situasi itu menyeleweng. Penyelewengan antara lambang dan yang terlambang itu telah memiliki kemantapan dan ketetapan. Misalnya dalam idiom membanting tulang yang mendeskripsikan situasi „membanting terhadap tulang‟, tetapi mempunyai kemantapan dan ketetapan bahwa idiom membanting tulang itu mempunyai makna yang menyeleweng dari kata membanting maupun tulang, yaitu „bekerja keras‟. Keraf 1985: 109-110 menegaskan bahwa idiom adalah pola-pola struktur yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frase, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis atau gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang membentuknya. Idiom-idiom itu bersifat tradisional dan bukan bersifat logis. Maka bentuk-bentuk itu hanya bisa dipelajari dari pengalaman-pengalaman bukan melalui peraturan-peraturan umum bahasa.